Daerah

Provinsi Gorontalo: Bumi Serambi Madinah di Gerbang Utara Indonesia

Gorontalo merupakan provinsi hasil pemekaran dari Sulawesi Utara. Daerah ini memiliki sumber daya alam yang potensial untuk dikembangkan, terutama pertanian, perikanan, kehutanan, perkebunan, dan pariwisata. Provinsi ini dikenal pula sebagai provinsi di wilayah bagian utara Pulau Sulawesi yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Oleh karena itu, provinsi ini sering mendapat sebutan Bumi Serambi Madinah.

KOMPAS/ARIS PRASETYO

Pemandangan senja di pantai Pulau Saronde, Sabtu (7/1/2012). Pulau Saronde yang terletak di Laut Sulawesi, Kecamatan Kwandang, Gorontalo Utara, menawarkan pesona pemandangan alam yang indah.

Fakta Singkat

Ibukota
Kota Gorontalo

Hari Jadi
5 Desember 2000

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 38/2000

Luas Wilayah
11.257 km2

Jumlah Penduduk
1.171.681 jiwa (September 2020)

Pasangan Kepala Daerah
Gubernur Rusli Habibie

Wakil Gubernur Idris Rahim

Provinsi Gorontalo merupakan salah satu provinsi termuda di Indonesia. Provinsi ini diresmikan pada tanggal 22 Desember 2000 melalui penerbitan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2000. Sebelumnya, daerah yang terletak di Semenanjung Gorontalo di Pulau Sulawesi ini  menjadi bagian dari Provinsi Sulawesi Utara.

Sejak awal dibentuk hingga tahun 2015, peringatan hari lahir Provinsi Gorontalo diperingati setiap tanggal 16 Februari, ditandai dengan dilantiknya Tursandi Alwi sebagai Penjabat Gubernur pertama pada tanggal 16 Februari tahun 2001. Namun dalam perkembangannya, hari lahir Provinsi Gorontalo ditetapkan pada tanggal 5 Desember 2000 berdasarkan Perda Provinsi Gorontalo Nomor 9 Tahun 2015. Penetapan itu bertepatan dengan tanggal disahkannya Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo oleh DPR RI.

Asal usul nama Gorontalo memiliki banyak versi. Salah satu versi menyebutkan berasal dari nama Kerajaan Hulontalangi di Pulau Sulawesi. Nama Hulontalangi kemudian disingkat menjadi Hulontalo. Lidah orang Belanda agaknya sulit mengucapkan dengan tepat sehingga menyebutnya “Horontalo”, yang ditulis Gorontalo.

Gorontalo dikenal pula dengan sebutan Bumi Serambi Madinah karena tak lepas dari populasi masyarakatnya yang mayoritas beragama Islam. Bahkan, Gorontalo memiliki semboyan yang berbunyi, “Aadati hula-hula to Sara’, Sara’ hula-hula to Kuru’ani (Adat bersendikan Syara’, Syara’ bersendikan Al-Quran)”.

Luas wilayah provinsi ini 11.257 kilometer persegi berdasarkan Permen Dalam Negeri 137/2017. Jumlah penduduknya sebanyak 1,17 juta jiwa menurut Sensus Penduduk 2020. Secara administratif, Provinsi Gorontalo terbagi dalam 5 kabupaten dan 1 kota, 77 kecamatan, dan 734 desa/kelurahan. Daerah ini dipimpin oleh Gubernur Rusli Habibie bersama Wakil Gubernur Idris Rahim sejak tahun 2019.

Sejarah Pembentukan

Jazirah Semenanjung Gorontalo atau kerap disebut Gorontalo Peninsula menurut catatan sejarah terbentuk kurang lebih 1300 tahun lalu. Ketika itu, Kerajaan Suwawa telah ditemukan berdiri pada sekitar tahun 700 Masehi atau pada abad ke-8 Masehi. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya makam para raja di tepian hulu Sungai Bulawa. Tidak hanya itu, makam Raja Suwawa lainnya dapat kita temukan di hulu Sungai Bone, yaitu makam Raja Moluadu (salah seorang raja di Kerajaan Suwawa) bersama dengan makam istrinya dan anaknya.

Sebagai salah satu jazirah tertua di Sulawesi dan Nusantara, Semenanjung Gorontalo tidak hanya memiliki catatan sejarah pada prasasti makam-makam raja dahulu. Daerah ini juga memiliki situs prasejarah, yaitu Situs Oluhuta.

Situs ini diperkirakan telah ada sekitar 530-770 tahun yang lampau. Hasil ekskavasi yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Manado pada tahun 2016 menemukan 12 kerangka manusia dalam keadaan baik dan kondisi relatif utuh di situs ini. Kedua belas kerangka tersebut ditemukan dalam keadaan sejajar teratur membujur dengan orientasi arah hadap barat-timur.

Kondisi itu menunjukkan bahwa di masa itu telah dikenal budaya penguburan manusia yang sudah terpola. Di samping kerangka manusia, ditemukan pula beliung batu persegi sebagai alat-alat batu neolitik, pecahan-pecahan gerabah, dan sisa tuangan logam perunggu.

Sebelum berdiri kerajaan Islam, di wilayah Gorontalo terdapat banyak kerajaan kecil. Hingga pada tahun 1385, sebanyak 17 kerajaan kecil sepakat membentuk sebuah serikat kerajaan. Maharaja Ilahudu diangkat untuk memimpin serikat kerajaan yang disebut dengan Kerajaan Hulondalo.

Menyebut Hulondalo, berarti sama artinya dengan Gorontalo. Hulondalo berasal dari kata Hulonthalangi dari istilah Huta Langi-langi, yang dalam bahasa setempat artinya genangan air. Orang Belanda menyebutnya dengan Holontalo, yang apabila ditulis dalam abjad latin menjadi Gorontalo.

Menurut penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan Gorontalo dipindahkan dari Kelurahan Hulawa ke Dungingi, Kelurahan Tuladenggi, Kecamatan Kota Barat sekarang. Kemudian pada masa Pemerintahan Sultan Botutihe, kota kerajaan ini dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango, ke satu lokasi yang terletak antara dua kelurahan yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B.

Pada masa itu, Gorontalo merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, dan Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut, Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara); Buol, Tolitoli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulawesi Tengah) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara. Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).

Sebelum masa penjajahan Belanda, daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Seluruh kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut “Pohalaa”.

Dalam buku Profil Provinsi Gorontalo yang digunakan untuk berargumen memperjuangkan terbentuknya provinsi ke-32 ini dijelaskan, terdapat lima pohalaa, masing-masing Pohalaa Gorontalo, Pohalaa Limboto, Pohalaa Suwawa, Pohalaa Bualemo, dan Pohalaa Atinggola.

Hukum adat yang berlaku di Gorontalo menjadikan daerah itu termasuk dalam 19 wilayah adat di Indonesia. Antara adat dan agama di Gorontalo menyatu dengan nama “Adat Bersendikan Syara’ dan Syara’ Bersendikan Kitabullah”.

Pohalaa Gorontalo tercatat sebagai pohalaa yang paling menonjol di antara kelima pohalaa. Itu pula sebabnya sehingga pada tahun 1942, daerah “Limo lo Pohalaa” berada dalam wilayah kekuasaan seorang Asisten Residen, selain pemerintahan tradisional. Pada tahun 1889, pemerintahan beralih menjadi pemerintahan langsung Belanda yang kemudian dikenal dengan nama “Rechtatreeks Bestuur”

Pada tahun 1911, terjadi perubahan struktur pemerintahan daerah yang terbagi atas tiga Onder Afdeling, meliputi Afdeling Kwandang, Afdeling Gorontalo dan Afdeling Bualemo. Selanjutnya tahun 1920 menjadi lima distrik, terdiri atas Distrik Kwandang, Limboto, Bone, Gorontalo, dan Bolemo.

Tahun 1922 kembali lagi menjadi tiga afdeling, masing-masing Afdeling Gorontalo, Bualemo, dan Buol. Kondisi administrasi pemerintahan ini berlangsung hingga meletusnya Perang Dunia II.

ISTIMEWA

Nani Wartabone (putih-putih), Pimpinan Komite 12 Gorontalo sewaktu berunding dengan pasukan Jepang. Periode kerja sama antara pucuk pimpinan Pemerintahan Gorontalo dengan Tentara Jepang yang berakhir dengan penguasaan Jepang.

Menjelang kemerdekaan RI, rakyat Gorontalo dipelopori Pejuang Nasional Maha Putra Nani Wartabone berjuang dan menyatakan kemerdekaan pada tanggal 23 Januari 1942, sekaligus membentuk pemerintahan sendiri. Kondisi ini berlangsung selama dua tahun, hingga tahun 1944.

Perjuangan Nani Wartabone kemudian dicatat sebagai salah satu puncak perjuangan dari banyak puncak kemerdekaan Indonesia. Di masa pergolakan Permesta, kembali Gorontalo di bawah Nani Wartabone menyatakan kesetiaannya terhadap Negara Kesatuan RI. Ketika itu, Nani tampil dengan semboyan “Sekali ke Yogya Tetap ke Yogya, artinya “Sekali Indonesia, Tetap Indonesia”

Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Gorontalo tergabung dalam Negara Indonesia Timur (NIT), negara boneka Belanda. Seterusnya Gorontalo di bawah Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada tahun 1949, RIS bubar dan kembali ke NKRI.

Tahun 1953, Sulawesi Utara menjadi daerah otonom berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1953. Daerah Bolaang Mongondow terpisah menjadi daerah otonom tingkat II pada tahun 1954, sehingga Sulut hanya meliputi bekas kawasan Gorontalo dan Buol yang berpusat di Gorontalo.

Berdasarkan UU No. 29/1959, maka daerah Sulut yang dimaksud dengan PP No. 11/1953 dipisahkan menjadi daerah tingkat II, meliputi Daerah Kotapraja Gorontalo dan Daerah Tingkat II setelah dikurangi Swapraja Buol. Selanjutnya pada tanggal 20 Mei 1960, resmi berdiri Kotapraja Gorontalo dan pada tahun 1965 berubah menjadi Kotamadya Gorontalo.

Faktor sejarah itulah yang membuat Gorontalo berpengaruh terhadap sejumlah daerah di sekitarnya. Ini juga yang menjadi penyebab para tokoh Gorontalo mengklaim pembentukan Provinsi Gorontalo yang mandiri dan otonom berkaitan dengan hak sejarah.

Alasan paling mendasar “berpisah” dengan Sulawesi Utara, sejauh yang berhasil direkam, adalah situasi tidak kondusif selama masa Orde Baru. Gorontalo memiliki banyak putra terbaik, tetapi hanya segelintir yang bisa ikut berperan dalam tingkat pemerintah provinsi. Akibatnya, keinginan menjadi wilayah yang tidak sekadar menjadi wilayah “pinggiran” semakin menguat di kalangan warga Gorontalo.

Pembentukan Provinsi Gorontalo mendapatkan momentum saat gagasan reformasi digulirkan, setelah puluhan tahun keinginan itu mengendap. Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya Gorontalo resmi berdiri sendiri sebagai provinsi pada tahun 2000 sejak diterbitkannya UU No. 38/2000 dengan tiga daerah tingkat II, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bolemo, dan Kota Gorontalo.

Geografis

Gorontalo terletak antara 0°19’-1°15’ Lintang Utara dan 121°23’-125°14’ Bujur Timur. Di sebelah utara, provinsi ini diapit oleh Laut Sulawesi, di sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Utara, di sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Tomini, dan di sebelah barat bersebelahan dengan Provinsi Sulawesi Tengah.

Posisi Gorontalo sangat strategis karena berada pada poros tengah wilayah pertumbuhan ekonomi, tepatnya antara Kawasan Ekonomi Terpadu (kapet) Batui di Provinsi Sulawesi Tengah dan Manado-Bitung di Provinsi Sulawesi Utara.

Gorontalo praktis akan menjadi daerah transit seluruh komoditas dari dan menuju kedua kapet tersebut. Apalagi Gorontalo berada pada “mulut” Lautan Pasifik yang menghadap Korea, Jepang, dan Amerika Latin.

Luas provinsi ini mencapai 11.257 kilometer persegi dengan jumlah pulau mencapai 123 pulau. Garis pantainya sepanjang sekitar 590 kilometer. Adapun luas laut teritorialnya mencapai 10.500 kilometer persegi, ditambah luas perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sekitar 40.000 kilometer persegi di perairan sebelah utara. Dengan demikian, luas perairan laut Gorontalo sekitar 50.500 kilometer persegi.

Sebagian besar permukaan tanahnya berbentuk perbukitan. Karena itu, provinsi ini memiliki 27 gunung dengan ketinggian yang berbeda. Gunung Tabango yang terletak di Kabupaten Boalemo merupakan gunung tertinggi dengan ketinggian mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut. Sedangkan gunung terendah adalah Gunung Litu-Litu di Kabupaten Gorontalo dengan ketinggian 884 meter.

Provinsi ini dilintasi banyak sungai, dengan Sungai Paguyaman di Kabupaten Boalemo menjadi sungai terpanjang, yakni sepanjang 99,3 kilometer. Sedangkan, Sungai Huango dan Bionga di Kabupaten Gorontalo tercatat sebagai sungai terpendek dengan panjang masing-masing 24 kilometer.

Gorontalo memiliki dua danau, yaitu Danau Limboto yang terletak di dua wilayah, yakni Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo, dan Danau Perintis yang terdapat di Desa Huluduotamo Kecamatan Suwawa, Kota Gorontalo.

KOMPAS/SRI REJEKI

Danau Limboto dilihat dari Kompleks Benteng Otanaha.

Pemerintahan

Setelah menjadi provinsi tahun 2001, wilayah yang dulunya merupakan bagian dari Sulawesi Utara ini telah dipimpin sejumlah penjabat gubernur dan gubernur. Tursandi Alwi tercatat sebagai penjabat gubernur pertama Gorontalo. Tursandi dilantik pada tanggal 16 Februari 2001 oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Surjadi Soedirdja. Masa jabatannya berakhir pada tanggal 10 Desember 2001.

Selanjutnya, Provinsi Gorontalo dipimpin oleh Gubernur Fadel Muhammad selama dua periode (2001-2006, 2006-2009). Fadel Muhammad didampingi Gusnar Ismail sebagai Wakil Gubernur Gorontalo.

Pada tahun 2001, Fadel Muhammad dilantik sebagai Gubernur Gorontalo, kemudian di tahun 2006 melalui pemilihan langsung, Fadel Muhammad mendapatkan suara hingga 81 persen. Pencapaian ini adalah yang tertinggi di Indonesia sehingga Museum Rekor Indonesia (Muri) mencatatnya sebagai rekor pemilihan suara tertinggi di Indonesia untuk pemilihan gubernur. Atas kemenangan ini, Fadel Muhammad kembali menjabat sebagai Gubernur Gorontalo untuk periode 2006-2011.

Namun pada periode kedua tersebut, Fadel Muhammad ditunjuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan pada Kabinet Indonesia Bersatu II. Gusnar Ismail kemudian melanjutkannya sebagai Gubernur Gorontalo hingga 16 Januari 2012.

Gubernur Gorontalo selanjutnya adalah Rusli Habibie yang menjabat selama dua periode. Rusli Habibie didampingi oleh Idris Rahim sebagai Wakil Gubernur Gorontalo. Pada periode pertama, mereka dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Gorontalo oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pada tanggal 16 Januari 2012.

Sebelumnya, Rusli Habibie dan Idris Rahim dinyatakan sebagai pasangan peraih suara terbanyak pada pemilihan 16 November 2011. Pasangan yang didukung Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan ini mengalahkan pasangan Gusnar Ismail dan Tonny Uloli.

Zudan Arif Fakrulloh kemudian menjadi pejabat sementara Provinsi Gorontalo dari 16 Januari 2017 hingga 12 Mei 2017 karena Rusli Habibie mencalonkan kembali sebagai Gubernur Gorontalo.

Rusli Habibie dan Idris Rahim kembali terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Gorontalo untuk periode 2017-2022. Pasangan petahana ini dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, pada tanggal 12 Mei 2017.

Pada Pilkada serentak 2017, pasangan Rusli Habibie dan Idris Rahim yang diusung Partai Golkar dan Demokrat berhasil meraup 326.131 suara atau 50,65 persen dari total suara sah.  Rusli-Idris mengalahkan dua pasangan lainnya, yakni Hanna Hasanah-Tonny Junus yang diusung PDI-P, Nasdem, PPP dan PKB serta pasangan Zainuddin Hasan-Adhan Dambea yang diusung PAN dan Hanura.

Pada awal berdirinya, Provinsi Gorontalo hanya terdiri dari 2 kabupaten dan 1 kota. Namun, setelah adanya pemekaran, Provinsi Gorontalo kini terdiri dari 5 kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Gorontalo, Pohuwato, Boalemo, Bone Bolango, dan Gorontalo Utara serta Kota Gorontalo. Semua kabupaten dan kota itu terbagi dalam 47 kecamatan dan 497 desa/kelurahan.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di wilayah Gorontalo sebanyak 5.802 PNS.  Dari jumlah itu, lebih dari separuh (55,72 persen) dari PNS berjenis kelamin perempuan sedangkan sisanya berjenis kelamin laki-laki.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Presiden Joko widodo dan Ibu Negara Iriana bersiap untuk memberikan ucapan selamat kepada Gubernur dan Wakil Gubernur yang dilantik di Istana Negara, Jakarta, Jumat (12/5/2017). Sebanyak lima pasang Gubernur dan wakil gubernur dari Provinsi Papua Barat, Gorontalo, Banten, Bangka Belitung, Sulawesi Barat hasil Pilkada 2017 dan wakil gubernur Riau dilantik hari itu.

Politik

Provinsi Gorontalo boleh dibilang merupakan basis Islam yang kuat. Dengan jumlah pemeluk agama Islam mencapai lebih dari 96 persen, pantas jika partai politik berbasis Islam sangat diminati oleh penduduknya. Cermin kekuatan politik Islam ini setidaknya tertanam kuat baik pada masa pemilu pertama maupun di awal-awal pemerintahan Orde Baru.

Pada tahun 1955, wilayah yang masih tergabung dengan Provinsi Sulawesi Utara ini didominasi oleh partai-partai Islam.  Tiga partai Islam yaitu Partai Masyumi, PSII, dan NU mendulang 84,4 persen. Berturut-turut pemenang pemilu adalah Masyumi dengan perolehan 37,35 persen suara, diikuti PSII dengan selisih suara sedikit dengan Masyumi dan di tempat ketiga PNI (12,3 persen), yang bersaing ketat dengan NU di urutan berikutnya.

Keempat partai besar yang disebutkan tadi menguasai hampir semua suara pemilih di Gorontalo. Sebanyak 21 peserta pemilu lainnya yang terdiri dari partai atau organisasi non-Islam dan perorangan hanya memperebutkan suara di bawah empat persen. Partai Komunis Indonesia (PKI) yang meraih suara cukup besar di tingkat nasional, di Gorontalo hanya mampu mengumpulkan 0,78 persen suara.

Berlainan dengan karakter pemilih Islam di provinsi lain, pamor parpol Islam tidak langsung surut pada saat Orde Baru berkuasa. Suara kumulatif yang diraih partai-partai Islam pada Pemilu 1971 mencapai lebih dari separuh (51,7 persen). PSII mengumpulkan 24,4 persen suara. Disusul kemudian oleh Partai Muslimin Indonesia dengan 13,6 persen dan NU 13,6 persen suara. Sementara itu, Golkar hanya berhasil dengan 39,2 persen suara. Kekuatan partai Islam terkonsentrasi di kota sedangkan Golkar memusat di wilayah kabupatennya.

Upaya Golkar merebut suara pemilih dari partai-partai Islam baru berhasil di Pemilu 1977. Perolehan suara Golkar mengungguli PPP dengan perbedaan sekitar 10 persen suara. Golkar menguasai 50,2 persen, sedangkan PPP mengantongi 40,7 persen suara.

Selanjutnya, kekuatan partai Islam makin tersedot oleh kekuatan Golkar. Tiga pilar penopang kekuatan Golkar, yaitu militer, birokrasi, dan teknokrat, berhasil menerobos sekat-sekat sosial dan patron politik sebelumnya. Dalam Pemilu 1982 Golkar melejit nyaris mutlak dengan 89,7 persen, sedangkan PPP hanya berhasil mempertahankan 8,6 persen suara. Wilayah Kabupaten Gorontalo lebih dari 90 persen ditaklukkan Golkar.

Pemilu-pemilu selanjutnya merupakan kisah manis Golkar dalam mendulang suara dan cerita tragis bagi PPP. Pemilu 1997 menjadi puncak kemenangan Golkar dengan perolehan suara 96,3 persen. Seluruh kursi DPR yang berjumlah dua diboyong Golkar. Adapun, PPP pada pemilu yang sama menukik ke titik terendah perolehan suara sebanyak 2,4 persen.

Adapun Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang berada di tengah tarik menarik suara antara PPP dan Golkar, menunjukkan grafik perolehan suara yang turun naik. Pencapaian suara terbanyaknya (9,1 persen) terjadi pada tahun 1977 dan mengalami titik terendah pada tahun 1997 dengan 1,3 persen suara.

KOMPAS/ARIS PRASETYO

Suasana perbincangan di Warung Kopi Sehati di Jalan Sam Ratulangi, Kota Gorontalo, Senin (3/10/2011) pagi. Sekitar 10 warung kopi di Kota Gorontalo kerap menjadi ajang perbincangan bertema politik oleh berbagai kalangan, mulai dari sopir, tukang bentor, pengusaha, pejabat kedinasan, anggota DPRD, akademisi, hingga gubernur.

Dominasi Golkar ini masih berlanjut pada Pemilu 1999, pemilu pertama pasca-Orde Baru. Perolehan suara Golkar menduduki posisi teratas dengan meraih 293.537 pemilih, atau 62,5 persen suara pemilih yang sah. Banyaknya partai politik baru yang ikut sebagai peserta pemilu belum dapat menandingi mesin politik Partai Golkar.

Adapun gabungan suara partai-partai berideologi dan berbasis massa Islam, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan (PK), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mencapai 23,5 persen. Jumlah ini merupakan peningkatan suara yang cukup besar dibandingkan perolehan partai berbasis Islam di masa Orde Baru.

Pada Pemilu 2004, Gollkar kembali meraih suara terbanyak kendati perolehan suaranya terus menurun. Pada pemilu ini, Golkar mendulang 53,07 persen suara. Di urutan berikutnya PPP meraup 13,01 persen suara dan PDI-P meraih 6,09 persen suara. Kemudian berturut-turut PBB 5,38 persen, PAN 4,37 persen, PKB 3,45, PKS 3,37 persen, PBR 3,30 persen, PPDI 1,45 persen dan Pancasila 1,20 persen.

Lima tahun kemudian, dominasi Partai Golkar mulai terusik. Masuknya partai-partai baru yang gencar membangun basis massa, menjadi faktor kuat yang memengaruhi perubahan tersebut. Akibatnya, pada Pemilu 2009, sekitar 20,3 persen suara Golkar terlepas dibandingkan dengan Pemilu 2004. Suara Golkar turun ke angka 30 persen. Adapun perolehan suara PPP naik menjadi 14,5 persen suara dan berada di urutan kedua. Disusul Partai Demokrat (12,8 persen), Partai Hanura, dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Pada Pemilu 2014, Golkar berhasil meningkatkan perolehan suaranya hingga 48,82 persen atau 310.790 suara dan tetap meraih posisi teratas di Provinsi Gorontalo. Berdasarkan perolehan suara tersebut, Golkar memperoleh 2 kursi di DPR RI pada periode 2014-2019.

Sedangkan parpol yang memperoleh suara terbanyak kedua adalah Gerindra dengan meraup 49.342 suara atau 7,75 persen suara dan mendapatkan jatah 1 kursi di DPR. Di tempat ketiga, ditempati oleh Demokrat dengan perolehan suara 47.662 atau sekitar 7,49 persen.

Pada Pemilu 2019, Partai Golkar tetap menempati urutan pertama kendati perolehan suaranya turun drastis hingga 20,54 persen suara dibandingkan Pemilu 2014. Di Pemilu 2019, Golkar hanya meraup 194.660 suara sah atau 28,28 persen suara.

Adapun Partai Nasdem berhasil menaikkan perolehan suaranya hingga 24,62 persen dan berada di urutan kedua. Posisi ketiga ditempati Partai Gerindra dengan perolehan suara 87.748 atau 12,75 persen suara.

Kependudukan

Provinsi Gorontalo dihuni oleh 1.171.681 jiwa menurut Sensus Penduduk 2020. Dalam kurun waktu 10 tahun, jumlah penduduk Gorontalo bertambah sebanyak 131.517 jiwa atau rata-rata sebanyak 13.152 jiwa setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Gorontalo sebesar 1,16 persen per tahun.

Kabupaten/kota yang terpadat penduduknya adalah Kota Gorontalo. Sekitar 18 persen dari penduduk Provinsi Gorontalo tinggal di Kota Gorontalo. Dengan luas wilayah yang hanya sebesar 79,59 kilometer persegi, kepadatan penduduknya mencapai 2.757 jiwa/km². Sedangkan wilayah dengan kepadatan penduduk terkecil adalah Kabupaten Pohuwato, yaitu hanya sekitar 38 jiwa/km². Rata-rata kepadatan penduduk Provinsi Gorontalo tahun 2019 sebesar 107 jiwa/km².

Provinsi Gorontalo dihuni oleh ragam Etnis yang berbentuk Pohala’a (Keluarga), diantaranya Pohala’a Gorontalo (Etnis Hulontalo), Pohala’a Suwawa (Etnis Suwawa/Tuwawa), Pohala’a Limboto (Etnis Limutu), Pohala’a Bolango (Etnis Bulango/Bolango) dan Pohala’a Atinggola (Etnis Atinggola) yang seluruhnya dikategorikan kedalam suku Gorontalo atau Suku Hulontalo. Selain suku Gorontalo, daerah ini juga dihuni oleh suku lainnya seperti Jawa, Makasar, dan Minahasa.

Pada dasarnya terdapat banyak bahasa daerah di Gorontalo. Namun hanya tiga bahasa yang cukup dikenal masyarakat di wilayah ini, yaitu Bahasa Gorontalo, Bahasa Suwawa (disebut juga Bahasa Bonda), dan Bahasa Atinggola (Bahasa Andagile).

Dalam perkembangannya, Bahasa Gorontalo lebih dominan sehingga menjadi lebih dikenal oleh masyarakat di seantero Gorontalo. Saat ini Bahasa Gorontalo telah dipengaruhi oleh Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu Manado, sehingga kemurnian bahasanya agak sulit diperoleh dalam penuturan Orang Gorontalo.

Mayoritas penduduk Gorontalo atau 96,87 persen dari total penduduknya beragama Islam. Sedangkan penduduk yang beragama Kristen Protestan sebesar 1,99 persen, Katolik 0,68 persen, Hindu 0,38 persen, dan Budha 0,08 persen.

Tenaga kerja di Gorontalo lebih banyak beraktivitas di sektor pertanian yakni sebesar 30,63 persen, disusul sektor jasa 25,09 persen, sektor perdagangan 20,01 persen, sektor industri 7,8 persen, dan sisanya di sektor lainnya.

KOMPAS/SUSI IVVATY

Tari klasik Gorontalo, Tidi Lo Polopalo, dibawakan secara kolosal di Lapangan Ippot Tapa, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, Minggu (25/9/2016). Selain sebagai syukuran sebuah pernikahan, perayaan ini juga untuk mempolulerkan tari tradisi bagi generasi muda.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
68,68 (2020)

Umur Harapan Hidup 
68,07 tahun (2020)

Harapan Lama Sekolah 
13,08 tahun (2020)

Rata-rata Lama Sekolah 
7,82 tahun (2020)

Pengeluaran per Kapita
Rp 10,02 juta (2020)

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
4,28 persen (Agustus 2020)

Tingkat Kemiskinan
15,59 persen (September 2020)

Rasio Gini
0,406 (Maret 2020)

Kesejahteraan

Capaian pembangunan manusia di Provinsi Gorontalo secara umum terus membaik dalam satu dekade terakhir (2010-2020). Dalam kurun waktu itu, nilai IPM Gorontalo meningkat 6,03 poin, yaitu dari 62,65 (2010) menjadi 68,68 (2020).

Kendati pembangunan manusia terus membaik, namun IPM Gorontalo tersebut masih di bawah capaian IPM nasional (71,98). Gorontalo termasuk dalam kategori IPM “sedang” bersama dengan 11 provinsi lainnya di Indonesia.

Dilihat dari dimensinya, umur harapan hidup (UHH) di Provinsi Gorontalo mencapai 68,07 tahun, harapan lama sekolah (HLS) selama 13,08 tahun, dan rata-rata lama sekolah (RLS) selama 7,82 tahun. Adapun rata-rata pengeluaran per kapita yang disesuaikan (PPP) sebesar Rp 10,02 juta.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Gorontalo tercatat sebesar 4,28 persen pada Agustus 2020. Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT untuk Sekolah Menengah kejuruan (SMK) masih menjadi yang tertinggi di antara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 9,72 persen.

Persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo pada September 2020 tercatat sebanyak 185,31 ribu jiwa atau 15,59 persen, naik 0,37 persen dibandingkan Maret 2020. Penduduk miskin di provinsi ini sebagian besar tinggal di perdesaan yaitu sebesar 88,37 persen dan sisanya 11,63 persen tinggal di wilayah perkotaan.

Pada September 2020, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Gorontalo yang diukur oleh Gini Rasio adalah sebesar 0,406. Angka ini mengalami penurunan sebesar 0,002 poin jika dibandingkan dengan Gini Rasio Maret 2020.

KOMPAS/ARIS PRASETYO

Petani jagung di Desa Moutong, Kecamatan Tilong Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, sedang memanen jagung mereka, Kamis (21/8/2014). Harga jual jagung hibrida yang rendah dari tingkat petani kurang menguntungkan bagi mereka. Sebagian petani beralih menanam jagung lokal yang lebih menguntungkan.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 433,42 miliar (2019)

Dana Perimbangan 
Rp 1,49 triliun (2019)

Pertumbuhan Ekonomi
6,41 persen (2019)

PDRB per kapita
Rp 34,21 juta/tahun (2019)

Inflasi
0,81 persen (2020)

Nilai Ekspor
13,24 juta dolar AS (2020)

Nilai Impor
39,36 juta dolar AS (2020)

Ekonomi

Perekonomian Provinsi Gorontalo terutama masih ditopang oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Sektor ini menyumbang 38,93 persen dari total PDRB Provinsi Gorontalo pada 2019 sebesar Rp 41,15 triliun.

Kemudian, dua sektor besar lainnya adalah perdagangan besar dan eceran sebesar 12,42 persen serta konstruksi sebesar 10,67 persen. Adapun bidang administrasi pemerintahan serta transportasi dan pergudangan masing-masing berkontribusi sebesar 6,31 persen dan 5,75 persen dari PDRB.

Potensi di bidang pertanian dan kehutanan di Gorontalo terlihat pada luas hutan produksi yang mencapai 824.668 hektar, perkebunan 234.837 hektar, dan persawahan 32.372 hektar. Sementara itu, di sektor kelautan, daerah yang diapit oleh Laut Sulawesi dan Teluk Tomini ini menyimpan potensi dan kekayaan laut seperti ikan tuna, layang, tongkol, cakalang, nener bandeng, nike, cumi-cumi, kepiting, udang, dan kerapu.

Laju pertumbuhan ekonomi Gorontalo dalam satu dekade terakhir melebihi rata-rata nasional. Pada tahun 2019, ekonomi Gorontalo tumbuh sebesar 6,41 persen, jauh melebihi laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,02 persen. Adapun pada tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Gorontalo terkontraksi 0,02 persen, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang terkontraksi hingga 2,07 persen.

Adapun dari sisi penerimaan, Provinsi Gorontalo masih mendapat topangan utama dari dana perimbangan. Pada 2019, alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat tercatat senilai Rp 1,49 triliun. Sedangkan pendapatan asli daerah (PAD) hanya menyumbang senilai Rp 433,42 miliar dari total pendapatan. Terakhir, realisasi penerimaan dari lain-lain pendapatan daerah yang sah yang hanya sebesar Rp 17,5 miliar.

Dari sisi neraca perdagangan, nilai ekspor Provinsi Gorontalo pada tahun 2020 tercatat sebesar 13,24 juta dolar AS. Negara tujuan ekspor Gorontalo terutama ke negara Filipina (99,90 persen) dan China (0,10 persen). Komoditas barang yang diekspor, yaitu jagung, gula dan kembang gula, serta kimia dasar organik dari hasil pertanian.

Adapun nilai impor Provinsi Gorontalo selama tahun 2020 tercatat sebesar 39,35 juta dolar AS yang berasal dari China (96,56 persen) dan Malaysia (3,44 persen). Komoditas yang diimpor adalah mesin dan peralatan mekanik.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO

Pesona Bawah Laut Gorontalo – Perairan Olele di Kecamatan Kabila Bone, Bone Bilango Provinsi Gorontalo menyimpan pesona wisata unggulan bawah laut yang memikat. Di titik selam sekitar Goa Jin ini menyimpan aneka spons atau karang lunak yang berukuran besar nan eksotis. Tampak perairan Olele, Kamis (14/4/2016). Perairan di wilayah Teluk Tomini ini paling baik dikunjungi pada bulan November-Maret.

Di sektor pariwisata, banyak potensi wisata tersebar di provinsi ini, kendati belum dikembangkan secara maksimal. Berbagai potensi wisata itu meliputi wisata pantai, wisata laut dan pulau, wisata alam dan pegunungan, serta wisata adat dan situs sejarah.

Wisata pantai yang menjanjikan antara lain wisata Pantai Bolihutuo di Kabupaten Boalemo dan Taman Laut Olele di Kabupaten Bone Bolango. Untuk wisata laut dan pulau, terdapat destinasi wisata laut Torosiaje di Pohuwato dan Pulau Saronde. Untuk wisata alam dan pegunungan terdapat obyek wisata Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Danau Limboto. Di samping itu juga Goa-Goa, Air Terjun Tilamuta, Cagar Alam Panua di kelurahan Libuo, Cagar Alam Tangole, dan Air Terjun Ayuhulalo.

Adapun wisata adat dan situs sejarah antara lain Tumbilo Tohe, Rumah Adat Dulohupa, Rumah Adat Bandayo Pomboide, Benteng Oranye, Benteng  Otanaha, Masjid Baiturrahim, Makam Kerajaan Ju Panggola, batu berbentuk tapak kaki, Benteng Ota Mas Udangan, dan Menara Mulia.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Provinsi Gorontalo, Hak Sejarah”, Kompas, 23 Februari 2001, hal. 25
  • “Strategi Gorontalo ke Depan”, Kompas, 23 Februari 2001, hal. 26
  • “Gorontalo dalam Perspektif Sejarah”, Kompas, 23 Februari 2001, hal. 28
  • “Fadel Mohammad Terpilih sebagai Gubernur Pertama Gorontalo”, Kompas, 13 September 2001, hal. 24
  • “Peta Politik Pemilihan Umum Provinsi Gorontalo * Pemilihan Umum 2004”, Kompas, 4 Maret 2004, hal. 32
  • “Gorontalo Rindukan Pemimpin Kuat dan Agamis * Pemilihan Presiden 2004”, Kompas, 25 Juni 2004, hal. 32
  • “Fadel Menang 82 Persen * Hasil Kemenangan Pilkada Gorontalo Tertinggi di Indonesia”, Kompas, 28 Nov 2006, hal. 24
  • “Penyebaran Adat Bersendi Syarak”, Kompas, 26 Februari 2009, hal. 08
  • “Peta Politik: Gorontalo-Keutamaan Identitas dan Klan Politik”, Kompas, 26 Februari 2009, hal. 08
  • “Hasil Pemilu: Gorontalo * Dominasi Beringin Mulai Terusik”, Kompas, 8 Juni 2009, hal, 08
  • “Konsolidasi Demokrasi Gorontalo (1): Lemahnya Demokrasi di Akar Rumput”, Kompas, 30 September 2011, hal. 05
  • “Konsolidasi Demokrasi Gorontalo (2) : Adu Kuat Para Kepala Daerah”, Kompas, 1 Oktober 2011, hal. 05
  • “Konsolidasi Demokrasi Gorontalo (3): Panggung Birokrat dan Politikus”, Kompas, 3 Oktober 2011, hal. 04
  • “Konsolidasi Demokrasi Gorontalo (4): Ruang Demokrasi di Warung Kopi”, Kompas, 4 Oktober 2011, hal. 05
  • “Konsolidasi Demokrasi Gorontalo (5) : Perempuan yang Tetap Saja Terpinggirkan”, Kompas, 5 Oktober 2011, hal. 05
  • “Konsolidasi Demokrasi (7) : Warisan Demokrasi Hulontalo”, Kompas, 7 Oktober 2011, hal. 05
  • “Konsolidasi Demokrasi Gorontalo 8 (habis): Gairahkan Lagi Politik”, Kompas, 8 Oktober 2011, hal. 05
  • “Buku: Mengingat(kan) Keindonesiaan dari Gorontalo *Tinjauan Buku: Memori Gorontalo; Teritori, Transisi, dan Tradisi”, Kompas, 17 November 2013, hal. 22
  • “Indikator Politik: Provinsi Gorontalo * Indonesia Satu”, Kompas, 26 Februari 2014, hal. 01
  • “Kesejahteraan dalam Impitan Politik *Indonesia Satu”, Kompas, 26 Februari 2014, hal. 05
Buku dan Jurnal
  • Madjowa, Verrianto. Pemilu Gorontalo 1955-2014. Jakarta: Banana dan Perludem
  • Amin, Basri. 2012. Memori Gorontalo; Teritori, Transisi, dan Tradisi. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Aturan Pendukung

Penulis
Antonius Purwanto

Editor
Ignatius Kristanto