KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Kawasan pusat Kota Ternate, Maluku Utara, terlihat dari udara, Rabu (13/3/2019).
Fakta Singkat
Hari Jadi
29 Desember 1250
Dasar Hukum
Undang-Undang No. 11/1999
Luas Wilayah
162,17 km2
Jumlah Penduduk
205.870 jiwa (2021)
Kepala Daerah
Wali Kota Tauhid Soleman
Wakil Wali Kota Djasri Usman
Instansi terkait
Pemerintah Kota Ternate
Ternate merupakan kota terbesar di Provinsi Maluku Utara. Kota ini terletak di Pulau Ternate yang tergolong pulau kecil menyerupai lingkaran berdiameter hanya sekitar 10 km.
Kota Ternate pernah menjadi ibu kota sementara Maluku Utara sejak terbentuk pada tahun 1999 sampai pindah ke Sofifi di Kota Tidore Kepulauan pada tahun 2010. Kendati secara resmi ibu kota sudah pindah, tidak mengurangi aktivitas atau denyut nadi kota ini.
Secara resmi, Kota Ternate menjadi kota termuda di Indonesia berdasarkan UU 11/1999. Walau begitu, terbentuknya Kotamadya Daerah Tingkat II Ternate baru diresmikan pada tanggal 4 Agustus 2010. Lamanya peresmian ini terkait dengan masa transisi dan persiapan infrastruktur dari pemindahan ibu kota Provinsi Maluku Utara ke Kota Sofifi yang berada di Pulau Halmahera. Sebelumnya, Ternate menjadi kota administratif berdasarkan PP 45/1981 tentang Pembentukan Kota Administratif Ternate.
Hari Lahir Kota Ternate ditetapkan pada tanggal 29 Desember 1250 berdasarkan Perda Nomor 02 tahun 2004 tentang Hari Jadi Ternate. Pilihan atas tanggal 29 Desember karena pada hari itulah kemenangan Sulatan Babullah bersama rakyat Ternate atas penjajah Portugis dengan diusirnya Portugis dari benteng Gam lamo dan kemudian dijadikan sebagai pusat pemerintahan kesultanan.
Peristiwa ini dikenang sebagai tonggak kebangkitan semangat patriotisme dan identitas dari masyarakat Ternate, dan tahun 1250 dipilih sebagai tahun lahirnya Kota Ternate karena pada tahun itulah merupakan awal dari proses menuju berdirinya kota Sampalo sebagai ibu kota pertama Ternate.
Kota Ternate memiliki luas wilayah 162,17 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sebanyak 205.870 (2021). Kota yang terdiri dari delapan kecamatan dan 78 kelurahan ini, dipimpin oleh Wali Kota Tauhid Soleman dan Wakil Wali Kota Jasri Usman (2021-2024).
Sebagai daerah penghasil rempah, Ternate memiliki banyak benteng yang menjadi saksi bisu kedatangan bangsa asing untuk menguasai rempah-rempah. Peninggalan ini menunjukkan Ternate pernah menjadi bagian dari sejarah dunia. Beberapa peninggalan bersejarah yang penting adalah benteng yang dibangun oleh Portugis, yaitu Fort Kayu Merah (1510) dan yang dibangun Belanda yaitu Fort Oranje (1607).
Visi Kota Ternate untuk 2021-2024 adalah “Mewujudkan Kota Ternate yang Mandiri dan Berkeadilan”. Adapun misinya adalah menciptakan kemandirian ekonomi masyarakat, sebagai pusat pertumbuhan ekonomi regional, terciptanya tata kelola pemerintahan yang ekstraktif dan responsif, meningkatkan kemampuan daerah dalam penyediaan pelayanan publik yang berkualitas.
Kemudian, menumbuh kembangkan kelembagaan sosial dalam bingkai kearifan lokal (adat seatorang). Setiap warga masyarakat memiliki kedudukan yang sama dimata hukum serta memiliki kesamaan hak dan kesempatan dalam memperoleh pelayanan. Setiap warga memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam berekonomi. Daerah melindungi masyarakat yang kurang mampu dan memberikan ruang untuk tumbuh kembangnya budaya masyarakat dengan memperhatikan sistem nilai dan norma sosial.
Sejarah
Dalam buku “Citra Ternate dalam Arsip” yang diterbitkan ANRI (2010), disebutkan Ternate merupakan salah satu kota tertua di Indonesia. Hal itu dibuktikan bahwa nama Ternate tertulis dalam Kitab Negarakertagama karangan Mpu Tantular.
Komunitas masyarakat di Ternate muncul sejak tahun 1250, saat terjadi eksodus besar-besaran rakyat Halmahera ke berbagai pulau di bagian barat Halmahera, termasuk ke Pulau Ternate. Orang-orang yang mendarat di Ternate kemudian mendirikan pemukiman di dekat puncak Gunung Gamalama yang diberi nama Tobona.
Komunitas Tobona dikepalai seorang pimpinan yang disebut Momole. Inilah awal masa kekuasaan Momole di Ternate sebagai masa pra-Kolano. Momole yang mengepalai pemukiman Tobona bernama Guna.
Namun, karena para pelarian politik terus berimigrasi ke Ternate, terbentuklah permukiman-permukiman baru. Masing-masing Foramadiahi (sekitar 1254) yang dipimpin Momole Molematiti, kemudian Sampala yang dipimpin Momole Ciko serta Gamlamo. Berbeda dengan Tobona, tiga pemukiman terakhir dibangun di dekat laut.
Pada 1257, komunitas Tobona mengadakan musyarawah dan hasilnya mengangkat Ciko (Momole komunitas Sampala) sebagai pemimpin komunitas di Ternate. Dari pemilihan inilah, lahir Kerajaan Ternate dengan raja pertamanya Ciko. Setelah menjadi Raja Ternate, Ciko mengubah namanya menjadi Kaicil Mashur Malamo. Momole diganti dengan nama Kolano yang bermakna “raja”. Peristiwa ini mengawali era Kolano di Ternate. Ibu kota kerajaan ditetapkan berada di Sampala.
Setelah Kaicil Mashur Malamo (1257-1272, Kolano Ternate dijabat oleh Kaicil Jamin (1272-1284), Kaicil Siale (1284-1298), Kamalu (1298-1304), Kaicil Ngara Malamo (1304-1317), Patsyaranga Malamo (1317-1322), dan Sidang Arif Malamo (1322-1331).
Pada masa kekuasaan Sidang Arif Malamo, Ternate, Tidore, dan Bacan mulai didatangi pedagang manca negara seperti Arab, China, dan Gujarat. Selain itu, datang pula pedagang nusantara dari Jawa dan Malaka. Para pedagang ini mulai menetap. Perdagangan rempah-rempah terutama di Ternate, Tidore, dan Makian mulai ramai.
Kemudian penguasa Kerajaan Ternate berikutnya adalah Syah Alam (1332-1334), Kaicil Tulu Malamo (1334-1347), Bohiyat atau Abu Hayat (1347-1350), dan Kolano Ngolo Macahaya (1350-1375).
Ternate meninggalkan era kolano dan memulai era kesultanan semasa bertahtanya Sultan pertama Ternate, Zainal Abidin (1468-1500). Ia memproklamasikan Islam sebagai agama resmi Kesultanan Ternate.
Dalam perkembangannya, pada masa Sultan Baabullah (1570-1583), Kesultanan Ternate membentang dari Mindanao di utara sampai Bima di Selatan, dan dari Makassar di barat sampai Banda di Timur. Di masa Baabullah, Ternate tampil sebagai sebuah kesultanan paling berpengaruh, baik politik maupun militer di kawasan timur Indonesia.
Kemudian pada periode kolonial bangsa Eropa, menurut catatan de Clerq, orang Belanda pertama yang tiba di Ternate adalah Wijbrand van Warwijk. Pada 2 Juni 1599, van Warwijk merapat di Pelabuhan Talangame dengan kapal Amsterdam dan Utrecht. Setelah itu, datang berturut-turut van Neck pada 1601 dan Wolphert Harmenzoon pada 1602.
Kedatangan Matelief de Jong pada 1607 sebenarnya berdasarkan permintaan Ternate. Sebelumnya, atas perintah Dewan Mangkubumi Kesultanan Ternate pimpinan Jogugu Hidayat, Kaicil Ali dan Kimalaha Aja diutus ke Banten untuk meminta pertolongan Belanda.
Pasalnya, orang-orang Spanyol di bawah pimpinan Don Pedro da Cunha menyerbut Benteng Gamlamo dan menangkap Sultan Saidi beserta keluarganya serta sejumlah pejabat tinggi kesultanan, termasuk Sangaji Makian, Sahu, dan Gamkonora. Semua tawanan itu diasingkan ke Manila pada 1606. Kaicil Ali yang ketika itu berusia 21 tahun dan Jogugu Hidayat berhasil meloloskan diri dalam peristiwa itu.
Setelah tiba di Ternate, de Jong setuju membantu Ternate dengan syarat antara lain, Ternate memberikan hak monopoli perdagangan rempah-rempah kepada Kompeni dan membolehkan mendirikan benteng yang kemudian dikenal sebagai Benteng Oranje yang terletak di pusat Kota Ternate.
Dalam perkembangannya, di abad ke-17, Kesultanan Ternate menghadapi masa-masa yang suram terutama berkaitan dengan daerah-daerah tahklukannya. Satu per satu daerah-daerah tersebut mulai melepaskan diri. Hingga awal abad ke-18, daerah seberang laut Kesultanan Ternate yang tersisa tinggal Kepulauan Sanana dan Tobungku-Banggai.
Pada 21 Juni 1801, Gubernur Cransen menyerahkan Maluku kepada Inggris. Penyerahan ini dilakukan di Ternate. Selanjutnya, Inggris menempatkan residen yang dianugerahkan pangkat mayor dan kapten perang. Namun demikian, Inggris tidak lama berkuasa di Ternate. Pada 1803, Inggris menyerahkan kembali Ternate kepada Belanda.
Pada 1804, Peter Adrianus Goldbach ditetapkan sebagai Gubernur Maluku. Tahun berikutnya ia digantikan Carel Lodeiwijk Wieling. Pada masa ini, Maluku untuk sementara waktu disubordinasikan ke Ambon.
Pada 1807, Muhammad Ali dinobatkan sebagai Sultan Ternate, menggantikan Sultan Muhammad Yasin yang mangkat. Ternate kemudian menandatangai sebuah perjanjian dengan Belanda di Benteng Oranje pada 15 Mei 1807.
Kemudian pada tahun 1810, Belanda kembali menyerahkan Maluku kepada Inggris di bawah Kapten Tucker. Tahun berikutnya, Inggris mengangkat Kapten Forbes sebagai komandan militer dan kepala pemerintahan sipil. Selama periode 1813-1816, Inggris menempatkan residen di Ternate, antara lain W.G. Mackenzie, W.B. Martin, dan R. Stuart.
Pada tahun 1818, Ternate menjadi pusat pemerintahan Gouvernement de Molukken. Kota Ternate menjadi ibu kota Afdeling Noord Molukken yang dipimpin oleh seorang Asisten Residen yang membawahi tujuh onderafdeling, yaitu Ternate, Jailolo, Tobelo, Tidore, Weda, Bacan, dan Sanana.
KOMPAS/ANTONY LEE
Benteng Oranje di Kota Ternate, Maluku Utara akhir November lalu. Benteng yang dibangun VOC tahun 1607 sebagai konsesi VOC dengan janji akan membantu mengusir Spanyol dari Kesultanan Ternate.
Setelah penandatanganan Traktat London pada 1824, Pemerintah Belanda melakukan reorganisasi pemerintahan dengan membubarkan Provinsi Ambon dan Maluku. Sebagai gantinya, dibentuk Provinsi Kepulauan Maluku yang terdiri dari beberapa afdeling.
Reorganisasi pemerintah oleh Belanda juga didasarkan pada persetujuanya dengan Ternate dan Tidore pada 1817. Perjanjian itu dibuat di Benteng Oranje pada 3 Mei 1817 oleh Gubernur Jenderal van der Cappelen dan Sultan Muhammad Ali dari Ternate serta Sultan Muhammad Tahir dari Tidor. Dengan penandatanganan itu, Ternate dan Tidore resmi menjadi kesultanan dalam lingkungan kekuasaan pemerintah atau Gubernur Jenderal Hindia Belanda, dan kemerdekaan serta kedaulatan keduanya pun berakhir.
Pada masa pendudukan Jepang, Kota Ternate dipimpin oleh seorang Minseibu yang berada di bawah kekuasaan Angkatan Laut (Kaigun) Armada Selatan Kedua bersama dengan wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku dengan pusatnya di Makassar.
Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Ternate masih berada dalam wilayah Maluku. Namun sebelum pemerintah melakukan penataan dalam struktur dan organisasi pemerintahan, khususnya Maluku, usaha Belanda untuk menguasai Indonesia kembali terjadi.
Kedatangan tentara Sekutu ke Indonesia, diikuti oleh tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang berusaha mendirikan pemerintahannya kembali. Untuk mengukuhkan kekuasaannya, pada Januari 1946, NICA mengusahakan pembentukan negara-negara yang bersifat kedaerahan yang nantinya akan menjadi negara bagian dari Negara Indonesia Serikat.
Pada saat itu, Kota Ternate berstatus Karesidenan Ternate dengan wilayahnya mencakup Pulau Ternate, Pulau Hiri, dan Pulau-pulau Batang Dua. Kemudian berdasarkan Gouvernement Besluit Nomor 3.S.1946, Residen Ternate membentuk Kotapraja (Stadsgemeente) Ternate dengan Dewan Kotapraja beranggotakan 10 orang.
Berdasarkan UU 60/1960, Kotapraja Ternate dibubarkan dan statusnya diturunkan menjadi kecamatan. Meskipun demikian, Kecamatan Ternate masih tetap berstatus kotapraja sampai keluarnya Keputusan Gubernur Maluku tanggal 30 Maret 1965, yang mengakhiri status Kotapraja Ternate dan menjadi kecamatan.
Pada tahun 1979, Departemen Dalam Negeri mengadakan serangkaian survei dalam rangka Pengumpulan Data Rencana Kota Seluruh Indonesia. Survei ini menghasilkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 135/PUOD tahun 1979 tentang Peningkatan Status Kotapraja Ternate menjadi Kota Administratif. Berdasarkan keputusan tersebut, Bupati Maluku Utara mengusulkan kepada Menteri Dalam Negeri tentang pembentukan Kota Administratif Ternate.
Pada tanggal 11 Maret 1981, Ternate resmi menjadi Kota Administratif sesuai PP 45/1981. Selanjutnya pada tahun 1999, melalui UU 11/1999, Ternate ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Ternate. Pada tanggal 27 April 1999, diresmikan Kotamadya Daerah Tingka II Ternate sekaligus melantik Syamsir Andili sebagai Wali Kota Ternate yang pertama di era otonomi daerah.
KOMPAS/DIRMAN THOHA
Istana Kesultanan Ternate terletak di Kampung Soa-Sio, Kelurahan Letter C, Kodya Ternate, Kabupaten Maluku Utara. Pada 7 Desember 1976, Istana Kesultanan Ternate dimasukkan sebagai benda cagar budaya. Para ahli waris Kesultanan Ternate dipimpin oleh Sultan Muda Mudzafar Syah, menyerahkan istana kesultanan ini kepada Direktorat Jenderal Kebudayaan untuk dipugar, dipelihara dan dilestarikan.
Artikel Terkait
Geografis
Kota Ternate merupakan kota kepulauan yang wilayahnya dikelilingi oleh laut yang secara astronomis terletak pada posisi 02°28’54,51” Lintang Selatan, 02°39’28,76” Lintang Utara, dan berada di antara 124°16’58,62” – 129°40’57,62” Bujur Timur. Secara geografis, Kota Ternate berbatasan dengan Kota Tidore Kepulauan dan Kabupaten Halmahera Selatan di sebelah Selatan.
Luas Kota Ternate adalah 5.709,72 km2, yang terdiri dari daratan 162,17 km2 dan lautan 5.547,55 km2. Kota ini terdiri dari delapan pulau, yaitu lima pulau berpenghuni Pulau Ternate, Pulau Hiri, Pulau Moti, Pulau Mayau, dan Tifori dan tiga pulau yang tidak berpenghuni yaitu Pulau Maka, Pulau Mano, dan Gurida.
Pulau Ternate, tempat kota ini berada, memiliki kontur topografi yang sangat beragam. Mulai dari daerah pegunungan terjal, gunung berapi, hutan, hingga pesisir dengan batuan karang yang beraneka ragam pun dimiliki oleh Pulau Ternate.
Ternate memiliki iklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim laut dan memiliki dua musim yang seringkali diselingi dengan dua kali masa pancaroba di setiap tahunnya. Selama tahun 2020, rata-rata suhu tahunan sebesar 27°C suhu udara terhangat mencapai 33 °C di Kota Ternate.
Sepanjang tahun 2020, suhu udara tidak mengalami perubahan cuaca ekstrim. Rata-rata dalam setahun, Kota Ternate memiliki kelembaban udara yang cukup tinggi yaitu mencapai 86 persen. Pada tahun 2020, tekanan udara sebesar 1008 mb dengan tekanan udara terendah terjadi pada Desember sedangkan tekanan udara tertinggi terjadi pada bulan Februari. Matahari bersinar lebih lama pada bulan Agustus, sementara bersinar lebih cepat pada bulan Januari.
Artikel Terkait
Pemerintahan
Setelah Indonesia merdeka, Ternate berstatus sebagai Karesidenan dengan wilayahnya mencakup Pulau Ternate, Pulau Hiri, dan Pulau-pulau Batang Dua. Ketika itu, Distrik Ternate diperintah oleh tiga Residen secara bergiliran, yaitu Residen Iskandar Mohammad Djabir Syah (Sultan Ternate) 1945–1951, Residen Zainal Abidin Syah (Sultan Tidore) 1951–1957, dan Residen Dede Muchsin Usman Syah (Sultan Bacan) 1957–1958.
Ketika Ternate berstatus kotapraja, Ternate dipimpin berturut-turut oleh M.A.M Soleman, Dano Umar Saifuddin, Van Abubakar Wesplat, dan Jasin Bopeng. Setelah berstatus sebagai kota adminstratif, Ternate dipimpin oleh Wali Kota Administratif Thaib Armaiyn (1982–1991), Muhammad Hassan (1991–1995), dan Syamsir Andili (1995–1999).
Kemudian setelah berstatus sebagai kotamadya/kota, Ternate dipimpin oleh Syamsir Andili (2000–2005, 2005–2010), Burhan Abdurahman (2010–2015, 2016–2021), dan Tauhid Soleman (2021–2024) .
Secara administrasif, Kota Ternate terdiri dari delapan kecamatan dan 78 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di pulau terbesarnya, yakni Pulau Ternate. Pada Pulau Ternate, terdapat 5 kecamatan: Pulau Ternate, Ternate Selatan, Ternate Tengah, Ternate Utara, dan Ternate Barat.
Tiga kecamatan lainnya berada di luar Pulau Ternate, sehingga jaraknya dengan Ibu kota Kota Ternate cukup jauh. Kecamatan terjauh jaraknya adalah Kecamatan Pulau Batang Dua yang berjarak 121,6 km dari pusat kota. Posisinya berada di Pulau Mayau dan Tifure, yang terletak di tengah perairan Laut Maluku.
Untuk mendukung jalannya roda pemerintahan, pemerintah Kota Ternate didukung oleh 4.682 pegawai negeri sipil (PNS) yang terdiri dari 2.991 perempuan dan selebihnya laki-laki. Lebih dari separuh jumlah PNS di lingkungan pemerintah Kota Ternate (64,24 persen) merupakan lulusan sarjana ke atas.
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Para pegawai negeri sipil yang bekerja di 54 satuan kerja perangkat daerah Provinsi Maluku Utara pergi pulang setiap hari menggunakan Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan dari Ternate ke Sofifi, ibu kota Provinsi Maluku Utara, di Pulau Halmahera, seperti yang terpantau pada Selasa (3/6/2014). Jumlah mereka sekitar 3.000 orang.
Artikel Terkait
Politik
Peta perpolitikan di Kota Ternate dalam tiga pemilihan umum (pemilu) legislatif tampaknya berlangsung dinamis. Hal itu tecermin dari perolehan kursi partai politik (parpol) di DPRD Kota Ternate.
Pada Pemilu Legislatif 2009, peta politik di Kota Ternate diwarnai dengan dominasi partai Golkar. Partai tersebut berhasil meraih enam kursi dari 25 kursi yang diperebutkan di DPRD Kota Ternate. Disusul Partai Demokrat yang memperoleh tiga kursi. Berikutnya PBB, PAN, PPP, PDI Perjuangan, PKS, dan Hanura sama-sama meraih dua kursi. Sedangkan PBR, PKPB, Gerindra, dan PKB masing-masing hanya meraih satu kursi.
Lima tahun kemudian, di Pemilu Legislatif 2014, peta politik di Kota Ternate kembali berubah. Kali ini, PDI Perjuangan dan PPP berhasil memperoleh kursi terbanyak. Masing-masing partai tersebut meraih empat kursi di DPRD Kota Ternate. Sementara Golkar yang pada pemilu sebelumnya meraih enam kursi, di pemilu 2014 hanya memperoleh tiga kursi, sama seperti yang diraih oleh Demokrat dan Nasdem. Sedangkan PKS, PAN, Hanura, PBB, Gerindra, dan PKB masing-masing meraih dua kursi serta PKPI meraih satu kursi
Di Pemilu Legislatif 2019, PDI Perjuangan dan PPP masih mendominasi perolehan kursi di DPRD Kota Ternate. Masing-masing partai tersebut memperoleh empat kursi di parlemen. Kemudian diikuti oleh Golkar, Demokrat, dan Nasdem yang masing-masing mendapatkan tiga kursi. Sementara Hanura, Gerindra, PKS, PBB, PKB, dan PAN sama-sama memperoleh dua kursi serta PKPI meraih satu kursi.
Artikel Terkait
Kependudukan
Kota Ternate dihuni oleh 205.870 jiwa (2021) dengan rasio jenis kelamin sebesar 101. Artinya, tiap 100 penduduk perempuan ada sebanyak 101 penduduk laki-laki.
Komposisi penduduk Kota Ternate didominasi oleh penduduk usia produktif yaitu 15-64 tahun yang mencapai 69,18 persen dari total penduduk.
Kota Ternate memiliki etnis dan bahasa yang sangat beragam. Berdasarkan Rustam Hakim dalam Geo Civic Jurnal, 2019, di Ternate terdapat 12 subetnis dengan 13 bahasa lokal. Corak kehidupan sosial budaya masyarakat di Ternate kental dengan karakter yang dipengaruhi oleh corak budaya dan agama di Kesultanan Ternate.
Di sisi tenaga kerja, data BPS menunjukkan penyerapan tenaga kerja di sektor perdagangan masih mendominasi yaitu sebesar 30,75 persen, diikuti oleh sektor jasa yang mencapai 29,99 persen dan sektor lainnya sebesar 23,46 persen. Hal ini memperlihatkan bahwa Ternate adalah salah satu pusat pemerintahan dan perekonomian di wilayah Maluku Utara.
Indeks Pembangunan Manusia
80,14 (2021)
Angka Harapan Hidup
71,06 tahun (2021)
Harapan Lama Sekolah
15,75 tahun (2021)
Rata-rata Lama Sekolah
11,81 tahun (2021)
Pengeluaran per Kapita
Rp13,29 juta (2021)
Tingkat Pengangguran Terbuka
5,70 persen (2021)
Tingkat Kemiskinan
3,55 persen (2021)
Kesejahteraan
Pembangunan manusia Kota Ternate meningkat dari waktu ke waktu. Hal itu tecermin dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Ternate pada tahun 2021 sebesar 80,14. Tahun sebelumnya, IPM Kota Ternate masih sebesar 79,13.
Pencapaian IPM Kota Ternate sebesar 80,14 itu masuk kategori “sangat tinggi”. Angka IPM Kota Ternate di atas angka IPM Provinsi Maluku Utara yaitu 68,76. Penduduk Kota Ternate lebih maju dibidang pendidikan, kesehatan maupun ekonomi daripada kab/kota lainnya di Provinsi Maluku Utara. IPM kab/kota lain di Provinsi Maluku Utara berkisar antara 57 sampai dengan 70.
Ditilik dari komponen pembentuknya, angka harapan hidup tercatat 71,06 tahun, harapan lama sekolah 15,75 tahun, rata-rata lama sekolah 11,81 tahun, dan pengeluaran per kapita Rp13,29 juta.
Mengenai pengangguran terbuka, data BPS menunjukkan pada tahun 2021, tingkat pengangguran terbuka di Kota Ternate tercatat sebesar 5,70 persen. Sedangkan persentase penduduk miskinnya tergolong rendah yaitu sebesar 3,55 persen di tahun 2021. Secara absolut jumlah penduduk miskin di Kota Ternate sebesar 8,45 ribu jiwa dengan garis kemiskinan sebesar Rp629.643.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Rp87,01 miliar (2021)
Dana Perimbangan
Rp848,38 miliar (2021)
Pertumbuhan Ekonomi
2,88 persen (2021)
PDRB Harga Berlaku
Rp11,02 triliun (2021)
PDRB per kapita
Rp53,57 juta/tahun (2021)
Ekonomi
Produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Ternate pada tahun 2021 senilai Rp11,02 triliun. Secara keseluruhan perekonomian Kota Ternate didominasi oleh sektor perdagangan, administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib, dan transportasi, serta pergudangan. Masing-masing sektor tersebut menyumbang 24,82 persen, 18,35 persen, dan 12,82 persen dari total PDRB Kota Ternate.
Sektor lain yang berkontribusi besar terhadap PDRB Kota Ternate adalah informasi dan komunikasi 8,52 persen, jasa keuangan dan asuransi 8,06 persen, dan konstruksi 7,45 persen.
Sebagai pusat perdagangan di Provinsi Maluku Utara, Ternate memiliki fasilitas penunjang dan sarana perdagangan. Pada tahun 2019, terdapat empat usaha perdagangan besar dan 37 usaha perdagangan menengah dan kecil.
Ternate juga menjadi pintu utama arus keluar masuk penumpang dan barang karena mempunyai Pelabuhan Achmad Yani dan Bandara Babullah Ternate. Kondisi geografis yang berbentuk kepulauan menjadikan sarana transportasi laut menjadi pilihan utama masyarakat untuk beraktivitas.
Di sektor industri, di Kota Ternate terdapat 290 industri kecil dengan serapan tenaga kerja sebanyak 686 pekerja. Industri di bidang sandang, kulit dan kerajinan umum tercatat menyerap tenaga kerja sebanyak 200 orang.
Berkaitan dengan keuangan daerah, total pendapatan Kota Ternate pada tahun 2021 tercatat sebesar Rp935,3 miliar. Penopang terbesar masih berasal dari dana perimbangan sebesar Rp848,3 miliar. Sedangkan pendapatan asli daerah (PAD) hanya sebesar Rp87 miliar.
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Pelabuhan Ahmad Yani, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara seperti pada Kamis (14/7/2016), dipenuhi kapal pengangkut barang dan penumpang.Ternate menjadi kota transit barang dari Pulau Jawa sebelum didistribusikan ke kabupaten lain di Maluku Utara.
Di sektor pariwisata, Kota Ternate memiliki banyak destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi. Sejarah perjalanan Ternate adalah salah satu sebab banyaknya obyek ini. Sebut saja benteng-benteng seperti Tolukko, Kastela, atau Oranye yang berada di tengah kota menjadi saksi sejarah perjalanan Ternate.
Selain itu, wisata bernuansa alam seperti Danau Tolire, Pantai Sulamadaha, dan Pantai Kastela juga menjadi pilihan menarik dan indah untuk dikunjungi. Satu yang menarik terkait keberadaan Gunung Gamalama adalah obyek wisata Batu Angus yang merupakan situs batuan lahar dari sisa letusan Gunung Gamalama.
Sebagai pusat aktivitas ekonomi dan kota transit ke wilayah lain di Maluku Utara, Kota Ternate memiliki fasilitas akomodasi yang memadai untuk kepentingan bisnis maupun kepentingan pariwisata. Pada tahun 2019, terdapat 70 usaha akomodasi di Kota Ternate dengan 1.406 kamar. Sedangkan rumah makan yang terdapat di kota ini sebanyak 13 rumah makan.
Artikel Terkait
Referensi
- “Ternate, Mengembalikan Kejayaan Masa Lalu”, Kompas, 26 November 1989, hlm. 08
- “Ternate, Kota Tua dengan Visi Baru”, Kompas, 2 Juli 1999, hlm. 24
- “Kota Ternate * Otonomi daerah”, Kompas, 7 Januari 2003, hlm. 08
- “Kota Ternate, Bakal Masuk Jaringan Internasional * Otonomi daerah”, Kompas, 07 Januari 2003, hlm. 08
- “Peninggalan Bersejarah: Benteng di Ternate Dipugar Serampangan”, Kompas, 02 Januari 2009, hlm. 12
- “Jejak Sejarah: Semua Benteng di Ternate Dibangun demi Cengkeh *Kota & Jejak Peradaban Ekspedisi Sabang-Merauke”, Kompas, 14 Oktober 2013, hlm. 24
- “Kekayaan Alam: Cengkeh, Berkah dan Petaka Ternate * Kota & Jejak Peradaban Ekspedisi Sabang-Merauke”, Kompas, 25 Oktober 2013, hlm. B, D
- “Awas, Ternate di Punggung Gamalama!”, Kompas, 19 Desember 2014, hlm. 01
- “Kota Ternate: Tantangan Mengasah Potensi * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 15 Jul 2015, hlm. 23
- “Tanah Air: Ake Sentosa, Pesan Kesejahteraan dari Ternate”, Kompas, 12 Maret 2016, hlm. 22
- “Berebut Kuasa di Kaki Gamalama * Rumah Pilkada 2020”, Kompas, 21 Oktober 2020, hlm. 11
- Zaenuddin HM. 2013. Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe. Jakarta: Change
- 2010. Citra Ternate dalam Arsip, Arsip Nasional Republik Indonesia
- Kota Ternate Dalam Angka 2022, BPS Kota Ternate
- Produk Domestik Regionel Bruto Kota Ternate Menurut Lapangan Usaha 2017-2021, BPS Kota Ternate
- Statistik Daerah Kota Ternate 2020, BPS Kota Ternate
- Pulau Ternate, Kota Dagang & Titik Temu Pedagang Nusantara dan Asing, laman https://jalurrempah.kemdikbud.go.id/
- Pilkada Ternate Dibayangi Persaingan Ketat, laman Kompas.id
- Sejarah Berdirinya Kerajaan Ternate. Laman Kompas.com
- Raja-Raja Kerajaan Ternate, laman Kompas.com
- UU 60/1958 tentang Penetapan “Undang-Undang Darurat No. 23 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat II Dalam Wilayah Daerah Swatantra Tingkat I Maluku” (Lembaran Negara Tahun 1957 No. 80), Sebagai Undang-Undang
- UU 11/1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Ternate
- UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah
- PP 45/1981 tentang Pembentukan Kota Administratif Ternate
Editor
Topan Yuniarto