Daerah

Kota Jambi: Tanah Pilih Pesako Betuah

Kota Jambi sangat kental dengan budaya Melayu sejak abad ke-9 Masehi. Memiliki moto “Tanah Pilih Pesako Betuah”, kota ini kini tumbuh menjadi pusat perdagangan dan jasa di Provinsi Jambi. Batik menjadi salah satu ciri khas kerajinan di kota ini. Pada masa lalu, kota yang dilintasi Sungai Batanghari ini menjadi jalur lalu lintas perdagangan .

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN

Dengan kondisi minim akan sumber daya alam, Pemerintah Kota Jambi menargetkan wilayah ini sebagai pusat jasa dan perdagangan bagi daerah-daerah sekitarnya. Penataan ruang diperbaiki. Peluang investasi bagi usaha jasa, pariwisata, dan perdagangan dibuka seluas-luasnya. Suasana di bawah Jembatan Pedestrian, Dermaga Tanggo Rajo, Kota Jambi, Sabtu (16/5/2015).

Fakta Singkat

Hari Jadi
28 Mei 1401

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 9/1956

Luas Wilayah
205,38 km2

Jumlah Penduduk
606.200 jiwa (2020)

Pasangan Kepala Daerah
Wali Kota Syarif Fasha
Wakil Wali Kota Maulana

Instansi terkait
Pemerintah Kota Jambi

Kota Jambi adalah ibu kota Provinsi Jambi sejak tahun 1957. Disamping menjadi simpul perdagangan regional, Kota Jambi berdekatan pula dengan pusat pertumbuhan regional Batam, Singapura, dan Johor.

Secara historis, Kota Jambi menjadi daerah otonom di Provinsi Sumatera Tengah berdasarkan UU 9/1956. Satu tahun kemudian provinsi ini dihapus berdasarkan UU Darurat No. 19/1957 dan dimekarkan menjadi tiga provinsi, yaitu Jambi, Riau, dan Sumatera Barat. Lalu, UU 61/1958 mengukuhkan UU Darurat tersebut, dan sejak tahun 1957 pusat pemerintahan Provinsi Jambi berada di Kota Jambi. Kota Jambi resmi menjadi Ibu Kota Provinsi Jambi pada tanggal 6 Januari 1957 berdasarkan UU 61/1958.

Saat itu, luas Kota Jambi tidak lebih dari 136 kilometer persegi. Sementara yang bisa efektif dimanfaatkan hanya 32 kilometer persegi. Sisanya merupakan daerah aliran sungai, rawa, payau, dan daerah banjir rutin. Untuk menampung meningkatnya kegiatan penduduk pada tahun-tahun selanjutnya dibutuhkan penyediaan fasilitas dan ruang perkotaan bagi kegiatannya.

Karena itu, pada tanggal 4 Februari 1986, terbit PP 6/1986 yang berisi keputusan bahwa Kota Jambi diperluas menjadi 205 kilometer persegi dengan mengambil sebagian wilayah Kabupaten Batanghari. Lahan yang bisa dimanfaatkan secara efektif meningkat menjadi 74 kilometer persegi.

Hari Jadi Kota Jambi ditetapkan pada tanggal 28 Mei 1401 berdasarkan Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 3 Tahun 2014. Dalam pertimbangan disebutkan bahwa penetapan Hari Jadi tersebut tidak lepas dari momentum sejarah ditemukannya Tanah Pilih oleh Puti Selaro Pinang Masak bersama sepasang angso yang terjadi pada tanggal 28 Mei 1401 Masehi, yang berlokasi di sepanjang rumah dinas Komandan Resort Militer sampai ke Masjid Agung Al-Falah.

Adapun Hari Jadi Pemerintah Kota Jambi adalah tanggal 17 Mei 1946, dengan pertimbangan bahwa terbentuknya Pemerintah Kota Jambi adalah tanggal 17 Mei 1946 dengan Ketetapan Gubernur Sumatera No. 103 tahun 1946, yang diperkuat dengan UU 9/1956.

Dengan luas wilayah 205,38 km2 atau sekitar 0,41 persen dari luas wilayah Provinsi Jambi, Kota Jambi dihuni oleh 606.200 penduduk atau 17,08 persen penduduk Provinsi Jambi. Secara administratif, kota ini terbagi atas 11 Kecamatan dan 62 Kelurahan. Sejak 2018, Pemerintahan Kota Jambi dipimpin oleh Wali Kota Syarif Fasha dan Wakil Wali Kota Maulana.

Kota Jambi mempunyai moto “ Tanah Pilih Pesako Betuah ” yang tertera pada lambang Kota Jambi. Moto itu ditegaskan dalam Perda Kota Jambi Nomor 5 Tahun 2014. Dalam perda tersebut, dijelaskan bahwa tanah merupakan permukaan bumi atau lapisan bumi di atas sekali atau keadaan bumi di suatu tempat. Pilih adalah pilihan yang dipilih dari yang lain dengan teliti. Pesako adalah warisan harta benda peninggalan yang turun temurun. Sedangkan Betuah adalah yang memiliki kelebihan luar biasa yang tidak dimiliki oleh yang lain.

Sejarah pembentukan

Sejarah Jambi sebagai daerah pemukiman dan pusat pemerintahan telah melintasi sejarah yang panjang. Kilas balik historis Jambi tersebut salah satunya diuraikan dalam buku berjudul Sejarah Sosial Jambi, Jambi Sebagai Kota Dagang yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1984 dan tulisan berjudul Sejarah Kota Modern Masa Kolonial Belanda: Studi Kasus Kota Tua di Muaro Tembesi Batang Hari yang ditulis oleh Siti Syuhada, Supian, dan Reka Seprina.

Pada masa lampau, Jambi merupakan salah satu wilayah yang cukup terkemuka di Nusantara mulai dari zaman pengaruh Hindu-Budha sampai masa kejayaan Islam. Selain itu, Jambi juga memiliki beberapa literatur kuno.

Nama negeri ini sering disebut dalam prasasti-prasasti dan berita-berita China. Hal ini membuktikan bahwa orang China telah lama memiliki hubungan dengan Jambi. Menurut berita China atau berita I-Ching (I-Tshing), mereka menyebut Jambi dengan nama Chan-pei.

Wilayah Jambi jauh sebelum Kerajaan Sriwijaya lahir telah memiliki kedaulatan sendiri melalui tiga kerajaan yang menjadi kota kuno Jambi, yakni Koying (abad ke-3 M), Tupo (abad Ke-3 M), dan Kantolin (abad ke-5 M).

Catatan mengenai adanya negeri Koying dibuat oleh K’ang Tai dan Wan-Chen dari Wangsa Wu (222–280 M). Selain itu juga dimuat dalam ensiklopedia T’ung-Tien yang ditulis Tuyu (375–812 M) dan disalin oleh Ma-Tu-An-Lin ke dalam Ensiklopedia Wenhxien-T’ung-K’ao pada masa Dinasti Han.

Catatan ini menerangkan bahwa negeri ini berada di sekitar gunung api, terdapat banyak sungai yang bermuara ke teluk Wen, dekat dengan negeri Chu-Po (Tupo) dan berpenghasilan mutiara, emas, perak, batu krisan dan pinang serta memiliki pelabuhan yang aktif untuk pusat perdagangan mancanegara.

Selain Kerajaan Koying, terdapat satu negeri kuno lainnya di sebelah timur pada abad ke-3, yakni Kerajaan Tupo atau Shepo atau Tchupo. Pada catatan China yang ditulis oleh Fu-NanT’u-Su-Chwe’en berasal dari K’an-Tai (245–250) melaporkan adanya negeri bernama Tupo.

Selanjutnya, terdapat kerajaan kota kuno dari Kerajaan Kantolin pada abad V–VI M. Berita kerajaan ini juga dikemukakan oleh China, yang mengatakan bahwa Kantolin atau Kan-T’oli telah berkali-kali mengirim utusan ke China mulai dari tahun 441–563 M pada pemerintahan Kaisar Hsiau Wu dinasti Liang (459–464).

Kerajaan Kantolin sangat bergantung pada hasil hutan seperti bahan pakaian, kapas, pinang, dan lain-lain yang bermutu tinggi, yang merupakan komoditi ekspor mancanegara. Namun, ketiga kerajaan ini lenyap tanpa banyak meninggalkan jejak sejarah.

Karena wilayah dari ketiga kerajaan ini berada di posisi strategis, muncul beragam kekuatan yang bersaing untuk dapat menjadi penguasa di wilayah ini. Kerajaan Koying dikalahkan oleh Kerajaan Tupo pada abad ke-3 M dan berhasil menguasai Jambi selama 200 tahun sampai kemudian dikalahkan oleh kerajaan Kantolin. Akhirnya kerajaan Kantolin dikuasai oleh Kerajaan Melayu Jambi abad ke-6 M. Seperti halnya Kerajaan Kantolin, Melayu Jambi yang telah berkuasa sekitar 70 tahun lamanya harus mengakui kekuatan dari Kerajaan Sriwijaya pada abad yang sama. Kerajaan Sriwijaya berjaya sampai tahun 1025 M.

Beberapa tahun kemudian, sekitar tahun 1088 M, Kerajaan Melayu bangkit kembali dan merebut Kerajaan Sriwijaya yang sudah berada diambang kehancuran. Kerajaan Melayu ini berdiri sampai abad ke-13 yang dibuktikan dengan adanya ekspedisi Pamalayu berdasarkan Babad Jawa versi Mangkunegaran.

Dari kota kuno Koying sampai Melayu, beberapa kerajaan saling mengadu kekuatan untuk menaklukkan wilayah Jambi baik kerajaan tetangga atau pun kerajaan di seberang lautan, mulai dari Singosari, Majapahit, Malaka hingga Johor–Riau. Negeri yang terkenal dan menjadi rebutan merupakan tanda bahwa wilayah Jambi sangat penting pada masa lalu.

Mengenai asal usul kota dan sejarah Kota Jambi, seperti dikutip dari tulisan berjudul “Sejarah Kota Jambi”  di laman pemerintah Kota Jambi, dipaparkan bahwa silsilah raja-raja Jambi tulisan Ngebih Suto Dilago Priayi Rajo Sari, pembesar dari kerajaan Jambi yang berbangsa 12, menulis Putri Selaro Pinang Masak anak rajo turun dari Pagaruyung dirajakan di Jambi.

Dari sebutan Pinang dalam bahasa Jawa (Sunda) dilapas sebagai Jambe sehingga ditenggarai banyak orang sebagai asal kata Jambi. Jadi terdapat perubahan bunyi dan huruf dari Jambe ke Jambi. Identifikasi ini menginformasikan kata Jambe-Jambi terbuhul pada abad ke-15, yaitu masa Puteri Selaro Pinang Masak memerintah di Kerajaan Jambi tahun 1460–1480.

Raden Syarif yang kemudian diungkapkan kembali oleh Datuk Sulaiman Hasan dari “Riwayat Tanjung Jabung Negeri Lamo”, mencatat bahwa Puteri Selaro Pinang Masak mengilir dari Mangun Jayo ke Tanjung Jabung dipandu oleh sepasang itik besar (angso duo) yang mupur di Tanah Pilih pada tanggal 28 Mei 1401 M.

Legenda Tanah Pilih ini berbeda versi dengan Ngebi Suto Dilago. Silsilah raja-raja Jambi menyebut Orang Kayo Hitam (salah seorang putera dari pasangan puteri Selaro Pinang Masak dengan Ahmad Barus II/Paduko Berhalo) yang mengilir mengikuti sepasang itik besak (angso duo) atas saran petuah mertuanya Temenggung Merah Mato Raja Air Hitam Pauh.

Profesor Moh. Yamin mengidentifikasi Jambi berada di sekitar Kantor Gubernur Jambi di Telanaipura sekarang. Indikasi ini atas dasar mulai dari kawasan Masjid Agung Al-falah sampai ke Pematang pinggiran Danau Sipin terdapat deretan struktur batuan bata candi yang di antaranya menunjukkan sebagai kompleks percandian yang cukup besar di kawasan kampung Legok.

Tidak tertutup kemungkinan penemuan Tanah Pilih oleh sepasang angso yang mupur tersebut adalah pembukaan kembali Kota Chan-pi yang ditinggal karena Kerajaan Swarnabhumi (San-fo-tsi) diserang oleh Singosari dalam peristiwa Pamalayu tahun 1275 M dan pindah ke pedalaman Batanghari yang kemudian dikenal sebagai Dharmasraya, daerah yang terletak sekitar 30 km ke arah hulu.

Dua Puteri Melayu/Darmasraya, yaitu Dara Petak dan Dara Jingga diboyong oleh Mahisa Anabrang ke Singosari pada tahun 1292. Ternyata pada saat itu Singosari telah runtuh oleh pemberontak dan kemudian mendapat serbuan tentara Khubilai Khan dari Mongol yang ingin menghancurkan kerajaan ini. Kerajaan Singosari berganti menjadi Kerajaan Majapahit dengan rajanya Raden Wijaya.

Salah seorang keturunan Puteri Melayu dari pasangan Dara Jingga, yaitu Adityawarman, kembali ke Dharmasraya kemudian mendirikan dan menjadi Raja di Pagaruyung (1347–1375 M). Anaknya yang bernama Ananggawarman meneruskan teratah Kerajaan Pagaruyung. Keturunan Ananggawarman salah satunya adalah Puteri Selaro Pinang Masak yang dirajakan di Jambi.

Setelah Orang Kayo Hitam dirajakan, pusat kerajaan dipindahkan dari Ujung Jabung ke Tanah Pilih Jambi sekitar awal abad ke-16. Jadilah Jambi kembali sebagai tempat kedudukan pemerintahan.

Pangeran Depati Anom yang naik tahta di Kerajaan Jambi bergelar Sultan Agung Abdul Jalil (1643–1665 M) pernah memberikan surat izin untuk mendirikan pasar tempat berjual beli di Muaro Sungai Asam pada seorang Belanda bernama Beschseven. Izin sultan tersebut tertanggal 24 Juni 1657 dimana lokasi yang diizinkan itu kemudian berpindah dari Muaro Sungai Asam ke sekitar Muaro Sungai.

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN

Puluhan manuskrip dan ribuan mata uang kuno ditemukan di dalam Sungai Batanghari di sekitar kawasan Cagar Budaya Muaro Jambi, Jambi. Seluruh temuan kini disimpan kelompok konservasi peninggalan Melayu Kuno di Kota Jambi, Sabtu (18/1/2014). Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menguak sejarah terkait kebesaran Muaro Jambi di masa lampau.

Jambi sebagai pusat pemukiman dan tempat kedudukan raja terus berlangsung. Istana yang dibangun di Bukit Tanah Pilih disebut sebagai Istana Tanah Pilih yang terakhir sebagai tempat Sultan Thaha Saifuddin dilahirkan dan dilantik sebagai sultan tahun 1855.

Istana Tanah Pilih ini kemudian dibumihanguskan oleh Sultan Thaha pada tahun 1858, menyusul serangan balik tentara Belanda karena Sultan Thaha dan Panglimanya Raden Mattaher menyerang dan berhasil menenggelamkan satu kapal perang Belanda Van Hauten di perairan Muaro Sungai Kumpeh.

Belanda kemudian menguasai dan menjadikan puing-puing Istana Tanah Pilih sebagai markas serdadu Belanda. Dengan berakhirnya masa kesultanan Jambi, menyusul gugurnya Sultan Thaha Saifuddin tanggal 27 April 1904, dan berhasilnya Belanda menguasai wilayah-wilayah Kesultanan Jambi, maka Jambi ditetapkan sebagai keresidenan dan masuk ke dalam wilayah Nederlandsch Indie (Hindia Belanda).

Jambi kemudian berstatus Under Afdeling dibawah Afdeling Palembang. Pada tahun 1906, Under Afdeling Jambi ditingkatkan sebagai Afdeling Jambi kemudian di tahun 1908 Afdeling Jambi menjadi Keresidenan Jambi dengan residennya O.L. Helfrich yang berkedudukan di Jambi.

Kekuasaan Belanda atas Jambi berlangsung kurang lebih 36 tahun karena pada tanggal 9 Maret 1942 terjadi peralihan kekuasaan kepada Pemerintahan Jepang. Kemudian pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyerah pada Sekutu.

Tanggal 17 Agustus 1945 diproklamasikan Negara Republik Indonesia. Sumatera pada saat Proklamasi tersebut menjadi satu provinsi, yaitu Provinsi Sumatera dan Medan sebagai ibu kotanya.

Pada tahun 1945, sesuai UU 1/1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah, wilayah Indonesia terdiri dari provinsi, keresidenan, kewedanaan, dan kota. Tempat kedudukan residen yang telah memenuhi syarat disebut kota tanpa terbentuk struktur pemerintahan kota.

Residen Jambi yang pertama pada masa Republik adalah Dr. Asyagap sebagaimana tercantum dalam pengumuman pemerintah tentang pengangkatan residen, wali kota di Sumatera berdasarkan pada surat ketetapan Gubernur Sumatera tertanggal 3 Oktober 1945 No. 1-X.

Selanjutnya, Jambi terbentuk sebagai pemerintah daerah otonom dengan status kotamadya ditetapkan berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera nomor 103/1946, tanggal 17 Mei 1946 yang ditandatangani Tengku Mohammad Hasan.

Kemudian status Kotamadya Jambi ditingkatkan menjadi Kota Besar Jambi berdasarkan UU 9/1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Besar Dalam Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Tengah. Berdasarkan UU 2/1999, kotamadya berubah menjadi Kota Jambi sampai sekarang.

Kota Jambi resmi menjadi Ibu kota Provinsi Jambi pada tanggal 6 Januari 1957 berdasarkan UU 61/1958 tentang Penetapan “Undang-Undang Darurat No. 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau” (Lembaran-Negara Tahun 1957 No. 75), sebagai Undang-Undang.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Mengunjungi Museum Siginjei – Pelajar mengisi waktu libur kenaikan kelas dengan melihat koleksi milik Museum Siginjei di Kota Jambi, Kamis (9/6/2016). Museum yang dibuka untuk umum sejak tahun 1988 tersebut, saat ini memiliki koleksi sebanyak 3.750 item.

Geografis

Wilayah Kota Jambi terletak di antara 103030’1,67” Bujur Timur sampai 103040’0,22” Bujur Timur 01030’2,98” Lintang Selatan sampai 01040’1,07” Lintang Selatan.

Luas wilayah Kota Jambi mencapai 205,38 km2 atau sekitar 0,38 persen dari luas Provinsi Jambi. Wilayahnya dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Muaro Jambi baik dari arah Utara, Selatan, Barat maupun di sebelah Timur.

Secara geomorfologis, kota ini terletak di bagian barat cekungan Sumatera bagian selatan yang disebut sub-cekungan Jambi, yang merupakan dataran rendah di Pulau Sumatera bagian timur.

Topografi Kota Jambi relatif datar dengan ketinggian 0–60 m di atas permukaan laut. Bagian bergelombang terdapat di utara dan selatan kota, sedangkan daerah rawa terdapat di sekitar aliran Sungai Batanghari.

Batanghari merupakan sungai terpanjang di Pulau Sumatera dengan panjang keseluruhan lebih kurang 1.700 km dengan lebar sungai di dataran rendah rata-rata sekitar 500 m. Sungai ini berhulu pada Danau Diatas yang terletak di Provinsi Sumatera Barat dan bermuara di pesisir timur Pulau Sumatera pada kawasan Selat Berhala. Sekitar 11 km Sungai Batanghari membelah wilayah Kota Jambi menjadi dua bagian, yaitu sisi utara dan selatan.

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN

Menara Gentala Arasy menjadi bagian tak terpisahkan dari Kota Jambi di masa kini. Bangunan yang diresmikan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Maret 2015 diharapkan menjadi penanda kota dan ikon pariwisata karena letaknya yang berada di tepi Sungai Batanghari.

Pemerintahan

Selama terbentuknya Kota Jambi hingga kini, terdapat 12 wali kota yang pernah menjabat. Wali kota pertama Jambi adalah Makalam (1946-1948). Namanya kemudian diabadikan menjadi nama jembatan, yakni Jembatan Makalam.

Kemudian dilanjutkan oleh Wali Kota Muhammad Kamil (1948–1950), R. Soedarsono (1950–1966), Hasan Basri Durin (1966–1968), Z. Muchtar Daeng Maguna (1968–1972), Zainir Haviz (1972–1983), Ashari DS (1983–1993), dan Muhammad Subki (1993–1998).

Setelah era reformasi, ada perubahan struktur Pemerintah Kota Jambi berdasarkan UU 22/1999 tentang Pemerintah Daerah. Wali Kota sebagai Kepala Daerah didampingi oleh Wakil Wali Kota.

Wali Kota Jambi yang pernah menjabat di masa reformasi adalah Arifien Manap (1998–2008), Bambang Priyanto (2008–2013), dan Syarif Fasha (2013–2018, 2018–2023).

Adapun Wakil Wali Kota Jambi yang pernah menjabat adalah H. Turimin (2000–2008), M. Sum Indra (2008–2013), Abdullah Sani (2013–2018), dan Maulana (2018–2023).

Secara administratif, Kota Jambi terdiri atas 11 kecamatan, 62 kelurahan dan 1.635 RT. Untuk mendukung jalannya pemerintahan, Kota Jambi memiliki pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 2.593 orang. Dari jumlah tersebut, PNS yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 35,9 persen sedangkan PNS perempuan sebanyak 64,1 persen.

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN

Wali Kota Jambi Syarif Fasha meluncurkan bus kota berbasis daring yang diberi nama Bus Koja Trans, Senin (28/10/2019). Dalam setahun ditargetkan sudah 200 bus dapat beroperasi.

Politik

Peta politik di Kota Jambi dalam tiga kali penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) legislatif berlangsung secara dinamis. Pada Pemilu 2009, Golkar meraih kursi terbanyak di DPRD Kota Jambi. Namun pada pemilu berikutnya, partai politik yang meraih kursi terbanyak DPRD Kota Jambi adalah Partai Demokrat dan PDI Perjuangan.

Pada pemilihan legislatif 2009, Golkar meraih kursi terbanyak DPRD Kota Jambi, yakni sembilan kursi. Kemudian PAN di urutan kedua dengan delapan kursi. Selanjutnya, Partai Demokrat dan PDI Perjuangan masing-masing meraih enam kursi, PBR meraih dua kursi sedangkan PPP, PBB, PKPB, dan PDS masing-masing meraih satu kursi DPRD Kota Jambi.

Lima tahun kemudian, pada pemilihan legislatif 2014, peta perolehan kursi di DPRD Kota Jambi kembali berubah. Kali ini, PDI Perjuangan dan Demokrat meraih kursi terbanyak, yakni masing-masing mendapatkan delapan kursi. Disusul Gerindra memperoleh enam kursi. Golkar, PAN, dan Hanura masing-masing memperoleh lima kursi. Sedangkan PPP dan PKB masing-masing meraih empat kursi.

Adapun pada pemilihan legislatif 2019, partai yang paling banyak menduduki kursi DPRD Kota Jambi adalah Partai Demokrat dengan delapan kursi. Disusul PDI Perjuangan enam kursi, kemudian Hanura, PAN, dan Gerindra masing-masing memperoleh lima kursi. Selanjutnya, PKB, PPP, dan PBB masing-masing mendapat empat kursi sedangkan PBB, Nasdem dan PKPI masing-masing satu kursi.

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN

Calon pemilih terlebih dahulu mencuci tangan sebelum masuk ke dalam TPS. Protokol kesehatan diterapkan ketat demi mencegah penularan virus korona baru. Suasana di TPS 08 Telanaipura, Kota Jambi, Rabu (9/12/2020).

Kependudukan

Kota Jambi dihuni oleh 606.200 jiwa atau 17,08 persen dari total penduduk Provinsi Jambi sebanyak 3,54 juta jiwa menurut sensus penduduk tahun 2020. Dari jumlah tersebut, penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 305.407 orang sedangkan penduduk berjenis kelamin perempuan berjumlah 300.793 jiwa.

Pada tahun 2020, komposisi penduduk Kota Jambi didominasi oleh penduduk usia 15 sampai 64 tahun yakni sebesar 71,4 persen.

Sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian di Provinsi Jambi, Kota Jambi memiliki kepadatan penduduk tertinggi dibanding dengan kota/kabupaten lain dalam provinsi, yaitu sebesar 2.944 jiwa/km².

Sebagai wilayah urban, Kota Jambi merupakan daerah yang dihuni oleh beragam suku, ras, dan dan agama. Mayoritas penduduk merupakan suku Melayu Jambi, sedangkan suku bangsa lain yang hidup berdampingan dengan harmonis di Kota Jambi, antara lain Aceh, Banjar, Batak, Bugis, Flores, Habib (keturunan Arab), keturunan India, Jawa, Padang, Palembang, Papua, Sunda, dan Tionghoa.

Di kawasan Seberang Kota Jambi (Sekoja), masyarakat keturunan Arab, China, dan Melayu hidup berdampingan. Di kawasan yang identik sebagai kota santri ini tumbuh pula perkampungan pecinan.

Mayoritas penduduk Kota Jambi beragama Islam, yaitu sebesar 88 persen. Adapun penduduk yang beragama Kristen Protestan sebanyak 3,47 persen; Katolik 3,27 persen; Budha 2,47 persen; Hindu 1,18 persen; dan lainnya 0,91 persen.

Di sisi pekerjaan, dari 286.387orang yang bekerja di atas 15 tahun, sebagian besar bekerja di lapangan usaha kategori jasa sebanyak 77,39 persen. Kemudian, diikuti oleh lapangan usaha kategori manufaktur sebesar 19 persen. Sisanya bekerja di lapangan usaha kategori pertanian sebesar 3,61 persen.

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN

Masyarakat keturunan Arab, China, dan Melayu hidup berdampingan di kawasan Seberang Kota Jambi (Sekoja) selama lebih dari tiga abad. Di kawasan yang identik sebagai kota santri ini tumbuh pula perkampungan pacinan. Tampak warga keturunan Tionghoa dan Melayu bersenda gurau, di Kelurahan Ulu Gedong, Kota Jambi, Jumat (2/6/2017).

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
78,37 (2020)

Angka Harapan Hidup 
72,65 tahun (2020)

Harapan Lama Sekolah 
15,10 tahun (2020)

Rata-rata Lama Sekolah 
10,92 tahun (2020)

Pengeluaran per Kapita 
Rp12,05 juta (2020)

Tingkat Kemiskinan
8,27 persen (2020)

Kesejahteraan

Pembangunan manusia di Kota Jambi dari tahun ke tahun menunjukkan kemajuan. Hal itu tecermin dari IPM Kota Jambi pada tahun 2016 sampai 2020 yang menunjukkan tren yang cenderung meningkat.

Dibandingkan dengan Provinsi Jambi, capaian IPM Kota Jambi selalu lebih tinggi. IPM Kota Jambi pada tahun 2020 tercatat sebesar 78,37, lebih tinggi bila dibandingkan dengan IPM Provinsi Jambi, yaitu 71,29.

Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota di Provinsi Jambi, capaian IPM Kota Jambi selalu dalam posisi teratas. Pada tahun 2020, posisi IPM Kota Jambi berada dalam level tinggi bersama dengan Kota Sungai Penuh dan Kerinci yang masing-masing nilai IPM berada pada angka 75,42 dan 71,21.

Dari komponennya, umur harapan hidup tercatat selama 72,65 tahun. Di bidang pendidikan, harapan lama sekolah tercatat selama 15,10 tahun dan rata-rata lama sekolah 10,92 tahun. Adapun pengeluaran per kapita sebesar Rp12,056 juta.

Masyarakat miskin di Kota Jambi terhitung masih tinggi. Pada tahun 2020, angkanya naik sebesar 0,15 persen menjadi 8,27 persen. Kenaikan itu tidak terlepas dari merebaknya pandemi Covid-19 serta ditambah dengan pertumbuhan ekonomi yang mengalami perlambatan pada tahun 2020.

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN

Siswa di Taman Kanak-kanak dan PAUD Al-Kausar, Kota Jambi, membiayai pendidikan mereka sendiri dari sampah. Uang sumbangan pembinaan pendidikan di sekolah itu Rp 40.000 per bulan cukup dibayar dengan cara menyetor sampah ke sekolah. Barang-barang bekas itu selanjutnya dikelola menjadi kerajinan dan alat peraga pendidikan. Tampak seorang siswa membawa kaleng minuman bekas untuk menyicil uang SPP, Rabu (21/9/2016).

Target Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp419,56 miliar (2021)

Target Dana Perimbangan 
Rp1,17 triliun (2021)

Pertumbuhan Ekonomi
-3,28 persen (2020)

PDRB per kapita
Rp51,02 juta/tahun (2020)

Inflasi
-0,20 persen (Juni 2021)

Ekonomi

Nilai produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Jambi pada tahun 2020 mencapai Rp29,81 triliun. Dari nilai PDRB tersebut, penggerak perekonomian kota yang terletak di jalan lintas timur Sumatera ini adalah sektor tersier, yang sering disebut sebagai usaha jasa. Dari tahun ke tahun usaha jasa ini cenderung dominan.

Sektor yang paling besar kontribusinya adalah perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 31,85 persen. Disusul industri pengolahan sebesar 10,72 persen, konstruksi sebesar 9,38 persen, dan administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib sebesar 9,04 persen.

Di sektor industri, pada tahun 2019 persentase unit usaha Industri Logam, Mesin, Elektronika, dan Aneka (ILMEA) terbanyak di Kota Jambi berada pada kategori reparasi/servis, yaitu sebesar 37,52 persen. Kemudian diikuti industri logam (33,92 persen), kerajinan batik, rotan, dan penggergajian kayu (16,08 persen), sandang (8,13 persen), kerajinan wadah (4,16 persen), serta kimia dan bahan bangunan (0,18 persen).

Di sisi keuangan daerah, pendapatan daerah Kota Jambi menurut APBD 2021 ditargetkan sebesar Rp1,65 triliun. Dari target itu, sebesar Rp419,56 miliar di antaranya berasal dari pendapatan asli daerah (PAD). Sedangkan dana perimbangan dari pemerintah pusat ditargetkan sebesar Rp1,17 triliun dan pendapatan lain-lain sebesar Rp59,91 miliar.

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN

Sejumlah peserta pemilihan Bujang-Gadis Batanghari, berpose menjelang dimulainya karnaval pembukaan Festival Sungai Batanghari, di kawasan Dermaga Tanggo Rajo, Kota Jambi, Rabu (22/11/2017). Acara itu diharapkan menarik semakin banyak wisatawan berkunjung ke Jambi dan mengenalkan budaya Jambi ke masyarakat luas.

Sebagai pusat kegiatan masyarakat, perekonomian dan seni budaya, Kota Jambi memiliki berbagai destinasi wisata yang menarik, baik wisata alam, cagar budaya, dan wisata buatan. Selain itu, Kota Jambi juga menjadi daerah transit bagi para wisatawan yang hendak mengunjungi destinasi wisata di Provinsi Jambi.

Adapun destinasi wisata yang terdapat di Kota Jambi, antara lain Danau Sipin, Danau Teluk, Sungai Batanghari, Museum Siginjai, Menara Air, Bunker Jepang, Masjid Agung Al-Falah, Candi Solok Sipin, Kampoeng Radja, dan Tugu Keris Siginjai.

Di samping itu, Kota Jambi terkenal dengan kerajinan batik. Seorang penulis Belanda, BM Goslings, dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1929 menyebutkan, batikan Jambi berbeda dengan batik Jawa. Batik Jawa sarat dengan nilai filosofi, sementara batik Jambi lebih sebagai karya seni.

Untuk mendukung kegiatan pariwisata, pada tahun 2019, Kota Jambi telah memiliki 99 hotel yang terdiri dari 29 hotel bintang dan 70 hotel nonbintang. Adapun restoran dan rumah makan tercatat sebanyak 247 menurut data BPS Kota Jambi pada tahun 2015.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Pekerja menjemur kain batik setelah diberi pewarnaan di kolong ruang kerja Rumah Batik Azmiah di Kota Jambi, Rabu (8/6/2016).

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Jambi Kota Kita”, Kompas, 4 Januari 1987, hlm. 1
  • “Dari Pasar Angso Duo sampai Ruko *Otonomi”, Kompas, 27 Agustus 2002, hlm. 08
  • “Kota Jambi *Otonomi”, Kompas, 27 Agustus 2002, hlm. 08
  • “Kepala Daerah: Pilkada Kota Jambi”, Kompas, 15 Februari 2008, hlm. 27
  • “Kerajaan Tepi Sungai: Batanghari, Saksi Sejarah Kerajaan Malayu”, Kompas, 07 April 2008, hlm. 42
  • “Debat Pilkada: Kandidat Wali Kota Tawarkan Perbaikan”, Kompas, 22 April 2008, hlm. 27
  • “Situs Sekoja: Mempertahankan Kehidupan Multikultur”, Kompas, 28 Juli 2008, hlm. 38
  • “Pilkada Jambi: Kemiskinan Jadi Perhatian Pemilih”, Kompas, 16 Agustus 2008, hlm. 27
  • “Kota Jambi: Perindah Kota di Tepian Sungai * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 18 Mei 2015, hlm. 22
Buku dan Jurnal
Aturan Pendukung
  • UU 9/1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Besar dalam Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Tengah
  • UU Darurat 19/1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Sumatera Barat, Jambi, dan Riau
  • UU 61/1958 tentang Penetapan “Undang-Undang Darurat No. 19 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swantantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau” (Lembaran-Negara Tahun 1957 No. 75), sebagai Undang-Undang
  • PP 6/1986 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Jambi dan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang Hari
  • Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penetapan Hari Jadi Tanah Pilih Pusako Batuah Kota Jambi
  • Perda Kota Jambi Nomor 5 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 15 Tahun 2002 tentang Lambang dan Motto Kota Jambi

Editor
Topan Yuniarto