Daerah

Kota Banjar: Pintu Gerbang Utama Jalur Selatan Jawa Barat

Terletak di bagian timur Jawa Barat, Kota Banjar terhitung strategis karena menjadi daerah perlintasan arus barang dan manusia antarprovinsi di selatan Pulau Jawa. Kota ini berkembang menjadi pusat perdagangan dan industri.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Suasana sekitar alun-alun Kota Banjar, Jawa Barat, Senin (23/3/2015). Kawasan alun-alun yang menjadi ruang publik terbuka menjadi salah satu fasilitas warga untuk berkegiatan. Sebagai kota kecil, Banjar mampu melakukan program pengaturan kependudukan dan laju pertumbuhan penduduk dengan baik.

Fakta Singkat

Hari Jadi 
20 Februari 2003

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 27/2002

Luas Wilayah
131,97 km2

Jumlah Penduduk
203.417 jiwa (2021)

Kepala Daerah
Wali Kota Ade Uu Sukaesih
Wakil Wali Kota Nana Suryana

Instansi terkait
Pemerintah Kota Banjar

Kota Banjar merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Kota ini sering disebut juga dengan Banjar Patroman untuk membedakannya dengan Banjarnegara yang berada di Jawa Tengah.

Kota Banjar merupakan pintu masuk Jawa Barat melalui jalur selatan. Kota ini memiliki peran strategis karena berfungsi sebagai daerah perlintasan arus barang dan manusia antar provinsi di selatan Pulau Jawa.

Kota ini tergolong daerah otonom baru. Banjar baru resmi menjadi pemerintah kota pada 21 Februari 2003 berdasarkan UU 27/2002. Sebelumnya, Banjar menjadi kota administratif (kotif) di bawah Kabupaten Ciamis. Pembentukan Kotif Banjar dilakukan dengan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 1991.

Hari jadi Kota Banjar ditetapkan pada 21 Februari 2003 berdasarkan Perda Kota Banjar Nomor 1 tahun 2003. Dalam perda itu, disebutkan bahwa penetapan hari jadi merupakan suatu momentum berdirinya Daerah Otonom Kota yang dapat mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.

Terdiri dari empat kecamatan dan 25 desa/kelurahan, kota dengan motto “Somahna bagja dibuana” (masyarakatnya bahagia lahir batin di wilayahnya) ini dipimpin oleh Wali Kota Ade Uu Sukaesih dan Wakil Wali Kota Nana Suryana (2018–2023).

Sejarah Kota Banjar sebagai daerah otonom tidak bisa lepas dari nama populernya yaitu Banjar Patroman. Sejak dulu, Banjar telah menjadi kota satelit bagi Kabupaten Ciamis.

Kota berpenduduk 203.417 jiwa (2021) ini dikenal pula sebagai pusat perdagangan barang dan jasa di ujung wilayah Jawa Barat. Kota ini diharapkan mampu tumbuh sebagai kota industri, perdagangan, jasa, dan pariwisata.

Sejarah pembentukan

Dalam buku Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis oleh Zaenuddin HM (2013) dan tulisan “Sejarah” yang dimuat di laman pemerintah Kota Banjar, disebutkan sejarah Kota Banjar berawal dari berdirinya kerajaan yang berkedudukan di wilayah Banjar.  Kerajaan itu bernama Kertabumi.

Dalam buku Naratas Sejarah Banjar yang ditulis oleh H. Djaja Sukardja, Kerajaan Kertabumi diperkirakan berdiri tahun 1625. Raja pertamanya Singaperbaya dan dilanjutkan oleh Singaperbaya II atau dikenal dengan nama Dalem Tambakbaya. Lokasi pusat Kerajaan Kertabumi ini diperkirakan berada di daerah Dusun Banjar Kolot.

Sebelum adanya kerajaan itu, Banjar merupakan hutan tarum atau nila yang banyak digunakan untuk minyak atsiri. Hutan itu berada di pinggir Sungai Citanduy. Kabarnya, nama Banjar sendiri berasal dari nama Banjar Patroman yang berarti Banjar adalah tempat, sedangkan Patroman adalah hutan tarum.

Pada tahun 1641, pusat pemerintahan Kertabumi dipindahkan dari Banjar ke Bojonglopang, Cisaga, saat kerajaan dipimpin oleh Dalem Pager Gunung.

Memasuki masa kolonial, wilayah Banjar bersama dengan Kawasen, Pamotan, Pangandaran, dan Cijulang, masuk ke wilayah Kerajaan Galuh Imbadanegara dengan Bupati Galuh Imbadanegara Raden Aria Panji Jayanagara dengan pusat pemerintahan kerajaan di daerah Imbadanegara Ciamis.

Pada masa jabatan Letnan Gubernur Jawa dipegang oleh Sir Thomas Stamford Bingley Raffles, atau sekitar tahun 1815, Banjar dinyatakan masuk ke wilayah Sukapura atau Tasikmalaya, bersama wilayah-wilayah lain di selatan Ciamis. Nyaris satu abad Banjar masuk ke wilayah pemerintahan Sukapura.Hampir satu abad Banjar masuk ke wilayah Sukapura.

Baru pada tahun 1936, Banjar kembali masuk ke wilayah Ciamis, yaitu semasa Bupati Ciamis keturunan Sukapura yaitu Raden Tumenggung Sunarya. Pada masa ini jejak sejarah Banjar semakin terang karena didukung oleh bukti-bukti sejarah yang memadai.

Pada masa penjajahan ini Banjar tumbuh menjadi pusat kegiatan masyarakat. Letak geografis Banjar yang strategis membuat pemerintah Hindia Belanda menjadikan kota ini sebagai daerah transit untuk mengeksploitasi potensi Ciamis Selatan dan wilayah Jawa Tengah.

Dalam perkembangannya keberadaan sarana transportasi kereta api dan moda angkutan darat lainnya turut mempengaruhi kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Banjar. Keberadaan pasar Banjar juga semakin menjadikan wilayah ini sebagai pusat kegiatan ekonomi untuk wilayah Ciamis Selatan, Cilacap dan wilayah sekitar lainnya.

Pasar Banjar kerap dikunjungi bandar-bandar hasil pertanian, baik warga pribumi maupun pendatang keturunan Cina maupun Arab. Secara perlahan nama Banjar Patroman mulai dikenal karena kehidupan sosial ekonominya yang berlangsung 24 jam.

Pertumbuhan ini pula yang menjadi salah satu dasar pemerintah Hindia Belanda menjadikan Banjar sebagai wilayah kewedanaan Banjar pada tahun 1941. Kewedanaan Banjar Patroman kala itu meliputi wilayah Kecamatan Banjar, Kecamatan Rancah, Kecamatan Cimaragas dan Kecamatan Cisaga. Keputusan itu hingga berlangsung kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada masa ini, identitas Banjar Patroman sebagai pusat perdagangan barang dan jasa semakin menguat. Simpul-simpul ekonomi khas daerah transit menjamur di wilayah Banjar, baik pertokoan, perdagangan hasil bumi, perhotelan dan sektor-sektor lainnya. bagi sebagian kalangan, keramaian Banjar Patroman kala itu melebihi wilayah perkotaan Ciamis.

Setelah lama jadi kewedanaan, pemerintah pusat melalui PP 54/1991 mengubah Banjar menjadi kota administratif. Lalu diperkuat dengan SK Mendagri Nomor 813.221.23-137 tanggal 18 Januari 1992 yang mengangkat H. Suyazid sebagai wali kota administratif. Wilayah Kotif Banjar ini meliputi Kecamatan Banjar, Pataruman, Langensari, dan Purwaharja.

Seiring perkembangan zaman serta dampak gangguan stabilitas politik nasional pasca reformasi, pertumbuhan sosial ekonomi di Banjar mulai memudar. Hal ini diperparah dengan minimnya dukungan pemerintah Kabupaten Ciamis terhadap program pembangunan di Banjar.

KOMPAS/TRY HARIJONO

Terowongan Wilhelmina yang panjangnya 1.116 meter di Kabupaten Pangandaran Jawa Barat, merupakan terowongan kereta api terpanjang di Indonesia. Terowongan yang dibangun 1911-1914 ini, sekarang terlantar karena jalur kereta api Banjar-Pangandaran yang melintasinya ditutup dan kini relnya dijarah.

Sejalan dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, yang menyebutkan bahwa untuk kota administratif ada dua kemungkinan. Pertama, dilikuidasi dengan kembali menjadi kecamatan atau jika memungkinkan berubah status menjadi Pemerintahan Kota Banjar. Adanya perubahan paradigma pemerintahan dengan otonomi daerah itu menjadi salah satu bahasan para tokoh Banjar.

Pembahasan pertama dilakukan pada tanggal 18 Oktober 1999 dan dilanjutkan dengan pertemuan pada 21 Oktober 1999 yang akhirnya melahirkan sebuah Forum Peningkatan Status Kota Banjar. Forum ini beranggotakan dr. H. Herman Soestrisno, Yusuf Sidiq, Bahtiar Hamara, Endang Hamara, Tatang Rustama, dan K.H. Muin. Setelah mengkaji aturan UU Nomor 22 Tahun 1999, forum sepakat, Banjar harus menjadi daerah otonom memisahkan diri dari Ciamis.

Dengan komitmen itu, maka garis perjuangan dibangun. Termasuk meminta dukungan dari elemen masyarakat Banjar lainnya untuk memperjuangkan masalah pembentukan Kota Banjar tersebut. Beberapa pertimbangan kenapa mesti berpisah yaitu sesuai dengan keinginan masyarakat Banjar sebagai tuntutan sejarah dan tuntutan kemajuan masyarakat.

Pertimbangan lain, dengan terbentuknya Pemkot Banjar, pembangunan diharapkan akan lebih terfokus dan diharapkan bisa lebih maju. Apalagi dalam beberapa hal pembangunan Banjar, kurang banyak mengalami kemajuan. Bahkan daerah ini, sedikit mundur. Dulu Banjar disebut sebagai “daerah yang tidak pernah tidur”. Namun sekarang pukul 20.00, Banjar sudah sepi. Julukan sebagai daerah sentra perdagangan, juga semakin surut.

Belum lagi melihat perkembangan jumlah penduduk semakin pesat. Pada tahun 1996, Banjar berpenduduk 149.811 jiwa, bertambah pada tahun 2001 menjadi 154.851 jiwa. Artinya dari jumlah penduduk memungkinkan jadi kota. Belum lagi perkembangan dari segi politik, ekonomi, dan budaya memungkinkan berpisah dari Ciamis. Dengan terpisah dari Ciamis, semua julukan dan kemajuan pernah diraih Banjar, bisa diwujudkan lagi dengan menentapkan diri sebagai daerah otonom.

Pihak Forum dan juga tokoh Banjar terus bergerak untuk menyukseskan, perpisahan dengan Ciamis. Akhirnya, langkah awal mereka disambut dengan persetujuan di DPRD Kabupaten Ciamis pada 9 Maret 2001. Lalu DPRD Jabar juga menyetujui 14 Juni 2001.

Tanggal 16 Mei 2001, Tim Independen melakukan kajian atas Banjar dengan hasilnya bahwa Banjar layak menjadi daerah otonom. Hasil ini dikuatkan dari keputusan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah 18 Oktober 2001, Banjar sudah layak memisahkan dari Ciamis. Tanggal 24–30 Oktober, Rancangan UU tentang Pemerintahan Kota Banjar dibahas secara intensif di DPR. Selasa 12 November 2002, Banjar ditetapkan jadi daerah otonom.

Sesuai dengan UU tentang Pemerintahan Kota Banjar, untuk wilayah Banjar adalah dari sebagian wilayah Kabupaten Ciamis yang terdiri dari empat kecamatan, yakni Kecamatan Purwaharja, Langensari, Pataruman, dan Banjar. Total luas wilayahnya kurang lebih 113, 49 km.

KOMPAS/FEBI HARTA

Pusat pertokoan di kota Banjar.

Geografis

Kota Banjar berada di ujung timur Provinsi Jawa Barat dengan kondisi alam yang masih asri. Kota ini berada di titik koordinat 07 19’ — 07 26’ Lintang Selatan dan 108 26’ — 108 40’ Bujur Timur.

Kota Banjar berbatasan dengan Kabupaten Ciamis di sebelah utara, timur, selatan, dan barat serta Kabupaten Cilacap di sebelah utara. Kota Banjar memiliki luas 131,97 km2.

Dari empat kecamatan di Kota Banjar, Kecamatan Pataruman hampir mencapai setengah wilayah Kota Banjar yaitu seluas 54,05 km2. Sementara Kecamatan Purwaharja merupakan kecamatan yang memiliki wilayah terkecil, yaitu seluas 18,27 km2.

Kota Banjar memiliki landskap yang beragam. Bagian utara, selatan dan barat kota merupakan wilayah berbukit-bukit. Kota ini dibelah oleh Sungai Citanduy di tengah. Terdapat pula sebagian kawasan pertanian, terutama di pinggiran kota.

Wilayah Kota Banjar berada pada ketinggian 20 sampai dengan 500 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan beriklim tropis. Tingkat kesuburan tanah di Kota Banjar umumnya tergolong sedang (baik) dengan tekstur tanah sebagian besar halus dengan jenis tanah aluvial.

Secara umum, wilayah Kota Banjar termasuk dataran rendah karena berada di ketinggian kurang dari 100 m dpl. Wilayah tertinggi berada di Kecamatan Banjar yang mencapai ketinggian 79 mdpl. Sementara wilayah paling rendah merupakan Kecamatan Purwaharja dengan ketinggia 32 mdpl.

Suhu udara di Kota Banjar berkisar antara 22,6°C sampai dengan 37,3°C. Suhu rata-rata terendah terjadi pada Februari dan tertinggi pada Oktober.

Curah hujan tahun 2019 tergolong cukup tinggi dengan rata-rata 275,6 mm dan hari hujan yang relatif cukup banyak. Curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan Februari, yaitu 441 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 22 hari.

KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSO

Sumitro (45), warga di Desa Ujung Alang, Kecamatan kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (17/4/2013) mengangkut air tawar dengan perahu untuk keperluan masak dan minum sehari-hari. Desa Ujung Alang berdiri di atas tanah hasil sedimentasi Laguna Segara Anakan. Sebelumnya, perkampungan tersebut merupakan rumah-rumah terapung di atas laut. Pendangkalan Sungai Citanduy mencapai 1 juta meter kubik per tahun.Dari volume pendangkalan tersebut, sekitar 75 persen disumbang oleh sedimen lumpur dari Sungai Citanduy. Jika tidak ada langkah penyelamatan yang nyata, Pulau Jawa dan Nusakambangan diperkirakan menyatu 10-15 tahun lagi.

Pemerintahan

Pada tanggal 21 Februari 2003, Menteri Dalam Negeri, Hari Sabarno meresmikan peningkatan status Kotif Banjar menjadi Pemerintah Kota atau daerah otonom baru atas dasar UU 27/2002 dan melantik Pjs. Wali Kota Banjar HM. Effendi Taufikurahman.

Setahun kemudian, Herman Sutrisno dan H. Akhmad Dimyati terpilih menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota pertama Kota Banjar. Herman Sutrisno memimpin Kota Banjar selama dua periode, yakni sejak 2004 hingga 2013.

Setelah masa jabatan Herman Sutrisno sebagai wali kota berakhir, kepemimpinan Kota Banjar dilanjutkan oleh Ade Uu Sukaesih yang memenangkan Pilkada Kota Banjar 2013. Ade Uu adalah istri Herman Sutrisno. Ade Uu memimpin Kota Banjar selama dua periode 2013-2018 dan 2018-2023.

Secara administratif, Kota Banjar terbagi dalam empat kecamatan dan 25 desa/kelurahan. Keempat kecamatan itu adalah Kecamatan Banjar, Kecamatan Langensari, kecamatan Pataruman, dan Kecamatan Purwaharja.

Untuk menjalankan roda pemerintahan, pemerintah Kota Banjar didukung oleh pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 2.756 pegawai pada tahun 2021. Dari jumlah itu, PNS perempuan sebanyak 1.481 orang atau 53,74 persen dari total pegawai. Sedangkan PNS laki-laki sebanyak 1.275 orang atau 46,26 persen.

Dari segi pendidikan, proporsi perempuan lebih unggul dibandingkan laki-laki. Perempuan yang berpendidikan D3 ke atas mencapai 50 persen.

PEMERINTAH KOTA BANJAR

Ade Uu Sukaesih mengunjungi KWT Mekar Mulya di Dusun Karang Pucung RT 28 RW 10 desa balokang, kecamatan Banjar, Kota Banjar. Walikota Banjar berharap ibu-ibu mau bergabung menjadi anggota KWT (kelompok wanita Tani) yang bertujuan untuk ketahanan pangan. (12/4/2016)

Politik

Pilihan politik warga Kota Banjar dalam tiga kali pemilihan umum legislatif cenderung dinamis. Hal itu tampak dari peta perpolitikan yang tecermin dari perolehan kursi partai politik (parpol) di DPRD Kota Banjar. Selama tiga kali pemilu legislatif itu, Golkar berhasil memperoleh kursi terbanyak.

Di Pemilu Legislatif 2009, Golkar meraih kursi terbanyak di DPRD Kota Banjar. Partai berlambang pohon beringin itu berhasil meraih delapan kursi dari 25 kursi yang diperebutkan di DPRD Kota Banjar. Disusul PDI Perjuangan meraih empat kursi, lalu PPP, Demokrat, dan PKS sama-sama memperoleh tiga kursi, PBR dua kursi, serta Gerindra dan PAN masing-masing mendapat satu kursi.

Di Pemilu Legislatif 2014, terdapat sembilan parpol yang mampu menembus kursi legislatif Kota Banjar untuk periode 2014-2019. Di Pemilu kali ini, Golkar masih memperoleh kursi terbanyak kendati perolehan kursinya turun. Golkar meraih enam kursi. Disusul PDI Perjuangan meraih empat kursi, serta Gerindra dan PAN memperoleh tiga kursi. Kemudian Demokrat, PKS, PPP dan Hanura sama-sama meraih dua kursi, sementara PKB memperoleh satu kursi

Di Pemilu Legislatif 2019, Partai Golkar masih memimpin perolehan kursi di DPRD Kota Banjar. Golkar mendapatkan sebanyak tujuh kursi, disusul PDI Perjuangan dengan lima kursi, dan Gerindra empat kursi. Kemudian PKB, PKS, dan PAN sama-sama meraih tiga  kursi, Hanura dua kursi, serta PPP, Nasdem, dan Demokrat masing-masing memperoleh satu kursi.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Persiapan Logistik Pemilu 2014 – Ujang (39) petugas Gudang Logistik Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung, Jalan Cibadak, Bandung, Jawa Barat, mengecek sejumlah kotak suara untuk persiapan Pemilu 2014, Kamis (9/1/2014). Logistik ini akan menjadi sarana persiapan dan cadangan untuk membantu pelaksanaan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden nanti.

Kependudukan

Kota Banjar dihuni oleh 203.417 jiwa (2021), yang terdiri dari  102.081 laki-laki dan 101.336 perempuan. Kepadatan penduduk Kota Banjar tercatat sebesar 1.811 jiwa/km2.

Kecamatan Pataruman memiliki jumlah penduduk terbanyak yang mencapai 61,97 ribu. Namun dilihat dari kepadatan penduduk, wilayah terpadat berada di Kecamatan Banjar. Kepadatan mencapai 2.251 jiwa per km2. Kecamatan Banjar merupakan pusat perekonomian di Kota Banjar.

Rasio jenis kelamin di Kota Banjar cukup berimbang yaitu 100,7. Artinya di setiap 1.000 perempuan akan terdapat 1.007 laki-laki. Namun jika melihat kondisi piramida penduduk, mulai usia 45 tahun, jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki.

Meskipun berstatus daerah perkotaan, sebagian penduduk Kota Banjar masih mengandalkan pertanian sebagai mata pencahariannya. Hal ini tidak mengherankan karena secara proporsi Kota Banjar memiliki areal pertanian yang cukup luas, kurang lebih duaperlima wilayahnya adalah pesawahan, perkebunan dan hutan rakyat.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Banner berisi pesan-pesan kebangsaan dan perjuangan dari kyai dan tokoh Nadlatul Ulama terpasang di arena Musyawarah Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2019 di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Kamis (28/2/2019). Selain masalah internal organisasi NU, kegiatan bertajuk “Memperkuat Ukhuwah Wathoniyah untuk Kedaulatan rakyat” juga membahas masalah kebangsaan dan lingkungan.

Indeks Pembangunan Manusia
71,92 (2021)

Angka Harapan Hidup 
71,19 tahun (2021)

Harapan Lama Sekolah 
13,24 tahun (2021)

Rata-rata Lama Sekolah 
8,77 tahun (2021)

Pengeluaran per Kapita 
Rp10,47 juta (2021)

Tingkat Pengangguran Terbuka
6,09 persen (2021)

Tingkat Kemiskinan
7,11 persen (2021)

Kesejahteraan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Banjar pada tahun 2021 tercatat sebesar 71,92. Tahun sebelumnya, IPM Kota Banjar tercatat sebesar 71,70. Pencapaian IPM Kota Banjar itu masuk kategori tinggi.

Ditilik dari komponen pembentuknya, angka harapan hidup tercatat selama 71,19 tahun. Sementara untuk dimensi pengetahuan, anak-anak yang pada tahun 2021 berusia 7 tahun memiliki harapan dapat menikmati pendidikan hingga 13,24 tahun. Sedangkan penduduk usia 25 tahun ke atas secara rata-rata telah menempuh pendidikan selama 8,77 tahun. Adapun untuk pengeluaran per kapita tercatat sebesar Rp10,47 juta.

Angka pengangguran terbuka di Kota Banjar pada 2021 tercatat sebesar 6,09 persen dari total penduduk. Tahun sebelumnya, tingkat pengangguran Kota Tasikmalaya sebesar 6,73 persen.

Sementara, penduduk miskin di Kota Banjar pada 2021, tercatat sebesar 7,11 persen atau 13,37 ribu orang. Tahun sebelumnya, persentase penduduk miskinnya sebesar 11,16 persen dari total penduduk. Peningkatan penduduk miskin itu karena terdampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan ekonomi penduduk lesu.

KOMPAS/DEDI MUHTADI

Sejumlah ibu muda berkumpul di ruang Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Desa Karyamukti, Kota Banjar, Jawa Barat Senin (20/3/2017) untuk membuat kerajinan berupa peta keluarga. Itu merupakan bagian dari kegiatan Kampoeng Keluarga Berencana (KB) yang membantu menyosialisasikan program pemerintah mulai dari keikutsertaan ber-KB, aktivitas bina anak di bawah lima tahun (balita), bina remaja, bina lanjut usia hingga pengembangan usaha warga di desa itu.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp127,10 miliar (2021)

Dana Perimbangan 
Rp515,04 miliar (2021)

Pendapatan Lain-lain 
Rp106,91 miliar  (2021)

Pertumbuhan Ekonomi
3,46 persen (2021)

PDRB Harga Berlaku
Rp4,67 triliun (2021)

PDRB per kapita
Rp23 juta/tahun (2021)

Ekonomi

Perekonomian Kota Banjar memiliki nilai perekonomian terkecil di Jawa Barat. Produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Banjar pada 2021 tercatat senilai Rp4,67 triliun. Perekonomian kota ini ditopang oleh sektor perdagangan besar dan eceran dengan kontribusi sekitar 25,26 persen dari total PDRB.

Selanjutnya, kontributor lainnya PDRB adalah sektor pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 13,15 persen. Kemudian, sektor konstruksi serta industri pengolahan berkontribusi masing-masing sebesar 10,32 persen dan 10,18 persen pada PDRB 2021. Sedangka  sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib juga tercatat berkontribusi sebesar 8,30 persen.

Di sektor perdagangan, kota ini memiliki empat pasar pada tahun 2021. Keempat pasar tersebut adalah Pasar Banjar, Pasar Langensari, Pasar Langkap yang dikelola oleh PD Pasar dan Pasar Rejasari yang dikelola perorangan. Adapun toko tercatat sebanyak 26 buah dan kios sebanyak 1.772 buah pada 2021.

Meski sudah menjadi kota, Banjar akan tetap mempertahankan pertanian. Lahan pertanian tersebar di sekeliling pusat kota di Desa Mekarsari dan Banjar, Kecamatan Banjar, serta Desa Hegarsari di Kecamatan Pataruman.

Luas lahan pertanian, perkebunan dan hutan rakyat mencapai kurang lebih dua perlima dari keseluruhan luas Kota Banjar. Penduduk yang bermata pencarian sebagai petani sekitar 60 persen. Petani yang menggarap lahan tanaman pangan merupakan bagian terbesar.

Produk pertanian lainnya yang menjadi unggulan di Kota Banjar antara lain papaya, pisang, rambutan, dan kelapa.

Kota ini juga mempunyai hutan. Hutan di Kecamatan Pataruman dan Purwaharja menghasilkan kayu mahoni, jati, dan albasia. Luas areal hutan Banjar 867,62 hektar didominasi hutan albasia.

Saat ini Kota Banjar sedang menuju industrialisasi. Meskipun industri besar dan sedang di Kota Banjar bisa dihitung dengan jari, namun pertumbuhan industri kecilnya cukup pesat.

Menurut data BPS, jumlah industri kecil di Kota Banjar pada tahun 2019 tercatat sebanyak 635 buah dengan serapan tenaga kerja sebanyak 7.700 orang. Mayoritas industri kecil (49 persen) di Kota Banjar adalah industri makanan yang memanfaatkan produk pertanian seperti pisang, kedelai dan lainnya.

Industri kecil lainnya yang juga maju adalah industri kerajinan dan batu bata. Sisanya sekitar sembilan persen perusahaan adalah industri sandang dan kulit serta industri peralatan rumah tangga dari logam.

Disamping industri kecil, sektor industri informal juga banyak terdapat di kota ini sekaligus mampu menopang kehidupan ekonomi masyarakat menengah ke bawah. Sektor industri informal tersebut antara lain industri sapu lidi yang terdapat di Kecamatan Banjar dan industri bata merah.

KOMPAS/CORNELIUS HELMY HERLAMBANG

Pemerintah Kota Banjar, Jawa Barat, mengembangkan Taman Hutan Kota sebagai tempat pengembangan usaha ekonomi kuliner bertema lingkungan. Pemerintah setempat berharap usaha ekonomi kreatif warga ini meningkat tanpa melupakan pelestarian lingkungan. Gambar diambil pertengahan Maret 2011.

Terkait keuangan daerah, pendapatan daerah Kota Banjar tercatat sebesar Rp749,05 miliar pada tahun 2021. Dari jumlah itu, dana perimbangan masih menjadi penopang utama, yakni sebesar Rp515,04 miliar, disusul pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp127,10 miliar serta lain-lain pendapatan yang sah sebesar Rp106,91 miliar.

Kota Banjar menyuguhkan ragam destinasi wisata eksotis. Sama halnya dengan wilayah lainnya di Indonesia, Kota Banjar menyimpan potensi wisata yang menarik untuk dikunjungi.

Kota ini tercatat memiliki 14 objek wisata. Destinasi wisata itu di antaranya Situ Mustika Banjar Desa Purwaharja, Situs Kokoplak Banjar Desa Karang Panimbal, Situs Pulo Majeti/Rawa Onom Banjar Desa Karang Panimbal. Selain itu, ada juga objek wisata Terowongan Binangun, Waterpark, dan Bendung Situ Leutik.

Banjar juga memiliki beragam oleh-oleh khas yang menggugah selera dan cocok dibawa pulang. Beberapa diantaranya adalah rangicok, mih iteng, galendo, sale pisang, kacang umpet, sambal khas Banjar, pepes lubang, pepes ikan, otok owo, dan kupat tahu.

Untuk mendukung kegiatan di Kota Banjar, kota ini memiliki akomodasi sebanyak 10 hotel yang terdiri dari 189 kamar.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Para wisatawan yang menuju kawasan wisata Green Canyon di bagian selatan Kota Banjar, Jawa Barat, menaiki perahu wisata menyusuri sepanjang Sungai Cicurug untuk menuju tempat tersebut. Green Canyon merupakan sebuah wisata yang menawarkan pesona alam hijaunya lembah pegunungan yang hanya bisa dilalui menggunakan perahu. Banyaknya wisatawan yang berkunjung ke tempat tersebut belum ditunjang dengan pengelolaan secara baik oleh instansi terkait setempat.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Banjar di Simpang Jalan”, Kompas, 14 Agustus 2002, hlm. 25
  • “Semakin Redup”, Kompas, Kompas, 14 Agustus 2002, hlm. 25
  • “Kota Banjar, Harapan yang Samar”, Kompas, 19 Maret 2003, hlm. 32
  • “Kota Banjar *Otonomi”, Kompas, 22 April 2004, hlm. 31
  • “Membangunkan Daerah yang Tertidur *Otonomi”, Kompas, 22 April 2004, hlm. 31
  • “Banjar yang Menggeliat”, Kompas Jawa Barat, 24 Februari 2006, hlm. 28
  • “HUT Kota Banjar : Memicu Pertumbuhan dengan Memberdayakan Desa”, Kompas Jawa Barat, 21 Februari 2008, hlm. 08
Buku dan Jurnal
  • Zaenuddin HM. 2013. Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe. Jakarta: Change
Aturan Pendukung

Editor
Topan Yuniarto