Paparan Topik | Vaksinasi Covid-19

Penggunaan Vaksin Covid-19 pada Kondisi Darurat di Berbagai Negara

Terdapat beragam jenis vaksin Covid-19 yang telah digunakan di beberapa negara dalam program vaksinasi Covid-19. Saat ini, kebanyakan vaksin Covid-19 digunakan dengan izin kedaruratan atau Emergency Use Authorization (EUA).

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono divaksinasi Covid-19 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Kamis (14/1/2021). Vaksinasi Covid-19 menggunakan vaksin produksi Sinovac mulai dilakukan secara bertahap kepada seluruh tenaga kesehatan dan tenaga medis di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Wamenkes mengimbau kepada masyarakat serta tenaga kesehatan untuk tetap mematuhi protokol kesehatan sekalipun sudah di vaksin.

Fakta Singkat

Penggunaan Vaksin Covid-19

  • Pembuatan vaksin Covid-19 berhasil dipercepat
  • 273 kandidat vaksin Covid-19 (per 26 Januari 2021)
  • 16 kandidat vaksin telah masuk uji klinis tahap III ( per 26 januari 2021)
  • Digunakan dengan izin pada kondisi darurat (emergency use of authorization)

Jenis Kandidat Vaksin Covid-19

  • Protein Subunit (31%)
  • Viral vector (16%)
  • Inactivated virus (14%)
  • Data DNA (13%)
  • Data RNA (11%)
  • Total: 273 kandidat vaksin (per 26 Januari 2021)

Produsen vaksin Covid-19 Uji Klinis Tahap III

  • Lima vaksin: China
  • Dua vaksin: AS, India, Inggris, Jerman
  • Satu vaksin: Rusia, Belgia, Kazakhstan
  • Total: 16 kandidat vaksin telah uji klinis tahap III (per 26 Januari 2021)

Vaksin Covid-19 yang telah digunakan (buatan):  

  1. Moderna
  2. Pfizer-BioNTech
  3. AstraZeneca-Universitas Oxford
  4. Gamaleya
  5. CanSino Biologics-Beijing Institute of Biotechnology-Petrovax
  6. Research Institute for Biological Safety Problems
  7. Wuhan Institute of Biological Products-Sinopharm
  8. Sinovac-Instituto Butantan-Bio Farma
  9. Beijing Institute of Biological Products-Sinopharm
  10. Bharat Biotech

Sebagai salah satu upaya memerangi pandemi Covid-19, berbagai ilmuwan di seluruh dunia mempercepat pembuatan vaksin Covid-19.Umumnya, pembuatan vaksin memakan waktu bertahun-tahun hingga puluhan tahun untuk mengevaluasi keamanan dan keampuhan dalam melawan penyakit. Kandidat vaksin pertama-tama akan diujikan kepada hewan baru kemudian diujikan kepada manusia. Uji coba pada manusia pun harus melewati tiga tahap pengujian.

Dalam kasus pandemi Covid-19, proses pembuatan vaksin yang biasanya memakan waktu tahunan kini dipercepat sehingga dapat selesai dalam waktu satu tahun. Terdapat beberapa faktor yang memungkinkan upaya percepatan produksi vaksin Covid-19.

Pertama, pengalaman dan pengetahuan dari virus korona sebelumnya. Para peneliti telah mendapatkan beberapa informasi tentang virus Covid-19 karena ia masih merupakan salah satu anggota dari keluarga virus korona. Keluarga virus korona ini mencakup hingga ratusan jenis, salah satunya telah menyebabkan SARS dan epidemi pada tahun 2002. MERS yang muncul tahun 2012 di Timur Tengah juga merupakan virus dari kelompok virus korona. Dengan pengalaman panjang penelitian sekitar 50 tahun terhadap kelompok virus ini, para peneliti telah memiliki data tentang struktur, genome, dan siklus hidup virus korona.

Kedua, gerak bersama para peneliti. Para peneliti dalam situasi pandemi Covid-19 bergerak cepat untuk berbagi data tentang virus korona yang mereka miliki dengan peneliti lain. Dengan kerja sama global ini, viral sequence SARS-CoV-2 berhasil dipelajari dan dipahami pada bulan Januari 2020, kurang lebih 10 hari setelah kasus pertama dilaporkan di Wuhan, China.

Ketiga, pendanaan masif. Penelitian vaksin memerlukan biaya tinggi. Data dari Lancet Global Health di tahun 2018 memperhitungkan bahwa pengembangan dan uji klinis awal dari vaksin memerlukan biaya sekitar 31-68 juta dollar AS. Tes massal untuk uji efektivitas vaksin akan menambah tinggi biaya awal tersebut. Dalam kasus percepatan penelitian Covid-19, biaya menjadi makin tinggi. Dalam situasi tersebut, pendanaan dari pemerintah dan pihak swasta digelontorkan untuk memungkinkan penemuan vaksin ini.

Sebagai contoh, di Amerika Serikat, Operation Warp Speed yang menggandeng banyak pihak menjamin pendanaan pembuatan vaksin dan mengizinkan perusahaan untuk memproduksi bahkan mengumpulkan stok vaksin bahkan sebelum perusahaan tersebut yakin bahwa vaksin akan berhasil efektif. Hal ini memperkecil risiko finansial dari penelitian vaksin serta dana lebih mudah diberikan oleh para investor.

Keempat, tiga tahap pengujian dilakukan bersamaan. Pada uji klinis vaksin Covid-19, tiga tahap pengujian dilakukan secara hampir simultan atau bersamaan.

Kelima, tingginya jumlah sukarelawan untuk uji klinis vaksin. Faktor lain yang memungkinkan percepatan pembuatan vaksin Covid-19 adalah tingginya jumlah sukarelawan untuk mengikuti uji klinis vaksin. Hal ini mempermudah para peneliti untuk segera mengadakan pengujian vaksin.

Berbagai faktor tersebut berhasil mempercepat pembuatan vaksin Covid-19. Hingga akhir tahun 2020, terdapat berbagai jenis vaksin Covid-19 yang telah masuk pengujian tahap 3 pada manusia.

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Truk pembawa 10 juta dosis bahan baku (bulk) dan satu juta dosis overfill vaksin Covid-19 produksi Sinovac, China, tiba di PT Bio Farma, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (2/2/2021). Bahan baku tersebut akan diproduksi menjadi vaksin jadi pada 13 Februari – 20 Maret.

Berbagai jenis vaksin Covid-19

Hingga 26 Januari 2021, WHO memonitor sejumlah 273 kandidat vaksin Covid-19 yang sedang dikembangkan di berbagai negara. Sebagian besar kandidat vaksin Covid-19 (31 persen) merupakan jenis vaksin yang dibuat dari kepingan virus Covid-19 (protein subunit). Beberapa jenis vaksin lain yang banyak dikembangkan adalah jenis viral vector (16 persen), data DNA (13 persen), virus yang telah dibuat tidak aktif atau inactivated virus (14 persen), dan data RNA (11 persen).

Dari sisi dosis pemberian, dari total 273 vaksin tersebut, 59 persen kandidat vaksin merupakan jenis vaksin yang mesti diberikan dua kali dengan selang beberapa hari. Ada vaksin yang harus diberikan dua kali dengan selang 14 hari, 21 hari, ada pula yang 28 hari. Sejumlah 19 persen kandidat vaksin diberikan hanya satu kali atau satu dosis. Hanya satu kandidat vaksin yang memerlukan pemberian tiga dosis.

Dari sisi cara memasukkan ke dalam tubuh, sejumlah 83 persen kandidat vaksin Covid-19 diberikan dengan jalan disuntikkan. Sebagian kecil, sebesar 5 persen, diberikan dengan jalan diteteskan di mulut (oral). Selebihnya, sebesar 13  persen belum ditentukan dengan pasti cara pemberian vaksin mesti dilakukan.

Dari total 273 vaksin di atas, hingga 26 Januari 2021 terdapat 16 vaksin yang telah mencapai uji klinis tahap III yang dibuat dengan jenis yang berbeda-beda.

Terdapat enam kandidat vaksin Covid-19 yang dibuat dari virus yang telah dibuat tidak aktif (inactivated virus). Keenam kandidat vaksin tersebut merupakan vaksin Covid-19 buatan Sinovac, Sinopharm bersama China National Biotec Group dan Wuhan Institute of Biological Products, Sinopharm dengan China National Biotec Group dan Beijing Institute of Biological Products, Institute of Medical Biology bersama Chinese Academy of Medical Sciences, Research Institute for Biological Safety Problems, serta Bharat Biotech International Limited.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Tenaga medis menujukkan vaksin Covid-19 produksi Sinovac yang akan disuntikkan kepada tenaga kesehatan pada tahap kedua di Puskesmas Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (28/1/2021).

Selain itu, terdapat empat kandidat vaksin Covid-19 yang diproduksi dengan model viral vector. Keempat vaksin tersebut diproduksi oleh AstraZeneca bersama Universitas Oxford, CanSio Biological Inc bersama Beijing Institute of Biotechnology, Gamaleya Research Institute bersama Kementerian Kesehatan Rusia, serta perusahaan farmasi Janssen.

Sejumlah tiga kandidat vaksin Covid-19 yang lain diproduksi dengan model RNA. Ketiga kandidat vaksin tersebut diproduksi oleh Moderna bersama National Institute of Allergy and Infectious Diseases, Pfizer/BioNTech bersama Fosun Pharma, serta CureVac AG.

Dua kandidat vaksin Covid-19 diproduksi dengan model protein subunit, yakni vaksin buatan Novavax serta Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical bersama Institute of Microbiology dari Chinese Academy of Sciences. Terakhir, satu kandidat vaksin diproduksi dengan model DNA, yakni vaksin buatan Zydus Cadila.

Dari sisi asal negara, China menjadi negara pengembang vaksin Covid-19 terbanyak yang telah memasuki uji coba klinis tahap ketiga, yakni lima kandidat vaksin. Selanjutnya, terdapat AS, Jerman, India, dan Inggris dengan masing-masing dua kandidat vaksin Covid-19 yang telah memasuki uji klinis ketiga. Sementara, Rusia, Belgia, dan Kazakhstan telah mengembangkan satu kandidat vaksin pada tahap ini.

Penggunaan di berbagai negara

Berbagai kandidat vaksin Covid-19 yang telah memasuki uji klinis tahap 3 di atas mulai digunakan di berbagai negara sejak akhir tahun 2020. Masing-masing negara memiliki pertimbangan kebijakannya sendiri dalam menentukan vaksin Covid-19 yang mereka gunakan.

Hingga 26 Januari 2021, tercatat terdapat sepuluh vaksin Covid-19 yang telah digunakan di berbagai negara.

  1. Vaksin buatan Moderna. Vaksin ini merupakan jenis vaksin RNA. Vaksin ini telah mulai digunakan di Kanada, Israel, Swiss, Uni Eropa, AS, dan Inggris.
  2. Vaksin buatan Pfizer/BioNTech. Vaksin ini merupakan jenis vaksin RNA. Vaksin ini mendapatkan izin dari European Commission dan digunakan di Argentina, Meksiko, Arab Saudi, Kanada, Bahrain, AS, dan Inggris.
  3. Vaksin buatan AstraZeneca dan Universitas Oxford. Vaksin ini merupakan jenis vaksin viral vector. Vaksin ini mendapatkan izin penggunaan di Argentina, Brazil, Republik Dominikan, El Salvador, India, Meksiko, Maroko, Pakistan, dan Inggris.
  4. Vaksin buatan Gamaleya atau disebut juga vaksin Sputnik-V. Vaksin ini merupakan jenis vaksin viral vector yang dikembangkan di Rusia. Vaksin ini mendapatkan izin penggunaan di Algeria, Argentina, Bolivia, Hungaria, Palestina, Paraguay, Serbia, Turkmenistan, Uni Emirat Arab, Venezuela, dan terdaftar di Belarusia serta Rusia.
  5. Vaksin buatan CanSino Biologics-Beijing Institute of Biotechnology-Petrovax. Vaksin jenis viral vector ini digunakan untuk militer China oleh Komisi Sentral Militer Ch
  6. Vaksin buatan Research Institute for Biological Safety Problems, Kazakhstan. Vaksin ini dibuat dari virus yang telah tidak aktif (inactivated). Vaksin ini telah terdaftar sementara di Kazakhstan sehingga digunakan sebagai vaksin di Kazakhstan.
  7. Vaksin buatan Wuhan Institute of Biological Products-Sinopharm. Vaksin ini merupakan jenis vaksin dengan virus yang telah dibuat tidak aktif (inactivated). Vaksin ini digunakan di China dan Uni Emirat Arab.
  8. Vaksin buatan Sinovac-Instituto Butantan-Bio Farma. Vaksin model inactivated virus ini digunakan di China, Brazil, dan Indonesia.
  9. Vaksin buatan Beijing Institute of Biological Products-Sinopharm. Vaksin model inactivated virus ini digunakan di Bahrain, China, Pakistan, and Uni Emirat Arab.
  10. Vaksin buatan Bharat Biotech. Vaksin ini dikembangkan dan digunakan di India. Ia termasuk model virus yang dibuat tidak aktif (inactivated virus).

KOMPAS/PRIYOMBODO

Petugas vaksinator mempersiapkan vaksin Covid-19 produksi Sinovac untuk disuntikkan ke petugas medis dalam vaksinasi Covid-19 tahap ke dua di Puskesmas Jurangmangu, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (29/1/2021). Vaksinasi Covid-19 tahap ke dua kepada petugas medis di berbagai daerah mulai dilaksanakan.

Emergency Use Authorization

Hampir semua vaksin di atas digunakan untuk vaksinasi dengan prosedur perizinan penggunaan darurat (emergency use authorization). Beberapa negara menggunakan istilah lain untuk menunjukkan perizinan yang belum penuh dan dalam situasi luar biasa, seperti istilah “emergency registration, temporary authorization”, serta “temporary authorization for emergency use”.

Selain itu, bentuk izin yang diberikan beberapa negara terhadap suatu vaksin juga tidak selalu sama, misalnya saja izin yang diberikan untuk vaksin buatan Moderna. Kanada dan Swiss memberikan status “authorized” kepada vaksin ini. Sementara, AS dan Inggris memberikan status “emergency use authorization dan “temporary authorization.

Food And Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat menjelaskan bahwa Emergency Use Authorization (EUA) adalah suatu mekanisme untuk mempermudah pengadaan dan penggunaan suatu tindakan medis dalam merespons bahaya-bahaya yang terjadi dalam situasi kegentingan kesehatan publik. Pengadaan dan penggunaan vaksin termasuk salah satu dari tindakan medis tersebut. Izin ini diberikan supaya suatu produk medis yang belum mendapat persetujuan dapat digunakan secara darurat untuk mendiagnosis, mengobati, atau mencegah terjadinya situasi serius yang membahayakan nyawa.

Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk memperoleh perizinan penggunaan darurat ini, salah satunya adalah tidak adanya alternatif lain yang adekuat, teruji, dan tersedia untuk mengatasi kondisi medis yang darurat ini.

Kriteria paling minim dari perizinan ini dilandaskan pada etika utilitarianisme. Prinsip etika utilitarianisme adalah bahwa kebaikan yang diketahui dan dimungkinkan dari penggunaan vaksin ini masih lebih tinggi dari bahaya-bahaya yang mungkin terjadi. Pendapat ini dinyatakan oleh seorang ahli kedokteran dan wakil dekan Sekolah Kesehatan Publik Bloomberg, Universitas Johns Hopkins, Joshua Sharfstein.

Akan tetapi, kriteria tersebut hanyalah kriteria minimum. Hasil uji klinis yang menunjukkan tingkat keamanan dan efektivitas vaksin tetap merupakan syarat keharusan dalam pengajuan perizinan penggunaan vaksin darurat. Perusahaan pembuat vaksin mesti mengajukannya kepada otoritas pengendalian obat  di suatu negara tempat vaksin ini hendak digunakan.

Praktik pemberian EUA ini merupakan kebijakan yang cukup baru. Selain untuk vaksin Covid-19, izin penggunaan darurat pernah diterbitkan untuk menangani kasus anthrax, ebola, enterovirus, H7N9 influenza, dan wabah sindrom gangguan pernapasan yang terjadi di Timur Tengah.

Setelah mengeluarkan EUA, otoritas kesehatan yang mengeluarkannya tetap harus memantau penggunaan vaksin. Apabila didapati bahwa dampak buruknya jauh lebih besar, otoritas kesehatan akan segera menarik izin tersebut.

Contoh kasus penarikan EUA terjadi ketika FDA di AS menarik EUA yang diberikan untuk penggunaan hydroxychloroquine dalam situasi pandemi Covid-19. Pada waktu izin diterbitkan, tidak banyak informasi yang diketahui tentang efektivitas obat ini. Namun, ketika menjadi jelas bahwa bahayanya lebih besar, FDA segera menarik izin yang diberikannya.

Prioritas program vaksinasi Covid-19

Selain memerlukan izin dalam menggunakan vaksin Covid-19, suatu negara perlu merancang sasaran prioritas dalam program vaksinasinya. Untuk membantu otoritas kesehatan suatu negara menentukan kebijakan strategi vaksinasi Covid-19, WHO mengembangkan pedoman yang disebut SAGE Value Framework. Pedoman tersebut disusun oleh Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE) dan diterbitkan pada 14 September 2020.

Pedoman ini diperlukan karena dalam kondisi kegentingan pandemi Covid-19, suplai vaksin sangat terbatas sehingga skema prioritas dan tahapan vaksinasi diperlukan. Pedoman ini tidak memberikan jenjang prioritas target vaksinasi yang harus diterapkan oleh negara-negara, melainkan memberikan pedoman tentang diskresi kebijakan pada beberapa skenario kasus yang mungkin terjadi.

Ketika diterbitkan pada bulan September 2020, belum ada data cukup tentang vaksin yang telah dikembangkan sampai pada tahap uji klinis III. Oleh karenanya, pedoman SAGE Value Framework ini masih berupa pedoman kasar tentang hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam kebijakan kesehatan di suatu negara. Penetapan prioritas vaksinasi pada praktiknya tetap harus mempertimbangkan kondisi khusus epidemi di suatu negara, pertimbangan dampak terhadap beragam jenis kelompok masyarakat, jenis vaksin yang tersedia, serta jumlah ketersediaannya.

Terdapat satu tujuan utama dan enam prinsip yang diberikan oleh SAGE Value Framework sebagai pertimbangan bagi setiap otoritas kesehatan berbagai negara. Tujuan utamanya adalah bahwa vaksin Covid-19 mesti ditujukan demi kemasyalahatan publik dan mesti didistribusikan secara signifikan demi perlindungan yang adil dan memperjuangkan kebaikan setiap insan di seluruh dunia. Keenam prinsip yang menjadi panduan adalah sebagai berikut.

  • Kebaikan Umat Manusia
  • Penghormatan yang adil
  • Kesetaraan global
  • Kesetaraan nasional
  • Hubungan Timbal-balik (Reciprocity)
  • Keabsahan (legitimacy)

Dengan pedoman ini, diharapkan negara-negara dapat mengambil kebijakan yang didasarkan pada nilai-nilai yang disetujui bersama.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Tenaga kesehatan yang telah mendapat suntikan vaksin Covid-19 menjalani masa observasi untuk mendeteksi kemungkinan kejadian ikutan pascaimunisasi di Grha Sabha Pramana UGM, Yogyakarta, Kamis (28/1/2021).

Pada 13 November 2020, WHO menerbitkan pedoman lanjutan dari SAGE Framework, yakni WHO SAGE Roadmap for Prioritizing Uses of Covid-19 Vaccines in the Context of Limited Supply. Dokumen ini memberikan pedoman lebih konkret dan detail yang dapat dijadikan pedoman bagi negara-negara dalam pengambilan keputusan program vaksinasinya.

Dokumen lanjutan ini menyajikan pedoman tentang prioritas penerima vaksin dalam beberapa jenis skenario perkembangan pandemi Covid-19 dalam konteks epidemiologi yang berbeda-beda: (1) kondisi penularan dalam suatu kelompok (Community Transmission), (2) kondisi kasus-kasus sporadis atau dalam kluster-kluster (Sporadic Cases or Clusters of Cases), dan (3) situasi tanpa kasus. Tiap-tiap situasi epidemiologi di atas memerlukan strategi yang berbeda dalam penerapan nilai-nilai SAGE.

Di Indonesia, program vaksinasi dilaksanakan melalui empat tahap. Hal ini dibuat berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.02/4/1/2021 yang diterbitkan pada 2 Januari 2021. Tahapan-tahapan ini sekaligus menunjukkan prioritas vaksinasi di Indonesia, mulai dari tenaga kesehatan, petugas pelayanan publik, masyarakat rentan, hingga masyarakat umum. (LITBANG KOMPAS)

Referensi