Paparan Topik | Bahan Pokok

Komoditas Cabai: Sejarah, Manfaat, Produksi, Distribusi dan Perkembangan Harga

Hampir setiap menjelang Hari Lebaran harga cabai merah maupun cabai rawit melonjak karena tingginya permintaan komoditas tersebut. Meski hanya sebagai bumbu dapur, pedasnya harga cabai itu mampu memicu inflasi dan menggerus daya beli masyarkat.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Pedagang sayur menunggu pembeli di pasar Mayestik, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (13/3/2022). Harga cabai rawit merah mengalami kenaikkan cukup signifikan yaitu Rp 80.000 dari sebelumnya 35.000 per kilogram sejak sepekan terakhir.

Fakta Singkat

  • Tanaman cabai berasal dari Amerika Selatan, yakni dari Peru dan Meksiko.
  • Cabai masuk ke Indonesia pada abad ke-16 bersamaan dengan masuknya pelaut dari Eropa ke Asia Tenggara.
  • Produksi cabai Indonesia tiap tahun 2 juta ton. Tahun 2020, produksi cabai berbagai jenis mencapai 2,77 juta ton.
  • Sentra produksi cabai terdapat di Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh.
  • Kebutuhan cabai di Indonesia tiap tahun mencapai 2 juta ton yang terdiri dari cabai merah sebesar 1,01 juta ton per tahun, dan cabai rawit mencapai 0,97 juta ton per tahun.
  • Konsumsi cabai merah pada 2019 mencapai 1,57 kg/kapita/tahun, sementara cabai rawit sebesar 1,46 kg/kapita/tahun
  • Pada 2018, harga cabai tertinggi pernah mencapai Rp120.000 per kg atau setara harga per kilogram daging sapi.

Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang paling banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dalam berbagai jenis masakan khas Nusantara. Meski bukan kebutuhan pokok, komoditas ini hampir pasti dibutuhkan bagi masakan khas tiap daerah di Indonesia. Menjelang perayaan hari besar seperti Lebaran dan Tahun Baru, permintaan komoditas cabai biasanya meningkat dan berdampak pada kenaikan harga.

Alhasil, cabai menjadi salah satu komoditas yang masuk dalam kelompok pembentuk inflasi. Kenaikan harga komoditas ini berdampak pada inflasi sehingga bisa menurunkan daya beli masyarakat dan berpotensi menahan laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menstabilkan pasokan dan meredam kenaikan harga cabai antara lain dengan mengadakan buffer stock berupa standing crop di wilayah-wilayah daerah penyangga, mengedukasi masyarakat untuk mengkonsumsi cabai olahan, sehingga tidak tergantung kepada cabai segar, dan menggerakkan masyarakat untuk bertanam cabai di pekarangan.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Pedagang menyortir cabe rawit merah di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur, Senin (28/3/2022). Berdasarkan situs sistem pemantauan pasar dan kebutuhan pokok Kemendag, harga rata-rata cabe rawit merah di Jakarta hari ini adalah Rp 60.900 per kilogram. Harga cabe dan bahan pangan lain mulai mengalami kenaikan jelang Ramadhan.

Sejarah

Tanaman cabai (Capsicum) bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini berasal dari daerah tropika di benua Amerika, khususnya di Peru, Colombia, Amerika Selatan, dan kemudian menyebar ke Amerika Latin.

Cabai sudah dibudidayakan lebih dari 5.000 tahun lalu. Hal itu berdasarkan bukti yang ditemukan dalam penggalian sejarah Peru dan Meksiko di mana ditemukan sisa-sisa biji tanaman itu yang telah berumur lebih dari 5000 tahun. Tanaman ini banyak ditemukan dan ditanam di Amerika Tengah dan Amerika Selatan oleh berbagai peradaban sebelum era Columbus.

Tanaman cabai kemudian menyebar ke seluruh Eropa setelah dibawa oleh rombongan Christopher Columbus pada waktu penemuan benua Amerika abad ke-15. Pada saat rombongan Colombus kembali ke Eropa, mereka membawa benih cabai ke Spanyol pada 1493 dan mulai ditanam di Eropa.

Tanaman yang buahnya pedas ini kemudian menyebar ke Asia termasuk Asia Tenggara pada abad ke-16. Tanaman yang rasa buahnya pedas itu dibawa pelaut Portugis dan Spanyol yang datang ke kawasan itu.

Di Benua Amerika, tanaman genus Capsicum ini bernama Chili dan diserap ke dalam kosakata Bahasa Inggris dengan nama Chili. Sementara di Indonesia, tanaman itu dinamakan cabai karena masyarakat Nusantara telah mengenal tanaman bernama cabya yang memiliki nama latin Piper Retrofractum Vahl yang rasanya pedas. Cabya merupakan jenis tanaman dari genus lada dan sirih-sirihan yang punya sifat sebagai rempah pemedas untuk mengolah makanan.

Pada masa kuno, cabya banyak tumbuh di wilayah Jawa dan masyarakat setempat menyebutnya sebagai cabe jawa atau cabai atau lombok. Kemudian masuk tanaman cabai yang dibawa orang-orang Eropa ke tanah Jawa.  Kemudian tanaman genus Capsicum ini dibudidayakan secara masif di Nusantara.

Banyaknya masyarakat yang menanam Capsicum ternyata menyebabkan turunnya popularitas cabya jawa. Masyarakat Nusantara sendiri umumnya lebih memilih menyukai Capsicum dan menjadi bahan bumbu masakan pemedas primadona baru di Nusantara dan kemudian disebut sebagai cabai.

Secara taksonomi, cabai termasuk ke dalam jenis terung-terungan (solanaceae) dengan tinggi pohon sekitar 50 cm. Batang pohon cabai merupakan jenis batang yang banyak bercabang. Daun cabai berwarna hijau, bunga berwarna putih berbentuk terompet. Buah cabai berwarna hijau tua atau hijau kekuningan jika masih muda dan berwarna merah jika sudah masak.

Genus Capsicum terdiri atas 30 spesies lima di antaranya telah dibudidayakan, yaitu C. annuum, C. frutescens, C. pubescence, C. baccatum, dan C. chinense. Di antara lima spesies tersebut, yang paling banyak diusahakan di Indonesia adalah C. annuum (cabai merah besar dan keriting), kemudian C. frutescens (cabai rawit). Tiga jenis cabai yang bercita rasa pedas itu hingga kini masih menjadi primadona bumbu masakan masyarakat Indonesia.

Bagian dari tanaman cabai yang digunakan biasanya adalah buahnya yang dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung penggunaannya. Di Asia Tenggara termasuk Indonesia, cabai sangat populer sebagai penguat rasa makanan.

Di beberapa daerah di Indonesia, cabai memiliki sebutan yang berbeda-beda. Contohnya seperti cabe dan cengek (Sunda), lombok (Jawa), cabhi (Madura), campli (Aceh), lasina (Batak Karo), lado (Minangkabau), tabia (Bali), sebia (Sasak/Lombok), rica (Manado), bisa (Sangir), lada (Makasar), siri (Ambon), maricang (Halmahera), rica lamo (Ternate Tidore), maresen (Papua Barat), riksak (Papua Barat).

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Pedagang melayani pembeli cabai rawit di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Senin (3/1/2022). Badan Pusat Statistik mencatat inflasi pada Desember sebesar 0,57 persen. Inflasi, antara lain, dipengaruhi oleh kenaikan harga beberapa komoditas, seperti cabai rawit, minyak goreng, dan telur ayam ras

Manfaat cabai

Cabai mengandung capsaicin, dihidrocapsaicin, vitamin A dan C, zat warna capsaicin, karoten, kapsisidin, kapsikol, zeasantin, kriptosantin, dan clan lutein. Selain itu, juga mengandung mineral, seperti zat besi, kalium, kalsium, fosfor, dan niasin. Cabai juga mengandung selonine dan antosianin. Kandungan dalam cabai itu mampu melindungi pencernaan dari infeksi, memaksimalkan produksi cairan pencernaan, serta membantu distribusi enzim ke perut.

Zat aktif capsaicin dalam buah cabai berkhasiat sebagai stimulan. Jika seseorang mengonsumsi kapsaisin terlalu banyak akan mengakibatkan rasa terbakar di mulut dan keluarnya air mata. Selain kapsaisin, cabai juga mengandung kapsisidin. Khasiatnya untuk memperlancar sekresi asam lambung dan mencegah infeksi sistem pencernaan. Unsur lain di dalam cabai adalah kapsikol yang dimanfaatkan untuk mengurangi pegal-pegal, sakit gigi, sesak nafas, dan gatal-gatal.

Rasa pedas cabai yang disebabkan oleh kandungan capsaicin yang akan meningkatkan suhu tubuh sehingga metabolisme di dalam tubuh juga meningkat. Akibatnya, aliran darah bertambah kencang, kejang otot dan rematik juga bisa diobati dengan cabai karena sifatnya yang analgesik. Kapsaicin dalam cabai bisa menumpukan kepekaan saraf tepi sehingga berfungsi untuk antialergi

Capsaicin juga berfungsi untuk menstimulir detector panas dalam kelenjar hypothalmus sehingga mengakibatkan perasaan tetap sejuk walaupun udara panas. Penelitian lain menunjukkan bahwa capsaicin dapat menghalangi bahaya pada sel trachea, bronchial, dan bronchoconstriction yang disebabkan oleh asap rokok dan polutan lainya. Hal ini berarti cabai sangat baik bagi penderita asma dan hipersensitif udara. Capsaicin juga dipergunakan dalam pembuatan krim obat gosok antirematik maupun dalam bentuk koyo cabai.

Cabai juga dapat menyembuhkan kanker walaupun belum ada data ilmiah yang membuktikannya secara akurat. Namun, hal ini sangat mungkin terjadi sebab cabai kaya antioksidan utama yang terdapat pada buah dari keluarga terung-terungan ini, yakni solanin. Pada terung, khasiat solanin sebagai anti kanker telah terbukti secara nyata.

Selain solanine, cabai juga mengandung antosianin yang sebelumnya telah dikenal sebagai antioksidan yang ampuh melawan kanker. Seperti halnya pada sayuran atau buah-buahan, antioksidan tersebut terbukti efektif melawan dan mengambat kanker.

Manfaat lainnya adalah penyembuh luka, pereda demam tinggi, meredakan pilek dan hidung tersumbat karena capsaicin dapat mengencerkan lendir, memperkecil risiko terserang stroke, penyumbatan pembuluh darah, impotensi, dan jantung koroner karena capsaicin membuat darah akan tetap encer sehingga darah akan mengalir dengan lancar dan mengurangi terjadinya penggumpalan darah (trombosis).

Selain itu, cabai juga sebagai antibiotik alami, meringankan keluhan sakit kepala dan nyeri sendi, meningkatkan nafsu makan, menurunkan kadar kolesterol, menormalkan kembali kaki dan tangan yang lemas, dan meredakan migrain.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Pedagang sayur melayani pembeli cabai di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Minggu (26/12/021). Lima hari menjelang pergantian tahun 2021 ke 2022, sejumlah harga sayur dan kebutuhan pokok lainya mengalami kenaikan. Harga cabai rawit merah di saat normal yang dihargai Rp 35.000 per kilogramnya saat ini telah mencapai Rp 120.000. Kenaikan harga sayuran dipicu oleh minimnya pasokan dari petani yang terdampak cuaca buruk.

Produksi

Tanaman cabai cocok untuk budidaya di Indonesia karena matahari bersinar penuh sepanjang waktu. Tanaman ini bisa tumbuh dengan baik di dataran rendah hingga ketinggian 1400 meter dpl.

Suhu yang optimal untuk pertumbuhan cabe merah, antara 24–28 derajat Celcius. Pada suhu yang terlalu dingin dibawah 15 atau panas di atas 32 pertumbuhan tanaman akan terganggu. Cabe bisa tumbuh pada musim kemarau asal mendapatkan pengairan yang cukup. Sementara curah hujan yang cocok untuk tanaman ini berkisar 800–2000 mm per tahun dengan kelembaban 80 persen.

Produksi cabai nasional dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal tersebut tak bisa lepas dari usaha pemerintah membuka lahan tanam cabai merah hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Pembukaan lahan tanam tersebut merupakan salah satu upaya untuk mengamankan pasokan khususnya pada momen-momen di mana permintaan terhadap komoditas meningkat.

Sentra produksi cabai terdapat di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Tmur dan Aceh. Berdasarkan data produksi tanaman cabai besar BPS, keenam provinsi tersebut selalu menduduki peringkat tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi cabai nasional tahun 2020 mencapai 2,77 juta ton  atau naik 7,11 persen dibandingkan pada 2019. Sepanjang 2020, produksi cabai tertinggi terjadi pada bulan Agustus, yakni mencapai 280,78 ribu ton dengan luas panen sebesar 73,77 ribu hektare.

Produksi Cabai Nasional 2020 (ton)

Provinsi Cabai Merah Cabai Rawit Jumlah
Aceh              73.444           64.782            138.226
Sumatera Utara            193.862           61.160            255.022
Sumatera Barat            133.190           33.356            166.546
Riau              16.735              8.627               25.362
Jambi              47.133           13.588               60.721
Sumatera Selatan              28.497           11.645               40.142
Bengkulu              39.638           11.476               51.114
Lampung              37.987           10.558               48.545
Kep. Bangka Belitung                6.955              3.386               10.341
Kep. Riau                4.181              2.230                 6.411
Dki Jakarta  0.00  0.00                      –
Jawa Barat            266.067         130.838            396.905
Jawa Tengah            166.260         159.099            325.359
Di Yogyakarta              44.521           15.052               59.573
Jawa Timur              99.110         684.943            784.053
Banten                6.947              5.861               12.808
Bali                8.049           35.331               43.380
Nusa Tenggara Barat              20.092           98.941            119.033
Nusa Tenggara Timur                3.350           10.468               13.818
Kalimantan Barat                2.022              6.133                 8.155
Kalimantan Tengah                1.380              6.124                 7.504
Kalimantan Selatan              12.655           15.616               28.271
Kalimantan Timur                4.290              9.081               13.371
Kalimantan Utara                1.778              3.330                 5.108
Sulawesi Utara                8.674           22.414               31.088
Sulawesi Tengah                7.238           25.042               32.280
Sulawesi Selatan              17.549           24.052               41.601
Sulawesi Tenggara                1.963              3.801                 5.764
Gorontalo                    334           14.729               15.063
Sulawesi Barat                1.282              1.399                 2.681
Maluku                2.035              5.027                 7.062
Maluku Utara                4.170              4.527                 8.697
Papua Barat                    812              2.351                 3.163
Papua                1.993              3.436                 5.429
Indonesia 1.264.193 1.508.403   2.772.596

Sumber: BPS

Tahun 2020, Provinsi Jawa Timur merupakan produsen cabai terbesar di Indonesia dengan produksi 784,05 ribu ton atau 28,28 persen dari produksi cabai nasional. Disusul Jawa Barat dengan produksi sebesar 396,91 ribu ton atau 14,32 persen dari produksi cabai nasional. Lalu Jawa Tengah di posisi berikutnya dengan produksi sebesar 325,36 ribu ton atau 11,73 persen dari produksi cabai nasional.

Terdapat  5 kabupaten yang menjadi sentra produksi cabai merah terbesar di Jawa Timur, yang pertama adalah Kabupaten Malang dengan total produksi  tahun 2020 mencapai 28.157 ton dengan luas area panen sebesar 2.243 ha. Disusul Kabupaten Blitar dengan total produksi mencapai 17.755 ton dengan luas area panen sebesar 1.387 ha dan Kabupaten Tuban dengan total produksi mencapai 10.657 ton dengan luas area panen sebesar 1.778 ha.

Sedangkan di peringkat keempat adalah Kabupaten Lumajang dengan total produksi mencapai 7.403 ton dengan luas area panen sebesar 639 ha, dan diperingkat kelima adalah Kabupaten Jember dengan total produksi mencapai 6.083 ton dengan luas area panen sebesar 549 ha.

Jika dicermati lebih jauh, sentra produksi utama cabai merah di Jawa Barat  terdapat di Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, Cianjur, dan Bandung. Sementara di Jawa Tengah terdapat di Kabupaten Magelang dan Temanggung. Adapun di Jawa Timur  sentranya di Kabupaten Malang dan Banyuwangi.

Perkembangan Produksi Cabai Nasional (ribu ton)

Tahun Produksi
2004 1.101.000
2006 1.185.000
2008 1.159.000
2011 1.221.000
2016 1.961,58
2017 2.359,43
2018 2.542,34
2019 2.588,63
2020 2.772,59

Sumber: BPS

Adapun sentra utama cabai keriting terdapat di Kabupaten Bandung, Brebes, Rembang, Tuban, Rejanglebong, Solok, Karo, dan Banyuasin. Sentra utama cabe rawit adalah Kabupaten Lombok Timur, Kediri, Jember, Boyolali, Sampang, Banyuwangi, Blitar, dan Lumajang.

Tingginya produksi cabai nasional itu membuat Indonesia bisa dikatakan swasembada cabai. Bahkan kelebihan produksi cabai Indonesia mampu diekspor ke sejumlah negara. Tahun 2020 nilai ekspor cabai mencapai 25,18 juta dollar AS, naik 69,86 persen dari tahun 2019  yang nilanya mencapai 10,36 juta dollar AS . Negara yang menjadi tujuan ekspor cabai Indonesia antara lain Saudi Arabia (3,3 ribu ton), Malaysia (1,37 ribu ton), dan Nigeria (793 ton).

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Petani menyemprotkan obat ke tanaman cabai yang ditanam di area pertanian lahan pasir di kawasan Pantai Trisik, Galur, Kulon Progo, DI Yogyakarta, Senin (1/11/2021). Lahan pasir pantai Kulon Progo seluas 2.930 hektar saat ini dimanfaatkan sebagian besar untuk tempat budi daya tanaman cabai dengan hasil panen sekitar 12 ton per hektar. Budi daya cabai di lahan pasir pantai Kulon Progo mendorong kabupaten itu tampil menjadi salah satu sentra cabai tingkat nasional.

Distribusi dan perdagangan

Distribusi perdagangan cabai di Indonesia melibatkan seluruh pelaku usaha distribusi perdagangan baik yang termasuk pada level pedagang besar (seperti: distributor, subdistributor, pedagang pengepul, agen, dan pedagang grosir) maupun yang termasuk pada level pedagang eceran (seperti: supermarket/swalayan dan pedagang eceran).

Mereka menjalankan perannya masing-masing dalam rantai distribusi perdagangan cabai. Pedagang-pedagang pada level pedagang besar menjalankan perannya sebagai perantara di bagian hulu, sedangkan pedagang-pedagang pada level pedagang eceran menjalankan perannya sebagai perantara di bagian hilir dalam rantai pendistribusian hingga sampai ke tangan konsumen akhir.

Di level pedagang besar sendiri terdapat hierarki pada status fungsi kelembagaan usaha yang didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu, misalnya berdasarkan besarnya volume penjualan. Sebagai contoh, distributor memiliki tingkatan yang lebih tinggi jika dibandingkan subdistributor atau pedagang grosir. Pada umumnya, pedagang yang berada pada tingkat yang lebih tinggi akan menjual barang dagangannya ke pedagang lain yang berada pada tingkat yang lebih rendah.

Pola utama distribusi perdagangan merupakan jalur penjualan dengan persentase volume terbesar dari produsen ke pelaku usaha distribusi perdagangan hingga ke konsumen akhir.

Alur distribusi perdagangan cabai merah secara umum di Indonesia yang dimulai dari petani yang mendistribusikan hasil produksinya ke pedagang besar, yaitu pedagang pengepul. Pedagang pengepul kemudian mendistribusikan kembali pasokan cabai merah yang diterimanya ke pedagang eceran hingga sampai ke tangan konsumen akhir, yaitu rumah tangga.

Berdasarkan data BPS, marjin perdagangan yang diterima oleh pedagang cabai di Indonesia adalah sebesar 61,31 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan harga cabai merah dari tingkat petani sampai dengan konsumen akhir di Indonesia adalah sebesar 61,31 persen dengan melibatkan dua pelaku usaha distribusi perdagangan utama, yaitu pedagang pengepul dan pedagang eceran. Kedua pelaku usaha distribusi perdagangan tersebut mengambil margin perdagangan dan pengangkutan masing-masing sebesar 30,93 persen dan 23,20 persen.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Cabai rawit merah dan beberapa jenis cabai lain di lapak kios JM Putra 2, Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (14/12/2021). Cabai rawit merah di pasar induk ini dijual dengan harga Rp 82.000 per kilogram. Lonjakan harga cabai rawit merah ini menjadi fenomena menjelang natal dan tahun baru. Selain itu faktor cuaca juga menjadi salah satu penyebab kenaikan harga ini.

Konsumsi

Data Susenas menunjukkan bahwa komoditas cabai merah merupakan salah satu komoditas makanan yang paling banyak dikonsumsi di setiap provinsi. Tingginya tingkat konsumsi komoditas makanan kelompok sayuran ini dapat dikaitkan dengan budaya kuliner masyarakat Indonesia yang menggunakan cabai merah sebagai bumbu dasarnya.

Tingkat ketercukupan konsumsi cabai merah di tiap provinsi mencapai 170 persen. Artinya, setiap provinsi mengalami surplus hingga sebesar 70 persen. Namun, terdapat 6 provinsi yang belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan domestik, sehingga perlu mendatangkan pasokan dari luar provinsi. Provinsi tersebut meliputi Riau, Kep. Bangka Belitung, Kep. Riau, DKI Jakarta, Banten, dan Maluku. Rata-rata defisit yang dialami oleh provinsi tersebut adalah sebesar 42 persen.

Jika dicermati lebih jauh selama 6 tahun (2016–2021), kebutuhan cabai di Indonesia tiap tahun mencapai 2 juta ton yang terdiri dari cabai merah sebesar 1,01 juta ton per tahun, dan cabai rawit per tahun mencapai 0,97 juta ton. Kebutuhan itu sebagian besar terserap untuk konsumsi rumah tangga, kebutuhan hotel, restoran, dan warung PKL, dan kebutuhan industri.

Rata-Rata Konsumsi komoditas cabai (ons/kapita/minggu)

Tahun Cabai merah Cabai rawit
2007 0,282 0,291
2008 0,297 0,277
2009 0,292 0,247
2010 0,293 0,249
2011 0,287 0,232
2012 0,317 0,269
2013 0,273 0,244
2014 0,280 0,242
2015 0,057 0,057
2016 0,044 0,047
2017 0,034 0,029
2018 0,034 0,035
2019 0,038 0,038
2020 0,032 0,034
2021 0,035 0,037

Sumber: BPS

Berdasarkan catatan Kementerian Pertanian, konsumsi cabai per kapita lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2016 konsumsi cabai secara umum mencapai 2,90 kg/kapita, sementara pada tahun 2017 (2,95 kg/kapita), tahun 2018 (3,00 kg/kapita) dan tahun 2019 (3,05 kg/kapita).

Jika ditelusuri lebih jauh, konsumsi untuk cabai merah pada tahun 2016 sebesar 1,55 (kg/kapita), sementara pada tahun 2017 jumlah konsumsi menjadi 1,56 (kg/kapita) dan pada tahun 2019 meningkat menjadi 1,58 (kg/kapita). Sedangkan konsumsi untuk cabai rawit tahun 2016 sebesar 1,35 (kg/kapita), tahun 2018 konsumsi 1,43 (kg/kapita), tahun 2019 meningkat sebesar 1,46 (kg/kapita).

Adapun menurut catatan Badan Pusat Statistik, konsumsi cabai merah dan cabai rawit pada tahun 2020 sebesar 32 gram per kapita per minggu atau 2,08 kg per kapita per tahun, sementara untuk cabai rawit sebesar 34 gram per kapita per minggu (2,21 kg/kapita/tahun). Konsumsi cabai merah dan cabai rawit itu diprediksi meningkat menjadi 35 gram/kapita/minggu dan 37 gram per kapita per minggu pada tahun 2021.

KOMPAS/ANGGER PUTRANTO

Sejumlah buruh petik memanen cabai rawit di kebun cabai Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, Senin (14/12/2020). Kendati harga cabai di pasaran naik hingga Rp 34.000 per kg, petani tidak terlalu merasakan untung karena biaya produksi juga mengalami peningkatan akibat kelangkaan pupuk subsidi beberapa saat lalu.

Perkembangan harga

Cabai merupakan salah satu komoditas pertanian paling atraktif. Pada saat-saat tertentu, harganya bisa naik berlipat-lipat. Pada momen lain bisa turun hingga tak berharga. Disamping fluktiasi harga, budidaya cabe cukup rentan dengan kondisi cuaca dan serangan hama.

Secara umum, harga cabai merah bervariasi cukup tinggi pada setiap bulan dalam satu tahun. Fluktuasi harga yang terjadi setiap bulan dalam setahun seringkali sejalan dengan adanya momen hari raya, faktor cuaca, dan masa panen di wilayah sentra. Merujuk data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, pada periode 2017 hingga 2019, harga cabai meingkat sebesar 11,36 persen setiap tahun.

Selain faktor dari sisi penawaran dan permintaan, fluktuasi harga cabai merah dapat disebabkan oleh pendistribusian dari petani ke konsumen akhir yang belum efisien. Tingginya biaya transportasi pendistribusian komoditas dari daerah sentra ke daerah bukan sentra juga menjadi penyebab tingginya harga. Pada tahun 2019, rata-rata harga cabai merah di tingkat pasar mencapai lebih dari Rp60 ribu, dengan komposisi harga tertinggi mencapai Rp75 ribu (DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara) hingga Rp86 ribu (Kepulauan Riau).

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Pedagang memilah cabai rawit yang baru datang di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta, Minggu (27/12/2020). Sudah sejak awal bulan Desember harga cabai merah beranjak naik. Mulai dari kisaran Rp 30 ribu hingga saat ini mencapai Rp 60 ribu perkilogram. Datangnya musim hujan dan tingginya permintaan saat Natal dan menjelang Tahun Baru 2021 menjadi pemicu naiknya komoditas ini.

Perkembangan harga cabai di masa pandemi covid-19, yakni pada 2020 dan 2021 mengalami fluktuatif harga namun cenderung menurun dibandingkan harga sebelum pandemi. Penurun harga itu terjadi karena turunnya permintaan dan gangguan distribusi.

Harga cabai pada Desember 2020 meingkat karena tingginya permintaan terutama di masa libur Natal dan Tahun Baru. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), harga cabai merah besar rata-rata nasional Rp59.550 per kilogram. Sementara cabai merah keriting Rp54.050 per kilogram, cabai rawit hijau Rp55.200 per kilogram, dan cabai rawit merah Rp58.800 per kilogram.

Memasuki tahun 2021, harga cenderung menurun. Pada Agustus 2021 misalnya, harga cabai merah anjlok karena memasuki panen raya yang produksinya melimpah sementara permintaan menurun. Harga cabai saat panen raya itu sebesar 15 ribu per kg, padahal sebelumnya mencapai Rp40 ribu per kg.

Sementara pada bulan September 2021, harga cabai di tingkat eceran untuk cabai besar diperdagangkan dengan harga Rp26.700 per kg, cabai keriting senilai Rp18.000 per kg, cabai rawit hijau senilai Rp20.100 per kg, cabai rawit merah senilai Rp21.200 per kg.

Harga cabai kembali meningkat di bulan Desember 2021. Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP), kementerian Perdagangan, secara nasional harga rata-rata cabai merah sebesar Rp49.141/kg. Sementara untuk cabai rawit Rp81.656/kg.

KOMPAS/ALIF ICHWAN

Antrean warga berbelanja cabai dan bawang putih di halaman Toko Tani Indonesia Center (TTIC), Jakarta, Minggu (9/2/2020). Harga yang ditawarkan ke warga dalam operasi pasar tersebut, cabai merah dan cabai rawit masing-masing dijual seharga Rp 35.000 per kilogram, sementara bawang putih dijual Rp 30.000 per kilogram.

Tahun 2022, harga rata-rata cabai merah pada bulan Januari Rp37.782/kg, atau menurun sebesar -23,11 persen dibandingkan harga bulan Desember 2021, Rp49.141/kg. Sementara untuk cabai rawit juga mengalami penurunan, yaitu sebesar -24,00 persen dari bulan sebelumnya, dari Rp81.656/kg pada bulan Januari 2022 menjadi Rp62.062,/kg.

Dengan demikian, tingkat harga bulan Januari 2022 tersebut mengalami penurunan untuk cabai merah, dan juga untuk cabai rawit. Jika dibandingkan dengan harga bulan Janauri 2021, harga cabai merah mengalami penurunan sebesar -19,93 persen dan harga cabai rawit juga mengalami penurunan sebesar -18,30 persen.

Namun, harga itu kembali meningkat memasuki bulan Ramadhan 2022. Merujuk data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, pada pada 4 April 2022,  harga cabai merah keriting melesat 18,04 persen menjadi Rp58.900 per kg pada dibanding sebelum Bulan Puasa. Sementara harga cabai rawit merah juga melonjak 22,93 persen menjadi Rp78.550 per kg dan harga cabai rawit hijau naik 17,93 persen menjadi Rp55.250.

Jika ditelisik lebih jauh, lonjakan harga cabai yang berdampak pada meningkatnya inflasi pernah terjadi beberapa kali dalam kurun 25 tahun terakhir. Pada awal 1996 misalnya, harga cabai di Jakarta melonjak mencapai Rp20.000/kg sehingga mendorong naiknya angka inflasi.

Kemudian pada Desember 2007 atau menjelang Natal harga cabai cukup “pedas”, mencapai Rp40.000 kilogram, dari harga normal Rp7.000 kilogram. Kenaikan itu terutama di daerah-daerah yang masyarakatnya merayakan Natal seperti di Sulawesi Utara dan NTT.

Laju infasi nasional selama Januari–Desember 2010 mencapai 6,96 persen, sebesar 0, 32 persen di antaranya disumbang oleh kenaikan harga cabai.  Harga cabai rawit merah pada Desember 2010 Rp80.000 — Rp90.000 per kg, dan cabai rawit hijau Rp45.000 per kg. Adapun harga cabai merah keriting di sejumlah pasar di Jakarta berkisar antara Rp40.000 — Rp50.000 per kg. Padahal, pada tahun sebelumnya harga normal cabai rata-rata Rp15.000 per kg.

Oktober 2016, harga rata-rata cabai merah keriting naik 8,37 persen dari Rp33.700 per kilogram pada September menjadi Rp36.520 per kilogram. Sementara harga rata-rata nasional cabai merah besar juga naik sebesar 10,21 persen dari Rp32.410 per kilogram menjadi Rp35.720 per kilogram. Kondisi itu membuat Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian memantau stok cabai secara nasional.

Harga cabai terus melonjak sejak pertengahan Desember 2016 hingga pekan pertama Januari 2017. Harga cabai di Jawa Barat mencapai Rp120.000 per kilogram, sementara di Kalimantan Timur harga cabai rawit Rp85.000 hingga Rp100.000 per kilogram.

Pada Maret 2018, harga cabai terus melambung. Lonjakan harga disebabkan tanaman cabai membusuk akibat hujan sehingga pasokan dari sentra produksi minim. Harga cabai merah berkisar Rp65.000 — Rp70.000 per kg, sementara harga cabai rawit menyentuh Rp65.000 per kg.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Petani memanen cabai rawit di lahannya yang berada di kawasan Prambanan, Sleman, Yogyakarta, Jumat (17/11/2017). Setelah harga jatuh mencapai Rp 8.000 per kilogram di awal November, saat ini di tingkat petani, cabai rawit merah di kawasan tersebut dihargai Rp 15.000 per kg.

Menjelang Ramadan 2019 atau pada Mei 2019, harga cabai merah melonjak hingga di atas 50 persen dari hari biasa. Harga cabai merah di Papua berkisar Rp90.000 — Rp100.000 per kg, sementara di Jawa harga cabai merah sekitar Rp40.000 per kg. Dua bulan berselang, minimnya pasokan dari daerah penghasil membuat harga cabai merah di sejumlah daerah kembali melambung di kisaran Rp70.000 — Rp 80.000 per kilogram.

Dua pekan jelang Ramadhan 2021, harga cabai rawit merah di kawasan pesisir pantura Jawa Tengah hingga Jawa Timur melambung sampai setara harga daging sapi. Harga cabai rawit merah di sejumlah pasar tradisional tembus Rp120.000 per kilogram (kg).

Harga cabai itu kembali melambung pada bulan Desember 2021, yakni untuk cabai rawit tembus Rp100.000/kg — Rp 110.000/kg di pasar umum, sedangkan untuk cabai merah besar Rp40.000/kg. Harga mahal dikarenakan pasokan dari petani yang sedikit, penyebabnya adalah tanaman cabai petani banyak yang rusak akibat curah hujan yang tinggi. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku
  • Kementerian Perdagangan. 2012. Profil Komoditas Cabai Merah.
  • Badan Pusat Statistik. 2020. Distribusi Perdagangan Cabai Merah Indonesia.
  • Kementerian Perdagangan. 2020. Analisis Perkembangan Harga Bahan Pokok di Pasar.
Arsip Kompas
  • “Bahan Pokok: Bawang Putih dan Cabai Bergejolak”, Kompas, 14 Feb 2018 Halaman: 18
  • “Komoditas: Harga Cabai Rawit Kian Melambung”, Kompas, 06 Mar 2018 Halaman: 21
  • “Kenaikan Harga Cabai: Usaha Kuliner Terdampak”, Kompas, 17 Jul 2019 Halaman: 10
  • “Cabai Rawit Setara Daging Sapi”, Kompas, 29 Mar 2021 Halaman: 12