Paparan Topik | Ekonomi Nasional

Ekonomi Kreatif: Regulasi dan Kontribusi terhadap Perekonomian Nasional

Ekonomi kreatif menjadi salah satu sektor yang diharapkan menjadi pilar perekonomian Indonesia di masa mendatang. Tak hanya menyumbang pada produk domestik bruto (PDB) nasional, sektor ekonomi kreatif juga membuka lapangan kerja baru.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Suasana pameran perdagangan UMKM Jakarta Kreatif Festival di Sarinah, Jakarta, Jumat (17/6/2022). Pameran yang digelar secara hibrida tersebut menampilkan produk UMKM di bidang pakaian, kerajinan, dan kuliner terutama kopi. Peserta pameran berasal dari DKI Jakarta dan berbagai daerah seperti Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh dan Nusa Tenggara Barat. Produk-produk UMKM saat ini semakin diminati sehingga perluasan akses pasar akan dapat mengembangkan kreasi dari pelaku usaha UMKM.

Fakta Singkat

Payung hukum

  • UU 24/2019 tentang Ekonomi Kreatif
  • PP 24/2022 Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif
  • Perpres 142/2018 tentang Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional Tahun 2018–2025

Kontribusi ekraf terhadap perekonomian

  • Sumbangan terhadap PDB 2021: Rp1.134 triliun (7,8 persen)
  • Nilai ekspor ekraf 2021: 23,9 miliar dollar AS
  • Pelaku usaha ekonomi kreatif: 8 juta
  • Target pekerja ekraf 2024: 19,9 juta orang

Tantangan ekraf

  • Riset pengembangan
  • Keterampilan
  • Sumber pendanaan
  • Infrastruktur terbatas
  • Belum dikenal luas
  • Skema insentif
  • Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI)

Ekonomi kreatif atau biasa disingkat ekraf pada mulanya merupakan aliran ekonomi baru yang lahir pada awal abad ke-21. Aliran ekonomi tersebut diketahui mengutamakan nilai intelektual dalam menciptakan uang, menambah kesempatan kerja, serta memberikan kesejahteraan pada masyarakat.

Di Indonesia, ekonomi kreatif sudah dikembangkan sejak tahun 2006. Indonesia mempunyai segudang talenta dengan kreativitas yang luar biasa di berbagai bidang. Banyak sekali, misalnya, talenta muda yang produktif menciptakan lagu, memproduksi film, dan mendesain gedung hingga busana yang telah dipakai oleh para selebriti dunia. Banyak pula talenta yang menciptakan gim, bekerja di dunia animasi, dan tampil menunjukkan kemampuan dan bakatnya di panggung atau festival-festival internasional.

Dengan beragam talenta itu, ekonomi kreatif diperkirakan akan menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Industri ini juga akan diperhitungkan sebagai kekuatan ekonomi yang inklusif dan menciptakan banyak lapangan kerja di tanah air.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA 

Perajin batik, Didik Edy Susilo (kanan) dibantu pegawainya menyusun daun dalam proses membuat batik ecoprint di Rumah Kreatif Batik Ecoprint Namira di Kota Surabaya, Jawa Timur, Selasa (2/2/2021).Di tengah pandemi, batik ecoprint tersebut kini terus berkembang dengan pemasaran sebagian besar melalui media sosial. Dengan memanfaatkan daun-daunan yang ada di sekitar mampu menghasilkan produk batik berharga jutaan rupiah.

Definisi dan jenis-jenis ekonomi kreatif

Istilah ekonomi kreatif pertama kali diperkenalkan oleh tokoh bernama John Howkins, penulis buku Creative Economy, How People Make Money from Ideas. Menurut Howkins, ekonomi kreatif adalah kegiatan ekonomi di mana input dan outputnya adalah gagasan.

Gagasan yang dimaksud adalah gagasan yang orisinil dan dapat diproteksi oleh HKI. Contohnya adalah penyanyi, bintang film, pencipta lagu, atau periset mikro biologi yang sedang meneliti varietas unggul padi yang belum pernah diciptakan sebelumnya.

Hal yang berbeda tentang ekonomi kreatif dikemukakan oleh Rubert Lucas. Ia mengatakan bahwa kekuatan yang menggerakkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi kota atau daerah dapat dilihat dari tingkat produktivitas klaster orang-orang bertalenta dan orang-orang kreatif atau manusia-manusia yang mengandalkan kemampuan ilmu pengetahuan yang ada pada dirinya.

Terlepas dari definisi menurut para ahli tersebut, Pemerintah Indonesia juga telah memiliki definisi tersendiri mengenai ekonomi kreatif. Seperti dikutip dari Departemen Perdagangan, ekonomi kreatif merupakan sebuah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.

Sedangkan dalam UU 24/2019, disebutkan ekonomi kreatif adalah perwujudan nilai tambah dari kekayaan intelektual yang bersumber dari kreativitas manusia yang berbasis warisan budaya, ilmu pengetahuan, dan/atau teknologi.

Ekonomi kreatif merupakan proses ekonomi yang termasuk kegiatan produksi dan distribusi barang serta jasa yang di dalamnya membutuhkan gagasan dan ide kreatif serta kemampuan intelektual untuk membangunnya.

Aliran ekonomi ini mengutamakan nilai intelektual dalam menghasilkan uang, menambah kesempatan kerja, serta memberikan kesejahteraan pada masyarakat. Dalam konsep ekonomi kreatif, salah satu hal terbesar yang dibutuhkan adalah kreativitas. Industri kreatif merupakan inti dari bidang ekonomi kreatif yang digerakkan oleh para kreator dan inovator.

Adapun jenis-jenis kegiatan ekonomi kreatif yang termasuk dalam ekonomi kreatif sebanyak 17 subsektor, yaitu: (1) aplikasi, (2) pengembangan permainan, (3) arsitektur, (4) desain interior, (5) desain komunikasi visual, (6) desain produk, (7) fashion, (8) film animasi dan video, (9) fotografi, (10) kerajinan tangan (kriya), (11) kuliner, (12) musik, (13) penerbitan, (14) periklanan, (15) seni pertunjukkan, (16) seni rupa, serta (17) televisi dan radio.

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

CEO Agate Arief Widhiyasa (kiri) berdiskusi dengan peserta boothcamp program Indigo Game Startup Incubation di Bandung Digital Valley, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (9/9/2019) pagi. Sejumlah 10 tim dari berbagai daerah akan mengikuti program inkubasi selama tiga bulan ke depan untuk membuat gim yang tak hanya baik secara teknis, namun juga diminati pasar.

Regulasi ekonomi kreatif

Pemerintah telah menerbitkan UU 24/2019 tentang Ekonomi Kreatif. UU ini disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 24 Oktober 2019 di Jakarta dan diundangkan oleh Menkumham Yasonna H. Laoly pada tanggal 24 Oktober 2019 di Jakarta.

Terbitnya UU ini tak terlepas dari upaya untuk menembus berbagai kendala, seperti keterbatasan akses perbankan, promosi, infrastruktur, pengembangan kapasitas pelaku ekonomi kreatif, dan sinergitas di antara pemangku kepentingan.

Terdiri dari 7 bab dan 34 pasal, undang-undang ini bertujuan untuk mengoptimalkan kreativitas sumber daya manusia yang berbasis warisan budaya, ilmu pengetahuan, dan/atau teknologi. Pengelolaan ekonomi kreatif dan potensinya perlu dilakukan secara secara sistematis, terstruktur, dan berkelanjutan.

Undang-undang ini bertujuan untuk mendorong seluruh aspek ekonomi kreatif sesuai  dengan perkembangan kebudayaan, teknologi, kreativitas, inovasi masyarakat Indonesia, dan perubahan lingkungan perekonomian global serta menyejahterakan rakyat Indonesia dan meningkatkan pendapatan negara.

Tujuan lainnya adalah menciptakan ekosistem ekonomi kreatif yang berdaya saing global; menciptakan kesempatan kerja baru yang berpihak pada nilai seni dan budaya bangsa Indonesia serta sumber daya ekonomi lokal; mengoptimalkan potensi pelaku ekonomi kreatif; melindungi hasil kreativitas pelaku ekonomi kreatif; dan mengarusutamakan ekonomi kreatif dalam rencana pembangunan nasional.

Secara umum, UU ini mengatur mengenai materi pokok mengenai pelaku ekonomi kreatif, ekosistem ekonomi kreatif, rencana induk ekonomi kreatif, dan kelembagaan yang diuraikan dalam batang tubuh undang-undang tentang ekonomi kreatif beserta penjelasannya.

UU ini juga mengamanatkan skema pembiayaan berbasis hak kekayaan intelektual. Pasal 16 UU itu mengamanatkan pemerintah untuk memfasilitasi skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual bagi pelaku ekonomi kreatif.

Selain itu, pada Pasal 18 Ayat (1) UU No. 24/2019 disebutkan, dalam pengembangan ekonomi kreatif, pemerintah atau pemerintah daerah dapat membentuk badan layanan umum. Guna menjalankan amanat tersebut, pemerintah perlu mengatur teknisnya, yakni melalui peraturan pemerintah (PP).

Sebelum terbitnya UU tersebut, Pemerintah telah lebih dahulu menerbitkan Perpres 142/2018 tentang Rencana Induk Ekonomi Kreatif (Rindekraf) Tahun 2018–2025, sebagai upaya pengembangan sumber-sumber ekonomi baru termasuk sektor ekonomi kreatif.

Peraturan tersebut diharapkan menjadi arah pedoman pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia yang kini tengah menjadi fokus. Perpres Rindekraf ini merupakan dasar penyusunan dan perancangan acuan kebijakan terkait pengembangan ekonomi kreatif nasional.

Dalam perpres tersebut, dinyatakan Rindekraf dilaksanakan dalam dua tahap, yakni tahap pertama dilaksanakan dalam periode 2018–2019 dan tahap kedua dilaksanakan dalam periode 2020–2025.

Sasaran tahap pertama 2018–2019 adalah meningkatnya jumlah dan kualitas pelaku ekonomi kreatif yang didukung oleh ketersediaan satuan pendidikan yang sesuai dan berkualitas. Sedangkan, sasaran tahap kedua 2020–2025 adalah meningkatnya peran pelaku Ekonomi Kreatif di berbagai sektor pembangunan.

Terakhir, pemerintah menerbitkan PP 24/2022 tentang Ekonomi Kreatif. Peraturan ini diteken oleh Presiden Joko Widodo pada 12 Juli 2022 dan mulai berlaku 1 tahun sejak tanggal diundangkan.

Melalui PP tersebut, Pemerintah memfasilitasi skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual (KI) melalui lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank yang terbagi menjadi dua jenis, yaitu pemanfaatan KI bernilai ekonomi dan penilaian KI.

Pelaku usaha yang ingin mengajukan pembiayaan berbasis KI harus memiliki surat pencatatan atau sertifikat KI yang sudah terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dan memiliki usaha ekraf yang dikelola secara sendiri dan/atau dialihkan haknya kepada pihak lain.

Prosedur pengajuan pembiayaan diawali dengan verifikasi usaha, verifikasi legalitas KI, penilaian KI, pencairan dana, hingga penerimaan pengembalian dana. Adapun bentuk KI sebagai basis jaminan utang berupa jaminan fidusia atas KI, kontrak dalam kegiatan ekraf, dan/atau hak tagih dalam kegiatan ekraf.

Tidak hanya fasilitas pembiayaan, melalui PP tersebut pelaku ekraf juga dapat mengakses fasilitas lainnya, antara lain, fasilitas bimbingan teknis dan perizinan berusaha; fasilitas konsultasi usaha; dan bantuan promosi pemasaran.

Kemudahan lainnya yang disediakan adalah pemberian insentif fiskal dan nonfiskal bagi pelaku ekraf, seperti fasilitas perpajakan dan kepabeanan, penyederhanaan proses impor ekspor bahan baku produk, serta kemudahan pelayanan perizinan berusaha di bidang ekraf.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Pengunjung menyaksikan sepeda motor hasil modifikasi yang dipamerkan dalam kegiatan tahunan Kustomfest di Jogja Expo Center, Yogyakarta, Minggu (7/10/2018). Industri kreatif di bidang otomotif terus berkembang dan menghadirkan bermacam lapangan kerja baru dari sektor tersebut.

Kontribusi ekonomi kreatif terhadap perekonomian Indonesia

Sejak dikembangkan 16 tahun lalu, sektor ekonomi kreatif telah menjadi salah satu sektor penyumbang terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Bahkan kontribusinya menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Indonesia berada di peringkat tiga besar dunia dalam kontribusi terhadap PDB nasional di bawah Amerika Serikat dengan Hollywood dan Korea Selatan dengan K-Pop.

Berdasarkan data Kemenparekraf, pada tahun 2021 yang lalu industri kreatif berhasil menyumbang kontribusi cukup besar terhadap PDB Indonesia. Kontribusinya mencapai 6,98 persen atau setara dengan nilai Rp1.134 triliun. Sementara itu, pada 2020, industri kreatif berkontribusi sebesar Rp1.155,4 triliun terhadap ekonomi tanah air.

Kontribusi Ekonomi Kreatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia

Tahun

Kontribusi terhadap PDB (Rp triliun)

2010

525,96

2011

581,54

2012

638,39

2013

708,27

2014

784,87

2015

852,56

2016

922,59

2017

989,15

2018

1.166,64

2019

1.153,4

2020

1.155,4

2021

1.134

Sumber: Kemenparekraf

Sepanjang 2010–2017, angka PDB sektor ekonomi kreatif meningkat seiring dengan tren kontribusinya terhadap perekonomian nasional yang juga positif. Dari Rp526 triliun pada 2010, PDB ekonomi kreatif dan kontribusinya meningkat hingga Rp989 triliun pada 2017. Kemudian pada tahun 2018, meningkat lagi menjadi Rp1.166,64 triliun dan tahun 2019 sebesar Rp1.153,4 triliun.

Di sisi ekspor, nilai ekspor ekraf pada tahun 2021 telah mencapai 23,9 miliar dollar AS. Sebelumnya pada 2020, nilai ekspor ekonomi kreatif Indonesia baru mencapai 18,8 miliar dollar. Pemerintah menargetkan nilai ekspor ekonomi kreatif Indonesia pada tahun 2022 dapat mencapai 25,14 miliar dollar AS.

Dari 17 subsektor ekonomi kreatif, tiga subsektor yang menjadi penyumbang terbesar terhadap produk domestik bruto nasional yaitu kuliner, fesyen dan kriya. Kontribusi ketiga subsektor tersebut mencapai kisaran 75 persen. Rinciannya, subsektor kuliner rata-rata tiap tahun menyumbang sekitar 42 persen, subsektor  fashion 18 persen, dan subsektor kriya 15 persen dari total PDB ekonomi kreatif

Sementara itu, subsektor desain interior, film dan desain komunikasi video merupakan subsektor yang memberi sumbangan paling kecil yaitu berturut sebesar 0,16 persen, 0,16 persen dan 0,06 persen.

Di sisi tenaga kerja, jumlah pekerja ekonomi kreatif diharapkan meningkat dari 17,25 juta orang di 2020 menjadi 19,9 juta orang di 2024. Dari segi pelaku usaha, sektor ekonomi kreatif mencapai 8 juta pelaku usaha.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Gitar Ukir Khas Bali. I Wayang Tuges (kiri) didampingi pekerjanya Wayan Yoga (kanan) menyelesaikan pembuatan gitar ukir di rumah produksi Blueberry Guitars di Desa Guwang, Sukowati, Gianyar, Bali, Senin (8/10/2018). Gitar yang telah jadi dihargai menggunakan kurs dolar Amerika Serikat (AS) dengan harga termurah senilai 100 dolar AS.

Tantangan pengembangan ekonomi kreatif

Dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemenparekraf-Baparekraf 2020–2024, disebutkan terdapat tujuh tantangan utama pembangunan ekonomi kreatif nasional.

Pertama, riset untuk pengembangan ekonomi kreatif masih terbatas. Data dan informasi pengembangan ekonomi kreatif merupakan bahan dasar dalam pengembangan kebijakan ekonomi kreatif selanjutnya. Riset untuk pengembangan ekonomi kreatif masih terbatas, dari segi aspek pemasaran nasional dan internasional maupun pengembangan tren produk kreatif.

Kedua, pengetahuan dan keterampilan pelaku ekonomi kreatif perlu ditingkatkan. Pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia terkendala oleh terbatasnya kualitas pelaku kreatif baik menurut keahlian bidang maupun kemampuan untuk menjalankan dan mengelola usaha.

Ketiga, akses pelaku ekonomi kreatif terhadap sumber pendanaan dan pembiayaan belum meluas. Pengembangan potensi ekonomi kreatif yang begitu besar memerlukan dukungan permodalan yang tidak sedikit.

Sebanyak 92,37 persen pelaku usaha ekonomi kreatif di Indonesia masih menggunakan dana sendiri untuk modal usahanya. Permasalahan yang dihadapi terkait kuantitas dan kualitas lembaga pembiayaan, alternatif pembiayaan bagi industri kreatif, dan matchmaking pembiayaan bagi industri kreatif.

Kuantitas lembaga pembiayaan yang dimaksudkan adalah lembaga pembiayaan yang dapat memberikan pembiayaan bagi pelaku kreatif dengan pendekatan nonkonvensional.

Sektor ekonomi kreatif belum banyak menarik investor untuk menanamkan modalnya. Sampai saat ini sektor tersebut masih dianggap belum memiliki daya tarik yang kuat untuk berinvestasi. Prospek bisnis di sektor ekonomi kreatif masih rendah dan dinilai masih berisiko tinggi sehingga sulit untuk mendapatkan pembiayaan perbankan.

Keempat, infrastruktur baik fisik maupun TIK yang dibutuhkan oleh pelaku ekonomi kreatif masih Terbatas. Ketersediaan infrastruktur dan teknologi merupakan persyaratan utama untuk meningkatkan daya saing industri kreatif Indonesia.

Namun demikian, kondisi infrastruktur bagi ekonomi kreatif masih belum memadai. Hal tersebut mengakibatkan kreativitas pelaku kreatif akan sulit berkembang dan berdampak terhadap melambatnya pertumbuhan serta menurunnya kontribusi ekonomi kreatif terhadap nasional.

Kelima, produk ekonomi kreatif belum dikenal luas dan dikonsumsi baik konsumen dalam negeri maupun luar negeri. Pengembangan ekonomi kreatif masih menghadapi sulitnya akses pasar produk kreatif.

Hal ini disebabkan belum terbangunnya rantai distribusi produk kreatif Indonesia ke pasar dunia. Saat ini data pasar produk kreatif domestik maupun internasional belum terhimpun secara lengkap, akurat dan terkini.

Keenam, skema insentif bagi pengembangan ekonomi kreatif berbasis kekayaan intelektual belum terbangun.

Ketujuh, pelaku ekonomi kreatif yang memiliki Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atas karyanya masih Terbatas. Tidak semua pelaku ekonomi kreatif menyadari pentingnya melindungi produk kreasinya melalui kekayaan intelektual.

Akibatnya, pelaku ekonomi kreatif seringkali tidak menyadari ketika pelanggaran hak kekayaan intelektual miliknya Sebanyak 88,95 persen pelaku kreatif belum memiliki HKI. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Arsip Kompas
  • Industri Kreatif: Pengembangan Ekosistem Sokong Perekonomian, Kompas, 16 Juli 2019, hlm. 13
  • “Etalase Ekonomi Kreatif”, Kompas, 26 April 2021, hlm. 06
  • “Tantangan Membiayai Sektor Ekonomi Kreatif”, Kompas, 28 Januari 2022, hlm. B
  • “Ekonomi Kreatif: Bukan Sekadar Gaet Nomaden Digital”, Kompas, 05 Oktober 2022, hlm. 09
  • “Ekonomi Kreatif: Tahan Hadapi Krisis, Industri Film Prospektif”, Kompas, 06 Oktober 2022, hlm. 11
  • “Menciptakan Ekosistem Industri Kreatif dari Komunitas Seni”, Kompas, 21 Oktober 2022, hlm. C
Internet
Aturan