KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Warga menyetor sampah anorganik di Drop Point Rekosistem di Stasiun MRT Blok M, Jakarta Selatan (3/3/2021). Sampah anorganik yang diterima di drop point kemudian dipilah dan didistribusikan ke pengolah sampah untuk bahan baku proses daur ulang.
Fakta Singkat
- Data Kementerian Perindustrian pada 2019 menunjukkan, ada 7,2 juta ton konsumsi plastik di Indonesia per tahun. Dari angka itu, baru 13 persen plastik yang didaur ulang dan masuk dalam ekonomi sirkular dalam negeri.
- Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, saat ini terdapat sekitar 600 industri besar dan 700 industri kecil yang mengerjakan usaha daur ulang plastik. Nilai investasinya diperkirakan mencapai Rp 7,15 triliun.
- Lima sektor yang berpotensi besar dalam ekonomi sirkular, yakni makanan dan minuman, tekstil, konstruksi, grosir dan perdagangan eceran/retail (terfokus pada kemasan plastik), serta peralatan listrik dan elektronik.
- Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), lima sektor tersebut berkontribusi lebih dari 30 persen dalam PDB Indonesia dan mempekerjakan lebih dari 43 juta orang atau sepertiga dari tenaga kerja Indonesia pada tahun 2019.
- Penerapan ekonomi sirkular mampu mengurangi timbulan sampah sebesar 21–54 persen pada tahun 2030.
Model ekonomi sirkular kini terus diimplementasikan sebagai alternatif solusi dari model ekonomi linier yang terbukti boros dalam bahan baku. Model ekonomi linear dinilai tidak berkelanjutan karena menggunakan pendekatan dibuat, dipakai, dan dibuang (take-make-dispose) sehingga sumber daya alam terus menerus diekstraksi, diskonversi menjadi bahan baku produk, dan berakhir menjadi sampah setelah digunakan.
Sampah atau limbah yang menumpuk ini pada akhirnya menyebabkan timbulnya masalah lingkungan seperti pencemaran (air, tanah, udara), banjir, deforestasi, hingga wabah penyakit.
Pada model ekonomi sirkular penekanan terletak pada rancangan ekologis yang meniadakan dampak buruk tadi. Setiap tahapan prosesnya mulai dari bahan baku produk, sistem produksi, teknologi, model distribusi, penanganan sampah, hingga model bisnisnya dirancang agar ramah lingkungan. Dengan demikian maka tercipta penghematan sumber daya alam sebagai bahan baku, dan penggunaan energi bersih terbaru, serta teknologi yang ramah lingkungan.
Hal ini mengacu pada tiga prinsip utama ekonomi sirkular. Pertama, melestarikan dan meningkatkan sumber daya alam dengan mengontrol persediaannya yang terbatas dan menyeimbangkan aliran sumber daya yang terbarukan.
Kedua, optimalisasi hasil pemanfaatan sumber daya dengan sirkulasi produk, komponen, dan bahan terpakai pada tingkat pemakaian tertinggi di setiap waktu, baik dalam siklus teknis maupun biologis. Ketiga, meningkatkan efektivitas sistem dengan mendesain sistem yang menghilangkan eksternalitas negatif.
Dalam modul Konsep dan Model Bisnis Ekonomi Sirkular yang dikeluarkan oleh Low Carbon Development Indonesia (LCDI) dijelaskan dua strategi yang dapat diterapkan untuk mewujudkan ekonomi sirkular. Pertama, yaitu Circularity Ladder yang merupakan tahapan hierarkis berbagai bentuk aktivitas sirkular. Setiap aktivitas disusun dari mulai yang tertinggi: Refuse (aktivitas dengan material lebih sedikit) sampai yang terendah: Dispose (material sudah tidak bisa diolah lagi).
Startegi kedua, yaitu penerapan kerangka 9R (R0: Refuse, R1: Rethink, R2: Reduce, R:3 Reuse, R4: Repair, R5: Refurbish, R6: Remanufacture, R7: Repurpose, R8: Recycle, dan R9: Recover. Kerangka ini merupakan 10 prinsip yang menggambarkan tingkat sirkularitas, di mana semakin kecil nomor R maka semakin tinggi nilai sirkularitasnya; dan semakin besar nomor R artinya semakin mendekati praktik ekonomi linear. Kerangka 9R ini nantinya diterapkan di perusahaan mulai dari sebelum produksi sampai ke akhir masa pakai produk (seluruh rantai pasok).
Lima Sektor Prioritas Ekonomi Sirkular Indonesia
Di Indonesia, kebijakan penerapan ekonomi sirkular tercakup di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024, di bawah Agenda Prioritas Nasional 1, yaitu memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan serta Agenda Prioritas Nasional ke-6, yaitu membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana, dan perubahan iklim. Agenda Prioritas Nasional ke- 6 ini juga menjadi upaya dalam rangka Pembangunan Rendah Karbon (PRK) untuk mencapai ekonomi hijau.
Berdasarkan hasil kajian Kementerian PPN/Bappenas, terdapat lima sektor yang menjadi fokus dan memiliki potensi yang besar untuk mengadopsi ekonomi sirkular, yaitu makanan dan minuman, tekstil, konstruksi, perdagangan besar dan eceran, serta peralatan elektronik. Kelima sektor ini merepresentasikan hampir 1/3 dari PDB Indonesia dan mempekerjakan lebih dari 43 juta orang di 2019. Kementerian PPN/Bappenas memproyeksikan penerapan ekonomi sirkuler di lima sektor tersebut mampu memberi keuntungan ekonomi finansial, lingkungan serta sosial.
Pertama, sektor makanan dan minuman. Jajak pendapat Litbang Kompas pada April 2022 menunjukkan sekitar 9 persen masyarakat langsung membuang sisa makanan ke tempat sampah. Setiap orang Indonesia rata-rata membuang makanan setara Rp 2,1 juta per tahun. Dari hasil analisis riset, nilai sampah makanan di Indonesia mencapai Rp 330 triliun per tahun.
Indonesia memiliki peluang untuk mengurangi dan mendaur ulang 52 persen dari kehilangan pangan dan limbah pangan di tahun 2030. Jika pendekatan reduce dan recycle dilakukan, hal ini dapat menghasilkan dampak ekonomi tahunan berupa peningkatan PDB sebesar 375 triliun rupiah pada tahun 2030 dan dapat menciptakan lebih dari 2,4 juta pekerjaan antara 2021 dan 2030.
Dalam aspek lingkungan, pendekatan ini dapat mengurangi 59 ton emisi CO2e serta menghemat 4 miliar meter kubik air pada tahun 2030. Penerapan ekonomi sirkular tidak hanya dapat membantu menghindari kehilangan pangan dan limbah makanan, tetapi juga dapat membantu memanfaatkan kehilangan pangan dan limbah makanan untuk tujuan yang lebih produktif, seperti pembuatan kompos dan biogas.
Kedua, industri tekstil. Sebagai negara yang termasuk dalam 10 besar penghasil tekstil di dunia, tingkat daur ulang tekstil Indonesia diperkirakan baru sebesar 12 persen (dengan total limbah tekstil sebanyak 2,3 juta ton). Angka ini masih di bawah tingkat daur ulang tekstil 20 persen yang dapat dicapai secara global. Merujuk analisis Kementerian PPN/ Bappenas (2021), tingkat daur ulang di Indonesia dapat ditingkatkan sebanyak 18 persen pada tahun 2030 melalui peluang-peluang ekonomi sirkular.
Penerapan ekonomi sirkular dalam manufaktur tekstil di Indonesia akan membawa banyak manfaat bagi perekonomian. Di antaranya seperti penghematan dalam biaya material dan mengurangi eksposur terhadap volatilitas harga sumber daya input, membuka peluang bisnis layanan baru, dan pertumbuhan ekonomi tambahan melalui rantai nilai yang lebih regeneratif dan restorative.
Implementasi ekonomi sirkular pada sektor tekstil juga mampu mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan juga manfaat lingkungan lainnya seperti penghematan energy dan penggunaan air pada proses pewarnaan kain.
Ketiga, sektor konstruksi. Di Indonesia sektor konstruksi turut menyumbang 10 persen dari total PDB nasional. Sektor ini terus ditargetkan untuk terus tumbuh dengan baik di masa depan, terutama dengan adanya pembangunan di perkotaan. Namun, sektor ini juga turut menghasilkan banyak limbah padat. Kendati potensi daur ulang di sektor ini signifikan, di Indonesia sendiri baru sekitar 15 persen dari limbah padat konstruksi yang didaur ulang.
Hasil penelitian dari The Waste and Resources Action Programme United Kingdom (WRAP UK) menunjukkan bahwa 10–30 persen bahan konstruksi yang berakhir sebagai limbah tidak pernah benar-benar digunakan di lokasi bangunan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat potensi besar dalam mengurangi limbah di lokasi konstruksi. Sebanyak 95 persen limbah construction and demolition (C&D) pun diperkirakan masih dapat didaur ulang. Sektor ini juga dapat mengurangi konsumsi energi bangunan dalam fase penggunaan melalui praktik dan teknologi yang lebih hemat energi, seperti sistem penerangan.
Penerapan praktik ekonomi sirkular dapat membantu sektor konstruksi di Indonesia menghasilkan dampak ekonomi berupa pertambahan PDB senilai Rp 172,5 triliun pada 2030, menciptakan 1,6 juta pekerjaan neto kumulatif antara 2021 dan 2030, menghasilkan penghematan rumah tangga tahunan senilai sekitar Rp 2 juta.
Potensi manfaat lingkungannya mampu mengurangi emisi CO2e serta penggunaan air, masing masing sebesar 44,8 juta ton dan 0,3 miliar meter kubik pada tahun 2030.
Keempat, grosir dan eceran. Data Kementerian Perindustrian pada 2019 menunjukkan, ada 7,2 juta ton konsumsi plastik di Indonesia per tahun dan kemungkinan menjadi 13,6 juta ton pada tahun 2040. Dari angka itu, baru 13 persen plastik yang didaur ulang dan masuk dalam ekonomi sirkular dalam negeri.
Padahal di sisi lain, berdasarkan data Kementerian Perindustrian, saat ini terdapat sekitar 600 industri besar dan 700 industri kecil yang mengerjakan usaha daur ulang plastik. Nilai investasinya juga diperkirakan mencapai Rp 7,15 triliun. Kapasitas produksi dalam setahun mencapai 2,3 juta ton dengan nilai tambah lebih dari Rp 10 triliun per tahun.
Salah satu penyebab masih rendahnya plastik yang didaur ulang adalah pemilahan plastik bekas yang belum optimal. Sisa limbah plastik yang tak terkelola dibakar secara terbuka, dibuang di daratan, dikirim ke tempat pembuangan resmi, atau bocor ke laut atau saluran air.
Menurut Forum Ekonomi Dunia, pengurangan polusi plastik hingga mendekati nol pada tahun 2030 di Indonesia dapat menciptakan 150.000 pekerjaan secara langsung serta peluang investasi senilai USD 13,3 miliar antara tahun 2025 dan 2040. Selain itu, mengadopsi praktik ekonomi sirkular terkait dengan kemasan plastik juga dapat mampu menghasilkan penghematan rumah tangga sekitar Rp 130.000,00 dan mengurangi emisi CO2e dan penggunaan air masing-masing sebesar 5,2 juta ton dan 0,2 miliar meter kubik pada 2030.
Kelima, sektor manufaktur. Sektor peralatan listrik dan elektronik yang meliputi manufaktur logam, komputer, produk optik, dan elektronik menyumbang 1,9 persen terhadap PDB Indonesia pada tahun 2019. Data daur ulang juga menunjukkan hanya menyentuh angka 5 persen, sisanya kebanyakan langsung dibuang secara tidak benar.
Jika praktik ekonomi sirkular diterapkan, sektor perangkat listrik dan elektronik di Indonesia dapat menghasilkan dampak ekonomi berupa peningkatan PDB senilai Rp 12,2 triliun pada 2030, menciptakan sekitar 75.000 pekerjaan secara kumulatif antara tahun 2021 dan 2030, penghematan rumah tangga tahunan senilai hampir Rp 88.000,00 dan mengurangi emisi CO2e dan penggunaan air masing-masing sebesar 0,4 juta ton dan 0,6 miliar meter kubik pada tahun 2030.
Model bisnis sirkular yang mengandalkan penggunaan kembali (reuse), pemugaran (refurbishment), dan daur ulang (recycling) elektronik dapat mengurangi ketergantungan pada sumber daya material dan menghindari dampak lingkungan yang merugikan. (LITBANG KOMPAS)
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Pekerja berada di antara tong bekas sisa limbah penyimpanan untuk industri di Jalan Barito, Kota Semarang, Jawa Tengah (16/1/2023). Pengepul barang bekas ini mengumpulkan berbagai macam tong, drum, dan ember bekas dari industri untuk dapat dimanfaatkan kembali serta bernilai ekonomi. Mereka juga mendaur ulang barang-barang itu menjadi berbagai bentuk perkakas rumah tangga.
Referensi
- Keraf, A. Sonny. (2022). Ekonomi Sirkuler: Solusi Krisis Bumi. Jakarta: Penerbut Buku Kompas.
- Kementerian PPN/Bappenas RI. (2022). The Future is circular: langkah nyata inisiatif ekonomi sirkular di Indonesia. Jakarta
- Kementerian PPN/Bappenas RI & UNDP. (2022). Memperkuat Implementasi Ekonomi Sirkular di Indonesia. Modul Ajar 2: Konsep dan Model Bisnis Ekonomi Sirkular. Jakarta.
- Kementerian PPN/Bappenas RI & UNDP. (2022). Memperkuat Implementasi Ekonomi Sirkular di Indonesia. Modul Ajar 4: Penerapan Ekonomi Sirkular di Indonesia. Jakarta.
- “Sampah Makanan Indonesia Mencapai Rp 330 Triliun”.Kompas, 19 Mei 2022 hal. 01.
- “Kebiasaan Buruk Sisakan Makanan”. Kompas, 19 Mei 2022 hal. 02.
- “Jendela:Daur Ulang Plastik di Era Ekonomi Sirkular”. Kompas, 7 Desember 2021 hal. A.
- “Potensi Industri Daur Ulang di Indonesia”. Kompas, 9 Mei 2020 hal. D.
- “Jendela: Meraup Untung dari Ekonomi Sirkular”. Kompas, 30 Desember 2020 hal. A.
Artikel terkait