Kronologi | Otomotif

Perjalanan Menggapai Impian Mobil Nasional

Meski industri otomotif nasional telah dimulai sejak tahun 1920-an, Indonesia belum berhasil mewujudkan impian memiliki mobil nasional. Harapan itu sempat terwujud pada tahun 1996 melalui mobil produksi PT Timor Putra Nasional, tetapi tak bertahan lama karena mendapat resistensi baik dari dalam dan luar negeri.

Mobil karya Siswa SMK Negeri 2 Surabaya yang diberi nama Esemka Patua diujicoba di halaman sekolah, Surabaya (12/1/2012). Mobil berjenis truk mini 1500 CC tersebut meramaikan karya otomotif yang berhasil dibuat oleh  Esemka.
Foto: Kompas/Bahana Patria Gupta
 
 

Berdirinya pabrik perakitan General Motor di Tanjung Priok, Jakarta, pada tahun 1920-an menjadi titik awal industri mobil di Indonesia. Proses perakitannya masih sederhana dengan menggabungkan beberapa komponen kecil (sub-assembly) menjadi mobil utuh. Perkembangan awal industri otomotif di Indonesia cenderung stagnan selama dua dasa warsa berikutnya karena lemahnya pasar dan persaingan belasan merek impor dari Eropa dan Amerika.

Perkembangan industri otomotif tanah air sempat mandeg seiring berlangsungnya Perang Dunia II. Kendaraan yang ada dikuasai oleh tentara Jepang untuk kepentingan militer. Mayoritas mobil saat itu bertipe sedan sehingga bengkel-bengkel yang ada diperintahkan memodifikasi mobil menjadi model pick up. Tipe-tipe mobil ini masih dijumpai pada tahun 1950-an dalam bentuk kendaraan angkutan kota yang populer disebut oplet dan ostin (dari merek Opel dan Austin).

Pada periode yang sama, sekitar tahun 1950-an industri otomotif mulai dirintis kembali oleh sejumlah pengusaha pribumi. Hasyim Ning merintis perakitan dan industri kendaraan berbasis Jeep Willys di daerah Jakarta Utara, dan Suwarma merakit truk Mercedes Benz di Bandung. Upaya membangun perakitan ini diikuti oleh pengusaha-pengusaha Surabaya seperti Frits Eman, Ibnutadji, dan Kurwet. Namun, pasar yang masih lesu dan situasi politik yang kurang kondusif pada era transisi dari Orde Lama ke Orde Baru, membuat rintisan usaha otomotif ini tersendat.

Untuk membangun industri otomotif dalam negeri, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang melarang impor kendaraan utuh (completely built up) pada tahun 1974. Kebijakan ini disusul dengan kemunculan Morina (Mobil Rakyat Indonesia) pada tahun 1976 dengan nilai kandungan lokal 60 persen. Morina hanya bertahan sekitar lima tahun sebelum berhenti berproduksi.

Mobil nasional sempat terwujud pada tahun 1996 melalui Keputusan Presiden Nomor 42 yang mengizinkan PT TPN mengimpor mobil utuh dari Korea Selatan tanpa bea masuk. Namun, kebijakan ini mengundang protes negara-negara pemilik industri otomotif besar, seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa, yang menggugat lewat forum Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Timor pun akhirnya kandas setelah mendapat resistensi baik dari luar dan dalam negeri.

Berbagai upaya membangun mobil nasional terus dilakukan hingga saat ini. Pada tahun 2012, mobil Kiat Esemka sempat membuat heboh publik karena digunakan sebagai mobil dinas Joko Widodo yang kala itu menjabat sebagai Walikota Solo. Meski lolos uji emisi, nasib Kiat Esemka kini masih diproduksi dalam skala kecil dan lingkup pasar yang terbatas.

Kemunculan Kiat Esemka ini menyalakan kembali cita-cita Indonesia untuk memiliki mobil nasional. Melihat potensi bisnis di masa mendatang, sejumlah pengembangan mobil nasional diarahkan ke mobil listrik. Salah satu momentum yang cukup dikenang adalah kemunculan mobil Tucuxi milik Menteri BUMN Dahlan Iskan pada tahun 2013. Sekalipun kandas menghantam tebing, tragedi mobil sport itu menunjukan kemampuan anak negeri dalam membuat mobil nasional.

Kronologi Industri Mobil Nasional

1920-an
Pabrik perakitan General Motor di Tanjung Priok, Jakarta, berdiri.

1935-1945
Jepang memerintahkan bengkel-bengkel memodifikasi mobil untuk kepentingan militer.

1950-an
Industri otomotif nasional kembali dirintis oleh sejumlah pengusaha, tetapi tersendat.

1960-an
Pengadaan kendaraan bermotor hanya dilakukan oleh pemerintah untuk proyek-proyek besar (Asian Games, Monas, KTT Non-Blok), dan oleh Angkatan Bersenjata dalam rangka merebut Irian.

1974
Pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan impor kendaraan utuh (completely built up) dengan tujuan membangun industri otomotif dalam negeri. Hanya agen tunggal pemegang merek (berfungsi sebagai pabrik perakitan) yang diizinkan mengimpor kendaraan dalam bentuk completely knocked down (CKD) atau rakitan.

1976
Kemunculan Morina (Mobil Rakyat Indonesia) dengan nilai kandungan lokal 60 persen. Sayang, Morina hanya bertahan sekitar lima tahun dan akhirnya berhenti berproduksi.

1993
Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Otomotif Tahun 1993 yang memberikan insentif pengurangan dan pembebasan bea masuk komponen bagi kendaraan yang kandungan komponen lokalnya tinggi. Pada tahun ini, pemerintah membentuk suatu tim untuk mewujudkan produksi Mobil Nasional yang diwadahi dalam Proyek Maleo.

26 Februari 1996
Presiden Soeharto menerima pimpinan KIA Motors Corp., Kim Sun Hong. Kepala Negara menerima sumbangan 10 mobil untuk Patroli Jalan Raya dari PT Timor Putra Nasional (TPN) dan KIA Motors.

27 Februari 1996
Menperindag Tunky Ariwibowo – usai rapat tertutup dengan kalangan agen tunggal pemegang merek (ATPM) mobil Jepang – mengakui bahwa pemerintah telah mengeluarkan Inpres baru mengenai pengembangan industri otomotif nasional. Akan tetapi, ia tak bersedia menjelaskan isinya.

28 Februari 1996
Inpres No. 2/1996 dikeluarkan. Intinya, menunjuk perusahaan otomotif PT TPN sebagai satu-satunya perusahaan yang memenuhi kriteria program untuk menjadi industri kendaraan bermerek Indonesia. Untuk itu, diberikan fasilitas pembebasan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) dan pembebasan bea masuk atas impor komponen yang belum dibuat di dalam negeri.

Lomba Balap Mobil Timor S515 di Sirkuit Sentul
Lomba balap mobil satu merek, Timor S515 diikuti pejabat tinggi, pengusaha, selebritis dan pembalap nasional Minggu (7/12/1997) di Sirkuit Sentul, Bogor. Antusiasme penonton—termasuk 1000 pendukung klub Liga Arema Malang—diliput lebih dari 58 wartawan dari media tulis dan elektronik. Menpora Hayono Isman tampil sebagai juara di divisi khusus pejabat B, Mantan Mendagri Rudini ketiga sedang Menparpostel runner up.
Foto: Kompas/Eddy Hasby

29 Februari 1996
Reaksi keras bermunculan, mulai dari Kadin, para ATPM, pengamat hingga DPR. Mereka menuntut ketentuan itu berlaku umum, tidak hanya untuk satu perusahaan.

6 Maret 1996
Presdir PT Bimantara Citra, Bambang Trihatmodjo mengatakan, pihaknya juga siap memproduksi mobil sedan bermerek “Bimantara” pada akhir tahun 1996, dengan harga sekitar Rp 35 juta, asal diberi fasilitas yang sama dengan PT TPN.

7 Maret 1996
Menperindag mengatakan bahwa pada prinsipnya seluruh peraturan menyangkut program Mobnas terbuka bagi siapa saja asal memenuhi syarat. Namun, ia bersikeras bahwa untuk saat ini baru PT TPN yang memenuhi syarat.

11 Maret 1996
Kementerian Perdagangan dan Industri (MITI) Jepang menyatakan tengah mengkaji kebijakan Mobnas Indonesia, untuk melihat apakah bertentangan dengan ketentuan WTO. Jepang juga mempertimbangkan untuk mengajukan keluhan ke WTO.

23 April 1996
Wapres Komisi Uni Eropa Sir Leon Brittan bertemu Presiden Soeharto di Jakarta, menjelaskan ketidakpuasan perusahaan otomotif Eropa atas kebijakan Indonesia itu. Namun, ia sendiri menilai kebijakan itu tak bertentangan dengan WTO.

28 Maret 1996
Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) menyatakan enggan memelopori gugatan terhadap kebijakan Mobnas Indonesia, meskipun kebijakan itu memukul rencana perluasan investasi oleh tiga produsen besar, Ford Motor Co., General Motors Corp. dan Chrysler Corp.

24 April 1996
Pihak PT TPN mengatakan akan mempercepat impor kendaraan dalam keadaan terurai (CKD – completely knock down) pada bulan Mei 1996.

14 Mei 1996
Menperindag mengatakan, pemerintah tak akan mengubah kebijakan Mobnas, meskipun diprotes pihak luar negeri.

15 Mei 1996
Presdir PT TPN Hutomo Mandala Putra mengatakan, program pengembangan Mobnas belum mulus dan masih harus dibicarakan dengan departemen teknis. Untuk mempercepat proses, TPN akan memanfaatkan PT Indomobil, PT Udatin, dan PT Astra International sebagai tempat perakitan.

23 Mei 1996
Penasihat KIA Motors Corp, Yung Kun-chong mengatakan, mulai Juni 1996 sedan KIA 1.500 cc dalam keadaan semi knock-down yang diberi nama Timor akan mulai dikapalkan. Pengiriman dilakukan dari pabrik KIA di Inchon, Seoul, mencapai 4.000 unit per bulan.

25 Mei 1996
Asosiasi Produsen Mobil AS (AAMA) dalam kunjungan ke Jakarta, meminta Pemerintah Indonesia merevisi kebijakan Mobnas. Sebab jika tidak, bisa membuat investor mobil AS mundur dari Indonesia.

5 Juni 1996
Keppres No. 42 Tahun 1996 dikeluarkan. Isinya, PT TPN diizinkan membuat mobil nasional di pabrik KIA di Korsel dengan menggunakan tenaga kerja Indonesia, untuk kemudian dikirim ke Indonesia dalam kondisi utuh dengan merek Timor sebanyak 45.000 unit. Fasilitas ini hanya diberlakukan mulai Juni 1996 hingga Juni 1997.

15 Juni 1996
Menperindag Tunky Ariwibowo berada di Washington, menjelaskan kebijakan Mobnas kepada pejabat perdagangan AS. Ia kembali menegaskan, kebijakan Mobnas tetap jalan, meskipun dikecam berbagai pihak.

8 Juli 1996
Peluncuran dan pameran perdana mobil Timor di 22 pusat perbelanjaan di Jakarta, Tangerang dan Bekasi, memperoleh perhatian besar dari masyarakat. Di pusat perbelanjaan Sarinah Thamrin, dalam waktu dua jam sudah dipesan sebanyak 15 unit mobil Timor.

23 Februari 2002
Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengatakan, Indonesia membuat kesepakatan dengan Presiden Korea Kim Dae-jung untuk membuat sebuah master plan industrialisasi di Indonesia, termasuk komitmen untuk memulai kembali produksi mobil nasional walaupun dengan nama lain karena proyek mobil Timor telah gagal.

18 Juni 2004
Kepala LIPI Prof. Dr. Umar Anggara Jenie menyampaikan Mobil listrik buatan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang diberi nama Marmut Listrik LIPI (Marlip) sejak pengembangannya sejak tahun 2000, penggunaannya mulai meluas. Polri, di antaranya, memesan 100 unit untuk Patroli Lambat. Dari jumlah itu, 2 unit Marlip tipe mobil patroli dipesan Polda Sulawesi Selatan.

3 Januari 2012
Mobil dinas Wali Kota Solo, Joko Widodo berganti menjadi sport utility vehicle (SUV) bermerek Kiat Esemka. Mobil ini memiliki kandungan lokal 80 persen yang dirakit oleh siswa SMK Negeri 2, SMK Negeri 5, dan SMK Warga, Solo, di bawah binaan bengkel mobil Kiat Motor, Klaten, Jateng.

27 Februari 2012
Balai Termodinamika Motor dan Propulsi Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, menguji emisi mobil Esemka Rajawali, produksi siswa SMK 2 Solo. Proses uji berlangsung selama 19 menit 40 detik itu meliputi angka CO2, CO, dan NOX yang dihasilkan mobil berkapasitas mesin 1.500 cc. Pada uji emisi ini mobil Esemka Rajawali gagal memenuhi standar.

10 September 2012
Dalam sebuah seminar di Sasana Budaya Ganesha, Bandung, Jawa Barat, Menteri BUMN Dahlan Iskan yakin mobil listrik Indonesia bisa mengalahkan mobil listrik produksi Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. Keyakinan dan optimisme potensi mobil listrik sebagai mobil nasional juga diucapkan oleh Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta, dan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.

10 November 2012
Esemka diluncurkan dan mengantongi sertifikat uji tipe kendaraan dan lulus uji emisi. Pada Oktober 2013 Esemka memroduksi 80 unit untuk tipe Rajawali. Mobil pertama produksi massal ini diterima Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto.

5 Januari 2013
Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan, mengalami kecelakaan di Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Mobil listrik yang dikendarai Dahlan menabrak tebing di jalan raya Karanganyar-Magetan. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu, tetapi kendaraan rusak parah, hancur pada bagian depan.

Mobil Listrik
Menteri BUMN Dahlan Iskan mengguyur mobil listrik miliknya, Tucuxi, dengan air kembang saat ritual tolak bala di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (5/1/2013). Ritual yang dipimpin dalang Ki Manteb Soedharsono (kiri) ini mengawali uji kendara 1.000 kilometer dengan tahap awal menempuh rute Solo-Magetan.
Foto: Kompas/Sri Rejeki (EKI)

 

9 September 2013
Mobil hijau dengan harga terjangkau (”low cost green car”/LCGC) diluncurkan. Dua model pertama LCGC adalah Daihatsu Ayla dan Toyota Agya. Daihatsu Ayla dan Toyota Agya berukuran panjang 3,580 meter, lebar 1,600 meter, dan tinggi 1,510 meter. Kedua mobil mungil itu diproduksi di pabrik Karawang Assembly Plant, di kawasan industri Surya Cipta, Karawang Timur. Tingkat kandungan dalam negerinya mencapai 84 persen.

18 Juli 2019
Mobil listrik kesembilan buatan para insinyur di Institut Teknologi Sepuluh Nopember yang diberi nama Lowo Ireng Reborn diluncurkan di Surabaya, Jawa Timur. Mobil diuji performanya menempuh rute Surabaya-Jakarta sepanjang 800 kilometer dalam Jambore Kendaraan Listrik Nasional, 28 Agustus hingga 3 September 2019.

(LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku

Sargo, Soehari. 2004. Industri Otomotif dalam Krisis Ekonomi: Benteng Pasir Dihempas Gelombang. Jakarta: Bina Rena Pariwara.

Arsip Kompas
  • “Gus Dur: Proyek Timor Gagal”. Kompas, 24 Februari 2000, hlm. 13.
  • “Proyek Maleo: Tinggal Sejarah”. Kompas, 23 Oktober 2001, hlm. 35.
  • “Produk dalam Negeri: Mobil Dinas Rakitan Siswa Kejuruan”. Kompas, 3 Januari 2012, hlm: 01,15.
  • “Mobil Esemka Uji Emisi di BPPT * Dua Bulan Jalani Serangkaian Perbaikan dan Penyempurnaan”. Kompas, 27 Feb 2012, hlm: 21.
  • “Kreativitas Siswa: Mobil Esemka Jalani Uji Emisi”. Kompas, 28 Februari 2012, hlm: 12.
  • “Sejarah Otomotif Nasional : Semangat Tinggi, Usia Pendek”. Kompas, 13 Jan 2012, hlm. 38.
  • “Menteri BUMN Tabrak Tebing”. Kompas, 6 Januari 2013, hlm. 03.
  • “Mobil Hijau dengan Harga Terjangkau”. Kompas, 11 September 2013, hlm. 9.
  • “Lowo Ireng Reborn ITS Siap Diuji Kendar”. Kompas, 19 Juli 2019, hlm. 14.
  • “Sejarah Otomotif Diawali Selembar SK”. Kompas, 24 Januari 2019
  • “Apa Kabar Mobil Listrik Nasional”. Kompas, 14 Februari 2020, hlm. 7.

Penulis
Inggra Parandaru

Editor
Susanti Agustina Simanjuntak