Foto | Otomotif

Sirkuit Ancol: Lintasan Balap Pertama di Indonesia

Meskipun minim keamanan, sirkuit yang berlokasi di kawasan wisata Ancol itu sering menyelenggarakan lomba balap dan acara tersebut menjadi tontonan favorit warga

KOMPAS, 27 Februari 1970

Denah awal lintasan Sirkuit Ancol 

Jauh sebelum ada  Sirkuit Mandalika dan Sentul, Indonesia sudah memiliki Sirkuit Ancol. Sirkuit yang berlokasi di pinggir Pantai Ancol, Jakarta Utara tersebut merupakan sirkuit pertama yang dibangun permanen secara bertahap.

Sejarah pembangunannya berawal dari persiapan penyelenggaraan lomba balap motor Jaya Antjol Motor Race I tahun 1969. Pada waktu itu, Badan Pelaksana Pembangunan Projek Antjol atas izin Gubernur DKI Ali Sadikin membangun sirkuit di lokasi taman hiburan Bina Ria Ancol (sekarang Taman Impian Jaya Ancol). Sirkuit tersebut pada awalnya memiliki lintasan sepanjang 3590 meter dengan beberapa tikungan tajam. Lebar maksimal 10 meter dan lebar minimal tujuh meter. Meskipun belum dilengkapi tribune penonton dan trek sirkuit masih jauh dari sempurna karena aspalnya meleleh terkena sinar matahari namun pelaksanaan lomba Jaya Antjol Motor Race I tersebut terbilang meriah.

Dalam lomba tersebut pebalap-pebalap motor kawakan mendominasi sirkuit baru tersebut, seperti Benny Hidajat, Beng Soeswanto, Thio Soen Biauw  dan Tjejep Harijana, sementara di kelas junior TT Wei tak terkalahkan oleh lawan-lawannya.

Pembangunan yang terus dilanjutkan setelah itu pun tak menghalangi beberapa kegiatan di arena tersebut. Pada tahun 1971 ketika pembangunan tahap pertama baru selesai, Sirkuit Ancol yang lintasannya diperpanjang langsung dijajal dengan ajang internasional Grand Prix d’Indonesia XI. Sebuah event balap mobil dan motor internasional yang sudah dimulai sejak 1959 di tanah air. Lomba yang kala itu biasanya diadakan di Lanuma Halim Perdanakusuma sudah melahirkan pebalap-pebalap kaliber internasinal, sebut saja Hengki Iriawan (balap mobil), Beng Soeswanto dan Benny Hidajat (Balap motor),

Sirkuit Ancol yang akhirnya memiliki trek sepanjang 4470 meter dengan lebar minimal 9 meter dan maksimal 12 meter menghabiskan biaya sekitar 400 juta rupiah. Biayanya selain dari pihak Ancol, juga didapat dari sumbangan sejumlah perusahaan, di antaranya Pertamina, Astra Motor, Copacabana, Bata, PT Pembagunan Djaya, dan beberapa perusahaan lainnya. Kompensasi atas jasa dalam pembangunan sirkuit tersebut adalah dengan mengabadikan nama perusahaan pada jalur dan tikungan sirkuit, serta adanya hak memasang iklan.

Dalam suatu kunjungan untuk melakukan survei sirkuit di Indonesia tahun 1977, Corsmit, seorang tenaga ahli dari Federasi International Automobil (FIA) mengatakan, bahwa sirkuit Ancol tidak memenuhi persyaratan sebagai sirkuit yang terbaik di kawasan Timur Jauh. Hal tersebut disebabkan karena dua faktor. Pertama, minimnya keamanan, baik untuk pembalap maupun penonton dan  kedua tentang official pelaksana, yang dilakukan oleh tenaga-tenaga sukarela. Corsmit pun mengatakan, jika perlombaan terus dilangsungkan, Sirkuit Ancol maksimal hanya boleh menyelenggarakan balap Formula II

Menghadapi lomba balap mobil Formula Pasifik (sedikit lebih kecil dari Formula II) yang diselenggarakan pada Desember 1981, Sirkuit Ancol melakukan pembenahan, dengan memperbaiki 80 persen dari kondisi yang ada, selain lintasan yang diperlicin juga perbaikan tribune penonton.

Meskipun dilakukan pembenahan, disiplin dan pengaturan penonton ketika perlombaan berlangsung sangat kurang. Mereka berkerumun di pinggir-pingir lintasan menyaksikan kendaraan balap yang melintas kencang. Peristiwa mengenaskan pernah  terjadi pada lomba Grand Prix d’Indonesia XV tahun 1985, di mana menelan korban dua nyawa anak kecil berusia tujuh dan 12 tahun. Saat itu, sebuah mobil balap yang sedang kencang tak terkendali menabrak kerumunan penonton. Selain dua tewas, kecelakaan itu juga melukai enam orang lainnya.

Sebagai sarana olahraga kala itu Sirkuit Ancol tidak hanya digunakan sebagai arena balap otomotif saja, tetapi juga dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan lomba lainnya, seperti balap sepeda, sepatu roda, mobil radio control, bahkan balapan becak.

Setelah hadirnya Sirkuit Sentul yang berstandar internasional pada tahun 1993, yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas, termasuk rumah sakit dan helipad untuk keperluan darurat, maka Sirkuit Ancol nyaris tidak digunakan lagi sebagai arena balap.

Kini setelah 53 tahun, kawasan wisata Ancol kembali dikebut pengerjaan pembangunan sirkuit lagi. Sirkuit yang nantinya akan digunakan untuk ajang balapan Formula E itu diharapkan menjadi sirkuit yang modern dan aman, serta bisa digunakan pada Juni 2022.

KOMPAS/Hadi Tjahja 

Balap Motor Grand Prix d’Indonesia XI di Sirkuit Ancol tahun 1971. Lomba tersebut merupakan ajang pertama yang dilaksanakan setelah pembangunan tahap pertama sirkuit tersebut.

KOMPAS/Hadi Tjahja

Pembalap asal Malaysia Sonny Soh nyelonong menaiki tanggul di Astra Corner dalam pada hari pertama Grand Prix d’Indonesia di Sirkuit Ancol, Jakarta (11/10/1971). Sirkut yang belum selesai benar pembuatannya itu masih banyak  menyisakan pasir terutama di sudut-sudutnya.

KOMPAS/Hadi Tjahja

Latihan menjelang lomba balap Astra Race di Sirkuit Ancol, Jakarta Utara pada 14 Februari 1972.

KOMPAS/Syamsul Hadi

Tikungan tajam dan lintasan yang masih berpasir di Sirkuit Ancol membuat salah seorang pebalap peserta Balap motor Astra Race 1972 terpeleset di sudut lintasan.

KOMPAS/Kartono Ryadi

Lomba balap motor dalam Jambore Grand Prix yang belangsung di Sirkuit Ancol pada 9-10 November 1974. Dalam gambar  menunjukan “gebrakan pertama” pada nomor senior grand prix yang dirajai oleh pembalap luar negeri, khususnya para pembalap pabrik (factory racers) dari jepang. Tampak Warren Willing dari Australia (B), disusul oleh Kawasaki dari Jepang (J), Abe dari Jepang (N).

KOMPAS/Ignatius Sunito

Persiapan start lomba balap motor dalam Grand Prix d’Indonesia XVI di Sirkuit Ancol (14/11/1977). Pembalap Jepang Takai (tengah) dengan mengendarai motor Yamaha TZ 750  keluar sebagai juara dalam perlombaan tersebut. 

KOMPAS/Ignatius Sunito

Peserta no. 90, Richard Wuisan, sementara unggul dalam lomba ketahanan mobil 7 jam di Sircuit Ancol (13/3/1977). Dalam waktu 7 jam ia menempuh putaran terbanyak, 160 laps.

Kompas/Ignatius Sunito 

Mobil peserta naik ke tanggul sebelum lap pertama selesai dalam lomba nomor limited salon balap mobil Triwulanan Jakarta Motor Racing Management (JMRM) di Sirkuit Ancol (16/5/1976).

KOMPAS/Totok Poerwanto

Persiapan lomba balap mobil kelas free for all dalam Grand Prix d’Indonesia ke 18 tahun 1979 di Sirkuit Ancol.

KOMPAS/Ian Situmorang

Sembilan pembalap mobil formula Pasifik yang mengikuti Grand Prix 81 Indonesia di Sirkuit Jaya Ancol (19/12/1981). Pebalap Sonny Rajah dari Singapura mengendarai Ralt bernomor 40  menyodok menempati posisi terdepan meninggalkan pembalap lain.

KOMPAS/Ignatius Sunito

Balap go-kart Mode Kart Race yang berlangsung di Sirkuit Ancol (9/3/1975).  jenis olahraga otomotif ini pada tahun 1970-an sampai akhir 1980-an termasuk yang sering di lombakan di Indonesia.

KOMPAS/Kartono Ryadi

Gubernur DKI Jakara Ali Sadikin bersiap mengikuti lomba balap go-kart khusus pejabat di Sirkuit Ancol (18/2/1973). Lomba tersebut merupakan selingan dalam event First Jakarta Kart Prix 1973. Ali Sadikin keluar sebagai juara pertama setelah mengitari lima laps.

KOMPAS/Totok Poerwanto

Selain untuk balap mobil dan motor, Sirkuit Ancol juga digunakan untuk berbagai lomba, Foto di atas adalah salah satu nomor dalam lomba balap sepeda Wali Kota Jakarta Utara Cup VIII yang diselenggarakan di Sirkuit Ancol (28/2/1978).

KOMPAS/Kartono Ryadi

Balapan becak untuk pertama kalinya diselenggarakan di sirkuit Ancol sebagai salah satu atraksi selingan lomba balam mobil dan motor “Pemuda Race” (22/10/1978) . Cara start yang digunakan adalah ala “Le Mans” (lomba mobil 24 jam di Le Mans), yaitu para peserta berlarian menuju kendaraan masing-masing sesudah aba-aba start diberikan. 

KOMPAS/Kartono Ryadi

Foto di atas menggambarkan suasana penonton saat menyaksikan lomba di Sirkuit Ancol tahun 1973. Penonton  yang berkerumun di pinggir lintasan sangat mengganggu para pebalap sekaligus membahayakan mereka sendiri.

KOMPAS/Kartono Ryadi

Penonton bermobil dengan santai duduk di atas atap mobil menyaksikan lomba balap Grand Prix d’Indonesia 1972 dari luar pagar Sirkuit Ancol.

Referensi

“Grand Prix d’Indonesia Oktober Jadi”. Kompas, 1 September 1966.

“Circuit Indonesia Sepi di Tahun 1968”. Kompas, 28 Januari 1969.

“Yamaha Radjai GP d’Indonesia IX. Kompas, 11 Agustus 1969.

“Jaya Antjol Motor Race I”. Kompas, 7 Oktober 1969.

“Benny Hidajat Selamatkan Dominasi Yamaha”. Kompas, 13 Oktober 1969.

“Pembalap2 Internasional ikuti Grand Prix d’Indonesia”. Kompas, 18 September 1971.

“Sembilan Perusahaan Sumbang Circuit Antjol”. Kompas, 21 februari 1972.

“Sirkut Ancol akan Dibenahi”. Kompas, 5 November 1981.

“Corsmit: Ancol Memerlukan Perombakan Total Jika Ingin Diakui FIA”. Kompas, 14 Mei 1977,

“Tinton Sesali Tragedi Sirkuit Ancol”. Kompas, 29 Desember 1985.

Foto lainnya dapat diakses melalui https://www.kompasdata.id/
Klik foto untuk melihat sumber.