Kronologi | Hari TNI

Operasi Penumpasan Gerakan Separatis: Republik Maluku Selatan

Kesenjangan sosial antara wilayah Indonesia Timur dengan Pulau Jawa mendorong munculnya gerakan memisahkan diri dengan Negara Indonesia di wilayah Maluku.

IPPHOS

Pasukan APRIS mendarat di wilayah Maluku Selatan untuk menumpas pemberontakan Republik Maluku Selatan.

Kepada masyarakat Ambon, Manusama menyatakan, apabila wilayah Maluku Selatan bergabung dengan Indonesia akan memicu permasalahan. Pernyataan ini menyulut sentimen kedaerahan. Orang Jawa dianggap dapat menjajah wilayah Maluku apabila bergabung dengan Indonesia.

Situasi ini direspon oleh Christian Robert Steven Soumokil, seorang tokoh penting dalam Negara Indonesia Timur. Bersama pendukungnya ia memproklamasikan Republik Maluku Selatan (RMS).

Pemerintah Republik Indonesia Serikat menganggap keberadaan RMS sebagai gerakan separatisme. Berbagai operasi-operasi militer dilancarkan ke wilayah Maluku Selatan karena perundingan damai tidak diindahkan.

4 April 1950


Manusama mengundang rapat para rajapati (penguasa desa) dari Pulau Ambon ke kantornya. Kepada para rajapati dikemukakan bahwa penggabungan Maluku Selatan dengan wilayah Indonesia mengandung bahaya sehingga harus memisahkan diri.

16 April 1950


Pesawat Mustang B-25 milik Belanda yang membawa Christian Robert Steven Soumokil, mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur, mendarat di lapangan terbang Laha, Ambon.

18 April 1950


Sekitar 2.000 orang menghadiri rapat umum di Ambon. Salah satu pembicara, Manusama, mengobarkan semangat antipemerintah Republik Indonesia Serikat. Ia menyampaikan bahwa orang Maluku tidak mau dijajah orang Jawa.

23 April 1950


Soumokil, Manusama, dan kelompoknya mengadakan rapat gelap untuk menetapkan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS). Penduduk Maluku Selatan terpecah antara pendukung Soumokil dengan Soekarno.

25 April 1950


Pemerintah Maluku Selatan yang dibentuk oleh JH Manuhutu, dan A Wairisal memberikan pengumuman kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat yang menyatakan “Proklamasi Kemerdekaan Maluku Selatan”. Dengan ini RMS melepaskan diri dari Negara Indonesia Timur dan Republik Indonesia Serikat.

6 Mei 1950


Muncul pemberitaan tentara Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL) dari Belanda ikut terlibat melindungi para proklamator Maluku Selatan. Keterlibatan KNIL ini memunculkan kecurigaan dari pihak Indonesia terkait campur tangan Belanda dalam pendirian RMS.

13 Mei 1950


Kementerian Pertahanan Republik Indonesia Serikat menyatakan, peristiwa berdirinya RMS diselesaikan secara militer, dipimpin oleh Kolonel Kawilarang. Keputusan ini dilakukan setelah perundingan damai tidak diindahkan pihak RMS.

Pada tanggal 12 Juli 1950 Kesatuan APRIS dibawah pimpinan Kolonel Kawilarang menuju ke kepulauan Ambon dalam rangka penumpasan RMS. IPPHOS

12–13 Juni 1950


Konferensi Maluku diselenggarakan di Semarang. Dalam konferensi tersebut para politikus asal Ambon menganjurkan agar masyarakat Maluku mengirim misi perdamaian ke Ambon. Mereka mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan otonomi kepada Maluku Selatan. Namun, beberapa kelompok badan perjuangan tidak menyetujui usul tersebut. Mereka menganjurkan pemerintah melakukan operasi militer.

14 Juli 1950


Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS/TNI) dengan sandi “Operasi Malam”, mendaratkan pasukannya sebanyak 850 orang untuk melawan RMS. Operasi ini dipimpin Komandan Mayor Pellupessy.

24 Juli 1950


Pendaratan pasukan APRIS di Pulau Buru, Kai, Aru, dan Seram di Maluku Selatan.

21 Agustus 1950


Operasi Fajar dipimpin oleh Letnan Kolonel Slamet Riyadi dengan sasaran utamanya menduduki Kota Piru di Pulau Seram.

28 September 1950


Pasukan APRIS mendarat di Pulau Ambon yang dianggap sebagai titik pertahanan paling baik. Pasukan kemudian dibagi menjadi tiga kelompok, terdiri dari kelompok Mayor Achmad Wiranatakusumah, Letnan Kolonel Slamet Riyadi, dan Mayor Suryo Subandrio. Ketiga kelompok ini disebar menuju wilayah Maluku Selatan, terutama yang dikuasi oleh kelompok RMS.

3 November 1950


Pasukan APRIS berangsur-angsur dapat menguasai wilayah-wilayah yang dikuasai RMS. Beberapa wilayah di Ambon dapat direbut kembali oleh APRIS.

Sidang pemeriksaan terhadap anggota RMS Johannes Hermanus Manahutu oleh Pengadilan Tentara Yogya dengan Hakim Tentara Letkol. Tituler Salatun dan Jaksa May. Tituler Sunarto. IPPHOS/28-02-1955

8 Juni 1955


Presiden RMS JH Manuhutu, dan Perdana Menteri RMS Wairissal, bersama sembilan orang menterinya dijatuhi hukuman penjara selama tiga sampai lima setengah tahun. Hukuman sepuluh tahun penjara dikenakan kepada tokoh-tokoh militer.

2 Desember 1963


Pimpinan RMS Soumokil tertangkap di Pulau Seram dan diadili di depan Mahkamah Militer. Dalam perkembanganya Soumokil divonis hukuman mati.

12 April 1966


Pemerintah RI mengambil tindakan tegas dengan melaksanakan hukuman mati terhadap sisa-sisa gerombolan RMS.

Referensi

Buku

Penulis
Martinus Danang
Editor
Inggra Parandaru