Kronologi

Merkuri Masih Jadi Ancaman Ekosistem Hayati

Pada era bioteknologi saat ini, kesadaran, keprihatinan, dan tidak lanjut untuk mengatasi pencemaran seharusnya milik setiap orang. Pencemaran yang tak kasat mata, salah satunya, disebabkan oleh penggunaan senyawa kimia merkuri.

KOMPAS/AMIR SODIKIN

Ribuan warga di tepi Sungai Kahayan, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, bergantung langsung pada air sungai yang telah tercemar merkuri (13/7/2003). Seluruh sungai di Kalimantan Tengah dinyatakan telah tercemar merkuri, sebagian bahkan telah melampaui ambang batas.

Bagi warga yang masih awam, berita dan informasi mengenai pencemaran mungkin dianggap sebagai berita yang mudah muncul dan mudah pula hilangnya. Bahkan, ada yang mencoba untuk memaklumi dan menerima, sebagai dampak perkembangan zaman serta pemenuhan kebutuhan hidup.

Pada era bioteknologi saat ini, kesadaran, keprihatinan, dan tindak lanjut untuk mengatasi pencemaran seharusnya milik setiap orang. Pencemaran yang tak kasat mata, salah satunya, disebabkan oleh penggunaan senyawa kimia, yakni merkuri.

Merkuri yang dikenal dengan lambang kimia Hg, merupakan logam bersifat gas dapat mengumpul di udara. Hal ini dapat membahayakan manusia dan makhluk hidup lainnya. Walaupun jumlahnya kecil, tapi sangat beracun bagi makhluk hidup yang ada di lingkungan tersebut. Merkuri akan mencemari ekosistem air baik sungai, tanah, maupun laut, dan terakumulasi pada biotanya yang kemudian berujung pada manusia jika mengkonsumsinya secara terus-menerus. Pencemaran merkuri biasanya ditemukan di areal pertambangan emas tradisional yang menggunakan merkuri secara illegal untuk proses pengolahannya.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat, jumlah penambangan ilegal untuk komoditas mineral mencapai 2.645 lokasi dan 85 persen di antaranya merupakan tambang emas ilegal. Di sisi lain, estimasi jumlah penggunaan merkuri di satu lokasi adalah 6,2 — 85,63 kilogram per tahun. Jika dijumlahkan, total penggunaan merkuri di seluruh Indonesia mencapai 13,94 — 192,53 ton per tahun.

Selain ditemukan di pertambangan, merkuri juga digunakan oleh pabrik dalam proses produknya. Terkadang pabrik tidak mempunyai tempat pengolahan limbah yang sesuai standar Amdal serta pengawasan yang kurang, sehingga mereka membuang limbah berbahaya tersebut di sembarang tempat.

Contoh kasus Tragedi klasik limbah B3 yang kini melegenda adalah Minamata, Jepang. Seperti halnya industri lain saat itu, Nippon Nitrogen Fertilizer yang berdiri sejak 1908 langsung membuang limbahnya ke alam, ke Teluk Minamata. Penanganannya yang lambat membuat gejala itu pada tahun 1965 meluas ke Prefektur Niigata, tetangga Minamata. Baru tahun 1968 Pemerintah Jepang membuat pernyataan resmi bahwa penyebabnya adalah pencemaran yang bersumber dari senyawa metil merkuri, yang dibuang Chisso selama bertahun-tahun. Ikan, kerang, udang, dan berbagai biota laut yang menjadi santapan orang Jepang, tercemar 70–150 ton merkuri yang sudah dibuang ke teluk itu. Oleh karena itu, melalui rantai makananlah penduduk Minamata dan Niigata terkena dampaknya.

Berikut ini adalah beberapa catatan yang di rangkum Arsip Kompas tentang hasil penelitian Merkuri Masih Jadi Ancaman Ekosistem Hayati.

5 Agustus 1985

Hasil penelitian dr. Meizar B Syafei, menemukan gejala kecacatan akibat keracunan metil merkuri yang mirip penyakit Minamata berada di perkampungan nelayan di Penjaringan dan Muara Angke, Teluk Jakarta sejak tahun 1980. Kurang lebih enam anak diduga menjadi korban keracunan tersebut. Hasil pemeriksaan rambut penduduk Teluk Jakarta pada 1983 belum menjumpai adanya kasus keracunan merkuri.

22 Mei 1991

Sungai Cakung dan sungai Petukangan, Jakarta, mengandung merkuri sebesar 2,16 ppm (standar USFDA), hal ini melebihi kadar baku mutu maksimum yang diperbolehkan oleh Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, yakni maksimum untuk sungai sebesar 0,01 ppm.

25 September 1991

Ditemukannya kandungan merkuri pada ikan sepat dan ikan gabus di sungai Sunter, Jakarta Utara, antara 0,0025 — 6,000 ppm.

2 Juli 1998

Dari hasil penelitian staf pengajar Universitas Sam Ratulangi Manado, Dr Rizald Rompas dan James Paulus sepanjang tahun 1996. Hasil deteksi logam berat di Kabupaten Sangihe Talaud, tepatnya di perairan Desa Dago, Sulawesi Utara, menunjukkan konsentrasi merkuri berkisar 0–2,05 ppm (di air) dan 0–4 ppm (di lumpur sungai).

22 Juni 1999

Hasil penelitian RCCNUI berkerja sama dengan DGFTZE Jerman yang telah diuji Batan menyebutkan, akibat keracunan logam berat satu generasi terancam akan hilang. Sebab logam berat menyebabkan idiot atau lemah pikiran. Penelitian tersebut mengambil sampel darah dan ASI dari 96 ibu berusia antara 20–50 tahun, serta darah 10 anak berumur di bawah lima tahun. Dalam darah mereka ditemukan kandungan merkuri sekitar 2,8 miligram per liter. Unsur merkuri juga ditemukan pada darah 33 pengkonsumsi ikan sebesar 6,3 miligram per liter.

24 Juli 1999

Kepala Bapeldada Tingkat I Kalteng Ir H Sjachril Samad mengatakan, sungai-sungai besar di Kalimantan Tengah diperkirakan setiap tahun tercemar logam berat merkuri sebesar 10 ton sisa penambangan emas tradisional.

21 September 1999

Dinas Pertambangan Umum Sulawesi Utara melakukan penelitian di air sungai Dimembe, Minahasa, hasilnya terdapat pencemaran logam berat merkuri mencapai 0,007 ppm.

12 September 2000

Dr Thamrin Usman, pakar kimia Universitas Tanjungpura di hadapan anggota Komisi D DPRD Kalbar memaparkan hasil penelitiannya tentang Sungai Kapuas. Disebutkan bahwa kondisi air sepanjang alur Sungai Kapuas telah tercemar logam merkuri sebanyak puluhan kali di atas ambang batas. Air baku yang diolah pada PDAM Kodya Pontianak juga mengalami kasus yang sama dengan kadar merkurinya mencapai tiga–lima kali di atas ambang batas.

21 November 2000

Sebanyak 100 pelanggan air minum yang dipasok PDAM Kota Pontianak akan menjalani pemeriksaan kandungan merkuri. Petugas kesehatan mengambil rambut dan urine sebagai sampel, untuk dikirim ke Laboratorium Kesehatan di Surabaya dan Batan. Kepala Dinas Kesehatan Kalbar Dr Pendi Tjahja Perdajaman kepada Kompas di Pontianak menjelaskan, untuk rambut, petugas baru mengambil 80 sampel dari 240 konsumen yang direncanakan. Sedangkan, urine baru 20 dari 60 konsumen air minum PDAM yang telah ditetapkan.

Baca Juga: Jejak Pencemaran di Indonesia

18 Januari 2001

Hasil penelitian Ketua Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Sumatera Barat Ir Darman Siri menyatakan deteksi terhadap sampel rambut 100 pekerja tambang, kadar merkuri yang ditemukan sebesar 11,7 sampai 89 mg/kg rambut. Kadar ini melebihi ambang batas yang seharusnya 0 mg/kg rambut.

22 Januari 2001

Hasil pemeriksaan yang dilakukan Walhi Sulut dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) pada 20 orang Teluk Buyat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, yang dipilih dari sekelompok penduduk yang mengalami keluhan kesehatan tiga tahun terakhir ini menunjukkan, 95 persen sampel darah mereka mengandung arsen (dengan kadar berkisar 10,10 — 27,10 mikrogram per liter) dan 65 persen mengandung merkuri (berkisar 2,6 — 10 mikrogram per liter). Kadar dua unsur tersebut sampai 100 persen di atas nilai toleransi acuan Speciality Laboratories Santa Monica, yaitu 11,0 mikorgram per liter untuk arsen dan 5,0 mikrogram per liter untuk merkuri.

7 September 2002

Peneliti Djoko Rahardjo dan Irwanto dari Fakultas Biologi, Universitas Kristen Duta Wacana yang melansir temuan mereka antara Desember 2001 sampai dengan Februari 2002, ditemukan bahan pencemar logam berat merkuri di sungai Kahanyan dalam sedimen berkisar antara 0,310 — 0,782 ppm dan ada kecenderungan makin meningkat dari daerah hulu ke hilir. Selain itu, akumulasi kadar logam berat merkuri pada ikan Baung yang hidup di sungai pada kisaran 0,340 – 1,096 ppm.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO

Petambang emas skala kecil di Gunung Botak, Buru, Maluku, Rabu (11/11/2015), menunjukkan kemasan merkuri yang dijual bebas. Merkuri itu dijual Rp 300.000 per kilogram atau jauh lebih murah daripada merkuri legal produk impor seharga Rp 2 juta per kilogram. Merkuri murah itu diduga kuat diperoleh dari pengolahan batu sinabar yang juga ditambang dari daerah tersebut. Paparan logam berat merkuri berisiko bagi lingkungan dan kesehatan manusia.

12 Januari 2003

Kondisi Waduk Saguling lebih buruk karena menjadi tempat pengendapan pertama Sungai Citarum. Kandungan merkuri 30 kali di atas batas normal, 0,06 miligram per liter.

11 Mei 2004

Badan Pengelola Lingkungan Hidup DKI Jakarta menemukan kandungan amoniak, merkuri, dan fenol di perairan Pantai Ancol dan sekitarnya telah melebihi ambang batas baku mutu yang ditetapkan Menteri Lingkungan Hidup. Kandungan merkuri tertinggi mencapai 0,056 mg/l (normal batas baku mutu 0,002 mg/l untuk wisata bahari dan 0,001 mg/l untuk biota laut).

20 Juli 2004

Lebih dari 100 warga Buyat, Ratatotok, Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara, menderita penyakit minamata setelah diduga terkontaminasi oleh logam berat arsen dan merkuri yang mencemari Teluk Buyat. Menurut IPCS, nilai ambang batas terjadinya gejala penyakit minamata pada tubuh manusia akibat paparan total merkuri adalah 200–500 Ág/l atau 200–500 ppb, dan konsentrasi total merkuri dalam rambut 50–125 Ág/g (ppm).

KOMPAS/NASRU ALAM AZIZ

Instalasi detoksifikasi dengan latar belakang cerobong utama pabrik pengolahan emas PT Newmont Minahasa Raya di Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara. Limbah tailing yang mengandung merkuri dibuang ke Teluk Buyat melalui pipa setelah melalui proses detoksifikasi. Sementara limbah berupa gas, yang juga mengandung merkuri, dibuang ke udara melalui cerobong setelah diturunkan konsentrasinya pada sirkuit mercury scrabber (penyerapan merkuri) melalui mekanisme absorbsi dengan Mercuric chlorida. Limbah Merkuri – Instalasi detoksifikasi dengan latar belakang cerobong utama pabrik pengolahan emas PT Newmont Minahasa Raya di Kabupaten Minahasa Selatan Propinsi Sulawesi Utara.Limbah merkurinya di buang ke Teluk Buyat dan menajdi masalah.

22 Oktober 2004

Menurut penelitian Bapedalda Sumut pada tahun 2003 di 10 titik di sungai Belawan terungkap, sebanyak empat titik kandungan logam berat jauh melampaui ambang batas. Keempat titik tersebut adalah bagian hilir Sei Krio, Kampung Lalang, Kelambir Lima, dan Hamparan Perak. Pencemaran yang terparah terjadi di bagian hilir sungai, yaitu Hamparan Perak dengan kandungan Hg mencapai 0,7012 mg/l. Padahal, menurut standar baku mutu sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, kandungan Hg yang aman adalah 0,002 mg/l. Kandungan Zn mencapai 0,1882 mg/l, padahal standar baku mutu hanyalah 0,05 mg/l, dan kandungan Pb mencapai 0,2884 mg/l, padahal standar baku mutu hanya 0,03 mg/l.

11 Agustus 2005

Hasil Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Bung Hatta tahun 2005 yang dipaparkan di hadapan Pemerintah Kabupaten Dharmasraya, kandungan merkuri di Batang Piruko 7,819 mg/l dan di Batang Siat 1,761 mg/l.

KOMPAS/BM LUKITA GRAHADYARINI

Penambangan emas liar mengeruk emas dari dasar Sungai Batanghari Juni lalu menghasilkan limbah logam berat merkuri.

18 September 2006

Sapi Potong yang digembalakan di TPA Jatibarang, Semarang, Jawa Tengah, terbukti tercemar logam berat merkuri. Dari hasil penelitian M Arifin seorang dosen sekaligus peneliti Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, yang mengambil sampel hati sapi terkandung 48 parts per milion (ppm) unsur timbal dan 0,02 ppm unsur merkuri. Sedangkan, Maximum Residue Limit yang ditetapkan Departemen Kesehatan RI adalah 2,00 ppm untuk plumbum dan 0,03 ppm untuk merkuri. Dampak paling buruk dapat menyebabkan perubahan genetika bila terakumulasi terus-menerus.

KOMPAS/L ANDREAS SARWONO

TPA Jatibarang, Semarang, juga digunakan untuk menggembala sapi potong warga, pekan lalu. Namun, menurut hasil penelitian, sampel daging sapi yang mengonsumsi sayur dan buah-buahan sisa itu terbukti mengandung logam berat.

17 September 2008

Hasil penelitian di hulu sungai Kapuas, di Kabupaten Sintang dan Sekadau oleh Dekan Fakultas MIPA Untan Thamrin Usman mengungkapkan, di Sekadau terdapat kandungan merkuri sebesar 0.2 ppb (parts per billion). Sedangkan di Kabupaten Sintang kandungan merkuri sebesar 0.4 pbb.

8 Desember 2009

Penelitian di lokasi tambang emas dengan sampel air sungai Langkowala dan sungai Wumbubangka yang dilakukan oleh Emiarti peneliti di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Haluoleo, Kendari. Hasil penelitian menunjukkan kandungan merkuri antara 0,07 mg per liter dan 0,9 mg per liter.

7 April 2010

Hasil penelitian BLHD Kalsel awal 2010, DAS Riamkanan tercemar logam berat melebihi baku mutu, antara lain, kadar merkuri 0,18 miligram (mg) per liter air (ambang baku mutu 0,001 mg), arsenik 0,06 mg (ambang baku mutu 0,005 mg), dan mangan 0,5mg per liter air (ambang baku mutu 0,1 mg), dan seng 0,13 mg (ambang baku mutu 0,05 mg).

29 Desember 2010

Lahan eks bengkel dan gudang ExxonMobil di Gampong Hueng, Kecamatan Tanah Luas, Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam tercemar merkuri. Hasil analisis laboratorium Pusat Pengendalian Dampak Lingkungan dari dua sampel tanah di areal tersebut, menunjukkan kandungan merkuri mencapai 303.379 miligram per kilogram dan 43.030 miligram per kilogram tanah. Kementerian Lingkungan Hidup juga mengambil sampel tanah sekitar 15 meter dari areal utama, yang ternyata mengandung merkuri 88 miligram per kilogram tanah. Sementara sampel tanah sekitar 25 meter dari area utama mengandung 21 miligram per kilogram tanah.

11 September 2012

Dari hasil penelitian  Sayaka Takakura, peneliti dari Universitas Ehime, Jepang, ditemukan kadar merkuri di beberapa aliran sungai di Gorontalo mencapai 0,0036 miligram per liter. Jumlah itu jauh di atas batas normal, yaitu 0,001 miligram per liter. Kandungan merkuri juga ditemukan pada tanaman padi dan kangkung yang kerap dikonsumsi warga Gorontalo.

16 Januari 2013

Sungai dan sumber air yang tercemar diketahui hasil penelitian Balai Teknik Kesehatan Lingkungan di wilayah Maluku, awal November 2012. Sungai yang tercemar merkuri melebihi ambang batas toleransi sebesar 0,001 miligram (mg) per liter (l), yaitu di hulu Sungai Wae Apo sebesar 0,0529 mg per l, Kali Suket di Kayeli 0,0049 mg per l, dan Kali Waenetat 0,0089 mg per l. Di hulu dan hilir Kali Wansait, 0,0463 mg per l dan 0,006 mg per l. Selain itu, Anahonai dan Jalur D Wansait, 0,0042 mg per l dan 0,0452 mg per l.

2 September 2014

Kompas menguji kualitas air sungai Mesumai, sungai Merangin, dan sungai Tembesi di sebuah lembaga penguji terakreditasi di Jakarta. Kadar merkuri di permukaan sungai Mesumai mencapai 0,0008 mg/l konsentrasi tersebut sudah mendekati batas aman.

22 Oktober 2014

Sungai Wae Apo dan Teluk Kayeli tercemar merkuri. Hal ini berdasarkan penelitian dari sampel lumpur yang diambil dari kedua tempat. Kadar merkuri ditemukan di Sungai Wae Apo sebesar 9 miligram per 1 kilogram lumpur, sedangkan di Teluk Kayeli kadar merkuri yang ditemukan sebesar 3 miligram per 1 kilogram.

29 Desember 2015

Kandungan merkuri telah ditemukan di dalam tubuh manusia. Hal ini berdasarkan penelitian sampel rambut pada 5 penambang mencampai 18 miligram per 1 kilogram atau 36 kali dari standar. Sedangkan, pada 5 penduduk bukan pekerja tambang ditemukan konsentrasi merkuri sebesar tiga kali dari standar minimal 0,5 miligram per 1 kilogram .

KOMPAS/YOLA SASTRA

Bentuk merkuri atau air raksa yang digunakan petambang emas ilegal di Sungai Baye, sub-Daerah Aliran Sungai Batanghari, di Kecamatan Koto Baru, Dharmasraya, Sumatera Barat, akhir November 2019. Para petambang tersebut menggunakan merkuri untuk mengikat emas. Penggunaan merkuri seperti ini sangat berbahaya bagi kesehatan dan merusak lingkungan.

10 Maret 2017

Hasil penelitian Bali Fokus dan International OPOs Elimination Network menyebutkan, valuasi kerugian dampak merkuri pada kesehatan dan penurunan kecerdasan (IQ) anak-anak di Indonesia mencapai Rp 12 miliar-Rp 24 miliar per tahun. Penelitian dengan mengambil sampel rambut warga di Sekotong, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Poboya, Sulawesi Tengah. Hasilnya sampel rambut dari keduanya menggandung merkuri dari 0,82 ppm hingga 13,3 ppm.

10 Juli 2017

Teluk Jakarta tercemar logam berat merkuri, hal ini berdasarkan hasil penelitian LIPI. Beberapa biota laut yang tercemar logam berat antara lain kerang hijau dan ikan barakuda. Konsentrasi merkuri yang ditemukan pada kerang hijau mencapai 27,86 — 45,41 mg/kg. padahal, baku mutu yang ditetapkan hanya 1 mg/kg.

14 September 2017

Merkuri terdeteksi pada beras di Cisitu sebesar 1.800 bagian per miliar. Padahal, standar aman kandungan merkuri dalam beras dari Organisasi Pangan Dunia (FAO) adalah 30 bagian per miliar dan Standar Nasional Indonesia 50 bagian per miliar. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bali Fokus.

16 Mei 2018

Di Sungai Citarum, pengukuran pada 2018 menunjukkan kandungan merkuri pada ikan lele melampaui standar baku mutu. Dari tiga lokasi yang diukur, kandungan merkuri terendah di bagian hulu, Cisanti, yang mencapai 5,32 x 10² Ug/gram (standar kurang dari 0,5 Ug/gram).

2 Desember 2019

Kajian PPKLH UNP 2017, kandungan organik dan logam berat di sekitar DAS Batang Kuantan, Kabupaten Sijunjung, Sumbar, relatif tinggi dan tidak layak konsumsi. Kandungan merkuri di sekitar DAS itu 0,0078 mg/L, melampaui baku mutu yang hanya 0,001 mg/L. Kajian Runi Sahara dan  Dwi Puryanti  dari Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas, air Sungai Batanghari, Dharmasraya, di aliran Batu Bakauik tak layak konsumsi. Kandungan merkuri maksimum 5,198 mg/L, sedangkan kandungan timbal maksimum 1,259 mg/L (baku mutu Pb maksimal 0,03 mg/L).

Referensi

Arsip Kompas
  • “Tragedi Minamata Tak Boleh Terulang Lagi”, KOMPAS, 5 Agustus 1985, hal 8.
  • “Ikan di Sungai Petukangan dan Cakung Tercemar Merkuri”, KOMPAS, 22 Mei 1991, hal 8.
  • “Ikan Sepat dan Gabus Sungai Sunter Tercemar Mercuri” KOMPAS, 26 September 1991, hal 7.
  • “Perairan Sulawesi Utara Tercemar”, KOMPAS, 7 Juli 1998, hal 16.
  • Sungai Dimembe Tercemar Merkuri”, KOMPAS, 22 September 1999, hal 8.
  • “Diduga Karena Reklamasi Kenjeran”, KOMPAS, 24 Juni 1999, hal 17.
  • “10 Ton Merkuri Cemari Sungai Kalteng”, KOMPAS, 26 Juli 1999, hal 11.
  • “Sangat Serius, Pencemaran Merkuri di Sungai Kapuas”, KOMPAS, 12 September 2000, hal 10.
  • “100 Pelanggan PDAM Jalani Tes Rambut dan Urine”, KOMPAS, 22 November 2000, hal 20.
  • “Tragedi Minamata Bisa Terjadi di Teluk Buyat”, KOMPAS, 23 Januari 2001, hal 10.
  • “Sungai Kahanyan Tercemar Merkuri”, KOMPAS, 7 September 2002, hal 19.
  • “Waduk Saguling dan Cirata Tercemar Logam Berat”, KOMPAS, 12 Januari 2003, hal 9.
  • ‘Indonesia di Lintasan Limbah B3”, KOMPAS, 27 Juli 2003, hal 22.
  • “Pencemaran Air Laut di Jakarta Makin Meluas”, KOMPAS, 12 Mei 2004, hal 11.
  • “Lebih dari 100 Warga Buyat Menderita Penyakit Minamata * Seseorang Bayi Meninggal”, KOMPAS, 20 Juli 2004, hal 1.
  • “Warga Buyat Terbukti Terkontaminasi Merkuri”, KOMPAS, 30 Juli 2004, hal 1.
  • “Air Sungai Belawan Bahaya Dikonsumsi, Logam Berat Lampaui Ambang Batas”, KOMPAS, 22 Oktober 2004, hal 28.
  • “Pencemaran: Polres Dharmasraya Tangkap Penambang”, KOMPAS, 11 Agustus 2005, hal 24.
  • “Ternak Sapi Tercemar Logam Berat * Rekomendasi Peneliti Belum Ditanggapi Pemkot Semarang”, KOMPAS, 18 September 2006, hal 6.
  • “Lingkungan: Pencemaran di Kapuas dari Hulu hingga Kini”, KOMPAS, 17 September 2008, hal 13.
  • “Kesehatan Lingkungan: Tambang Emas Bombana Tercemar Merkuri”, KOMPAS, 9 Desember 2009, hal 22.
  • “Penambang Ditertibkan * Lingkungan Hidup Maluku Rusak”, KOMPAS, 7 April 2010, hal 23.
  • “ExxonMobil: Pencemaran Merkuri Belum Tuntas”, KOMPAS, 29 Desember 2010, hal 12.
  • “Tambang Emas: Pulau Buru Tercemar Merkuri”, KOMPAS, 17 Januari 2013, hal 22.
  • “ Pencemaran Lingkungan: Minum Air Merkuri di Batanghari, KOMPAS, 2 September 2014, hal 1.
  • “Pencemaran Lingkungan: Gubernur Maluku: Hentikan Tambang Emas Ilegal”, KOMPAS, 22 Oktober 2014, hal 24.
  • “Diduga Mengandung Emas Gunung Botak, Pengolahan Sedimen DAS Wae Apo Harus Transparan, KOMPAS WEB, “29 Desember 2015.
  • “Cemaran Merkuri Jadi Bom Waktu * Valuasi Dampak Kesehatan hingga Rp 24 Miliar”, KOMPAS, 11 Maret 2017, hal 14.
  • “Polusi Logam Berat Merisaukan * Warga Diimbau Batasi Konsumsi Kerang Hijau”, KOMPAS, 10 Juli 2017, hal 13.
  • “Beras dan Ikan Tercemar Merkuri * Prioritaskan Pemantauan pada Makanan”, KOMPAS, 16 September 2017, hal 14.
  • “Ketegasan Hukum Dinanti”, KOMPAS, 16 Mei 2018, hal 13.
  • “Jalan Panjang Memerangi Perdagangan Merkuri Ilegal”, KOMPAS, 4 Agustus 2021, hal B.
  • “Kajian Dampak Telah Cukup”, KOMPAS, 3 Desember 2019, hal 16.