Pelaku Sejarah Bandung
Pelaku sejarah Bandung Lautan Api berbaris dengan atribut masa itu di Lapangan Tegal Lega, Kota Bandung, Jawa Barat, saat mengikuti peringatan 62 tahun peristiwa (24/3/2008).
Foto: Kompas/Rony Ariyanto Nugroho
Kobaran semangat membara di dada para pejuang yang terdiri dari laskar pemuda Bandung dan Tentara Republik Indonesia (TRI) setelah mengetahui Belanda terlibat dalam kedatangan tentara Sekutu di Bandung. Para pejuang pun bertekad mempertahankan Bandung dengan segala cara.
Dengan persenjataan tak sekuat pasukan Sekutu, para pejuang menyerang markas-markas Tentara Sekutu tanpa takut. Serangan ini semakin menggelora ketika Komandan TKR Aruji Kartawinata memberikan komando untuk menyerang melalui radio Banteng Hitam pada 24 November 1945.
Pertempuran terjadi di seluruh Kota Bandung hingga wilayah-wilayah di sekitarnya. Pola serangan para pejuang beragam, mulai dari penyerangan markas-markas dan asrama-asrama, hingga penyerangan konvoi-konvoi pengiriman pasukan, amunisi, serta logistik mereka.
Dari penyerangan konvoi pengiriman amunisi ini, tak jarang pemuda mampu menjarah persenjataan tentara Inggris. Penyerangan di Jalan Fokkerweg dan jalan sepanjang Sukabumi-Cianjur-Bandung paling membuat Inggris geram. Berbagai taktik pengeluaran ultimatum dilakukan, namun tak meruntuhkan tekad pejuang mempertahankan Bandung.
Lambat laun situasi semakin genting dan tak berimbang. Taktik bumi hangus pun diambil oleh para pejuang yang secara resmi diperintahkan oleh Kolonel Nasution pada 24 Maret 1946. Suasana pilu terasa ketika para pemuda dan tentara membakar posko-posko dan asrama-asrama mereka sendiri. Namun pengorbanan itu terbayar, Sekutu urung mengambil alih Bandung.
Belanda Membonceng Sekutu
September 1945
Ketegangan menyelimuti laskar-laskar perjuangan rakyat di Bandung setelah kedatangan Tentara Sekutu yang diboncengi NICA, KNIL, dan RAPWI yang berniat membatalkan kemerdekaan Indonesia.
10 Oktober 1945
Laskar pemuda menyerbu markas Kempetai di Heetjansweg (sekarang Jalan Sultan Agung). Serangan ini membangkitkan Amarah tentara Jepang. Mereka mengadakan serangan balasan yang menyebabkan Moh. Rafiq dan Sumodijono dari Angkatan Pemuda PTT gugur.
11 Oktober 1945
Laskar Pemuda kembali menyerbu Heetjansweg tanpa ada korban dari pihak laskar pemuda. Mereka berhasil menjarah gudang senjata.
12 Oktober 1945
Divisi ke-23 Inggris India yang dipimpin Brigadir Jenderal Mac Donald tiba di Bandung dan langsung menyusun markasnya di Gedung Sate dan memasang barikade serta pos-pos penjagaan di sekitarnya.
15 Oktober 1945
Pada pukul 10:00 WIB Jenderal Mac Donald mengajak pejabat pemerintah Indonesia untuk membentuk Badan Perhubungan dengan tujuan untuk mengatur pemecahan persoalan Sekutu dan Republik Indonesia dengan cara damai. Dalam kenyataannya, Badan ini tidak berfungsi.
24 November 1945
Komandan TKR Aruji Kartawinata memberikan komando untuk menyerang melalui radio Banteng Hitam pada pukul 00:00 WIB. Sudut-sudut Bandung bergetar serentak. Serangan malam itu dipimpin oleh Pemuda Sutoko.
Meluapnya Sungai Cikapundung
25 November 1945
Menjelang dini hari, sungai Cikapundung meluap. Banjir menggenangi Jalan Lengkong Besar, Sasak Gantung, dan sekitarnya. Tentara Gurkha yang hanya ingin melihat banjir, dikira ingin menyerbu laskar pemuda. Pemuda menyambutnya dengan peluru. Insiden tembak menembak tak terhindarkan. Keesokan harinya ketika banjir reda, didapati banyak mayat korban banjir yang sebagian besar terdapat bekas peluru di tubuhnya.
27 November 1945
Insiden meluapnya Sungai Cikapundung membuat geram Jenderal Mac Donald. Pada pukul 10:00 WIB, Ia memberikan ultimatum ke Gubernur Jawa Barat, Sutardjo Kartohadikusumo. Isi ultimatum tersebut adalah agar orang-orang Indonesia yang berada di Bandung Utara dipindahkan ke Bandung bagian selatan rel kereta. Tenggang waktu diberikan sampai tanggal 29 November pukul 12:00 WIB. Jika tidak ditepati, orang yang masih di Bandung Utara akan ditangkap, dan yang bersenjata akan ditembak mati. Ultimatum tak dihiraukan. Para pemuda tetap bertahan, pertempuran tak terelakkan.
Bandung Dibagi Dua
29 November 1945
Pengabaian ultimatum yang diberikan oleh Sekutu menyebabkan perundingan antara Menteri Pertahanan Indonesia, Amir Syarifuddin, dengan Panglima Sekutu di Jawa Barat, Mayjen Hawthron, dan menyepakati bahwa pasukan bersenjata saja yang harus keluar dari Bandung Utara. Namun kenyataannya berbalik dari hasil perundingan ini. Semua dipaksa keluar dari Bandung Utara, serta Sekutu justru menambah pasukannya di Bandung.
3 Desember 1945
Pemuda Suhono, Didi, Muchtarudin, Rana, Sebengat, Surjono, dan Susilo gugur dalam mempertahankan Gedung Sate dari Tentara Gurkha. Pemuda DKA juga akhirnya menghancurkan sendiri gedung DKA yang dipertahankannya supaya tidak direbut musuh dalam keadaan utuh.
Pertempuran Lengkong Besar
6 Desember 1945
Tentara Sekutu melakukan operasi pembebasan orang-orang Belanda dan Indo Belanda yang berada di Ciateul dan Lengkong Tengah. Operasi ini dimulai pukul 05:30 pagi. Serangan ini menggunakan 3 buah tank dan beberapa buah panser serta2 pesawat bomber B-25 dan 3 pesawat F-15 Mustang. Dari Hotel Homan dan Preanger, Sekutu juga menembakkan mortirnya. Serangan dilawan oleh pemuda API, BMP, Hizbullah, serta BBRI. Serangan berakhir ketika operasi pembebasan berhasil, dan Sekutu mundur ke Hotel Homan.
Pertempuran Cicadas
14 Desember 1945
Cicadas, yang dianggap pusat laskar pejuang serta jalur penghubung mobilitas pejuang dari Bandung Selatan ke Bandung Utara diserang dari udara. Rumah, toko, dan pasar hancur menjadi puing. Setelah serangan dari udara berhenti, kendaraan lapis baja Sekutu bergerak menerjang pertahanan laskar pejuang menuju Bojongkoneng-Cikutra untuk membebaskan tawanan Jepang.
21 Desember 1945
Pukul 05:00 WIB, pasukan Gurkha tiba tiba melakukan serangan ke markas pejuang di Cicadas. Penyerbuan ini mendapat perlawanan yang hebat dari para pejuang sampai pasukan Gurkha kewalahan dan meminta bantuan. Sehingga pada pukul 09:00 WIB, Cicadas diserang dari udara. Kurang lebih 15 bom dijatuhkan oleh pesawat terbang Inggris.
Pertempuran Sukabumi-Cianjur-Bandung
10 Maret 1946
Terjadi pertempuran antara pasukan Inggris dan TRI di Sukabumi. Pada pertempuran ini, tentara Sekutu hendak membebaskan pasukan Jepang yang ada di Sukabumi. Pasukan Letkol Edy Sukardi dari Resimen 3 TRI menembaki mereka hingga jatuh korban 2 perwira dan 6 tamtama, serta direbutnya 9 truk dan 2 jip. Penembakan yang dilakukan TRI ini tak hanya di Sukabumi, namun di sepanjang Sukabumi-Cianjur-Bandung, dengan tujuan memutus konvoi logistik mereka. Akibat serangan-serangan dari TRI ini, Inggris melancarkan serangan udara di sepanjang Cibadak-Sukabumi.
Pertempuran Fokkerweg
15 Maret 1946
Bantuan pasukan maupun amunisi bagi tentara Inggris dari Jakarta dialirkan melalui Jalan Raya Barat, Fokkerweg (kini jalan Garuda). Komandan Kompi I dari Batalyon II TRI Soemarsono, Salkon Wigona mengomando untuk menghadang aliran bantuan ini. Kurang lebih 1000 pemuda menembaki konvoi Sekutu yang terdiri dari power wagon, truk, jip, dan kendaraan pengangkut pasukan lainnya. Pertempuran meledak hebat hingga lebih dari 12 jam baku tembak. Pertempuran Fokkerweg ini punya arti penting dalam peristiwa Bandung Lautan Api. Banyak perbekalan musuh dapat direbut, termasuk pemancar radio.
Bandung Dibumihanguskan
20 Maret 1946
Radio Republik Indonesia Bandung sebagai alat revolusi berhasil membangkitkan semangat juang rakyat dan memberikan perlawanan cukup tangguh dalam perang urat syaraf. Oleh karena itu, Sekutu meluncurkan serangan udara untuk menghancurkan RRI Bandung yang studionya terletak di Tegallega. Gedung-gedung di sekitar Tegallega hancur terkena peluru dan bom, namun studio RRI tidak mengalami kehancuran. Selain untuk menghancurkan radio perjuangan, serangan ini juga wujud kekesalan Inggris terhadap pencegatan konvoi-konvoi inggris oleh para pejuang Indonesia.
21 Maret 1946
Pada pukul 07:20 WIB terdengar dentuman-dentuman Meriam hebat yang mengagetkan penduduk kota Bandung khususnya daerah Tegallega. Serangan ditujukan ke markas TRI, asrama para pejuang yang ada di Tegallega.
22 Maret 1946
Tentara Inggris di Jakarta mengultimatum Pemerintah Indonesia. Bandung Selatan harus segera dikosongkan, TRI harus keluar dari kota dan hanya boleh berada di luar garis batas 11 kilometer, selambat-lambatnya dalam waktu 48 jam setelah ultimatum dikeluarkan. PM Syahrir meminta agar ultimatum dapat dipenuhi supaya TRI dapat diselamatkan, karena bukan tandingan Divisi ke-23 Inggris. PM Syahrir juga menginstruksikan agar polisi dan masyarakat sipil untuk tetap tinggal di kota dan tidak melakukan bumi hangus, karena Inggris berjanji menjamin kekuasaan de facto RI di Bandung.
23 Maret 1946
Ultimatum Inggris ditolak karena mengungsikan belasan ribu tentara dan laskar dalam waktu singkat dianggap tidak memungkinkan. Oleh karena itu, Kolonel Nasution menemui Panglima Hawthorn di Bandung Utara. Panglima Hawthorn bersikeras bahwa ultimatum tidak dapat diganggu gugat. Hari itu juga Kolonel Nasution terbang ke Jakarta dan mendapati bahwa PM Syahrir tetap meminta untuk memenuhi ultimatum Inggris.
24 Maret 1946
Kolonel Nasution kembali ke Bandung, menemui Panglima Hawthorn dan ditawari 100 truk untuk evakuasi, namun ditolak. Kolonel Nasution kembali ke posko dan pada pukul 14:00 memutuskan untuk menyimpang dari perintah Pemerintah RI. Kolonel Nasution mengomando untuk mengungsi, bumi hangus, infiltrasi ke Bandung Utara, dan tetap serang Bandung Selatan. Pada malam harinya, dimulailah bumi hangus tersebut. Tentara membakar sendiri markasnya, asrama-asrama, serta bangunan penting.
Referensi
Buku
Kemendikbud. 1995. “Peranan Desa dalam Perjuangan Kemerdekaan: Studi Kasus Keterlibatan Beberapa Desa di Daerah Bandung dan Sekitarnya”. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
Arsip Kompas
Mengenang 24 Maret 1946: Bandung Lautan Api. KOMPAS, 1 April 1987.
Liputan Khusus Semangat Bandung Lautan Api: Rel Kereta, Saksi Bisu Bandung Lautan Api. KOMPAS, 29 Maret 2008.
Tatar Sunda: Kapan Amuk Cikapundung Terjang Bandung. KOMPAS, 16 Desember 2009.
Penulis
Agustina Rizky Lupitasari
Editor
Inggra Parandaru