Kronologi

Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan: Mega Proyek Pertama di Hindia Belanda

Herman Willem Daendels adalah pemrakarsa Jalan Anyer-Panarukan yang membentang dari ujung barat hingga ujung timur Pulau Jawa. Inilah mega proyek pertama di Hindia Belanda yang menjatuhkan banyak korban jiwa.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Cerita rakyat yang berkembang dari patung tersebut adalah simbol perlawanan Kanjeng Pangeran Koesoemahdinata IX (Pangeran Kornel), Bupati Sumedang 1791-1828, terhadap Herman Willem Daendels. Pangeran Kornel bersalaman dengan tangan kiri (1/8/2008).

Daendels diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Timur di kala Belanda dipimpin oleh Louis Napoleon adik dari Napoleon Bonaparte. Jabatan yang diemban Daendels selama tiga tahun (1808-1811) menghasilkan dampak besar dalam pemerintahan Hindia. Salah satu tugas yang diamanatkan Louis Napoleon adalah mempertahankan Jawa dari serangan Inggris yang sedang melakukan ekspedisi ke wilayah Asia.

Setiba di Hindia, Daendels melihat kondisi infrastruktur jalanan di Jawa sangatlah buruk. Hal ini dianggap kendala untuk mengirimkan tentara ke wilayah-wilayah yang rawan untuk diblokade armada Inggris. Daendels juga melihat proyek pembangunan jalan ini dapat memberikan dampak perekonomian yang dapat menghubungkan wilayah pedalaman ke pelabuhan-pelabuhan.

Selain kepentingan militer, pembangunan Jalan Anyer-Panarukan dimanfaatkan untuk kegiatan komunikasi. Daendels membangun sistem pos di beberapa wilayah yang dilewati oleh proyek pembangunan sehingga memudahkan perhubungan dengan menggunakan kereta pos. Inilah awal mula Jalan Anyer-Panarukan juga disebut Jalan Raya Pos.

Pembangunan jalan dengan panjang mencapai seribu kilometer dan dibangun hanya dalam satu tahun ini (1808-1809), memakan korban jiwa tidak sedikit. Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya Jalan Raya Pos, Jalan Daendels menyebutkan bahwa proyek pembangunan Jalan Anyer-Panarukan merupakan salah satu genosida dalam sejarah kolonialisme Indonesia.

1806


Setelah Perancis menguasai Belanda, Raja Louis Napoleon segera mencurahkan perhatiannya ke Pulau Jawa yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda. Louis Napoleon melihat bahwa Pulau Jawa merupakan wilayah penting untuk perdagangan. Namun menurut laporan dari Laksamana C.H. Verhuell yang meneliti Jawa pada tahun 1788, sistem pertahanan militer di Jawa tidak cukup kuat untuk menghadapi serangan Inggris.

1807


Raja Louis Napoleon memerintahkan ahli pemetaan dari militer Belanda, Kortzius, untuk menyelidiki permasalahan Jawa saat itu. Dalam penelitiannya, Kortzius menemukan laporan dari Charles Francois Tombe pada tahun 1804-1806 yang menyatakan bahwa kondisi jalan-jalan di Jawa sangat buruk. Pada saat itu masih banyak ditemui jalan-jalan melewati tebing-tebing pegunungan dan berawa-rawa, sehingga menyulitkan transportasi.

29 Januari 1807


Herman Willem Daendels dilantik oleh Raja Belanda Louis Napoleon sebagai Gubernur Jenderal Hindia Timur di Istana Van de Dam, Amsterdam. Daendels mendapatkan instruksi penting di masa awal penugasannya. Pertama, mempersiapkan pertahanan Pulau Jawa dari serangan armada Inggris yang tengah mempersiapkan ekspedisi militer ke Asia. Kedua, membenahi administrasi pemerintahan di Jawa yang buruk sepeninggal VOC (kongsi dagang Belanda) yang telah bangkrut.

Patok titik nol kilometer jalan pos Anyer-Panarukan yang dibuat Herman Willem Daendels menjadi salah satu pesona wisata sejarah di Pantai Tanjung Tum Cikoneng, Kecamatan Anyer, Kabupaten Serang, Banten (26/1/2013). KOMPAS/ALBERTUS HENDRIYO WIDI

1 Januari 1808


Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels berhasil tiba di Jawa melalui pelabuhan Anyer, Banten, dengan penuh kesulitan karena Inggris memblokade setiap kapal-kapal pasukan Napoleon. Hal ini membuat perjalanan Daendels memakan waktu cukup panjang dan berbahaya, dari Belanda melalui Lisbon dan Maroko, menuju Kepulauan Kanari untuk meloloskan diri dengan menyewa Kapal Virginia menuju Jawa.

14 Januari 1808


Pemerintahan Daendels secara resmi dimulai sebagai Gubernur Jenderal Hindia Timur mengambil alih pemerintahan sebelumnya Gubernur Jenderal A.H. Wiese.

Awal April 1808


Gubernur Jenderal Daendels melakukan perjalanan dari Buitenzorg (Bogor) menuju Semarang dan Jawa bagian timur. Dalam perjalanannya, Daendels berpikir untuk memperbaiki jalan yang kondisinya buruk sebagai langkah strategi militer dan kepentingan ekonomi. Maka diutuslah Kolonel von Lutzow untuk meninjau dan melakukan pemetaan jalur dari Buitenzorg sampai ke Cirebon. Pemilihan Cirebon karena Daendels ingin membangun pelabuhan untuk menampung produk ekspor mengingat pelabuhan Batavia rawan blokade armada laut Inggris.

Peta Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan. KOMPAS/15 Agustus 2008

25 April 1808


Setelah kembali ke Batavia, Daendels mencanangkan program proyek pembangunan jalan raya yang menghubungkan Jawa di bagian barat menuju ujung timur Jawa di depan anggota Dewan Hindia (Raad van Indie) dan para pejabat daerah. Daendels memerintahkan pembukaan pertama proyek pembangunan dari Buitenzorg menuju Cirebon melewati Karangsembung. Jalur Anyer-Batavia dan Batavia-Buitenzorg telah tersedia sehingga Daendels hanya melakukan pengerasan dan pelebaran jalan. Proyek ini mencapai jarak sekitar 150 kilometer.

25 Mei 1808


Proyek pembangunan jalan raya yang menghubungkan Buitenzorg hingga Cirebon tersambung dengan kondisi jalan yang mampu dilewati kereta kuda maupun penunggang kuda kesatuan kavaleri. Dana pembangunan sebesar 30.000 ringgit habis untuk membayar pemimpin bumiputera dan tenaga kerja. Daendels dalam kunjungannya ke Semarang bersikukuh untuk meneruskan pembangunan jalan melewati pantai utara Jawa mulai dari Cirebon sampai Surabaya. Daendels meminta kepada para bupati setempat untuk meneruskan proyek jalan ini karena manfaatnya besar bagi perekonomian.

29 Mei 1808


Daendels dalam menjalankan pemerintahannya merasa kesulitan dalam hal komunikasi di antara para birokrat. Daendels berencana membangun pos-pos di sepanjang jalan yang dibangun agar dapat berkoordinasi dengan para bawahannya di seluruh Pulau Jawa. Daendels menginstruksikan kepada para residen dan bupati dalam waktu 3×24 jam mengirimkan jumlah pegawai untuk karesidenan dan kabupaten yang akan menangani pelayanan pos.

18 Juni 1808


Gubernur Jenderal Daendels mengeluarkan Peraturan Sementara tentang Dinas Pos yang direncanakan akan didirikan di Batavia, Semarang, dan Surabaya. Peraturan ini mengatur jalur yang harus dilewati petugas pembawa kereta pos. Di sepanjang jalur yang akan dilewati oleh petugas pos akan disediakan stasiun peristirahatan yang dilengkapi kandang kuda beserta kudanya, kereta pos, dan peralatan pos lainnya.

Agustus 1808


Proyek pembangunan memasuki wilayah Pekalongan. Sepanjang wilayah pantai utara Jawa dipenuhi rawa-rawa dan hutan sehingga banyak dari tenaga kerja terserang penyakit. Daendels mengeluarkan instruksi kepada dinas kesehatan militer di Batavia J. Hepper untuk membantu penanganan penyakit.

Celah di antara dua bukit batu di Cadas Pangeran, Sumedang, Jawa Barat ini dikenal dengan nama Celah Daendels, yang meninggalkan kenangan pahit penduduk terhadap penjajahan kolonial. Yakni saat Gubernur Jenderal Daendels membangun jalan pos (19/10/1994). KOMPAS/HER SUGANDA

September 1808


Proyek pembangunan jalan diteruskan ke arah Batang, Kaliwungu, Kendal, Semarang, Demak, Kudus, Juwana, Rembang, dan memasuki wilayah Surabaya.

November 1808


Daendels mengunjungi pantai di Surabaya untuk melihat sarana pertahanan dan kemajuan proyek pembangunan jalan raya. Menurut keterangan Rothenbuhler, mega proyek jalan raya ini memiliki manfaat untuk kepentingan pertahanan. Atas pertimbangan tersebut Daendels memerintahkan untuk meneruskan proyek pembangunan jalan hingga ujung timur Jawa.

2 Februari 1809


Gangguan keamanan di sepanjang jalur proyek pembangunan jalan membuat Gubernur Jenderal Daendels mengeluarkan peraturan khusus tentang keamanan jalan pos.

Juni 1809


Dari arah Surabaya, proyek pembangunan jalan dilanjutkan menuju Pasuruan melalui Porong, Sidoarjo, dan Bangil. Dari Pasuruan, pembangunan jalan diteruskan dan berakhir di Panarukan. Rencana untuk meneruskan pembangunan hingga ke Banyuwangi dibatalkan karena daerah tersebut terdiri dari hutan lebat, banyak hewan buas, dan tanahnya penuh rawa.

12 Desember 1809


Diterbitkan peraturan tentang Dinas Pos, Inspeksi Jalan, dan Penginapan di Pulau Jawa untuk menggantikan Peraturan Sementara tentang Dinas Pos yang dikeluarkan pada 18 Juni 1808 dan peraturan lainnya. Peraturan ini tidak hanya mengatur dinas pos melainkan juga inspeksi jalan dan penginapan yang dapat dimanfaatkan oleh para pelancong di sepanjang jalan raya pos.

Referensi

Buku
  • Dorléans, Bernard. 2016. Orang Indonesia & Orang Prancis Dari Abad XVI sampai dengan Abad XX. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
  • Isnaeni, Hendri F (ed.), dkk. 2018. Daendels: Napoleon kecil di tanah Jawa. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
  • Marihandono, Djoko, dkk. 2011. Kebijakan Politik dan Ekonomi Rezim Napoleon Bonaparte di Jawa 1806-1811. Bandung: Lubuk Agung.
  • Suyono, Seno Joko (ed.), dkk. 2017. Seri buku Tempo: jalan pos Daendels. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
  • Tim Ekspedisi Kompas. 2008. Ekspedisi Anjer – Panaroekan, laporan jurnalistik KOMPAS:200 tahun Anjer-Panaroekan, jalan (untuk) perubahan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
  • Toer, Pramoedya Ananta. 2005. Jalan raya pos, jalan Daendels. Jakarta: Lentera Dipantara.
Penelitian

Marihandono, Djoko. 2005. “Sentralisme kekuasaan pemerintahan Herman Willem Daendels di Jawa 1808-1811: penerapan instruksi Napoleon Bonaparte”, Disertasi. Depok: Universitas Indonesia.

Penulis
Martinus Danang
Editor
Inggra Parandaru