KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Mural pejuang hak asasi manusia Munir Said Thalib berjajar di antara tokoh-tokoh bangsa seperti Hatta, Soekarno, Jenderal Sudirman, dan Kartini di tembok bangunan di Kecamatan Serpong Utara, Tangerang Selatan (20/3/2020). Pendiri Imparsial dan aktivis Kontras itu tewas di pesawat terbang ketika bertolak ke Amsterdam, Belanda untuk melanjutkan studi pada 7 September 2004.
Artikel terkait
Konfrontasi Munir, khususnya dengan militerisme Orde Baru, sudah bermula di pengujung 1980-an. Kala itu, ia menjadi sukarelawan LBH Surabaya (1989) dan kemudian menjadi ketuanya (1991). Tak berselang lama, Munir menapaki pendakian jenjang-jenjang karier di LBH di daerah ke Jakarta.
Berpuluh kegiatan advokasi dan posisi-posisi profesional di bidang hukum serta pembelaan atas kalangan warga negara tertindas dan terzalimi pada berbagai kasus dalam tempo dan intensitas yang sangat tinggi. Munir, antara lain, menjadi koordinator Komite Solidaritas untuk Buruh Surabaya (1994); anggota Presidium Nasional Komisi Independen Pemantauan Pemilihan Umum (1997–2000); pendiri dan koordinator Komisi Independen Pemantauan Pelanggaran HAM (1996); anggota Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM di Timor Timur di sekitar kerusuhan 1999; dan anggota Tim Penyusunan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi 2000.
Munir juga menjadi penasihat hukum pada sekitar 15 kasus, antara lain, kemelut Timor Timur (1992–1994); warga Nipah di Madura (1993); keluarga Marsinah (1994); serta mahasiswa dan petani di Pasuruan (1995).
Begitu pula untuk sejumlah mahasiswa aktivis dan tokoh nasional oposisi (1994–1997); mahasiswa dan petani di Pasuruan (1995); 22 buruh PT Maspion (1993); korban dan keluarga korban penghilangan paksa 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta tahun 1997–1998. Juga korban tragedi Tanjung Priok tahun 1984–1988; keluarga korban penembakan Semanggi I dan Semanggi II 1998-1999; hingga pelanggaran HAM berat berkepanjangan di Aceh dan Papua.
Munir penerima tujuh penghargaan, tiga dari dalam negeri dan empat dari mancanegara, di antaranya The Human Rights Livelihood Award, Stockholm (2000), dan UNESCO Madanjeet Singh Prize, Paris (2000).
Di sepanjang 16 tahun advokasi dan aktivisme bertempo dan bertegangan tinggi itu, Munir tiada henti menegaskan dirinya sebagai pembela HAM di sejumlah daerah dan kalangan warga negara serta minoritas, termasuk kalangan prajurit TNI (dalam penyusunan UU menyangkut kemiliteran).
Setelah 17 tahun, pembunuhan yang terjadi pada 7 September 2004 masih dikategorikan sebagai pembunuhan berencana biasa. Padahal tahun 2005, kasus pembunuhan kedaluwarsa.
Berdasarkan Pasal 78 Ayat (1) Angka 4 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, hak penuntutan perkara dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup dianggap gugur karena kedaluwarsa setelah 18 tahun.
Aksi dan tuntutan perlakuan adil bagi Munir dan keluarga dengan mengungkap aktor intelektual di balik pembunuhannya masih terus bergulir hingga kini.
7 September 2004 Aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib meninggal di pesawat dalam perjalanan menuju Belanda. Munir tewas akibat racun arsenik.
23 Desember 2004 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Meninggalnya Munir melalui Keppres No. 111/2004.
14 Juni 2005 TPF Munir menemukan dokumen yang mengungkapkan empat skenario pembunuhan Munir.
24 Juni 2005 TPF menyerahkan kesimpulan dan rekomendasi kasus Munir. TPF dibubarkan karena masa kerjanya telah selesai.
21 Juli 2005 Menko Polhukam Widodo AS menyatakan, pemerintah telah mendistribusikan laporan TPF ke kepolisian dan kejaksaan untuk membantu proses hukum di dua lembaga tersebut.
10 Oktober 2016 Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat mengabulkan permohonan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) agar pemerintah mengumumkan temuan TPF Kasus Meninggalnya Munir kepada publik.
12 Oktober 2016 Kementerian Sekretariat Negara tidak dapat mengumumkan laporan akhir TPF karena tidak memiliki dokumen tersebut.
25 Oktober 2016 Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, menyatakan, mendukung Presiden Joko Widodo menyelesaikan kasus meninggalnya Munir. SBY juga menyatakan, pemerintahannya telah memenuhi tiga rekomendasi TPF, yaitu membentuk tim berisi penyidik Bareskrim Polri memeriksa jajaran BIN, dan melakukan penuntutan terhadap sejumlah nama.
26 Oktober 2016 Pemerintah menerima salinan dokumen laporan TPF Munir dari mantan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi.
4 November 2016 Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengajukan keberatan atas putusan KIP yang meminta pemerintah membuka dokumen hasil penyelidikan TPF Munir kepada publik. Pratikno menyampaikan, pemerintah tidak menyimpan dan menguasai dokumen yang dimaksud.
Seorang pengunjung mengamati koleksi Museum Omah Munir yang berdiri sejak 8 Desember 2013 di Jalan Bukit Berbunga Nomor 2, Kota Batu, Jawa Timur (30/11/2014). (Kompas/Defri Werdiono)
17 Januari 2017 Sekitar 20 aktivis HAM masuk Gedung I Kemensetneg menyerahkan 1.009 kartu pos dan poster bergambar wajah aktivis HAM Munir Said Thalib. Koordinator Kontras Haris Azhar yang turut dalam rombongan tersebut menjelaskan, kartu pos itu berisi dukungan agar hasil investigasi TPF kasus meninggalnya Munir dibuka kepada publik.
16 Februari 2017 Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta membatalkan putusan Komisi Informasi Publik yang menyatakan dokumen TPF sebagai dokumen publik sehingga pemerintah diminta membuka dokumen tersebut.
28 Agustus 2018 Pollycarpus Budihari Priyanto resmi bebas murni.
7 September 2018 Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komjen Arief Sulistyanto mengatakan, apabila ditemukan bukti dan fakta baru atau novum, Polri akan melanjutkan penyidikan kasus Munir.
7 September 2020 Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) mengajukan permohonan kepada Komnas HAM agar kasus pembunuhan Munir ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat.
6 September 2022 Komnas HAM lewat sidang paripurna memutuskan membentuk tim ad hoc penyelidikan pelanggaran HAM berat untuk peristiwa pembunuhan Munir berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Selanjutnya, tim akan menyimpulkan apakah ditemukan atau tidaknya pelanggaran HAM berat pada kasus ini.
(LITBANG KOMPAS)
Referensi
- Munir, Arsen, dan Autopsi. KOMPAS, 20 November 2004.
- Belum Ditandatangani, Usulan Tim Investigasi Presiden. KOMPAS, 28 November 2004.
- Presiden Dinilai Langgar Kesepakatan Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Munir. KOMPAS, 29 Desember 2004
- Empat Skenario Pembunuhan Munir. KOMPAS, 15 Juni 2005.
- Kasus Munir: Kelanjutan Hasil TPF Belum Jelas. KOMPAS, 14 Juli 2005.
- Kasus Munir: Presiden Harus Tindak Penghambat Penyelidikan. KOMPAS, 23 Jul 2005.
- Kasus Munir: Pemerintah Wajib Umumkan Temuan TPF. KOMPAS, 11 Oktober 2016.
- Kasus Munir: Pemerintah Wajib Umumkan Temuan TPF. KOMPAS, 11 Oktober 2016.
- Kasus Munir: Mantan Anggota TPF Siap Berikan Salinan Laporan. KOMPAS, 14 Oktober 2016.
- Dokumen TPF Munir Masih Bisa Diumumkan * Putusan PTUN Dinilai Legalkan Kejahatan Negara. KOMPAS, 18 Februari 2017.
- Perlindungan HAM: Komisi Yudisial Didesak Periksa Hakim Perkara Munir. KOMPAS, 22 Februari 2017.
- Negara Berutang Tuntaskan Kasus * Usut Auktor Intelektualis Pembunuhan Munir. KOMPAS, 7 September 2017.
- Kasus Munir Belum Ditutup Polri. KOMPAS, 8 September 2018.
- Mengenal Munir Muda. KOMPAS, 8 September 2020.
- Hak Asasi Manusia: Perkara Munir Terancam Gugur. KOMPAS, 7 September 2021.
- Kasus Hak Asasi Manusia: Proses Hukum Pembunuhan Munir Harus Dilanjutkan. KOMPAS, 14 September 2022.
- Partogi, Edwin. 2006. Bunuh Munir!: Sebuah Buku Putih. Jakarta: KontraS
Penulis
Rendra Sanjaya
Editor
Susanti Agustina Simanjuntak