Foto

Urban Farming, Solusi Bercocok Tanam di Perkotaan

Keterbatasan lahan membuat urban farming menjadi solusi di tengah ancaman krisis pangan akibat pandemi Covid-19 yang menurunkan daya beli masyarakat Indonesia.

KOMPAS/FAJAR RAMADHAN

Warga memeriksa bibit di dekat rak hidroponik Gang Hijau Nanas di RT 003 RW 007 Kelurahan Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat, Jumat (17/7/2020).

Urban Farming atau pertanian perkotaan adalah salah satu cara bercocok tanam di wilayah perkotaan dengan memanfaatkan lahan yang ada dengan berbagai variasi teknik menanam, seperti sistem organik, vertikultur, hidroponik, aquaponik, dan wall gardening.

Berbagai barang bekas yang ada di rumah dapat digunakan sebagai wadah atau rumah tanaman, seperti kaleng, pipa bekas, ember plastik, botol plastik dan bahan lainnya.

Tren urban farming semakin meningkat saat pandemi Covid-19. Selain menyalurkan hobi di tengah berbagai pembatasan, sistem pertanian ini juga menghasilkan berbagai sayuran dan buah yang segar, tanpa pestisida, secara mandiri, sehingga dapat menghemat pengeluaran rumah tangga.

Himbauan pemerintah untuk memanfaatkan lahan dan pekarangan untuk menanam sebagai upaya mencapai ketahanan pangan untuk menghindari krisis pangan yang banyak terjadi di berbagai negara juga menjadi pemicu meluasnya minat masyarakat untuk bercocok tanam. Gerakan pemberdayaan masyarakat untuk urban farming di tingkat rumah tangga dan lingkungan RT, sebagai salah satu cara mendukung ekonomi warga. Dengan bercocok tanam, masyarakat mendapatkan sayuran dan buah yang berkualitas dengan harga terjangkau.

Meski hanya memanfaatkan lahan yang terbatas, urban farming berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi semua lapisan masyarakat. Bisnis penjualan sayuran dan buah pun meningkat, karena gaya hidup masyarakat pun banyak berubah, mereka semakin sadar akan pentingnya mengkonsumsi makanan sehat yang segar, demi kesehatan jangka panjang.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Untuk mengatasi keterbatasan lahan, sejumlah warga menanam tanaman hias dalam pot yang menempel di dinding tembok di Jalan Melania, Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/1/2016). Sistem tanam vertikultur kini sudah menjadi pilihan warga perkotaan, terutama di permukiman padat.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Pilar-pilar di Jalan Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat, dimanfaatkan sebagai media pembuatan taman vertikultur, Jumat (4/7/2008). Taman vertikultur semacam ini menjadi alternatif penghijauan di perkotaan yang terbatas lahan. Tren vertikultur berkembang di sejumlah kota besar di dunia untuk menyiasati ruang tanam.

KOMPAS/LASTI KURNIA

Anak-anak melihat tanaman sawi yang ditanam di media pipa paralon (PVC) secara bertingkat atau bersusun di kebun teknik bertani vertikultur di Taman Buah Mekarsari, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, Jumat (26/12/2008). Sistem vertikultur di sejumlah negara telah menjadi hobi yang serius dan dinilai mampu menjadi solusi pertanian masa depan karena sistemnya yang memanfaatkan ruang ke arah atas, yang selain hemat lahan, juga ramah lingkungan.

KOMPAS/SRI REJEKI

Belajar menanam bibit sayur di Komunitas 1000 Kebun di Bandung, Jawa Barat.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Sejumlah siswa sekolah dasar mengikuti kegiatan wisata edukatif di kebun hidroponik Rumah Kreatif Bersama Nusantara, di kawasan Pulogadung, Jakarta, Selasa (22/5/2018). Kegiatan ini untuk mengenalkan siswa kepada sistem tanam hidroponik yang bebas zat kimia.

KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI

Anggota Kelompok Wanita Tani Rumah Susun Sewa Flamboyan, Cengkareng, Jakarta Barat, merawat tanaman sayuran yang ditanam secara akuaponik di lingkungan sekitar, Kamis (25/12/2014). Pertanian perkotaan berfungsi memanfaatkan ruang kosong, penghijauan, dan mendekatkan sumber makanan kepada warga.

KOMPAS//LARASWATI ARIADNE ANWAR

Lahan pertanian hidroponik yang dikelola kelompok tani Rukun Warga (RW) 03 Kelurahan Cempaka Putih Timur, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (12/11/2020). Meskipun hanya seluas 200 meter persegi di bantaran Kali Rawakerbau, setiap kali panen mereka bisa memperoleh rata-rata 62 kilogram sayuran, seperti pakcoy, kangkung, kale, dan sayur pagoda (fugui).

KOMPAS/IQBAL BASYARI

Warga Medokan Ayu, Kecamatan Rungkut, Surabaya, Jawa Timur, memanen sayuran sawi dari kebun hidroponik Kampung Hidroponik Surabaya, Kamis (9/7/2020). Minat warga untuk urban farming meningkat saat pandemi Covid-19.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Fajar Wiryono, pemilik HSC Urban Farm, menata tanaman di kebun yang dibuat di atap rumah di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (26/4/2019).

KOMPAS/JUMARTO YULIANUS

Warga pehobi anggur memeriksa tanaman anggur yang tumbuh di pekarangan rumah di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu (4/9/2021). Membudidayakan anggur di pekarangan rumah menjadi hobi sebagian warga Banjarmasin, terlebih pada masa pandemi Covid-19.

KOMPAS/LASTI KURNIA

Anggota kelompok Saung Bhineka, sebagiannya ibu-ibu rumah tangga, merawat tanaman obat gantung di pintu masuk Gang Bhineka RT 05 RW 04, Kedoya Utara, Jakarta, Selasa (7/10/2008). Di gang yang kerap dilanda banjir tersebut tanaman obat sengaja digantung agar tidak terendam air karena akan cepat rusak.

KOMPAS/LASTI KURNIA

Suasana di kebun organik dan pondok pengelolaan kompos di Pusat Pemberdayaan Komunitas Perkotaan Universitas Surabaya, Rungkut Lor, Surabaya, Selasa (29/4/2003). Model pengelolaan lahan sempit perkotaan dikembangkan di sini, mulai dari pertanian, perikanan, dan peternakan unggas dilakukan secara organik.

KOMPAS/IRENE SARWINDANINGRUM

Siti Muzayanah (40) membuat pupuk dari cangkang telur untuk kebun sayur di halaman rumah di perkampungan padat Kampung Kebumen, 2 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (20/9/2015). Meskipun lahan terbatas, sekitar 100 warga di Kampung Kebumen mulai bertani cabai dan sayuran di teras, halaman, ataupun lorong kampung. Gerakan pertanian di perkotaan itu tidak hanya menunjang kebutuhan sederhana pangan, tetapi juga membuat kampung itu lebih hijau dan nyaman.

KOMPAS/LASTI KURNIA

Kristina dan putrinya, Irene, menanam sayuran dengan sistem hidroponik di pekarangan rumah kontrakannya di kawasan pemukiman padat di RT 002 RW 005, Palmerah Utara, Jakarta, Rabu (10/6/2015). Jenis sayur seperti bayam, kangkung, selada, dan pakcoy selain dikonsumsi sendiri juga dibagi kepada tetangga untuk menularkan semangat menanam sayur mandiri di pekarangan rumah.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Petugas melakukan perawatan bibit anggur di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Tiga Durian, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Senin (11/10/2021). Kelurahan Duren Tiga mengembangkan RPTRA ini sebagai tempat budidaya anggur untuk mendukung gerakan kebun pertanian urban dengan memanfaatkan lahan terbuka yang tersisa di Ibu Kota. Sentra anggur ini sekaligus menjadi media edukasi bagi siswa Sekolah Luar Biasa Swakarya.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Eusi Wangsih (kiri) dan Rini Suryaningsih merawat tanaman sayuran saosin yang ditanam secara hidroponik bersama sejumlah ibu di Desa Cibiru Wetan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani Indah Lestari, Kamis (3/12/2015).

KOMPAS/IQBAL BASYARI

Warga Kedung Asem Indah, Kecamatan Rungkut, Surabaya, Jawa Timur, memanen buah naga hasil pertanian perkotaan, Rabu (3/7/2019). Keterbatasan lahan tidak menyurutkan semangat warga Surabaya memanfaatkan lahan sempit di sekitar rumah untuk menanam sayur, buah, dan berbagai tanaman obat.

KOMPAS/BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA

Warga menanam tanaman di paralon dan kebun pembibitan tanaman di kawasan padat penduduk di RT 005 RW 006, Kelurahan Joyotakan, Kecamatan Serengan, Surakarta, Minggu (6/11/2016). Tanaman itu tak hanya untuk menghias lingkungan, tetapi juga memenuhi kebutuhan pangan mereka

KOMPAS/HARRY SUSILO

Tohirin (39) memanen bayam yang ditanam dengan metode hidroponik di rumahnya di Kota Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (6/6/2020). Meskipun kehilangan penghasilan akibat dirumahkan, ia mencoba tetap produktif. Tohirin dirumahkan karena hotel tempatnya bekerja terdampak pandemi Covid-19 sehingga okupansinya anjlok. Untuk itu, dia berharap dapat tersentuh program Kartu Prakerja.

KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS

Ambo Intang (37) memanen selada berumur tiga minggu yang ditanam secara hidroponik di kediamannya di Baruga, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (3/8/2021). Hasil panen milik pengacara ini telah menyuplai sejumlah hotel, rumah makan, hingga perusahaan di wilayah Kendari dan sekitarnya. Setiap hari, ladang ini memanen sekitar 30 kilogram sayuran yang dijual seharga Rp 10.000 per kemasan.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Sayuran hidroponik Sabacotta di kawasan Gandul, Jakarta, Kamis (18/3/2021).

Foto lainnya dapat diakses melalui http://www.kompasdata.id/
Klik foto untuk melihat sumber.