Muhammad Husein Yordan
Saat memasuki pintu utama Stasiun Jakarta Kota atau Beos kita akan menemui lobi dengan langit-langit atau plafon melengkung. Sejak dibangun kembali tahun 1926 tidak ada yang berubah dari bentuk bangunan bergaya art deco ini.
Kereta api merupakan salah satu angkutan umum tertua di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa dan Sumatera. Jalur kereta dan fasilitasnya, seperti stasiun mulai dibangun pertama kali oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pada sekitar pertengahan abad ke-19. Dalam perkembangannya, saat ini masih banyak bangunan-bangunan stasiun kereta peninggalan Belanda yang masih difungsikan sekaligus dilestarikan.
Salah satunya adalah Stasiun Jakarta Kota, atau dahulu lebih dikenal dengan nama Stasiun Beos. Kata “Beos” sendiri memilki beberapa versi. Ada yang mengatakan “Beos” adalah kependekan dari Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij (Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur), sebuah perusahaan transportasi Belanda. Versi kedua, “Beos” berasal dari kata Batavia En Omstreken, yang artinya Batavia dan sekitarnya, di mana stasiun kereta api sebagai pusat transportasi menghubungkan Kota Batavia dan kota lain di sekitarnya. Yang ketiga, bukan tidak mungkin nama Beos berasal dari nama lama Stasiun Jakarta Kota, yaitu Batavia Zuid atau Stasiun Batavia Selatan. Karena lidah orang Jakarta yang kala itu kesulitan menyebut kata “zuid” dalam bahasa Belanda, maka mereka melafalkannya dengan “beos”.
Perlu diketahui, dahulu di sekitar kota terdapat dua stasiun kereta, yaitu Stasiun Batavia Zuid—yang sekarang jadi stasiun Jakarta Kota—dan Stasiun Batavia Noord. Stasiun Batavia Noord yang sudah tidak ada sekarang ini. Lokasinya dahulu berada di sebelah selatan Museum Sejarah Jakarta.
Stasiun Zuid yang dibangun tahun 1870, kemudian dirombak total pada tahun 1926 dan diresmikan pemakaiannya oleh Gubernur Gubernur Jenderal jhr. A.C.D. de Graeff pada 8 Oktober 1929 .
Stasiun Jakarta kota atau Beos yang sudah menjadi cagar budaya sejak 1993 hingga kini masih difungsikan untuk melayani KRL Commuter Line.
Renovasi yang dilakukan pihak perkeretapian hampir tidak mengubah bentuk bangunan karya arsitek Belanda kelahiran Tulungagung tersebut, yaitu Frans Johan Louwrens Ghijsels. Lengkungan besi konstruksi yang menjadi ciri khas bangunan pun masih tampak kokoh, serasi dengan balutan art deco yang kental
Setelah kawasan Kota Tua selesai direvitalisasi oleh Pemda DKI Jakarta pada September 2022, terhampar plaza atau pelatarandi seberang jalan pintu masuk utama Stasiun Jakarta Kota. Area yang kini ramai dengan warga yang santai dan berfoto ria itu tetap mempertahankan ornamen-ornamen yang sudah ada sebelumnya, seperti kolam air mancur dan menara jam.
Muhammad Husein Yordan
Bagian dalam Stasiun Jakarta Kota. Kerangka atap baja menjadi ornamen yang memperindah stasiun tersebut.
Muhammad Husein Yordan
Kereta commuter line di Stasiun Jakarta Kota tahun 2022. Hampir tidak ada berubah di peron stasiun tersebut.
KOMPAS/Heru Sri Kumoro
Revitalisasi Kawasan Kota Tua merubah Jalan Lada yang menghubungkan Stasiun Jakarta Kota dengan Taman Fatahillah menjadi jalur pejalan kaki dan sepeda. Foto Agustus 2022.
KOMPAS/Agus Susanto
Foto udara di sekitar Stasiun Jakarta Kota (28/8/2022). Revitalisasi Kota Tua yang dilakukan oleh Dinas Bina Marga DKI Jakarta di antaranya adalah membangun plaza atau pelataran di depan bangunan stasiun.
Foto lainnya dapat diakses melalui https://data.kompas.id/