KOMPAS/LASTI KURNIA
Wayang Menak Gaya Yogyakarta dalam Pekan Wayang Menak dan Gelar Kain Nusantara, di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (9/1/2004).
Wayang diperkirakan sudah ada dalam bentuk ritual animisme pada tahun 1500 sebelum masehi. Para leluhur percaya bahwa roh atau arwah orang yang meninggal akan tetap ada dan dapat memberikan pertolongan pada manusia yang masih hidup. Roh-roh dipuja-puja dengan sebutan hyang atau dahyang. Para hyang ini diwujudkan dalam bentuk patung atau gambar. Bentuk pemujaan hyang inilah yang menjadi asal-usul pertunjukan wayang dalam bentuk sederhana.
Budaya wayang terus berkembang dan mengalami proses akulturasi dengan budaya-budaya lain. Kebudayaan dan tradisi asli masyarakat lokal, penyebaran agama Hindu, Buddha, Islam dan masa penjajahan, memberi pengaruh perubahan dan perkembangan budaya wayang hingga menjadi sangat beragam yang tersebar di seluruh tanah air Indonesia.
Masing-masing daerah memiliki adat istiadat dan seni budayanya masing-masing. Sekitar 100 jenis wayang tumbuh dan berkembang hampir di seluruh daerah.
Berdasarkan bahan baku pembuatannya, ragam wayang, antara lain, wayang suket yang terbuat dari rumput, wayang kulit yang terbuat dari kulit sapi, wayang klitik dan wayang golek yang terbuat dari kayu, wayang beber yang terbuat dari kain atau kertas, dan wayang orang yang diperankan oleh manusia.
Berdasarkan jenisnya, wayang Indonesia yang terkenal hingga ke mancanegara, antara lain, wayang kulit purwa, wayang golek, wayang sasak, wayang palembang, dan wayang orang.
Berikut foto-foto beragam wayang di Indonesia yang terekam dalam arsip Kompas.
KOMPAS/EFIX MULYADI
Wayang Kulit Suluh, yang dipamerkan dalam Pekan Wayang Indonesia IV, 23 – 27 Juli 1983.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Dua penari wayang topeng dari Bondowoso membawakan lakon Lesmana Gandrung di Gedung Cak Durasim Surabaya, Rabu (23/4/2003). Pada pementasan tersebut, sang dalang membawakannya dalam Bahasa Madura.
KOMPAS/LASTI KURNIA
Wayang Menak Gaya Kebumen dalam Pekan Wayang Menak dan Gelar Kain Nusantara, di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (9/1/2004).
KOMPAS/AGNES SUHARSININGSIH
Wayang bali berukuran lebih pendek, dengan tatahan tidak terlalu kerap seperti yang biasa dapat dijumpai pada wayang jawa. Warna wayang bali pun lebih berani dan cerah. Adalah Desa Puaya, Gianyar, yang terkenal dengan kerajinan wayangnya. Banyak jenis wayang dijumpai di sini, mulai dari yang sederhana hingga yang berkualitas tinggi.
KOMPAS/LASTI KURNIA
Pertunjukan wayang listrik dari Bali yang dipimpin Made Sidia ikut membuka Art Summit Indonesia 2007 di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (2/11/2007). Dengan judul “Perjalanan Tualen”, pertunjukan tersebut bercerita tentang legenda Rama dan Shinta yang diinterpretasikan ulang.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Wayang kulit purwa asal Suriname menjadi salah satu koleksi Museum Wayang di kawasan Kota Tua, Jakarta Utara, Rabu (31/3/2010). Selain koleksi tersebut, Museum Wayang memiliki 5.500 jenis wayang berasal dari daerah-daerah di Indonesia dan dunia.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Dalang Ki Ahmadi mementaskan wayang golek cepak di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (6/8/2010). Pentas wayang golek yang merupakan bagian dari Pameran Kerajinan dan Pementasan Seni “Indramayu dari Dekat” itu berlakon “Babad Dermayu”.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Dalang Ki Sukar Pulung mementaskan Wayang Betawi dengan lakon Gatotkaca Kembar di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (27/4/2012) malam. Dalam lakon tersebut menceritakan tentang suatu kerajaan yang akan balas dendam kepada 5 Pandawa.
KOMPAS/KHAERUL ANWAR
Darwinah perajin wayang menak sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (9/6/2012).
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Pentas wayang golek Sunda oleh dalang Ki Nana Taryana dengan lakon “Dawala Gugat” di Museum Wayang, Jakarta, Minggu (8/9/2013). Museum ini tiap Minggu menggelar pentas wayang berbagai jenis sebagai upaya melestarikan dan memopulerkan wayang sebagai warisan budaya Nusantara. Pada saat bersamaan, Indonesia menjadi tuan rumah Karnaval Wayang Dunia (WWPC) dan ditutup 8 September 2013.
KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA
Pagelaran Wayang Wahyu Ngajab Rahayu dalam lakon Hana Caraka Nabi Elia menyambut Natal di Balai Soedjatmoko, Bentara Budaya Solo, Jawa Tengah, Sabtu (14/12/2013).
KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA
Seorang anak memainkan wayang kertas yang dipamerkan pada pameran Wayang Kertas di Balai Soedjatmoko Solo, Jawa Tengah, Sabtu (27/6/2015). Pameran wayang kertas karya Mbah Mertowirejo (78) dan Tertib Suratmo (75) ini berlangsung 27 Juni hingga 3 Juli 2015.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Dalang Rudy Prasetyo mementaskan wayang beber Pacitan dengan lakon Panji Jaka Kembang Kuning dalam rangka memeriahkan pembukaan pameran Wiwara Matra Wayang Beber di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (24/11/2016). Pameran tersebut berlangsung hingga 30 November.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Beragam wujud wayang purwa ditampilkan dalam pameran Wayang-wayang Kertas di Bentara Budaya Yogyakarta, Kotabaru, Yogyakarta, Selasa (19/12/2017). Pameran ini berlangsung hingga 23 Desember 2017.
KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA
Dewi Kunthi (kanan) menceritakan pelecehan yang dilakukan Kurawa kepadanya dalam lakon Kresna Duto yang dipentaskan di Gedung Kesenian Jakarta, Jumat (16/11/2018) malam. Kresna Duta atau Duta Kresna adalah lakon wayang orang dari sebuah episode dalam Udyogaparwa, buku kelima epos Mahabharata. Lakon ini adalah inisiatif dari Yayasan Paramarta Karya Budaya, Ikatan Ahli Sarjana Indonesia (IASI) Jerman, dan Diaspora Indonesia in Bremen. Pemeran pertunjukan ini adalah kolaborasi dari Paguyuban Wayang Orang Bharata, Sriwedari, dan RRI Solo serta Institut Seni Indonesia Surakarta.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Dalang Frans Ditto mementaskan wayang kancil dengan cerita berjudul ”Lutung Kesandung” di SD Santa Theresia Marsudirini 77, Kota Salatiga, Jawa Tengah, Senin (17/6/2019). Selain untuk mendekatkan anak-anak pada kesenian wayang, pementasan itu juga untuk mengajarkan pentingnya menjaga kelestarian alam dan lingkungan.
KOMPAS/KRISTI DWI UTAMI
Anak-anak memainkan wayang suket buatan mereka, Selasa (3/11/2020), di Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Jawa Tengah. Kegiatan tersebut dilakukan untuk melestarikan dan mengangkat kembali wayang yang terbuat dari rumput itu kepada masyarakat, khususnya anak-anak. Dalam pertunjukan wayang suket, dalang biasanya menyelipkan nilai-nilai kehidupan.
Referensi
- “Wayang Indonesia: Membayangi Sejarah Bangsa * Sorotan”, Kompas, 7 Mei 2004, hlm 42.
- “Infografik: Wayang Kulit”, Kompas, 27 Maret 2015, hlm 39.
- Solichin. 2013. Gatra Wayang Indonesia. Jakarta: Sena Wangi.