Namanya kini mulai jarang disebut. Mungkin hanya sedikit generasi milenial yang tahu. Wajar, karena beliau bukanlah tokoh. Marsinah masa itu hanya seorang buruh biasa yang belum lama aktif di serikat pekerja di pabrik tempatnya bekerja, PT Catur Putra Surya (CPS), sebuah perusahaan yang memproduksi komponen jam tangan di Sidoarjo, Jawa Timur.
Berawal dari memimpin unjuk rasa buruh PT CPS menuntut kenaikan upah dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250 pada tanggal 4 Mei 1993. Dengan emosi, esok harinya, Marsinah mengancam akan menuntut aparat keamanan setelah beberapa temannya sesama buruh PT CPS dikumpulkan dan disuruh mengundurkan karena dianggap telah menghasut buruh lainnya untuk melakukan aksi protes. Perjuangan buruh yang progresif ini pun singkat karena pada malam harinya dia diculik dan disiksa. Tiga hari berikutnya mayatnya ditemukan di sebuah gubuk di Desa Jegong, Nganjuk, sekitar 200 km dari tempat kerjanya dengan kondisi sangat mengenaskan dengan kerusakan di sekitar alat vital. Diduga Marsinah diperkosa terlebih dahulu sebelum dibunuh.
Kematian yang tragis dari seorang perempuan yang baru berusia 24 tahun kala itu mendapat reaksi keras dari para aktivis dan masyarakat luas.
Penyelesaian hukum yang tak pernah tuntas membuat kasus Marsinah hanya diperingati dan digugat melalui karya-karya seni, seperti, pertunjukan teater berjudul “Nyanyian dari Bawah Tanah” oleh Kelompok Satu Merah Panggung pada tahun 1994; Monolog “Marsinah Menggugat” yang dibawakan dan ditulis oleh Ratna Sarumpaet tahun 1997; juga film tahun 2002 berjudul “Marsinah: Cry Justice” karya sutradara Slamet Raharjo.
ARSIP KOMPAS/ISTIMEWA
Pengambilan gambar film berjudul “Marsinah” yang diperankan oleh Margaretha, mahasiswi Institut Kesenian Jakarta. Film tersebut disutradarai oleh Slamet Rahardjo dan film tersebut tayang tahun 2002.
KOMPAS/HASANUDDIN ASSEGAFF
Pertunjukan Marsinah, “Nyanyian dari Bawah Tanah” oleh Teater Satu Merah Panggung di TIM 16-20 September 1994. Bu Hakim, duduk di kursi, mendengarkan argumentasi wanita tokoh.
KOMPAS/JOHNNY TG
Sebuah adegan dalam monolog “Marsinah Menggugat” dibawakan oleh Ratna Sarumpaet yang juga sekaligus sebagai penulisnya. Acara yang dipadati oleh pengunjung tersebut berlangsung di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa (28/10/1997) malam.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Bendera Marsinah dikibarkan puluhan buruh perempuan yang tergabung dalam Federasi Buruh Lintas Pabrik saat berunjuk rasa di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu (9/3/2014). Aksi memperingati Hari Perempuan Sedunia itu menyuarakan sosok Marsinah sebagai pejuang dan pahlawan bagi rakyat.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Kelompok yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Nasional menggelar unjuk rasa di depan Kantor DPRD Surabaya, Jawa Timur, Selasa (8/5/2012). Pada unjuk rasa memperingati kematian buruh Marsinah tersebut, mereka menuntut pengusutan dan pengungkapan tuntas dalang kematian Marsinah. Mereka menolak segala bentuk kekerasan.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Perwakilan sejumlah elemen massa yang menamakan diri Komite Aksi Perempuan menggelar aksi damai di kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (7/5/2013). Mereka menuntut pemerintah membuka kembali kasus Marsinah sebagai kasus pelanggaran HAM dan menangkap pelaku pembunuhan. Mereka juga menuntut 8 Mei ditetapkan sebagai Hari Anti-kekerasan terhadap Perempuan
Penulis dan Riset Foto
Eristo Subyandono
Editor
Dwi Rustiono