Foto

Harmoko dalam Kenangan

Harmoko adalah salah satu tokoh pers dan politik pada era Orde Baru. Wajahnya sering tampil di layar TVRI saat menjadi Menteri Penerangan untuk menjelaskan kebijakan-kebijakan pemerintah. Hal ini membuat dirinya menjadi salah seorang pejabat yang paling dikenal publik.

KOMPAS/Eddy Hasby

Menteri Penerangan Harmoko diapit Menko Produksi dan Distribusi, Hartarto (kanan) dan Menkeu Mar’ie Muhammad (kiri) dalam acara penjelasan pemerintah tentang RAPBN 1996/1977 di Departemen Penerangan (3/1/1996), yang juga dihadiri sejumlah menteri.

Mantan Ketua MPR/DPR Haji Harmoko tutup usia pada Minggu, 4 Juli 2021, pukul 20.22 WIB di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta dalam usia 82 tahun. Harmoko mengawali karier sebagai kartunis dan wartawan pada tahun 1960-an. Akhirnya, tokoh pers yang aktif ini menjadi orang kepercayaan di pemerintahan Presiden Soeharto. Terbukti komunikator ulung itu diangkat tiga kali berturut-turut menjadi Menteri Penerangan sejak 1983 hingga 1997.

Karier politiknya tidak sampai di situ. Pendiri koran Pos Kota ini juga terpilih menjadi Ketua Umum Golkar pada tahun 1993, yang notabene merupakan orang dari kalangan sipil pertama yang memimpin organisasi sosial politik terbesar dan berperan penting dalam politik Indonesia. Sebelumnya, Golkar yang didirikan tahun 1964  itu selalu dipimpin oleh kader dari keluarga besar ABRI.

Pada tahun 80 hingga 90-an, wajah Harmoko sangat dikenal publik karena menjabat sebagai Menteri Penerangan. Kala itu, ia harus menjelaskan hasil rapat sidang kabinet yang disiarkan melalui TVRI. Sosok Harmoko bertambah akrab bagi publik, terlebih karena TVRI hingga akhir tahun 1980 menjadi satu-satunya stasiun televisi di Indonesia. Kalimat yang sering diucapkan dan dikenang pemirsa saat Harmoko memberi penjelasan adalah, “Menurut Petunjuk Bapak Presiden”.

Namun, yang menarik saat Reformasi 1998, Harmoko, yang waktu itu menjabat Ketua MPR/DPR bersama wakil-wakilnya yang lain, kompak meminta agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.

Selesai menjabat Ketua DPR/MPR tahun 1999, pria kelahiran Nganjuk, 7 Februari 1939 itu jarang tampil di muka publik. Jejaknya hanya tampak dalam tulisan-tulisan di rubrik Pos Kota. Selamat jalan, Pak Harmoko.

KOMPAS/Duddy Sudibyo

Ketua PWI Pusat Harmoko diterima Presiden Soeharto diruang kerjanya di Bina Graha, November 1978.

KOMPAS/Duddy Sudibyo

Hari jadi PWI ke-36 dimeriahkan dengan pesta rakyat kecil di Gedung Olahraga Senen. Tampak Ketua PWI Harmoko tengah memberi potongan nasi tumpeng kepada keluarga suami-istri dan anaknya yang tergolong kurang mampu.

KOMPAS/Roestam Afandi

Ketua Pembina PWI Jakob Oetama dan Ketua Pelaksana Pusat PWI H. Harmoko saat mendampingi Wakil Presiden Adam Malik berkunjung ke Irian Jaya, Desember 1982.

KOMPAS/Kartono Ryadi

Menteri Penerangan H. Harmoko dan Mantan Menteri Penerangan Ali Moertopo beserta nyonya melambaikan tangan kepada jajaran Deppen yang menghadiri upacara serah terima di halaman Gedung Deppen.(22/3/1983)

KOMPAS/Duddy Sudibyo

Menpen Harmoko mempraktekkan kembali keahliannya sebagai kartunis dalam pembukaan pameran kartun hari Minggu (17/2/1985) di Pasar Seni Ancol. Selain dikenal sebagai bekas wartawan, Harmoko memang juga bekas kartunis.

KOMPAS/JB Suratno

Menteri Penerangan H Harmoko (tengah) sesaat sebelum Sidang Kabinet Paripurna  berbincang-bincang dengan Menko Bidang Ekuin dan Pengawas Pembangunan Ali Wardhana dan Menmud Sekretaris Kabinet  Moerdiono (kiri) di gedung Sekretaris Kabinet (7/1/1984).

KOMPAS/Julian Sihombing

Wakil Presiden Try Sutrisno (kanan) memberi salam tangan selamat kepada Ketua Umum Golkar Harmoko disaksikan Gubernur DKI Jaya Suryadi Soedirja (tengah) dan Ketua DPP Golkar Ismael Hassan pada malam penutupan Munas V Golkar, hari Senin (25/10/1993), di Jakarta Hilton Convention Center

KOMPAS/Arbain Rambey

Ketua DPR/MPR Harmoko menyampaikan pernyataan kepada pers di Gedung DPR/ MPR Jakarta, Senin, 18 Mei 1998, usai memimpin Rapat Pimpinan DPR. Dalam pernyataan yang berlangsung hanya sekitar lima menit itu, Harmoko (tengah), yang didampingi para wakil ketua, dari kiri, Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur dan Fatima Achmad (tidak tampak), mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana, demi persatuan dan kesatuan bangsa. 

Foto lainnya dapat diakses melalui http://www.Kompasdata.id/ Klik foto untuk melihat sumber.