Daerah

Kota Kediri: Kota Industri dan Perdagangan dalam Jejak Sejarah Kerajaan Kadiri

Terletak di di wilayah selatan bagian barat Jawa Timur, Kota Kediri menyeruak di antara kilau kota-kota besar. Dengan slogan ”Harmoni Kediri”, kota ini memantapkan jati dirinya sebagai kota industri, perdagangan, dan jasa. Sejak zaman Kerajaan Kadiri pada abad ke-12, Kediri juga telah menjadi daerah yang diperhitungkan.

KOMPAS/DEFRI WERDIONO

Suasana salah satu sudut Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (23/7/2015). Selama ini, Kediri dikenal sebagai kota dagang, jasa, dan pendidikan. Dalam hal perdagangan, Kediri menjadi magnet bagi masyarakat dari daerah lain di sekitarnya.

Fakta Singkat

Hari Jadi 
27 Juli 879

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 16/1950

Luas Wilayah
63,40 km2

Jumlah Penduduk
293.597 jiwa (2021)

Kepala Daerah
Wali Kota Abdullah Abu Bakar

Instansi terkait
Pemerintah Kota Kediri

Kota Kediri merupakan sebuah kota di Provinsi Jawa Timur. Kota ini terletak sekitar 130 km sebelah barat daya Kota Surabaya dan merupakan kota terbesar ketiga di Provinsi Jatim, setelah Kota Surabaya dan Kota Malang. Kediri juga merupakan ibu kota dari Karesidenan Kediri yang terdiri dari Kabupaten Kediri, Nganjuk, Tulungagung, Blitar, dan Trenggalek.

Posisi kota ini terhitung strategis mengingat terletak di jalur lintasan Surabaya-Tulungagung, Blitar-Nganjuk, dan Kabupaten Kediri-Nganjuk. Kota ini dapat diibaratkan sebagai kuning telor pada telur ceplok, artinya Kota Kediri menjadi pusat pertumbuhan bagi daerah sekitarnya.

Kota Kediri berdiri sebagai pemerintahan daerah (kota) berdasarkan UU 16/1950. Jika mengacu pada UU tersebut, tahun 2022 ini, Kota Kediri berusia 72 tahun.

Sebagai kota tertua ketiga di Indonesia, kota ini berdiri pada 27 Juli 879 Masehi berdasarkan Prasasti Kwak. Jika dihitung saat ini, umur Kota Kediri sudah mencapai 1.143 tahun. Selain itu, dari bukti peninggalan sejarah, Kota Kediri merupakan lokasi Kerajaan Kediri zaman dulu.

Dengan luas wilayah 63,40 kilometer persegi, Kediri dihuni oleh 292.597 jiwa penduduk. Kota kecil dengan semboyan “Djojo ing Bojo” (Mengalahkan Marabahaya) ini dipimpin oleh Wali Kota Abdullah Abu Bakar untuk periode 2020–2024.

Selain dikenal sebagai kota rokok kretek karena berdiri dan berkembang pabrik rokok kretek PT Gudang Garam, Kota Kediri kerap pula disebut sebagai kota yang menyimpan banyak peninggalan bersejarah. Kediri merupakan daerah yang memiliki sejarah masa lalu yang gemilang.

Bahkan, Kediri pada masa lalu merupakan daerah penting dalam konstelasi nusantara karena menjadi salah satu pusat di antara kerajaan-kerajaan nusantara masa itu. Artefak arkeologi yang ditemukan pada tahun 2007 menunjukkan bahwa daerah sekitar Kediri menjadi lokasi Kerajaan Kadiri, sebuah kerajaan Hindu di abad ke-11.

Untuk periode 2020–2024, kota ini memiliki visi: “Kota Kediri Unggul dan Makmur dalam Harmono”. Adapun misinya adalah mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan dan beritegritas berorientasi pada pelayanan prima dan teknologi informasi; juga mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing berbasis nilai agama dan budaya.

Misi Kota Kediri berikutnya adalah memperkuat perekonomian daerah yang berbasis potensi unggulan daerah dan pengembangan ekonomi kreatif yang berkeadilan; serta mewujudkan Kota Kediri yang aman, nyaman, dan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.

Sejarah pembentukan

Dalam buku Asal Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis Zaenuddin HM dan dilansir dari laman resmi Pemerintah Kota Kediri, disebutkan ada beberapa versi mengenai asal muasal nama Kota Kediri.

Versi pertama menyebutkan, Kediri berasal dari bahasa Sansekerta, yakni “Kadiri” atau “Kedi” yang berarti mandul atau wanita yang tidak datang bulan.

Versi lainnya menyebutkan, arti “kedi” berdasarkan kamus Jawa Kuno juga berarti “dikebiri” bidan atau dukun. Namun, asal usul secara etimologi ini dianggap kurang beralasan sebagai nama Kota Kediri.

Pendapat lainnya menyebutkan, kediri berasal dari kata “diri” yang berarti adeg, andhiri, menghadiri atau menjadi raja dalam bahasa Jawa Jumengan. Selain itu, nama Kediri banyak tercatat dalam literatur kuno, seperti Paraton, Negara Kertagama, serta pada prasasti kuno.

Ada beberapa prasasti juga yang menyebutkan nama Kediri, salah satunya adalah Prasasti Ceker. Dalam prasasti itu tertulis, “Sri Maharaja Masuk Ri Siminaniring Bhuwi Kadiri”, yang jika diartikan adalah “raja telah kembali”.

Diketahui, pada zaman dahulu, kawasan Kediri merupakan Kerajaan Medang yang saat itu dipimpin oleh Prabu Airlangga. Pada masa tuanya, ia ingin menjadi seorang pertapa. Diceritakan, tanah yang terkena air dari kendi berubah  menjadi sungai yang kini dikenal dengan Sungai Brantas. Kerajaan Medang pun terbagi menjadi dua wilayah yang dibatasi Sungai Brantas.

Prabu Airlangga menyerahkan kedua bagian dari Kerajaan Medang yang dibatasi Sungai Brantas kepada kedua putranya. Bagian sebelah timur diserahkan kepada Raden Jayengrana yang diberi nama Kerajaan Jenggal sedangkan bagian barat sungai diberikan kepada Raden Jayanagara yang diberi nama Kerajaan Kadiri atau yang kini dikenal dengan nama Kediri.

Dari artefak arkeologi yang ditemukan pada tahun 2007, diketahui bahwa daerah sekitar Kediri menjadi lokasi Kerajaan Kediri, sebuah kerajaan Hindu pada abad ke-11.

Berdasarkan Serat Calon Arang, awalnya Kediri merupakan pemukiman perkotaan, dimulai ketika Airlangga memindahkan pusat pemerintahan kerajaannya dari Kahuripan ke Dahanapura, menurut Serat Calon Arang. Dahanapura atau Kota Api selanjutnya lebih dikenal sebagai Daha.

Sepeninggal Raja Airlangga, wilayah Medang dibagi menjadi dua, yakni Panjalu di barat dan Janggala di bagian timur. Sedangkan, Daha sendiri menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Panjalu yang oleh sebagian penulis disebut sebagai Kerajaan Kadiri atau Kediri dan Kahuripan menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Jenggala.

Sejak Kerajaan Tumapel (Singasari) menguat, ibu kota Daha diserang dan kota ini menjadi kedudukan raja Vazal, yang terus berlanjut hingga Majapahit, Demak, dan Mataram.

KOMPAS/ADI PRINANTYO

Makam Syech Wasil di Kompleks Setonogedong, Kota Kediri, tiap Kamis malam selalu ramai dikunjungi para peziarah. Syech Wasil diduga adalah ulama besar yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Jawa Timur.

Kediri jatuh ke tangan VOC sebagai konsekuensi Geger Pecinan. Jawa Timur pada saat itu dikuasai Cakraningrat IV, adipati Madura yang memihak VOC dan menginginkan bebasnya Madura dari Kasunanan Kartasura. Karena Cakraningrat IV keinginannya ditolak oleh VOC, ia memberontak. Pemberontakannya ini dikalahkan VOC, dibantu Pakubuwana II, Sunan Kartasura. Sebagai pembayaran, Kediri menjadi bagian yang dikuasai VOC. Kekuasaan Belanda atas Kediri terus berlangsung sampai Perang Kemerdekaan Indonesia.

Perkembangan Kota Kediri menjadi swapraja dimulai ketika diresmikannya Gemeente Kediri pada tanggal 1 April 1906 berdasarkan Staasblad (Lembaran Negara) No. 148 tertanggal 1 Maret 1906. Gemeente ini menjadi tempat kedudukan Residen Kediri dengan sifat pemerintahan otonom terbatas dan mempunyai Gemeente Raad (Dewan Kota/DPRD) sebanyak 13 orang, yang terdiri dari delapan orang golongan Eropa dan yang disamakan (Europeanen), empat orang Pribumi (Inlanders) dan satu orang Bangsa Timur Asing.

Berdasarkan Staasblad No. 173 tertanggal 13 Maret 1906 ditetapkan anggaran keuangan sebesar F 15.240 dalam satu tahun. Baru sejak tanggal 1 November 1928 berdasarkan Staasblad No. 498 tanggal 1 Januari 1928, Kota Kediri menjadi Zelfstanding Gemeenteschap atau kota swapraja dengan menjadi otonomi penuh.

Setelah Belanda menyerah kepada Jepang pada tanggal 10 Maret 1942, Kota Kediri mengalami perubahan pemerintahan. Karena wilayah kerja Gemeente Kediri yang begitu kecil dan tugasnya sangat terbatas, oleh pemerintah Jepang, daerahnya diperluas menjadi daerah kota sekarang daerah Kediri Shi yang dikepalai oleh Shicho.

Kediri Shi yang terdiri dari tiga Son dan dikepalai oleh Shoncho Son itu terdiri dari beberapa Ku yang dikepalai Kucho. Pemerintahan Kediri Shi dipimpin oleh seorang Shicho (Walikotamadya) yang tidak hanya menjalankan pemerintahan otonomi tetapi juga menjalankan algemeen bestuur (Pemerintahan Umum). Hanya di bidang otonomi tidak didampingi oleh DPRD. Wewenang penuh di tangan Kediri Shicho.

Pada masa Revolusi Kemerdekaan 1945-1949, Kediri menjadi salah satu titik gerilya Panglima Besar Jenderal Sudirman. Kediri juga mencatat sejarah yang kelam ketika era Pemberontakan G30S karena banyak penduduk Kediri yang ikut menjadi korbannya.

KOMPAS/IMAM PRIHADIYOKO

Petilasan Raja Kediri Sri Aji Jayabaya. Di petilasan ini, dipercaya warga setempat sebagai tempat Moksa nya Jayabaya.

Geografis

Kota Kediri terletak antara 7°45′ – 7°55′ Lintang Selatan dan 111°05′ – 112°03′ Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya, Kota Kediri dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Kediri.

Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Banyakan dan Semen, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Wates dan Gurah, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Gampengrejo dan sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kandat dan Ngadiluwih.

Topografi Kota Kediri relatif datar dengan ketinggian rata-rata 67 mdpl. Di kota ini, mengalir lima sungai, yaitu Sungai Kresek di Kecamatan Pesantren sepanjang 9 km dan empat sungai berada di Kecamatan Pesantren, di antaranya Sungai Parang sepanjang 7,5 km, Sungai Kedak 8 km, Sungai Brantas 7 km, dan Sungai Ngampel sepanjang 4,5 km.

Dari kelima sungai tersebut, yang terbesar dan terkenal sampai saat ini adalah Sungai Brantas, yang merupakan saluran primer dan mengalir dari arah selatan ke arah utara. Sungai Brantas seolah-olah membelah Kota Kediri menjadi wilayah barat (Kecamatan Mojoroto) dan wilayah timur (Kecamatan Kota dan Kecamatan Pesantren).

Di Kota Kediri, juga terdapat 21 sumber mata air, tujuh di antaranya berada di Kecamatan Mojoroto dan 14 sumber di Kecamatan Pesantren. Sumber mata air yang memiliki debit paling besar adalah sumber sendang dan mata air Banteng.

Kota Kediri merupakan satu dari dua daerah di Provinsi Jawa Timur yang memiliki gunung, yaitu Gunung Klotok dan Gunung Maskumambang.

KOMPAS/DEFRI WERDIONO

Jembatan Brawijaya di atas Sungai Brantas yang membagi Kota Kediri, Jawa Timur, menjadi dua bagian berdiri megah, beberapa waktu lalu.

Pemerintahan

Catatan sejarah menunjukkan pada masa Hindia Belanda, Kediri pernah dipimpin oleh Mr. L.K. Wennekendonk (1929-1936), J.G. Ruesink (1936-1940), M. Scheltema (1940-1941), dan Dr. J.R. Lette (1941-1942).

Setelah kemerdekaan Indonesia, Kediri dipimpin oleh R. Soeprapto (1945-1950), R. Dwidjo Soemarto (1950-1960), R. Soedjono (1960-1966), Hartojo (1966-1968), Anwar Zainudin (1968-1973), Soedarmanto (1973-1978), Setijono (1978-1989), Wijoto (1989-1999), H.A. Maschut (1999-2009), Samsul Ashar (2009-2014), dan Abdullah Abu Bakar (2014-2023).

Secara administratif, Kota Kediri terbagi dalam tiga kecamatan, 46 kelurahan, 327 Rukun Warga (RW) dan 1.478 Rukun Tetangga (RT). Ketiga kecamatan itu adalah Kecamatan Mojoroto, Kecamatan Kota, dan Kecamatan Pesantren.

Untuk mendukung jalannya pemerintahan, Pemerintah Kota Kediri didukung oleh 4.528 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun 2020. Dari jumlah itu, 64,93 persen di antaranya berpendidikan DIV sampai sarjana. Sementara PNS berpendidikan SMA/sederajat sebesar 23,14 persen, dan sisanya adalah PNS berpendidikan SD, SMP/sederajat, dan Diploma I/II.

Menurut jenis kelamin, PNS perempuan di Kota Kediri pada tahun yang sama mencapai 50,40 persen sedangkan PNS laki-laki sebesar 49,6 persen.

KOMPAS/DEFRI WERDIONO

Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar

Politik

Peta politik di Kota Kediri dalam tiga kali pemilihan umum legislatif memperlihatkan dinamisnya pilihan rakyat seperti tecermin dari perolehan kursi partai politik (parpol) di DPRD Kota Kediri.

Pada Pemilu Legislatif 2009, perolehan kursi tertinggi ditempati oleh PDI Perjuangan sebanyak lima kursi. Di urutan berikutnya adalah PAN dan PKB yang sama-sama mendapatkan empat kursi. Selanjutnya, Golkar, Demokrat dan PKNU masing-masing meraih tiga kursi. Hanya ada satu partai yang memperoleh dua kursi, yakni Hanura. Sisanya ada enam partai yang mendapat jatah satu kursi, yakni PKPB, Gerindra, PKS, PDS, PBB, dan PPNUI.

Pada Pemilu Legislatif 2014, PAN meraih kursi terbanyak dengan enam kursi, selanjutnya diikuti oleh PDI Perjuangan dan PKB masing-masing empat  kursi. Kemudian disusul PKS, Golkar, dan Gerindra sama-sama meraih tiga kursi serta Demokrat, PPP, dan Hanura masing-masing memperoleh dua kursi.

Kemudian pada Pemilu Legislatif 2019, PDI Perjuangan dan PAN sama-sama memperoleh kursi terbanyak, yakni lima kursi di DPRD Kota Kediri. Disusul Partai Gerindra yang mendapatkan empat kursi; Nasdem, PKB, dan Demokrat masing-masing memperoleh tiga kursi; PKS, Golkar, dan Hanura sama-sama meraih dua kursi serta PPP mendapatkan satu kursi.

KOMPAS/DEFRI WERDIONO

Tagline Harmoni Kediri menghiasi Taman Sekartaji di Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur.

Kependudukan

Kota Kediri dihuni oleh 292.597 jiwa pada 2021 dengan rincian jumlah penduduk laki-laki 145.145 jiwa dan penduduk perempuan 147.452 jiwa. Kepadatan penduduk di Kota Kediri tahun 2021 mencapai 4.285 jiwa/km persegi. Kecamatan Kota merupakan kecamatan terpadat dengan angka kepadatan penduduk 5.306 jiwa/km persegi.

Komposisi penduduk Kota Kediri tahun 2021 terdiri atas 59,70 persen atau 171.904 jiwa penduduk berusia 15-54 tahun; 22,48 persen atau 64.732 jiwa berusia 0-14 tahun; dan 17,82 persen atau 51.326 jiwa berusia 55 tahun ke atas.

Dari sisi keagamaan, mayoritas penduduk Kota Kediri beragama Islam, yaitu sebesar 91,92 persen, sedangkan penduduk yang beragama Kristen Protestan 5,48 persen, Katolik 2,13 persen, dan 0,47 persen sisanya adalah penduduk beragama Hindu, Khonghucu, dan penganut kepercayaan.

Dilihat dari status pekerjaan utama, sebesar 50,02 persen penduduk bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai. Hanya 18,91 persen yang melakukan usaha sendiri, dan 15,77 persen menjalankan usaha dengan dibantu buruh maupun tenaga kerja keluarga. Sementara itu jumlah pekerja keluarga dan pekerja bebas masing-masing 10,21 persen dan 5,08 persen.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Perajin Erwin Wahyu menggulung benang untuk bahan kain tenun di Kampung Tenun Ikat di Kelurahan Bandar Kidul. Kota Kediri, Jawa Timur, Senin (23/11/2020). Melalui berbagai program, pemerintah kota setempat terus meningkatkan daya saing para perajin. Di tengah lesunya daya beli, perajin bertahan dengan memproduksi kain tenun untuk masker.

Indeks Pembangunan Manusia
78,60 (2021)

Angka Harapan Hidup 
74,04 tahun (2021)

Harapan Lama Sekolah 
15,27 tahun (2021)

Rata-rata Lama Sekolah 
10,15 tahun (2021)

Pengeluaran per Kapita 
Rp12,359 juta (2021)

Tingkat Pengangguran Terbuka
6,37 persen (2021)

Tingkat Kemiskinan
7,75 persen (2021)

Kesejahteraan

Kesejahteraan penduduk di Kota Kediri terus meningkat dari tahun ke tahun seperti tecermin dari indeks pembangunan manusia (IPM). Pada 2021, IPM Kota Kediri tercatat sebesar 78,60, naik 0,37 poin dibanding pada 2020 sebesar 78,23. Dengan capaian IPM itu, Kota Kediri masuk kategori tinggi.

Ditilik dari dimensinya, umur harapan hidup (UHH) pada tahun 2021 selama 74,04 tahun. Kemudian untuk dimensi pengetahuan, harapan lama sekolah penduduk usia 7 tahun selama 15,27 tahun dan rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas selama 10,15 tahun. Sedangkan dimensi standar hidup layak yang diukur dengan pengeluaran riil per kapita yang disesuaikan sebesar Rp12,359 juta.

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Kota Kediri pada Agustus 2021 tercatat sebesar 6,37 persen atau sebanyak 9.971 jiwa. Jumlah itu naik 0,16 persen bila dibandingkan pada 2020, di mana pengangguran terbukanya sebesar 6,21 persen. Meningkatnya angka TPT pada 2021, disebabkan karena kontraksi cukup dalam akibat pandemi Covid-19.

Sementara tingkat kemiskinannya pada 2021 tercatat sebesar 7,75 persen dengan jumlah penduduk miskin sebesar 22,5 ribu orang. Tahun sebelumnya, persentase penduduk miskin sebesar 7,69 persen atau sebanyak 22,19 ribu orang.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Siti Fatimah, penjual rujak cingur di Jalan Dhoho, Kediri, Jawa Timur, Selasa (2/11/2021).

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp439,89 miliar (2021)

Dana Perimbangan 
Rp1,04 triliun (2021)

Pendapatan Lain-lain 
Rp19,64 miliar  (2021)

Pertumbuhan Ekonomi
2,50 persen (2021)

PDRB Harga Berlaku
Rp141,46 triliun (2021)

PDRB per kapita
Rp491,27 juta/tahun (2021)

Ekonomi

Produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Kediri pada 2021 sebesar Rp141,46 triliun. Perekonomiannya terutama ditopang industri pengolahan yang mencapai 81,88 persen dari total PDRB. Kemudian sektor perdagangan dengan kontribusi 9,11 persen. Sedangkan sektor-sektor lainnya di bawah 3 persen.

Sebagai kontributor utama PDRB, di Kota Kediri terdapat 680 perusahaan pada tahun 2020. Dari jumlah itu, terbanyak bergerak di bidang industri makanan di Kota Kediri, yakni sebanyak 355 perusahaan.

Namun demikian, industri rokok Gudang Garam yang berada di kota ini, masih menjadi penopang mayoritas perekonomian warga Kediri, yang sekaligus merupakan perusahaan rokok terbesar di Indonesia.

Pada tahun 2020, sekira 29.270 orang atau sekitar 82,05 persen dari total tenaga kerja yang diserap oleh seluruh perusahaan di Kota Kediri, menggantungkan hidupnya kepada perusahaan ini. Gudang Garam menyumbangkan pajak dan cukai yang relatif besar kepada pemerintah kota.

Selain industri rokok Gudang Garam, di kota ini juga terdapat dua pabrik gula, yakni Pesantren Baru dan Meritjan, yang telah memberi dampak ekonomi pada warga di sekitarnya.

Di sektor perdagangan, menurut data dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Kediri, pada 2020 terdapat 21 pedagang besar, 399 pedagang menengah, dan 1.091 pedagang kecil. Dari ketiga kategori pedagang tersebut, seluruhnya paling banyak tercatat di Kecamatan Kota.

Sementara untuk sarana perdagangan, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Kediri mencatat jumlah pasar di Kota Kediri sebanyak 23 unit. Kemudian sarana perdagangan berupa toko, kios, dan warung di Kota Kediri masing-masing sebanyak 622 unit, 4 unit, dan 184 unit.

Area sepanjang Jalan Dhoho merupakan pusat pertokoan terpadat di Kediri. Beberapa sudut kota juga terdapat minimarket, cafe, hotel, hiburan malam, dan banyak tempat lain yang menjadi penopang ekonomi sekaligus memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi Kota Kediri dalam satu dekade terakhir masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur. Dalam tiga tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Kota Kediri tercatat sebesar 5,47 persen (2019), kemudian pada tahun 2020 terkoreksi akibat pandemi sehingga menjadi minus 6,25 persen serta pada tahun 2021 pertumbuhan ekonominya bergerak naik di angka 2,05 persen.

KOMPAS/DEFRI WERDIONO

Pengendara melintas di kawasan niaga Jalan Dhoho di Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (22/9/2022) sore. Selama ini, Jalan Dhoho kerap dianggap sebagai “Malioboro”-nya Kota Kediri.

Di bidang keuangan daerah, total pendapatan Kota Kediri pada 2021 tercatat sebesar Rp1,5 triliun. Dana perimbangan masih menjadi penopang terbesar pembangunan Kota Kediri dengan kontribusi senilai Rp1,04 triliun.

Selanjutnya pendapatan asli daerah (PAD) memberikan kontribusi senilai Rp439,89 miliar. Sementara itu, lain-lain pendapatan daerah yang sah memberikan kontribusi paling rendah, yaitu senilai Rp19,64 miliar.

Di sektor pariwisata, wilayah Kota Kediri dan sekitarnya memiliki beragam obyek wisata alam yang cukup potensial seperti Goa Selomangleng, Gunung Maskumbang, aliran Sungai Brantas, maupun obyek wisata buatan seperti Museum Airlangga, dan peninggalan situs Kerajaan Kadiri.

Kuliner di Kota Kediri juga turut menggeliat dengan ragam makanan khas. Selain terkenal dengan pecel tumpangnya, cokelat industri rumahan, seperti Ibuke, Niky Coklat, Chocochie, dan Sokodeasy, dijual di banyak toko. Buah kreativitas juga melahirkan kampung khas, seperti kampung jamu, tahu, dan dongeng.

Untuk akomodasi, Kota Kediri memiliki 31 hotel yang 7 di antaranya merupakan hotel bintang. Sementara untuk rumah makan dan restoran, tercatat sebanyak 555 rumah makan dan restoran yang tersebar di tiga kecamatan di Kota Kediri.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Beberapa wisawatan bercengkerama di Goa Selomangleng, Kediri, Jawa Timur, Rabu (13/12/2017).

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Kota Kediri *Otonomi Daerah”, Kompas, 23 Februari 2001, hlm. 08
  • “Lagi-lagi, soal Dana yang Jadi Kendala”, Kompas, 23 Februari 2001, hlm. 08
  • “Peziarahan di Kediri: Dari Mbah Wasil hingga Aji Jayabaya”, Kompas, 03 September 2002, hlm. 25
  • “Kebijakan: Kolaborasi Bisnis dan TI * Indeks Kota Cerdas Indonesia”, Kompas, 27 Juli 2015, hlm. 22
  • “Kota Kediri: Warga Pun Didorong Mandiri * Indeks Kota Cerdas Indonesia”, Kompas, 27 Juli 2015, hlm. 22
  • “Daya Cipta: Geliat Kreatif di Kediri”, Kompas, 08 Desember 2019, hlm. 01, 07
  • “Pembangunan Kota: Kediri Jadi Kota Perdagangan dan Jasa”, Kompas, 28 September 2022, hlm. 13
Buku dan Jurnal
  • Zaenuddin HM. 2013. Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe. Jakarta: Change
Aturan Pendukung
  • UU 16/1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat Dan Daerah Istimewa Yogyakarta
  • UU 1/1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
  • UU 18/1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
  • UU 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
  • UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
  • UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah
  • Perda Kota Kediri Nomor 18 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Industri Kota Kediri Tahun 2019 – 2039

Editor
Topan Yuniarto