Kronologi | Politik dan Demokrasi

Partai Persatuan Pembangunan: Meleburnya Partai Islam

Pemerintah Orde Baru menganggap banyaknya partai-partai politik termasuk partai politik Islam sebagai penyebab ketidakstabilan politik dan perlu disederhanakan. Konsep penyederhanaan partai menjadi awal berdirinya Partai Persatuan Pembangunan.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Kader dan simpatisan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menghadiri perayaan hari lahir (harlah) ke-46 PPP, di Ecovention Ocean Ecopark, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta, 28 Februari 2019. Acara itu dihadiri Presiden Joko Widodo.

Secara historis Partai Persatuan Pembangunan lahir dari fusi atau penggabungan empat partai politik Islam pada awal Orde Baru, yakni Partai Nahdlatul Ulama (PNU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti). Selain Parmusi, tiga partai merupakan peserta Pemilu 1955.

Parmusi merupakan penjelmaan dari Partai Masyumi, partai Islam terbesar pada Pemilu 1955. Partai Masyumi gagal mendapat izin dari pemerintahan Orde Baru karena pada masa Soekarno pernah dibubarkan akibat terlibat gerakan pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada tahun 1958.

Memasuki era Orde Baru, Partai politik Islam dan partai politik lainnya dianggap sebagai penyebab ketidakstabilan politik pada masa Orde Lama. Penyederhanaan partai diyakini pemerintah sebagai langkah untuk menjaga stabilitas dan suasana yang kondusif. Proses penyederhanaan ini menjadi latar belakang empat partai Islam bergabung.

Untuk menetapkan rencana penyederhanan parpol, Presiden Soeharto menggelar rapat konstitusi dengan seluruh parpol. Pemerintah mengelompokkan parpol menjadi kelompok spiritual (PNU, Parmusi, PSII, Perti), dan kelompok material (PNI, IPKI, Parkindo, Murba).

Setelah rapat antara Presiden Soeharto dan seluruh parpol, muncul Kelompok Demokrasi Pembangunan pada 9 Maret 1970 yang terdiri dari PNI, IPKI, Partai Katolik, Parkindo, dan Partai Murba. Tak berselang lama, muncul Kelompok Persatuan Pembangunan pada 13 Maret 1970 yang terdiri dari NU, Parmusi, PSII, dan Perti.

Dua tahun setelah Kelompok Persatuan Pembangunan terbentuk, empat partai Islam mendeklarasikan bergabung dalam satu partai bernama Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 5 Januari 1973. Dalam pertemuan ini, Mohammad Syafaat Mintaredja terpilih sebagai ketua umum pertama untuk periode 1973–1978.


Kronologi Terbentuknya Partai Persatuan Pembangunan

16 Oktober 1905
Sarekat Dagang Islam didirikan di Solo oleh Haji Samanhudi.

10 September 1912
Syarikat Islam (SI)  berdiri di Surabaya dan berubah menjadi partai pada tahun 1923.

1929
Partai Syarikat Islam Hindia Timur berubah menjadi Partai Syarikat Islam Indonesia, digerakkan oleh H. Samanhudi, HOS Tjokroaminoto, SM Kartosuwirjo, H. Agus Salim, dan sejumlah tokoh lainnya.

31 Januari 1926
Organisasi kemasyarakatan Nahdlatul Ulama (NU) didirikan oleh sekelompok kyai yang dipimpin oleh KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahab Chasbullah.

20 Mei 1930
Organisasi lokal Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) berdiri di Sumatera Barat.

7–8 November 1945
Kongres Umat Islam Indonesia diadakan di Yogyakarta. Pada kongres ini dibentuk lembaga untuk mempersatukan semua organisasi Islam bernama Masyumi.

22 November 1945
Melalui kongres Perti, diputuskan Perti menjadi partai politik dan keluar dari Masyumi yang memayungi ormas-ormas Islam.

30 April 1952
Pada Muktamar NU ke-19, NU memutuskan keluar dari Masyumi dan menjadi partai politik yang ikut dalam Pemilu 1955.

29 September 1955
Partai Masyumi memperoleh 20,9 persen suara sementara NU yang keluar dari Masyumi memperoleh 18,4 persen suara pada Pemilu Parlemen. Partai Masyumi merupakan partai Islam yang memperoleh suara terbanyak, berada di peringkat kedua di bawah PNI.

20 Februari 1968
Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) berdiri setelah upaya rehabilitasi Partai Masyumi ditolak oleh pemerintahan Orde Baru.

31 Desember 1969
Rancangan undang-undang pemilihan umum diloloskan DPR RI. Rancangan ini, antara lain, berisi penguatan ideologi Pancasila dan pengurangan jumlah partai. Asas partai politik juga diatur menjadi berorientasi pembangunan.

9 Maret 1970
Muncul Kelompok Demokrasi Pembangunan yang terdiri dari PNI, IPKI, Partai Katolik, Parkindo, dan Partai Murba.

13 Maret 1970
Muncul Kelompok Persatuan Pembangunan yang terdiri dari NU, Parmusi, PSII, dan Perti.

1971
NU berhasil memperoleh 18,68% suara atau 58 kursi pada pemilu 1971. Perolehan ini menjadikan NU partai Islam paling tinggi mendapatkan suara.

Pertemuan presiden soeharto dengan antar partai politik di Jakarta, 4 Juli 1971. Foto: KOMPAS/PAT HENDRANTO

 

25 Oktober 1972
Partai-partai politik dalam Kelompok Persatuan Pembangunan menyampaikan sikap kepada Presiden Soeharto di Istana Merdeka, Jakarta. Partai-partai politik Islam sepenuhnya setuju untuk memakai satu bendera dalam Pemilu 1976. Untuk menghidari perselisihan mengenai siapa yang memperoleh suara terbanyak dan sebagainya, wadah persatuan akan segera ditingkatkan.

5 Januari 1973
Empat partai Islam mendeklarasikan bergabung dalam satu partai bernama Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan Ketua umum pertama Mohammad Syafaat Mintaredja.

Kompas, 8 Januari 1973, halaman 1.

20–22 Agustus 1984
PPP secara resmi menggunakan asas Pancasila dengan lambang bintang dalam segi lima berdasarkan Muktamar I PPP tahun 1984.

8–12 Desember 1984
Setelah tidak mendapatkan posisi strategis dalam struktur partai, NU keluar dari PPP melalui keputusan Muktamar ke-27 di Situbondo.

29 November — 2 Desember 1998
PPP kembali menggunakan asas Islam dengan lambang Kabah sejak tumbangnya kekuasaan Presiden Soeharto tahun 1998, berdasarkan kesepakatan dalam Muktamar IV akhir tahun 1998.

Referensi

Buku

  • Ihsan, A Bakir. 2016. Ideologi Islam dan Partai Politik. Jakarta: Orbit Publishing.
  • Nurdin, M Amin, Ali Thaufan Dwi Saputra, dan Adi Prayitno. 2019. Prahara Partai Islam. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Arsip Kompas

  • “Setuju Pakai Satu Bendera dalam Pemilu 1976”. Kompas, 26 Oktober 1972, halaman 1.
  • “Partai Persatuan Pembangunan terbentuk”. Kompas, 8 Januari 1973, halaman 1.
  • “Presiden Membuka Muktamar NU ke-27”. Kompas, 9 Desember 1984, halaman 1.
  • “Dari politik praktis, kembali ke Khittah 1926”. Kompas, 14 Desember 1984, halaman 1.
  • “Kabah – Bintang – Kabah”. Kompas, 7 Desember 1998, halaman 7.

Website

  • https://ppp.or.id/category/organisasi/sejarah/
  • https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/election/directory/political_party/?box=detail&id=115&from_box=list&hlm=5&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=