KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pasukan Pengamanan Presiden memperagakan aksi pengamanan untuk tokoh sangat penting (very important person) dari tindakan teroris dalam Hari Bhakti Ke-61 Paspampres di Markas Paspampres di Jakarta (3/1/2007).
Dinamika sejarah kemerdekaan Republik Indonesia turut mempengaruhi terbentuknya Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Setelah pengangkatan Soekarno sebagai Presiden RI kebutuhan adanya pasukan yang selalu siap mengawal simbol negara tersebut semakin terasa. Pada awalnya tim pengawalan dan pengamanan dilakukan oleh Detasemen Kawal Pribadi (DKP) yang anggotanya berasal dari satuan polisi istimewa (sekarang Brimob). DKP berjasa besar mengawal presiden semasa Ibu Kota RI pindah ke Yogyakarta.
Seusai masa perang kemerdekaan ancaman terhadap presiden Soekarno masih terjadi. Terlihat dari beberapa upaya percobaan pembunuhan terhadap presiden Soekarno yang berhasil digagalkan. Untuk itu, atas usul Jenderal AH Nasution dibentuk Resimen Tjakrabirawa sebagai satuan pengamanan presiden. Resimen Tjakbirawa selanjutnya diambil alih oleh Polisi Militer Angkatan Darat selang beberapa hari setelah diterbitkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).
Semenjak era Presiden Soeharto hingga Presiden Joko Widodo, Paspampres sudah mengalami beberapa kali pembenahan dan penyempurnaan di internal organisasinya. Pembenahan mengikuti perkembangan situasi dan berbagai potensi ancaman yang mungkin timbul selama proses pengamanan presiden.
1946–1947
Ketika Presiden Soekarno dan keluarga pindah bersamaan dengan dipindahkannya Ibu Kota RI dari Jakarta ke Yogyakarta, pengawalan sudah dilakukan oleh Pasukan Istimewa di bawah pimpinan Inspektur (pol) Mangil Martowidjojo.
1948
Sebutan Polisi Istimewa diubah menjadi Polisi Militer setelah adanya reorganisasi besar-besaran di tubuh Angkatan Perang. Kementerian Pertahanan menugaskan Batalion II Mobil Polisi Militer untuk melakukan pengawalan VVIP dengan komandan Mayor CPM Sakri Sunarto. Kompi II Batalion II CPM ditunjuk sebagai tim pengawalan Presiden Soekarno.
1949
Seusai pengakuan kedaulatan RI dan pusat pemerintahan telah kembali ke Jakarta, Kompi II Batalion II CPM tetap lanjut bertugas mengawal kepala negara dan pengamanan Istana Kepresidenan. Selanjutnya Batalyon Mobil II CPM berganti nama menjadi Batalion Garde CPM.
Sumber: Kanal Youtube Harian Kompas, 7 Oktober 2019, Paspampres: Demi Negara, Tak Mengapa Tubuh Kami Tercabik
10 April 1961
Dibentuk Detasemen Polisi Militer (Den POM) yang bertugas khusus mengawal Istana Kepresidenan.
23 Desember 1961
Detasemen POM Radjasa diresmikan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor 861/12/61. Detasemen ini bertugas mengamankan Istana Kepresidenan dan mengawal presiden.
6 Juni 1962
Resimen Tjakrabirawa dibentuk lewat SK No 211/PLT/1962 bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden Soekarno. Sebelumnya, Menkohankam/KASAB Jenderal AH Nasution mengusulkan perlunya dibentuk pasukan yang bertugas untuk melindungi dan menjaga keselamatan jiwa kepala negara dan keluarganya. Alasannya karena telah beberapa kali terjadi upaya percobaan pembunuhan kepada Presiden Soekarno yang berhasil digagalkan seperti pada peristiwa granat Cikini dan penembakan saat salat Idul Adha di halaman Istana Merdeka. Resimen Tjakrabirawa dipimpin oleh Brigjen Moh Sabur dengan Kolonel Cpm Maulwi Saelan menjadi wakil. Personilnya diambil dari Detasemen POM Radjasa ditambah dengan keempat angkatan bersenjata.
23 Maret 1966
Selang beberapa hari setelah keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), Mayjen Soeharto memerintahkan agar tugas pengawalan Istana Kepresidenan diambil alih dari Resimen Tjakrabirawa kepada Batalion POMAD Para dengan Komandan Letkol CPM Norman Sasono. Alasannya tidak lain karena keterlibatan sebagian anggota Tjakrabirawa dalam pemberontakan G30S. Tanggal 23 Maret inilah yang ditetapkan sebagai tanggal kelahiran Paspampres.
25 Maret 1966
Direktur Polisi Militer mengeluarkan surat keputusan Nomor Kep-011/AIII/ DIRPOM/ 1966 tentang pembentukan Satuan Tugas Polisi Militer Angkatan Darat (Satgas POMAD). Letnan Kolonel CPM Norman Sasono sebagai Komandan Satgas POMAD.
10 Juni 1967
Seiring perkembangan organisasi dalam tubuh ABRI, batalion II POMAD Para dilikuidasi. Direktur Polisi Militer Angkatan Darat dibebastugaskan dari komando terhadap Satgas POMAD Para. Pembinan satuan khusus ini kemudian ditetapkan berada di bawah perintah Menteri/Panglima Angkatan Darat dan Wakil Presiden.
9 Agustus 1967
Letnan Jenderal Soeharto memerintahkan Menteri/ Panglima Angkatan Kepolisian untuk menarik kembali anggota polisi yang tergabung dalam Detasemen Kawal Pribadi.Seluruh personel dikembalikan ke Korps Brigade Mobil (Brimob).
16 Agustus 1967
Serah terima tugas pengawalan pribadi presiden dari Komandan Detasemen Kawal Pribadi Korps Brigade Mobil Letnan Kolonel (Polisi) Mangil Martowidjojo kepada Komandan Satgas POMAD Letnan Kolonel CPM Norman Sasono. Selanjutnya Detasemen Kawal Pribadi di bawah Angkatan Darat ditunjuk sebagai penggantinya. Kapten CPM Eddy Nalapraya ditunjuk sebagai komandan.
13 Januari 1976
Bersamaan dengan reorganisasi di tubuh ABRI, Satgas POMAD ditempatkan dalam kendali markas Besar ABRI. Namanya pun berubah menjadi Pasukan Pengawal Presiden (Paswalpres).
26 November 1983
Panglima ABRI Jenderal Try Sutrisno mengeluarkan surat keputusan nomor Kep/02/P/XI/1983 tentang pokok-pokok organisasi Badan Intelijen Strategis (BAIS) ABRI.
16 Febuari 1988
Paswalpres dimasukkan ke dalam struktur organisasi BAIS ABRI berdasarkan Surat Keputusan nomor SKEP/608/VIII/1989 mengenai mekanisme pembinaan para anggotanya. Nama Paswalpres pun diubah menjadi Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Kata “Pengamanan” dinilai lebih tepat digunakan daripada “pengawalan” karena mengandung makna yang menitikberatkan kepada keselamatan objek yang harus diamankan.
17 Juni 1993
Paspampres tidak lagi di bawah Badan Intelijen ABRI, tetapi di bawah Pangab dengan tugas pokok melaksanakan pengamanan fisik langsung jarak dekat terhadap presiden (Grup A), wakil presiden (Grup B), tamu negara setingkat kepala negara, kepala pemerintahan dan keluarga (Grup C), serta mantan presiden dan mantan wakil presiden beserta keluarganya (Grup D) baik di Istana Kepresidenan maupun di luar. Hal ini tertuang dalam Surat Keputusan Panglima ABRI Jenderal Feisal Tanjung Nomor Kep/04/VI/1993.
17 Maret 1995
Dikeluarkan Surat Keputusan Panglima ABRI nomor SKEP/157/III/1995 mengenai pengesahan berlakunya Pataka (lambang kesatuan) Paspampres yang baru, yaitu tameng dengan gambar Burung Garuda di dalamnya yang dilingkupi padi dan kapas dengan moto ”Setia Waspada”.
26 September 1996
Panglima ABRI Jenderal Feisal tanjung mengeluarkan Surat Keputusan Nomor Kep/08/IX/1996 yang mengatur tentang ketentuan komandan Paspampres, dan pengembangan unsur staf.
Kanal Youtube Kompas.com, 9 Februari 2018, Paspampres: Kisah Para Perisai Hidup
Referensi
“Jon Para Pomad gantikan Tjakrabirawa”. Kompas, 9 Maret 1966, hal. 1
“Paspampres, Selalu Setia dan Waspada”. Kompas, 16 Agustus 1998, hal. 1.
“Setia Waspada Menjaga Simbol Negara”. Kompas, 6 Oktober 2019, hal. 8.
- —. 1999. 33 Tahun Pasukan Pengamanan Presiden. Jakarta: Pasukan Pengamanan Presiden.
- Hardi, Imana, dkk. 2016. Dokumentasi 70 tahun Paspampres. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Penulis
Arief Nurrachman
Editor
Susanti Agustina S