Paparan Topik | Vaksinasi Covid-19

Vaksinasi Covid-19 untuk Anak

Vaksinasi Covid-19 untuk anak-anak di Indonesia dimulai pada 1 Juli 2021. Dengan vaksinasi Covid-19, risiko penularan dan perburukan akibat infeksi virus SARS-CoV-2 pada anak dapat diminimalkan.

KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Gavrie (12), siswa SD Eben Haezar Manado, meringis menahan sakit ketika disuntik vaksin Sinovac untuk Covid-19 pada hari pertama vaksinasi untuk anak di Manado, Sulawesi Utara, Senin (5/7/2021). Pemprov Sulut menarget 100.000 siswa di Sulut bisa tervaksinasi, 52.000 di antaranya di Manado.

Fakta Singkat

Vaksinasi Covid-19 untuk Anak

Alasan Penetapan: 

  • Tingginya angka kematian (CFR) Covid-19 pada anak di Indonesia
  • Tingginya tingkat muatan virus pada anak yang terinfeksi Covid-19 (potensi penyebaran)
  • Peningkatan tajam kasus positif Covid-19 selama bulan Juni 2021
  • Adanya persetujuan penggunaan vaksin Covid-19 produksi PT Biofarma (Sinovac) untuk anak kelompok usia >12 tahun
  • Adanya rekomendasi program vaksinasi bagi anak dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional
  • Adanya rekomendasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia

Dasar Penetapan: Surat Edaran Kemenkes 02.02/I/1727/2021

Sasaran: anak usia 12–17 tahun

Jenis Vaksin: Sinovac

Dosis: 0,5 ml, 2 kali pemberian, interval minimal 28 hari

Mulai 1 Juli 2021, pemerintah melaksanakan pemberian vaksinasi bagi anak usia 12–17 tahun. Kebijakan vaksinasi untuk anak usia 12–17 tahun ini merupakan kebijakan baru. Sebelumnya, sasaran vaksinasi adalah tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang kesehatan, petugas pelayanan publik, orang usia lanjut, masyarakat rentan dari aspek geospasial-sosial-ekonomi, hingga pelaku perekonomian lainnya.

Melalui Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/1727/2021, pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan, mulai melaksanakan percepatan vaksinasi Covid-19 tahap 3 bagi seluruh masyarakat rentan dan masyarakat umum lainnya. Di dalamnya, dimasukkan pula anak-anak usia 12–17 tahun sebagai sasaran vaksinasi. Selain itu, dilakukan indentifikasi dan percepatan vaksinasi bagi sasaran vaksinasi tahap 1 dan 2 yang belum mendapatkan dua dosis vaksinasi. Bagi lansia, pemerintah meminta semua pihak terkait untuk mempercepat vaksinasi bagi lansia.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Seorang anak bermain dengan mengenakan masker di lingkungan RT 002 RW 003, Larangan, Kota Tangerang, Banten, Selasa (29/6/2021). Anak-anak menjadi kelompok yang rentan tertular Covid-19. Pemerintah membuka opsi vaksin bagi anak usia 12-17 tahun.

Perkembangan kasus Covid-19

Vaksinasi untuk anak-anak ini merupakan kebijakan yang diambil berdasarkan data tingginya kasus Covid-19 pada anak di Indonesia. Kementerian Kesehatan mencatat, hingga 29 Juni 2021 pukul 18.00 WIB lebih dari 2 juta kasus terkonfirmasi Covid-19. Dari jumlah tersebut, sebanyak 260 ribu kasus terkonfirmasi merupakan anak usia 0–18 tahun dan sejumlah 108 ribu kasus di antaranya merupakan anak pada rentang usia 12–17 tahun. Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa jumlah kasus penularan pada anak-anak inilah yang menjadi pertimbangan pertama pengambilan kebijakan vaksinasi untuk anak-anak.

Selanjutnya, hingga 2 Juli 2021 terdapat total 2.203.108 kasus terkonfirmasi. Dari jumlah tersebut, sebesar 2,9 persen berusia 0–5 tahun, sebesar 9,7 persen berusia 6-18 tahun, sebesar 24,7 persen berusia 19–30 tahun, sebesar 29 persen berusia 31–45 tahun, sebesar 22,4 persen berusia 46–59 tahun, dan sebesar 11,3 persen berusia di atas atau sama dengan 60 tahun. Di samping itu, terdapat 1,4 persen kasus yang tidak memiliki catatan umur pasien.

Dari data tersebut, apabila data kasus positif anak pada rentang usia 0–5 tahun dan 6–18 tahun digabungkan, jumlahnya mencapai 12,6 persen dari total kasus positif. Angka ini telah melebihi angka kasus aktif pada kelompok usia lansia di atas 60 tahun (11,3%), meski masih jauh dari kasus aktif pada kelompok usia 31–45 tahun (29%) dan 46–59 tahun (22,4%).

Sejak awal pandemi hingga 10 Juni 2021, jumlah kasus positif pada anak usia 0–18 tahun meningkat hingga mencapai puncak pada bulan Januari 2021 dan beranjak menurun setelahnya. Akan tetapi, Indonesia sedang mengalami peningkatan tajam kasus positif Covid-19 selama bulan Juni–Juli 2021.

Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) mencatat bahwa telah terjadi kenaikan kasus hingga 381 persen sejak awal Juni 2021 hingga awal Juli 2021. Dalam kurun waktu tersebut, kasus positif mingguan meningkat hingga 125.396 kasus, lebih tinggi dari kasus mingguan yang terjadi pada puncak gelombang pertama pandemi di Indonesia pada bulan Januari 2021, yakni sebesar 89.902 kasus.

Dari sisi kasus terkonfirmasi harian, terjadi tren kenaikan sejak awal Juli hingga tulisan ini disusun (8 Juni 2021). Pada 1 Juni, kasus baru harian sebanyak 4.824 kasus, pada 21 Juni sebanyak 14.536 kasus baru, pada 1 Juli sebanyak 24.836, pada 5 Juli sebanyak 29.745 kasus, dan masih meningkat pada 8 Juli dengan 38.391 kasus. Peningkatan kasus yang terus terjadi ini juga meningkatkan kemungkinan peningkatan kasus positif pada anak-anak.

Peningkatan kasus di gelombang kedua ini terjadi pasca libur Hari Raya Idul Fitri 2021 dengan adanya peningkatan mobilitas masyarakat. Pada saat itu pula, anak-anak yang mengikuti orang tua memanfaatkan momen libur panjang tersebut sangat mungkin terpapar virus dan terinfeksi.

Terkait kasus kematian akibat Covid-19 pada anak-anak, Kementerian Kesehatan mencatat bahwa hingga 1 Juli 2021 terdapat lebih dari 600 anak usia 0–18 tahun meninggal dunia karena infeksi Covid-19, dengan 197 anak di antaranya berumur 12–17 tahun. Dari data tersebut, Kementerian Kesehatan mencatat angka case fatality rate pada kelompok usia 12–17 tahun adalah 0,18 persen.

Data dari KPCPEN menunjukkan bahwa kasus kematian pada kelompok usia 6–18 tahun sebesar 0,6 persen dari total kasus meninggal karena infeksi Covid-19. Data lain dari Ikatan Dokter Anak Indonesia menunjukkan bahwa case fatality rate Covid-19 pada anak-anak di Indonesia mencapai 3–5% dan termasuk tinggi di dunia. Sedangkan, kasus meninggal lebih banyak terjadi pada kelompok umur >= 60 tahun dan 46–59 tahun.

Dari sisi sebaran, hingga 22 Juni 2021, provinsi dengan total kasus positif pada anak usia 0–18 tahun tertinggi adalah DKI Jakarta (58.836 kasus atau 12,2%), Jawa Barat (53.309 kasus atau 15,2%), dan Jawa Tengah (29.803 kasus atau 12,8%). Sementara kasus kematian pada anak usia 0–18 tahun akibat infeksi Covid-19 paling banyak terjadi di Jawa Barat (137 kasus atau 2,9%), Jawa Tengah (120 kasus atau 1,2%), dan Jawa Timur (73 kasus atau 0,6%).

Terkait kasus kesembuhan dalam kurun waktu yang sama, data dari KPCPEN menunjukkan bahwa dari total kasus sembuh, sebesar 9,9 persen darinya adalah anak-anak usia 6–18 tahun, dengan mengingat bahwa kasus positif Covid-19 pada rentang usia tersebut sebesar 9,7 persen. Terhadap angka kasus positif, angka kesembuhan terendah terdapat pada kelompok usia >= 60 tahun.

Pertimbangan Pemerintah

Meskipun jumlah kasus positif kelompok usia 0–18 tahun (anak) tidak lebih tinggi dari kelompok usia 19–30 dan 31–45 tahun, tetapi kasus positif pada anak tetap berisiko menyebabkan penyebaran Covid-19 pada kelompok usia lain.

Kajian yang dilakukan oleh tim peneliti dari Massachusetts General Hospital dan Mass General Hospital menemukan tingginya tingkat muatan virus (Viral Load, didapat dari nilai Cycle Threshold pada tes PCR) pada anak-anak yang terinveksi Covid-19, terutama pada dua hari pertama infeksi. Penelitian tersebut dilakukan terhadap 192 anak dan remaja berusia 0–22 tahun yang 67 orang di antaranya teridentifikasi positif Covid-19.

Penelitian ini pertama-tama menunjukkan bahwa anak-anak tidaklah kebal dari Covid-19 sebagaimana dikira sebelumnya. Gejala infeksi Covid-19 sering kali menyerupai penyakit yang umum dialami anak-anak seperti demam, pilek, dan batuk, atau bahkan tidak ada simtom sama sekali sehingga kasus penularan pada anak-anak cenderung terabaikan.

Meskipun demikian, temuan yang mengagetkan adalah tingginya muatan virus pada anak yang terindentifikasi positif Covid-19. Risiko transmisi dan penularan virus lebih tinggi dengan tingginya muatan virus pada darah. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun kemungkinan anak-anak untuk mengalami keparahan sakit akibat Covid-19 relatif rendah dibanding kelompok umur lainnya, anak-anak dapat menjadi pembawa virus yang berbahaya untuk kelompok umur lain.

Hasil penelitian yang dibuat oleh 30 peneliti dari beragam institusi kesehatan terkemuka di AS ini juga memberikan rekomendasi bahwa sekolah-sekolah dan tempat jasa penitipan anak tidak dapat mengandalkan pengukuran suhu atau pemantauan gejala untuk mencegah penularan Covid-19. Kecilnya gejala pada anak-anak dan tingginya muatan virus pada kasus positif anak-anak menunjukkan bahwa pemeriksaan luaran seperti itu tidak bisa mengidentifikasi anak-anak yang telah terpapar Covid-19.

Di samping data dan potensi penyebaran virus Covid-19 pada kelompok usia 0–18 tahun, di Indonesia, Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization) memberikan rekomendasi untuk program vaksinasi bagi anak. Selain itu, terdapat pula persetujuan penggunaan vaksin Covid-19 produksi PT Biofarma (Sinovac) untuk anak kelompok usia >12 tahun dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tertanggal 27 Juni 2021. Rekomendasi vaksinasi Covid-19 pada anak usia 12–17 tahun juga diberikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada 28 Juni 2021.

Rekomendasi dan persetujuan tersebut membuat pemerintah akhirnya memutuskan mengadakan vaksinasi untuk anak kelompok umur 12–17 tahun bersamaan dengan pelaksanaan vaksinasi tahap ke-3.

KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Petugas pemantauan pascavaksinasi menggunakan aplikasi Vaksin Hebat milik Pemerintah Kota Manado untuk mencatat data anak usia 12-17 tahun yang menerima vaksin di lapangan olahraga SMA Eben Haezar, Manado, Sulawesi Utara, Senin (5/7/2021). Pemkot Manado menetapkan, 4.000 orang harus divaksin setiap hari.

Mekanisme vaksinasi untuk anak 12-17 Tahun

Surat Edaran Kementerian Kesehatan yang mengatur mekanisme vaksinasi untuk anak-anak disahkan pada 30 Juni 2021 dan mulai berlaku sejak 1 Juli 2021. Dalam surat edaran tersebut dijelaskan bahwa vaksinasi bagi anak usia 12–17 tahun dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dan di sekolah, madrasah, atau pesantren. Pelaksanaan vaksinasi di sekolah, madrasah, atau pesantren dilakukan melalui koordinasi dengan Dinas Pendidikan dan kantor wilayah atau kantor Kementerian Agama setempat guna mempermudah pendataan dan monitoring pelaksanaan vaksinasi.

Terkait mekanisme skrining, pelaksanaan, serta observasi, mekanisme program vaksinasi untuk anak usia 12–17 tahun ini sama dengan mekanisme pada vaksinasi program tahap sebelumnya, yakni peserta vaksinasi mesti mencatatkan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Dalam hal ini peserta vaksinasi anak usia 12–17 tahun perlu membawa kartu keluarga atau dokumen lain yang mencantumkan NIK anak. Nantinya, pencatatan atas vaksinasi kelompok ini dimasukkan dalam kelompok remaja dalam aplikasi PCare Vaksinasi.

Terkait dosis, Surat Edaran di atas menyebutkan bahwa vaksin yang digunakan untuk anak usia 12–17 tahun adalah vaksin Sinovac dengan dosis 0,5 mililiter sebanyak dua kali pemberian dengan interval minimal 28 hari.

Vaksinasi untuk anak 12–17 tahun ini merupakan bagian dari vaksinasi Covid-19 Tahap 3 yang dilaksanakan bersamaan dengan vaksinasi bagi seluruh masyarakat rentan dan umum lainnya yang berusia 18 tahun ke atas. Data dari dashboard Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa hingga 30 Juni terdapat 29.556.053 orang (73,25% dari total sasaran program vaksinasi nasional) yang telah menerima dosis vaksin pertama dan 13.528.655 orang (33,53% dari total sasaran) telah menerima dosis vaksin kedua. Dengan kata lain, dari setiap 100 orang di Indonesia terdapat 11 orang yang telah menerima vaksin setidaknya satu dosis.

Uji klinis dan vaksinasi anak di negara lain

Dari sisi lain, perusahan produsen vaksin Sinovac sendiri telah mendapatkan izin penggunaan pemberian vaksin bagi anak usia 3 tahun ke atas dari Pemerintah China pada 5 Juni 2021. Uji klinis terhadap penggunaan vaksin Sinovac untuk anak usia 3–17 tahun telah dimulai pada awal tahun 2021. Dalam pernyataan Kepala PT Kexing Biotechnology (Sinovac), Yin Weidong, kepada media resmi CCTV, hasil uji klinis tahap 1 dan tahap 2 menunjukkan bahwa vaksin Sinovac aman dan efektif digunakan untuk anak usia 3–17 tahun, sama aman dan efektifnya untuk kelompok usia di atas 18 tahun ke atas.

Dari pantauan uji klinis tersebut, tidak didapati kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) berat dan efek yang sering didapati ialah rasa nyeri pada lengan setelah suntikan. Meski telah memberikan izin darurat penggunaan vaksin untuk anak usia 3-17 tahun, tetapi Pemerintah China masih menyusun studi ilmiah dan rancangan kebijakan pelaksanaan vaksinasi untuk anak usia 3–17 tersebut.

Di Amerika Serikat, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) juga telah memberikan persetujuan dan rekomendasi penggunaan vaksin Pfizer-BioNTech untuk anak-anak usia 12 sampai 15 tahun pada 12 Mei 2021. Uji klinis yang mendahului pemberian persetujuan tersebut telah membuktikan keamanan dan efektivitas vaksin Pfizer-BioNTech bagi anak usia 12–15 tahun. Bagi pemerintah AS, vaksinasi bagi kelompok usia tersebut sangat signifikan mengingat jumlah remaja di AS mencapai 17 juta atau 5,3 persen dari total penduduk AS. Selain itu, vaksinasi bagi remaja dapat mendukung dimulainya kembali proses belajar mengajar di sekolah.

Sejak persetujuan tersebut diberikan, beberapa negara bagian mulai mengadakan vaksinasi bagi anak usia 12–15 tahun dengan vaksin ini.Selanjutnya, terkait vaksin untuk anak usia 2 tahun ke atas, perusahaan Pfizer-BioNTech berencana akan mengajukan perizinan penggunaan vaksin untuk kelompok usia tersebut pada bulan September 2021.

Pernyataan terkait keamanan dan efektivitas vaksin bagi anak, perusahaan  vaksin Moderna juga telah menyatakan pada 25 Mei 2021 bahwa vaksin Moderna aman dan efektif bagi remaja usia 12–17 tahun. Dalam uji klinis yang dilakukan Moderna terhadap anak usia 12–17 tahun, tidak terdapat kasus terinfeksi bergejala dari anak-anak yang telah menerima vaksin Moderna. Pada pertengahan bulan Juni Moderna telah menyerahkan hasil uji klinis vaksin untuk anak-anak tersebut kepada Food and Drug Administration (FDA) AS untuk mendapatkan izin penggunaan darurat vaksin Moderna untuk anak usia 12–17 tahun.

Sementara itu, uji vaksin AstraZeneca (Oxford-AstraZeneca) dan vaksin Johnson & Johnson untuk anak-anak tengah diberhentikan. Hal ini berkaitan dengan KIPI penyumbatan darah yang terjadi pada penerima vaksin AstraZeneca dan Johnson & Johnson di beberapa negara.

Pada pertengahan bulan Maret 2021 European Medicines Agency dan Pemerintah AS sempat menghentikan penggunaan vaksin AstraZeneca karena laporan KIPI tersebut. Namun, setelah investigasi, penggunaannya kembali dilanjutkan karena tidak ada bukti kuat akan kaitan penyumbatan darah dengan vaksin tersebut. Sementara, kemungkinan kebaikan yang diperoleh dari penggunaan vaksin itu lebih besar bagi khayalak umum. Oxford-AstraZeneca dan perusahaan Johnson & Johnson tengah menelusuri lebih lanjut kasus KIPI tersebut sehingga uji klinis vaksin untuk anak-anak dihentikan.

Meski vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna telah mengantongi laporan uji klinis penggunaan vaksin mereka untuk anak-anak, beberapa negara yang menggunakan vaksin tersebut seperti Inggris dan Australia belum memutuskan untuk mengadakan vaksinasi untuk anak-anak di bawah usia 18 tahun dalam waktu dekat. Para ahli dalam Joint Committee on Vaccination and Immunisation (JCVI) dari Inggris masih mendiskusikan ide tersebut dan menantikan data penelitian yang lebih kuat mengingat data uji klinis untuk vaksin anak-anak baru dilakukan pada sampel yang relatif kecil. Untuk sementara, JCVI masih menekankan pentingnya vaksinasi untuk kelompok prioritas sebagaimana digariskan oleh Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE) dari WHO.

Hal lain yang dipertimbangkan oleh JCVI adalah persoalan etika dari program vaksinasi untuk anak-anak. Keterbatasan akses vaksin di negara-negara berkembang dan kurang berkembang membuat program vaksinasi untuk anak-anak yang bukanlah kelompok prioritas menjadi persoalan etika.

Isu yang sama dipikirkan oleh para ilmuwan dan peneliti di Amerika Serikat. Ahli epidemiologi dari Universitas George Mason, AS, Saskia Popescu dalam tanggapannya atas laporan uji klinis vaksin untuk anak-anak dari perusahaan vaksin Moderna mengatakan, “Ini adalah persoalan yang berat. Kita tentu gembira dengan terjangkaunya anak-anak dalam program vaksinasi, tetapi kita tidak dapat menutup mata bahwa hal ini menjadi suatu privilese sementara mayoritas pekerja esensial di dunia kesulitan mendapatkan vaksin.”

KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA

Pemerintah Provinsi Bali memberikan pelayanan vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat, termasuk terhadap pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN) dan anak-anak mulai usia 12 -17 tahun. Pelayanan vaksinasi Covid-19 itu digelar Dinas Kesehatan Provinsi Bali di area DPRD Provinsi Bali, Kota Denpasar, mulai Minggu (4/7/2021).

Arahan WHO tentang vaksinasi untuk anak-anak

Terkait program vaksinasi untuk anak-anak, WHO menekankan penerapan prioritas target vaksinasi. Kepala ilmuwan WHO, Dr. Soumya Swaminathan, mengatakan dalam wawancara tertanggal 11 Juni 2021 bahwa vaksinasi untuk anak-anak bukanlah prioritas. Alasannya, kendati anak-anak dapat tertular dan mentransmisikan virus kepada orang lain, risiko kesehatan pada anak-anak untuk mengalami penyakit yang berat akibat infeksi virus Covid-19 lebih kecil dibandingkan risiko pada orang dewasa. Oleh karena itu, dalam kondisi keterbatasan suplai vaksin, prioritas tetap berada pada para tenaga kesehatan, pelayan publik garis depan, dan orang tua yang ketiganya memiliki risiko tertular dan risiko keparahan penyakit yang lebih besar.

Masih dalam keterangan yang sama, Dr. Soumya menjelaskan bahwa anak-anak dengan risiko keparahan penyakit yang lebih tinggi akibat adanya penyakit atau kerentanan bawaan (komorbid) dapat diprioritaskan untuk menerima vaksin ketika suplai vaksin tersedia. Akan tetapi, Dr. Soumya kembali menekankan bahwa anak-anak bukanlah prioritas program vaksinasi.

Ia berpendapat bahwa anak-anak tidak diharuskan sudah menerima vaksin sebelum mereka kembali ke sekolah. Menurutnya, selama orang dewasa yang bekerja di sekolah telah tervaksinasi dan semakin banyak orang dewasa di masyarakat yang telah menerima vaksin rata-rata infeksi akan semakin menurun dan membuat kondisi persekolahan pun lebih aman. Ditambah dengan protokol kesehatan yang baik, sekolah-sekolah dapat kembali dibuka dengan aman.

Hingga akhir Juni 2021, perusahaan-perusahaan produsen dan pengembang vaksin tengah melanjutkan penelitian akan keamanan dan efektivitas vaksin pada anak-anak usia 12–18 tahun dan selanjutnya anak-anak di bawah usia tersebut.  Selanjutnya, Strategic Advisory Group of Experts (SAGE) dari WHO akan menyusun rekomendasi penggunaan vaksin untuk anak-anak (dosisnya, interval pemberiannya, hal-hal yang perlu diwaspadai terkait efek samping, dsb.) berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut. Hingga 22 Juni 2021, WHO menyebutkan bahwa masih diperlukan lebih banyak bukti ilmiah terkait penggunaan macam-macam vaksin Covid-19 bagi anak-anak sebelum WHO dapat memberikan rekomendasi umum terkait vaksinasi Covid-19 bagi anak-anak. (LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Siswa menunjukan kartu vaksin setelah mengikuti vaksinasi Covid-19 di SMAN 20 Jakarta Pusat, Kamis (1/7/2021). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai memberikan vaksin untuk anak berusia 12-17 tahun dengan menggunakan vaksin Sinovac. Pada tahap awal vaksinasi diikuti oleh 100 siswa SMAN 20. Vaksinasi tersebut untuk melengkapi pemberian vaksinasi kepada masyarakat umum dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Referensi

Arsip Kompas
  • “Jangan abaikan risiko Covid-19 pada anak”, Kompas, 5 Juli 2021, hlm. 3.
Internet