Foto | Hari Antikorupsi Sedunia

Hakim Berintegritas yang Menjadi Perhatian Publik

Di tengah banyak kasus hakim yang terlibat dalam korupsi peradilan, yang membuat kepercayaan publik menurun terhadap lembaga tersebut, tentunya masih banyak hakim yang memiliki integritas dalam menjalankan tugas. Beberapa diantaranya menjadi sorotan publik karena ketegasan dan keberaniannya dalam menerapkan hukum serta pribadinya yang jujur dan anti-korupsi. Mereka bagai cahaya pelita dalam gelapnya dunia hukum di Indonesia

Adi Andojo Soetjipto

KOMPAS/ATIKA WALUJANI M

Kompas, 6 Juni 1995

Adi Andojo Soetjipto Ketua Muda Mahkamah Agung Bidang Hukum Pidana Umum

KOMPAS/EDDY HASBY 

Kompas, 24 Maret 1998

Mantan Hakim Agung Adi Andojo SH, hadir di hadapan sekitar seribu mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta, Senin (23/3/1998), yang mengadakan aksi damai menuntut reformasi politik dan ekonomi.

Adi Andojo Soetjipto lahir di Yogyakarta, 11 April 1932. Lulus dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) tahun 1958 dan mulai bertugas menjadi hakim di PN Madiun.

Ketika menjadi Hakim Agung, Adi Andojo adalah tokoh dibalik putusan kasasi yang membebaskan terdakwa kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah dan kasus Ketua Umum Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) Muchtar Pakpahan

Ia juga berani membongkar dugaan kasus kolusi di Mahkamah Agung. Akibatnya ia diusulkan oleh Ketua Mahkamah Agung, Soerjono dan ketua muda lainnya untuk diberhentikan sebagai hakim agung. Tetapi Presiden Soeharto memberi keputusan pensiun sesuai usia di tahun 1997.

Selepas menjadi hakim agung, Adi Andojo menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Trisakti pada 1997-2001. Mantan hakim yang jujur dan beritegritas ini makin dikenal publik karena memperjuangan keadilan bagi mahasiswanya yang tertembak saat unjuk rasa menuntut reformasi 1998

Karier:

  • Tahun 1963-1970 menjadi Ketua Pengadilan Negeri di Jayapura, Irian Jaya dan dilanjutkan Ketua Pengadilan Tinggi sambil mengajar di Universitas Cendrawasih.
  • Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Tengah (1970-1974)
  • Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung (1974-1980).
  • Hakim Agung 1980-1997. Setahun setelah menjadi Hakim Agung dipercaya menjadi Ketua Muda Mahkamah Agung bidang Pidana Umum

Penghargaan:

  • Hakim teladan versi Ikadin
  • Anugerah pejuang hukum Dr Sahardjo tahun 1997
  • Penghargaan Cendekiawan Berdedikasi dari Kompas tahun 2017

Albertina Ho

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Kompas, 15 Januari 2020

Albertina Ho (kedua dari kanan) bersama anggota Dewas KPK lainnya (dari kiri ke kanan), Syamsuddin Haris, Harjono, Tumpak Hatorongan Panggabean, dan Artidjo Alkostar, berbicara kepada jurnalis di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (14/1/2020).

Albertina Ho ialah salah satu hakim perempuan yang cukup dikenal dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.  Lahir di Maluku Tenggara, 1 Januari 1960, merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara. Albertina lulus dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada tahun 1985 kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto dan mendapat gelar Magister Hukum pada 2004.

Mulai menjadi perhatian luas ketika menjadi Ketua Majelis Hakim dalam kasus mafia pajak Gayus Tambunan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tahun 2010 sampai 2011. Dan tidak lama setelah kasus tersebut Hakim yang lugas dan tegas dalam memimpin persidangan itu dimutasi sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Sungailiat, Kepulauan Bangka Belitung.

Kasus lainnya yang menjadi perhatian yang ia pernah tangani adalah:

  • Kasus hukum mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang juga pakar hukum pindna Romli Atmasasmita tahun  2009 (menjadi hakim anggota)
  • Kasus hukum pembunuhan berencana terhadap Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen yang melibatkan mantan Ketua KPK Antasari Azhar tahun 2010 (menjadi hakim anggota)

Karier:

  • Mengawali karier dengan menjadi calon hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta tahun pada 1986.
  • Hakim Pengadilan Negeri Slawi, Tegal, Jawa Tengah.
  • Hakim Pengadilan Negeri Temanggung, Jawa Tengah
  • Hakim Pengadilan Cilacap, Jawa Tengah
  • Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
  • Wakil Ketua Pengadilan Negeri Sungailiat, Kepulauan Bangka Belitung
  • Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang tahun 2019

Pada 20 Desember 2019, Albertina Ho terpilih dan dilantik oleh Presiden Joko Widodo menjadi Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masa jabatan 2019-2023.

Artidjo Alkostar

KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS)

Artidjo Alkostar, Hakim Agung tahun 2005

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Kompas, 20 September 2014

Artidjo Alkotsar Ketua Majelis Hakim MA

Artidjo Alkostar lahir di Situbondo, 22 Mei 1948 merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tahun 1976 dan melanjutkan Program Doktor di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.  Setelah lulus S1, ia menjadi dosen tetap Fakultas Hukum UII, Yogyakarta.

Pada tahun 2000, Artidjo menjadi hakim agung di Mahkamah Agung dari usulan pemerintah. Artidjo merupakan Calon Ketua MA berasal dari jalur nonkarier. Semasa menjabat menjadi hakim, pria sederhana dan tegas ini paling ditakuti para koruptor. Sebab ia sering memberikan tambahan hukuman kepada koruptor. Di antaranya, mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, politikus Partai Demokrat Angelina Sondakh dan pengacara OC Kaligis. Ia juga pernah menjatuhkan hukuman mati kepada Kweh Eichoon (warga negara Malaysia) atas kepemilikan ratusan ribu gram ekstasi dan sabu.

Kasus yang menjadi perhatian publik yang pernah ia bela ketiga menjadi pengacara adalah:

  • Kasus Santa Cruz di Dili, Timor Timur 1992,
  • Kasus Pelarungan “Darah Udin” wartawan Bernas Fuad M Syafruddin di PN Bantul 1996.

Karier:

  • Tahun 1981 menjadi Advokat/Penasihat Hukum
  • Direktur LBH Yogyakarta tahun 1983-1989
  • Human Right Watch New York 1989-1991
  • Hakim Agung tahun 2000-2018

Tahun 2019, Artidjo dipilih Presiden Joko Widodo dan dilantik menjadi anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023.

Penghargaan:

Tokoh Penegak Hukum 1998 Pilihan PWI Cabang Yogyakarta

Asep Iriawan

KOMPAS/LASTI KURNIA

Kompas, 2 Mei 2016

Mantan hakim Asep Iwan Iriawan (ketiga dari kiri) bersama penggiat Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, mantan Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Chaerul Imam, dan ahli pidana Abdul Fikar Hajar, dalam diskusi tentang penuntasan kasus BLBI, Minggu (1/5/2016) di Jakarta.

Asep Iwan Iriawan kelahiran Bandung, 10 Februari 1962. Asep merupakan alumnus dari Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan tahun 1985. Serta lulusan S2 di UGM tahun 2004 dan tahun 2010 lulus dari S3 di Unpad.

Ia merupakan sosok hakim yang tegas. Ketika menjabat sebagai hakim, Asep selalu memberi hukuman maksimal kepada terdakwa kasus narkoba dan pernah menjatuhkan hukuman mati saat menjadi ketua majelis hakim di Pengadilan Negeri Tangerang, Agustus 2000.  sejak itu pengadilan negeri tangerang menjadi momok pagi terdakwa narkoba

Kasus besar lainnya yang pernah ditangani adalah:

Menyidangkan kasus korupsi cessie Bank Bali yang melibatkan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Menyidangkan terdakwa Pengusaha Hendra Raharja dalam kasus korupsi BLBI kepada Bank Harapan Sentosa (BHS Bank) senilai Rp 305 miliar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. dan kakak kandung Edi Tansil itu pun divonis seumur hidup.

Karier:

  • Menjadi Hakim sejak tahun 1987 hingga tahun 2000. Terakhir bertugas sebagai
  • Hakim Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat
  • Hakim Pengadilan Negeri Muara Enim, Sumatera Selatan
  • Hakim Pengadilan Negeri Tangerang
  • Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
  • Wakil Ketua Pengadilan Negeri Pemalang

Merasa sudah tidak cocok di dunia peradilan, Asep lebih memilih profesi sebagai dosen hukum pidana di Fakultas Hukum Universitas Trisakti dan Universitas Katolik Parahyangan

Benjamin Mangkoedilaga

KOMPAS/DANU KUSWORO 

Kompas, 16 November 2000

Benjamin Mangkoedilaga, Hakim Agung

KOMPAS/ARBAIN RAMBEY

Dua hakim yang pernah memutus kasus Tempo, Benjamin Mangkoedilaga (62) dan Amarullah Salim (63), Senin (17/1/ 2000) resmi memasuki masa pensiun sebagai hakim tinggi tata usaha negara. Keduanya melepaskan toga hakim di hadapan ketua Pengadilan tinggi Tata Usaha negara (PT TUN) Jakarta, Marcus Lande.

Benjamin Mangkoedilaga lahir di Garut, 30 September 1937. Beliau merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1967 dan memulai kariernya sebagai hakim pengadilan umum

Namanya menjadi sorotan publik ketika pada tahun 1995 memenangkan gugatan majalah Tempo yang dibredel pada pemerintah masa Orde Baru, terhadap Menteri Penerangan Harmoko. Pada saat itu, Benjamin Mangkoedilaga menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Sosiolog Universitas Diponegoro Semarang Prof Dr Satjipto Rahardjo SH mengatakan bahwa keputusan yang dibuat PTUN Jakarta yang mengabulkan gugatan majalah Tempo merupakan cause celebre atau kontroversi dan menjadi perhatian publik

Karier:

  • Hakim Pengadilan Negeri Rangkas Bitung (1967-1974)
  • Hakim Pengadilan Negeri Denpasar (1974-1979)
  • Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (1979-1983)
  • Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Bandung (1983-1987)
  • Ketua Pengadilan Negeri Cianjur (1987-1991)
  • Ketua PTUN Surabaya (1991-1993)
  • Hakim Tinggi PTUN Jakarta (1993-1995)
  • Hakim Tinggi PTUN Medan (1995-1998)
  • Hakim Agung (2000-2002)

Penghargaan:

  • Suwardi Tasrif Persatuan Wartawan Indonesia tahun 1996.
  • Penghargaan Cendekiawan Berdedikasi dari Kompas tahun 2013

Wafat:  21 Mei 2015