KOMPAS/AYU SULISTYOWATI
Lomba layangan lokal Sanur International Kite Festival 2017 di Pantai Mertasari, Bali (5/8/2017).
1945
13 Juli 1945
Parada Harahap, anggota Panitia Perancang Undang Undang Dasar, mengusulkan agar dibuat lambang negara selain bendera. Usulan itu disetujui oleh semua anggota panitia, tetapi dalam bentuk Undang Undang Istimewa.
16 November 1945
Pemerintah membentuk Panitia Indonesia Raya yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara dan Mohammad Yamin sebagai sekretaris. Panitia ini bertugas menyelidiki sejarah arti lambang-lambang, keberadaan bendera merah putih, mitologi, simbologi, arkeologi, kesusasteraan yang berkaitan dengan burung garuda dan simbol-simbol lain dalam peradaban bangsa Indonesia seperti relief yang ada di beberapa candi di Pulau Jawa. Berbagai gejolak politik di Tanah Air mengakibatkan tertundanya pekerjaan Panitia Indonesia Raya. Bahkan, Moh Yamin yang menjabat sebagai sekretaris sempat ditahan karena peristiwa makar 3 Juli 1946.
1947
Pemerintah RI mengadakan sayembara rancangan lambang negara melalui organisasi seni lukis seperti SIM (Seniman Indonesia Muda), Pelukis Rakyat, PTPI, dan KPP bagian Kesenian. Namun, dalam kurun waktu tiga tahun, tidak ada satu pun karya yang terpilih. Hal itu disebabkan karena kebanyakan seniman kurang paham hukum-hukum kesejarahan dari lambang negara, sehingga tidak bisa menjelaskan arti dari rancangan lambang karya-karya mereka.
1949
20 Desember 1949
Presiden Soekarno, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 2 Tahun 1949, mengangkat Sultan Hamid II menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio. Selama menjabat sebagai menteri, Sultan Hamid II ditugaskan untuk merencanakan, merancang, dan merumuskan gambar lambang negara.
10 Januari 1950
Panitia Lencana Negara dibentuk di bawah koordinasi Menteri Negara Zonder Porto Folio, Sultan Hamid II. Susunan panitia teknisnya adalah Mohammad Yamin (anggota DPR Parlemen RIS) sebagai Ketua, Ki Hajar Dewantara (staf ahli Kementerian Pengajaran dan Kebudayaan), MA Pellaupessy (Menteri Penerangan), M Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara lewat sayembara untuk dipilih pemerintah.
26 Januari 1950
Ki Hajar Dewantara memberikan sumbangan pemikiran penelitian lambang Negara, yang kemudian hasilnya dikonsultasikan dengan Moh Yamin. Berdasarkan hasil kesepakatan terdapat dua rancangan lambang Negara yakni dari Sultan Hamid II dan Moh Yamin
8 Februari 1950
Rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final itu mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila (disingkat Garuda Pancasila).
10 Februari 1950
Rancangan gambar lambang Negara diserahkan kepada Mohammad Hatta untuk dibawa ke pemerintah dan sidang parlemen RIS untuk dipilih.
15 Februari 1950
Hasil rancangan diperkenalkan kepada khalayak ramai di Hotel Des Indes, Jakarta. Dalam rapat parlemen RIS bersama pemerintah ditetapkan lambang Negara rancangan Sultan Hamid II yang dipilih, yakni burung garuda dengan kepala gundul yang dimasukan dalam pasal 3 RIS.
Gambar rancangan Moh. Yamin ditolak Presiden Soekarno karena figur burung garuda yang berbentuk setengah burung dan setengah manusia.
20 Februari 1950
Lambang Negara karya Sultan Hamid II mulai dipasang di dalam ruang Sidang Parlemen RIS. Ketika itu, gambar bentuk kepala Rajawali-Garuda Pancasila masih gundul dan tidak berjambul. Presiden Soekarno kemudian menyarankan agar bentuk Garuda Pancasila disempurnakan, yakni kepalanya diubah menjadi berjambul seperti bentuk alamiah burung rajawali.
20 Maret 1950
Gambar lambang Negara yang telah didisposisi oleh Presiden Soekarno dilukis kembali oleh Dullah yang dibantu oleh Ruhl selaku ahli semiologi konsultan Sultan Hamid II. Perubahan lambang Negara terdapat pada bagian cakar kaki yang mencengkram pita berisi seloka Bhinneka Tunggal Ika menjadi menghadap ke depan. Lukisan Lambang Negara ini yang disebarluaskan ke pelosok Negeri oleh Kementerian Penerangan RIS.
1951
10 Juli 1951
Dewan Menteri mengadakan rapat mengenai pengaturan lambang negara, yaitu rancangan peraturan pemerintah yang mengatur Lambang Negara berdasarkan pasal 3 Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
17 Agustus 1951
Lambang Negara dimasyarakatkan pemakaiannya di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan gambarnya disebarluaskan ke seluruh pelosok tanah air.
17 Oktober 1951
Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo menetapkan Peraturan Pemeritah No. 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara. Pada pasal 2, 3 ditetapkan bahwa warna, perbandingan ukuran, dan bentuk lambang negara adalah seperti ditentukan dalam pasal 6, yaitu seperti terlampir dalam Peraturan Pemerintah tersebut.
28 November 1951
PP No. 66 Tahun 1951 diundangkan oleh Menteri Kehakiman M Nasroen dalam Lembaran Negara No. 111 dan penjelasannya dalam Tambahan Lembaran Negara No. 176 Tahun 1951
Sejak saat itu, secara yuridis formal gambar lambang negara rancangan Sultan Hamid II seperti terlampir dalam PP No. 66 Tahun 1951 telah resmi menjadi lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia.
PP No. 66 tahun 1951 secara yuridis formal Garuda Pancasila resmi menjadi lambang NKRI yang diundangkan oleh Menteri Kehakiman, M. Nasroen.
Referensi
- “Sultan Hamid II Perancang Gambar Lambang Negara RI”, 14 November 1998, Hal. 10.
- “Sultan Hamid II Perancang Lambang Negara”, 3 Jun 2000, Hal. 009.
- Pencarian Siapa Pencipta Lambang Negara Garuda Pancasila, 07 September 2015, Hal. –
- Rachman, Deni . 2014. Perjalanan 60 tahun lambang negara: sejarah elang rajawali garuda Pancasila. Jakarta: Sahabat Museum Konperensi Aisa-Afrika, 2014.
- Hidayat, Nanang R. 2008. Mencari Telur Garuda. Jakarta: Nalar, 2008.