Kampanye “Down Syndrome”. Anak-anak penyandang down syndrome unjuk kebolehan bermain drum band saat memperingati Hari Down Syndrome Sedunia di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (25/3/2012). Acara yang diikuti sekitar 200 anak penyandang down syndrome ini bertujuan mengedukasi masyarakat sehingga penyandangnya tidak dikucilkan dalam kehidupan sehari-hari.
Fakta Singkat
- Hari Down Syndrome Sedunia dilaksanakan pertama kali pada 21 Maret 2012.
- Istilah down sindrom pertama kali ditemukan tahun 1866 oleh seorang dokter dari Inggris Jong Langdon Down.
- Sindrom Down merupakan kondisi kromosom yang tidak normal pada anak-anak yang baru lahir, yaitu munculnya duplikat kromosom 21 yang disebut “trisomi”.
- Pengidap sindrom down membutuhkan diet seimbang, latihan teratur, dan terapi fisik agar pertumbuhan fisiknya optimal.
Tidak ada orang tua yang berharap memiliki bayi pengidap sindrom down. Rasa sedih, stres, dan perasaan bersalah, bahkan sakit hati dapat hadir ketika mendapati kenyataan tersebut. Namun, menyesali diri tidak akan membantu menyelesaikan masalah tersebut, apalagi sikap tidak mau menerima kenyataan akan merugikan masa depan anaknya.
Kenyataanya angka individu dengan sindrom down tidaklah sedikit, menurut PBB setiap tahun ada 3000–5000 bayi lahir dengan sindrom down. Sebagai ilustrasi, dari 1.100 kelahiran ada satu bayi dengan sindrom down. Oleh karena itu, baik masyarakat maupun negara dari berbagai dunia, harus berupaya agar kehidupan individu pengidap sindrom down dapat memiliki hidup normal dan berkualitas.
Pada Hari Sindrom Down Sedunia tahun 2024 ini bertema “End The Stereotipes”. Hal ini diangkat sebagai tema karena stereotip bisa saja bermakna positif, negatif atau netral tetapi belum tentu akurat atau salah. Stereotip itu membuat perlakuan yang tidak tepat terkadang memperburuk kondisi mereka.
Untuk tema tahun 2023 lalu, tema yang diangkat adalah “with us not for us”, dengan visi penyandang sindrom down bukanlah obyek yang memerlukan bantuan orang lain.
Kelompok disabilitas jangan lagi dipandang dengan belas kasihan dan bukan sebagai obyek amal serta bergantung pada orang lain. Masyarakat diajak untuk menciptakan dunia yang ramah dan perlakuan yang adil bagi penyandang sindrom down. Sejatinya, para penyandang sindrom down memiliki potensi yang sama seperti anak-anak lainnya.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN
Penampilan penari dalam Drama Musikal Mimpi Kirana di Balai Sarbini, Jakarta, Sabtu (1/4/2023). Belantara Budaya Indonesia menyelenggarakan Drama Musikal Mimpi Kirana yang didedikasikan kepada Persatuan Orang Tua dengan Anak Down Syndrome (POTADS) untuk Hari Down Syndrome sedunia. Dalam drama musikal ini sejumlah penari merupakan anak-anak penderita down syndrome.
Apa itu Sindrom Down?
Istilah down sindrom pertama kali ditemukan tahun 1866 oleh seorang dokter dari Inggris Jong Langdon Down. Seratus tahun kemudian, Dr. Jerome Lejeune di Paris menemukan bahwa sindrom down diakibatkan oleh jumlah kromosom 21 yang tidak normal.
Sindrom down diangkat dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 19 Desember 2011. PBB kemudian menetapkan tanggal 21 Maret sebagai Hari Sindrom Down Sedunia. Tanggal 21 Maret dipilih secara khusus karena trisomi kromosom 21 yang menyebabkan penyakit sindrom down.
Sindrom Down merupakan kondisi kromosom yang tidak normal pada anak-anak yang baru lahir. Manusia sejak dalam kandungan telah memiliki gen “paket” kromosom, gen inilah yang menentukan bagaimana tubuh bayi terbentuk dan berfungsi seiring pertumbuhan dalam kandungan.
Bayi yang disebut normal biasanya lahir dengan 46 kromosom, tetapi ada bayi sindrom down memiliki tambahan salinan dari salah satu kromosom, yaitu kromosom 21 yang disebut dengan istilah “trisomi”. Kromosom tambahan salinan ini mengubah cara tubuh dan otak bayi berkembang dan dapat menyebabkan masalah mental dan fisik bayi.
Biasanya, bayi sindrom down ini memiliki ukuran kecerdasan (IQ) dalam kisaran agak rendah dan lebih lambat bicara dibandingkan anak-anak umumnya. Ciri-ciri fisik sindrom down antara lain mereka biasanya memiliki wajah rata terutama pangkal hidung, mata sipit dengan leher pendek, telinga kecil, tangan dan kaki kecil. Selain itu, anak sindrom down memiliki lidah yang cenderung menjulur keluar dari mulut dan jari kelingking kecil melengkung ke arah ibu jari. Persendian mereka biasanya kendur karena otot tonus buruk, serta tinggi badan biasanya lebih pendek dengan orang seusianya.
Jenis Sindrom Down:
- Trisomi 21.
Sekitar 95 persen penderita sindrom down memiliki trisomi 21. Karenanya, setiap sel tubuh memiliki tiga salinan terpisah dari kromosom 21 dan bukan dua salinan seperti biasanya. - Sindrom down translokasi.
Hanya sekitar tiga persen yang menderita jenis ini. Sindrom translokasi ini terjadi karena ada bagian “ekstra” dari kromosom 21 yang melekat pada kromosom 21. - Sindrom down mosaik.
Jenis ini hanya mempengaruhi sekitar dua persen penderita sindrom down. Mosaik artinya campuran atau kombinasi. Mereka memiliki tiga salinan kromosom 21, dengan ciri yang umumnya sama dengan sindrom down.
Pada bayi baru lahir dapat dicermati apakah ia memiliki gejala sindrom down atau tidak. Penderita sindrom down umumnya telapak tangan hanya memiliki satu lipatan; mata miring ke atas atau ke luar; berat dan panjang saat lahir di bawah pada umumnya. Dengan mulut kecil, bagian hidung kecil dan tulang hidung rata, bertubuh pendek dan kepala kecil, lidah menjulur ke luar dan terdapat jarak yang luas antara jari kaki pertama dan kedua.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Anak dengan down syndrome membawakan tarian jaranan saat Gebyar Hari Anak di Kantor Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BKKKS) Provinsi Jawa Timur, Surabaya, Kamis (27/8/2020).Kegiatan untuk memberikan ruang kreasi bagi anak-anak khususnya yang berkebutuhan khusus.
Kecenderungan Penyakit
Penderita sindrom down memiliki ciri neurologis seperti kelainan jantung bawaan, dan kelainan gastrointestinal. Pada pasien sindrom down, cacat jantung kongenital menjadi penyebab paling umum yang dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas pada dua tahun pertama usianya.
Sekitar 50 persen penderita sindrom down menderita cacat jantung bawaan. Hal itu terkait dengan mutasi gen. Sekitar 40 persen dari yang sakit jantung bawaan menderita jenis septum atrioventrikular (AVSD) dan 32 persen jenis septum ventrikel (VSD). Kemudian, kelainan jantung atrium sekundum (10 persen), tetralogi fallot (6 persen) dan PDA terisolasi (4 persen), dan sekitar 30 persen menderita lebih dari satu kelainan jantung bawaan.
Resiko penyakit lain yang diderita sindrom down adalah penyakit Hirschsprung walaupun dalam jumlah sedikit. Hirschsprung adalah obstruksi usus bagian bawah karena sel-sel saraf gagal bermigrasi ke segmen distal rektum yang mengakibatkan segmen aganglionik gagal melakukan gerak peristaltik. Obstruksi usus, yaitu penyumbatan di usus besar dan usus halus sehingga mengakibatkan penderita kesulitan buang air besar.
Selain kesulitan buang air besar, penderita sindrom down juga seringkali mengalami gangguan pencernaan seperti sembelit kronis, diare intermiten, penyakit celiac dan gastroesophageal (GERD).
Untuk mengantisipasi penyakit celiac, maka sebaiknya bayi yang terdeteksi menderita sindrom down segera melakukan tes celiac setiap tahunnya. Jika didapati menderita celiac, penderita harus menjalani diet gluten sepanjang hidupnya.
Selain masalah jantung dan pencernaan, penderita sindrom down juga menderita kelainan hematologi. Biasanya mereka terkena neutrofilia, trombositopenia, dan polisitemia, bahkan terkadang menderita kelainan darah leukimia. Pasien sindrom down beresiko 10 kali lebih besar menderita leukimia dibandingkan bayi lainnya.
Tidak hanya itu, terkadang pengidap sindrom down mengalami gangguan pernapasan, mengalami kejang-kejang, demensia dini, dan obesitas.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Siswa down syndrome bersama guru pendamping bekerja sama mencampur adonan saat mengikuti pelatihan membuat kue kering “Puppy Cookies” di Sekolah Kebutuhan Khusus Sang Timur, Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten, Senin (21/3/2022). Kegiatan pelatihan keterampilan baking kerjasama dengan Bogasari itu dalam rangka memperingati hari down syndrome sedunia yang diperingati setiap tanggal 21 Maret.
Penyebab dan Faktor Risiko
Hingga saat ini peneliti belum mengetahui penyebab seorang bayi dalam rahim memiliki ekstra kromosom 21 yang mengakibatkan penyakit sindrom down. Hanya saja, data menunjukkan sebagian besar anak-anak sindrom down dilahirkan dari wanita yang berusia di atas 35 tahun, walaupun ada pula yang lahir dari wanita usia di bawah 35 tahun.
Saat ini, seiring meningkatnya usia harapan hidup dan perubahan perilaku masyarakat, probabilitas kelahiran anak sindrom down atau anak dengan jumlah kromosom lebih meningkat. Faktor risiko peningkatan tersebut bervariasi tergantung pada umur pasangan yang masih menginginkan kelahiran anak. Dahulu, angka probabilitas kelahiran anak sindrom down hanya satu per 1.000 hingga satu per 800 kelahiran hidup. Namun, dalam 10 tahun terakhir mencapai satu per 100 pada orang tua yang berusia 30–35 tahun, dan satu per 40 pada orang tua yang berusia 35–40 tahun.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahun ada 3.000–5.000 bayi dengan kondisi sindrom down. Diperkirakan dari 1.000 – 1.100 kelahiran, ada satu kasus bayi lahir dengan gejala sindrom down. Diperkirakan, ada 8 juta penderita sindrom down di dunia.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riseksdas) 2010–2018, di Indonesia pengidap sindrom down cenderung meningkat. Tahun 2018 tercatat anak berusia 24–59 bulan ada 0,41 persen bayi lahir cacat, sebanyak 0,21 persennya mengidap sindrom down.
Tahun 2021, dirilis hasil penelitian yang melakukan skrining prenatal pada 206.295 ibu hamil di Hubai China, ditemukan insidensi sindrom down di berbagai tingkat usia. Pada usia di bawah 26 tahun, ditemukan 0,67 persen; pada kelompok usia 27–33 tahun ditemukan 0,29 persen; dan kelompok usia di atas 34 tahun sebanyak 2,07 persen.
Sementara itu, data global memperkirakan tahun 2019 prevalensi sindrom down mencapai 1.579.784 atau 1 dari setiap 1000 kelahiran bayi. Bahkan, di Kanada tahun 2017 prevalensi sindrom down adalah 15,8 per 10.000 kelahiran.
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Anak-anak dengan down syndrome berlatih karate di Rumah Ceria Down Syndrome by POTADS, Jakarta, Rabu (10/1/2024). Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS) menggelar pelatihan keterampilan secara rutin untuk anak dengan down syndrome. Berbagai keterampilan yang diajarkan, antara lain angklung, kerajinan tangan, barista, tari, karate, drumben, dan jimbe.
Skrining Test Pre Natal dan Post Natal
Sejak masa kehamilan, tes uji untuk mengetahui kondisi janin sudah dapat dilakukan. Ada dua jenis tes dasar, yaitu tes skrining dan tes diagnostik. Tes skrining aman dilakukan untuk janin dalam kandungan dan tidak mengandung risiko yang membahayakan. Tes ini mengambil sampel kombinasi darah, zat dalam darah ibu seperti MS-AFP, Triple Screen, dan Quad Screen. Kemudian, bayi di-USG untuk melihat cairan di belakang leher bayi untuk melihat apakah ada tanda-tanda sindrom down.
Jika hasil skrining menunjukkan positif sindrom down, dilakukan tes lanjutan untuk memastikan kondisi janin, yang disebut tes diagnostik. Ada tiga hal yang dilakukan saat tes diagnostik: pengambilan sampel villus korionik (CVS) untuk memeriksa bahas plasenta; kemudian Amniosentesis, yaitu memeriksa cairan ketuban; dan sampel darah umbilikalis perkutan (PUBS) untuk memeriksa darah tali pusat. Tes diagnostik akurat menunjukkan hasil apakah bayi menderita sindrom down atau tidak, tetapi tes ini berisiko pada ibu dan bayi dalam kandungan.
Prosedur yang mudah dan dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah pada ibu hamil di trisemester pertama. Dokter akan memeriksa tingkat protein PAPP-A dan hormon Hcg dalam darah. Kemudian pemeriksaan ultrasound guna melihat bentuk bayi dalam gambar dan menilai lipatan jaringan pada bagian belakang leher. Pada bayi sindrom down, terdapat cairan berlebih di bagian lipatan itu.
Pada trisemester kedua, dilakukan cek ulang tes darah untuk memeriksa protein AFP dan hormon estriol dalam darah. Kemudian, dilakukan juga tes ultrasound karena bayi lebih berkembang sehingga ciri fisik sindrom down akan terlihat lebih jelas.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Beberapa anak down syndrome ikut kegiatan mewarnai pada peringatan hari down syndrome sedunia dengan tema “Anak Down Syndrome Hebat” di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Minggu (24/3/2019). Anak-anak berkebutuhan khusus tersebut perlu diterima, dimengerti, dicintai, dan didukung untuk menjadi pribadi yang mandiri dan berprestasi.
Pengobatan
Bayi penderita sindrom down harus mendapat perhatian ekstra dari lingkungannya karena biasanya muncul gejala, antara lain, gangguan pendengaran, infeksi telinga, dan penyakit mata. Selain itu, dapat terjadi gangguan jantung saat lahir dan mengalami apnea tidur obstruktif, yaitu terhentinya pernapasan saat tidur.
Sindrom down adalah kondisi permanen tidak dapat disembuhkan. Oleh karena itu, dibutuhkan pelayanan sejak dini. Kondisi kelebihan kromosom ini biasanya diiringi keterbelakangan mental, keterlambatan perkembangan, kelainan jantung, hipotiroidisme gangguan saluran pencernaan, dan leukemia.
Perlu upaya meningkatkan kemampuan anak penderita sindrom down, baik fisik maupun intelektualnya, untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki. Sejak dini, perlu dilakukan terapi bicara, fisik, dan mentalnya.
Masyarakat, dalam hal ini keluarga, harus memiliki pengetahuan untuk memahami berbagai aspek yang dihadapi pengidap sindrom down. Orang tua harus paham berbagai gejala yang muncul pada pengidap sindrom down sehingga mengerti cara mengatasinya. Berbagai gejala dan keluhan yang beragam pada individu sindrom down tentu saja perlu penanganan yang berbeda.
Pengidap sindrom down membutuhkan diet seimbang, latihan teratur, dan terapi fisik agar pertumbuhan fisiknya optimal. Mereka perlu memiliki berat badan yang ideal bagi kesehatan, maka menu makan mereka perlu diperhatikan untuk menghindari gejala sakit jantung.
Pada bayi yang terdeteksi memiliki sindrom down, sebaiknya dalam enam bulan pertama dilakukan cek kesehatan jantung. Hal itu penting untuk mengantisipasi kendala kesehatan selanjutnya, sehingga ia dapat tumbuh dengan kesehatan optimal. Data menunjukkan satu tahun pertama bayi dengan sindrom down seringkali mengalami permasalahan kesehatan jantung hingga mengakibatkan kematian.
Oleh karena itu, jika ada anggota yang mengidap down sindrom, upaya yang harus dilakukan adalah: mempunyai akses perawatan yang baik dan mengikuti program pendukung bagi anak pengidap sindrom down. Agar kondisi terpantau, pengidap sindrom down memerlukan pemeriksaan rutin demi kondisi fisik dan mental mereka.
Saat ini, kemajuan di bidang medis mampu memberikan terapi dan dukungan yang tepat sejak dini sehingga meningkatkan kualitas hidup lebih baik. Intervensi dini pada bayi pengidap sindrom down akan membantu mereka lebih produktif. Upaya yang bisa dilakukan, seperti terapi wicara, konseling, ataupun pendidikan luar biasa. Orang tua sebaiknya mengikuti organisasi edukatif dan dukungan untuk bertukar informasi, tidak lupa membangun atau mempunyai keluarga senormal mungkin.
Namun demikian, orang tua khususnya yang sedang menunggu bayi dalam kandungan, hendaknya melakukan pemeriksaan kesehatan ibu dan janin. Setelah lahir wajib memantau pertumbuhan anak, menstimulasi anak dengan mengenali tanda serta gejala yang terjadi pada tumbuh kembang anak, sehingga apa pun gejala awal yang muncul dapat diatasi sedini mungkin.
KOMPAS/WISNU DEWABRATA
Pelukis Down Syndrome. Pelukis muda berbakat tanah air dengan down syndrome, Diego Luister Berel (22), tengah berkreasi dengan cat akrilik dan dua palette knivesnya (25/5/2023). Salah satu karyanya “Balinese Penjor” dinyatakan menang juara pertama oleh para juri kompetisi seni rupa bertema Artfusion di Pameran The Holy Art Gallery London pada Maret 2022.
Komunitas Pendukung
Masyarakat perlu diajak untuk mengubah pola pikir bahwa kaum disabilitas adalah kelompok lemah dan selalu bergantung pada orang lain. Sejatinya, mereka perlu akses dan kesempatan yang setara. Di National Down Syndrom Society (NDSS), dilakukan upaya memberdayakan individu penyandang sindrom down dan keluarga mereka dengan mendorong perubahan kebijakan, menyediakan sumber daya, melibatkan komunitas lokal dan mengubah persepsi masyarakat.
Organisasi internasional NDSS ini berjuang membantu advokasi di tingkat negara federal dan lokal dalam regulasi kebijakan yang berdampak positif pada kesetaraan hak asasi untuk pengidap sindrom down. Organisasi tersebut melakukan penguatan komunitas agar dapat bekerja sama dengan pemerintah lokal dan para pembuat kebijakan.
Untuk mendukung kehidupan pengidap sindrom down, ada sekelompok masyarakat yang membentuk Potads (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome) atau menyebut Rumah Ceria Down Syndrome. Komunitas ini memberikan informasi dan konsultasi terkait sindrom down.
Komunitas ini menjadi wadah untuk berbagi informasi dan bertukar pikiran untuk saling menguatkan untuk membesarkan anak dengan sindrom down. Dalam hal ini, membantu mengembalikan kepercayaan diri para orang tua dan dapat mendidik anak dengan sindrom down menjadi anak mandiri sesuai dengan kekurangan dan kelebihannya.
Selain itu, Potads juga menginformasikan pada masyarakat luas bahwa sindrom down bukanlah penyakit keturunan atau kutukan Tuhan. Pengidap sindrom down dapat dilatih dan dididik, serta mampu memiliki prestasi.
Ada pula ISDI (Ikatan Sindroma Down Indonesia) yang didirikan pada 21 April 1999. ISDI adalah sebuah kelompok nirlaba yang terdiri dari orang tua, ahli medis, dan ahli pendidikan kebutuhan khusus, para guru dan simpatisan. ISDI menjadi lembaga untuk berbagi pengalaman dan saling memberi dukungan untuk anak dengan sindrom down.
Selain itu, ada Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia (Yapesdi) yang bergerak dalam pemberdayaan tema dan dewasa muda pengidap sindrom down. Yapesdi juga melakukan advokasi agar masyarakat menerima dan menghargai mereka serta mewujudkan lingkungan yang ramah pada orang dengan sindrom down.
Penerimaan membuat masyarakat memahami lebih baik pendidikan untuk pengidap sindrom down. Pendekatan berbasis hak di antaranya pelibatan bermakna perempuan dengan sindrom down dalam berbagai kehidupan sosial, budaya, ekonomi maupun politik. Komnas Perempuan mencatat, penyandang disabilitas intelektual termasuk sindrom down rentan terhadap kekerasan seksual.
Dalam Catatan Tahunan 2023 Komnas Perempuan, disebutkan terdapat tiga kasus kekerasan terhadap perempuan dengan disabilitas intelektual. Namun, banyak kasus yang tidak dilaporkan. Bahkan kasus terbongkar setelah berlangsung lama, ada pada gadis usia 16 tahun baru diketahui setelah korban diperkosa sebanyak 10 kali.
Salah satu upaya untuk menjamin hak kelompok disabilitas adalah pendidikan yang setara dengan hak inklusi. Pemerintah telah membuat Undang-undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas. Penyandang disabilitas, termasuk pengidap sindrom down, berhak memiliki kesempatan yang sama baik sebagai penyelenggara pendidikan, tenaga, maupun sebagai peserta didik.
Kemendikburistek mendorong sekolah inklusi selain sekolah luar biasa berpihak mewujudkan kesetaraan hak bagi setiap anak. Tentu saja sekolah diminta menghadirkan pembelajaran yang mengakomodasi semua peserta didik termasuk disabilitas. Pada bulan Desember 2022, siswa yang melaksanakan pendidikan inklusif adalah 40.928 dengan 135.946 anak penyandang disabilitas.
Untuk mendukung hak-hak anak-anak dengan sindrom down, pemerintah membuat undang-undang agar mereka dapat bersekolah. Sekolah hadir memberikan kesetaraan hak bagi setiap anak dan menghadirkan pembelajaran yang mengakomodir semua peserta didik termasuk bagi penyandang disabilitas.
Kemendikburistek mendorong sekolah inklusi selain sekolah luar biasa berpihak mewujudkan kesetaraan hak bagi setiap anak. Tentu saja sekolah diminta menghadirkan pembelajaran yang mengakomodasi semua peserta didik termasuk disabilitas.
Berdasarkan data pokok pendidikan (Dapodik) per Desember 2022, sebanyak 40.928 sekolah telah melaksanakan pendidikan inklusi baik di jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri dan Swasta. Diketahui sebanyak 135.946 peserta didik berkebutuhan khusus telah melaksanakan pembelajaran di dalamnya. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- Kementerian Kesehatan, Laporan Riskesdas 2018
- Kompas, “Sindrom Down Meningkat”. Kamis, 25 Agustus 2005.