Fakta Singkat
Asal-usul
- Berawal dari kisah kebiasaan Nabi Muhammad SAW menyantap kurma untuk berbuka puasa.
- Mengalami perluasan makna menjadi makanan untuk berbuka.
Arti kata takjil
- Makna pertama “mempercepat berbuka puasa” (kata kerja),
- Makna kedua “makanan untuk berbuka puasa” (kata benda).
Tradisi takjil
- Salah satu tradisi takjil yang cukup unik adalah takjil kolak ayam di Gresik sejak era Sunan Dalem, putra kedua dari Sunan Giri (1451 M).
- Tradisi pembagian takjil gulai kambing di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta dimulai sejak masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (1921–1939) dan semasa kehidupan pahlawan nasional KH Ahmad Dahlan (1868–1923).
Istilah takjil berawal dari kisah sejarah Nabi Muhammad SAW yang biasa menyantap kurma untuk berbuka puasa. Tradisi ini berkembang di seluruh dunia, dan kurma yang merupakan makanan kecil lambat laun dianggap sebagai takjil oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Takjil yang makna aslinya proses untuk segera berbuka puasa, mengalami perluasan makna menjadi makanan untuk berbuka.
Dikutip dari laman Muhammadiyah, kata “takjil” diserap dari bahasa Arab, ajjala-yu’ajjilu-ta’jilan, yang berarti “momentum”, “tergesa-gesa”, “menyegerakan”, atau ’mempercepat’. Istilah Takjil diambil dari Hadis Nabi Muhammad Riwayat Bukhari dan Muslim berbunyi, “Manusia masih terhitung dalam kebaikan selama ia menyegerakan (Ajjalu) berbuka”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “takjil” memiliki dua arti. Makna pertama “mempercepat berbuka puasa” (kata kerja), dan makna kedua “makanan untuk berbuka puasa” (kata benda). Arti kedua takjil sebagai makanan, banyak digunakan di Indonesia sehingga muncul di KBBI. Pada KBBI edisi pertama, takjil dengan arti menyegerakan berbuka puasa disebut sebagai istilah dalam Islam. Kata takjil berubah menjadi kata benda pada KBBI IV setelah diserap masyarakat Indonesia sebagai makanan.
Kata “takjil” ditemukan dalam empat kamus berbeda. Selain Kamus Umum Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 1952 susunan WJH Poerwadarminta, kata “takjil” juga dijumpai pada Kamus Moderen Bahasa Indonesia terbitan Grafica sekitar tahun 1950-an susunan M Zain, KBBI edisi kesatu, dan Kamus Umum Bahasa Indonesia terbitan Pustaka Sinar Harapan tahun 1994 oleh Badudu Zain.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN
Artikel terkait
Takjil di Indonesia
Keberadaan takjil di Indonesia sudah ada sejak berabad-abad silam. Pada abad ke-15, Wali Songo menggunakan takjil sebgai proses untuk berdakwah. Pada abad ke-18, setelah mengunjungi Aceh pada tahun 1891–1892, Snouck Hurgonje dalam De Atjeher mencatat bahwa masyarakat Aceh telah mengadakan buka puasa di masjid beramai-ramai dengan ie bu peudah atau bubur pedas.
Meski sudah ada sejak dulu, takjil di Indonesia sifatnya hanya sebatas kebudayaan lokal. Menurut Profesor Munir Mulkhan dalam buku Kiai Ahmad Dahlan – Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan (2010), Muhammadiyah berperan besar mempopulerkan takjil.
Pada masa awal Muhammadiyah menggelar takjil untuk menyegerakan umat Islam berbuka, banyak tudingan miring. Ahmad Dahlan yang membawa ajaran Islam Muhammadiyah sempat ditentang dan dituduh sebagai “Kiai Kafir” oleh kelompok tradisional. Para pengikut Muhammadiyah dicap sebagai tidak tahan lapar.
Selain mempopulerkan takjil, Muhammadiyah juga mempopulerkan mengakhirkan sahur, dan sholat Ied berjamaah di tempat terbuka. Berbagai terobosan Muhammadiyah selalu ditentang pada awalnya. Muhammadiyah pada waktu itu bahkan dikecam, disebut sebagai agama baru, dan dianggap tidak memahami thaharah (bersuci). Kini kegiatan-kegiatan yang dipopulerkan Muhammadiyah termasuk takjil sudah menjadi tradisi keagamaan yang dilakukan oleh umat Islam di Indonesia.
Artikel Terkait
Jenis Takjil
Jenis-jenis takjil yang kerap dijumpai di Indonesia umumnya berasa manis antara lain, kolak pisang, kolang-kaling, kurma, es buah, dan gorengan aneka ragam makanan kecil lainnya. Selain makanan yang umum dijumpai, sejumlah daerah di Indonesia juga memiliki makanan khas untuk takjil, seperti sanggring atau kolak ayam tradisi masyarakat Jawa Timur.
Jenis takjil yang hampir ada di setiap daerah adalah kolak. Makanan manis ini secara umum terdiri dari paduan kolang-kaling, irisan pisang atau ubi, gula aren, dan santan. Kolak memiliki filosofi mendalam. Berasal dari kata “khalik” yang artinya sang pencipta, kolak awalnya merupakan media dakwah agama Islam. Harapannya dengan makan kolak, kita selalu bersyukur dan lebih dekat dengan sang pencipta.
Salah satu makanan yang juga hampir selalu ada di setiap takjil adalah gorengan, makanan yang dicelup adonan tepung kemudian direndam dalam minyak goreng panas. Asal-usul gorengan tercatat dalam prasasti-prasasti Jawa Kuno dan Bali Kuno. Prasasti Rukam dari abad ke-10 yang ditemukan di Temanggung merupakan salah satu prasasti yang menyebut eksistensi gorengan. Prasasti ini menerangkan daging dan ikan dihidangkan dengan cara dipanggang dan diasinkan.
Kompas, 26 Mei 2019, hlm. 9.
Teknik menggoreng sampai ke Indonesia diperkirakan dibawa oleh masyarakat Tionghoa. Tidak diketahui kapan pastinya, tetapi diduga titik awalnya bermula saat ekspedisi perdagangan China tiba di Indonesia pada abad ke-4.
Sejarawan Denys Lombard menyebutkan dalam bukunya, Nusa Jawa: Silang Budaya, Jaringan Asia (2008), bahwa pada abad ke-4 hingga ke-5 sejumlah daerah di Indonesia menjadi sasaran dagang dan terjadi asimilasi budaya. Berkat masyarakat Tionghoa, Indonesia mengenal gorengan dan kini menjadi salah satu menu favorit takjil.
Hampir seluruh masjid di Indonesia menyediakan takjil gratis. Menu takjil tergantung kemampuan si pemberi. Menu takjil bisa berupa nasi lengkap dengan sayuran dan daging bila dana cukup besar. Bila anggaran pas-pasan, menu takjil biasanya berupa gorengan atau makanan ringan lainnya sebagai pembatal puasa. Dalam takjil ukuran mewah atau sederhana tidak jadi soal, yang penting keikhlasan dari penyedia takjil.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Warga menyiapkan sanggring untuk berbuka puasa di Masjid Jamik Sunan Dalem di Desa Gumeno, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Senin (22/9/2008). Sanggring merupakan makanan mirip kolak yang terbuat dari ayam dan daun bawang dengan kuah santan dicampur gula merah dan jinten. Tradisi ini berlangsung pada hari ke-23 Ramadhan.
Tradisi Takjil
Pembagian takjil di Indonesia memiliki beraneka ragam tradisi. Salah satu tradisi takjil yang cukup unik adalah kisah kolak ayam di Gresik. Tradisi ini selalu menarik dibahas karena sudah berusia sekitar 500 tahun. Tradisi ini berada di Desa Gumeno, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, pada setiap malam ke-23 bulan Ramadhan. Para peserta tidak hanya dari Desa Gumeno, tetapi dari berbagai daerah yang ingin mencicipi hasil masakan para pria Desa Gumeno.
Kisah kolak ayam dimulai saat Sunan Dalem, putra kedua dari Sunan Giri, selesai membangun masjid pada tahun 1451. Pada waktu itu Sunan Dalem sakit dan mendapat petunjuk dari Allah SWT lewat shalat istikharah agar membuat suatu masakan obat. Sunan Dalem kemudian meminta para santri mengumpulkan berbagai bahan dan membuat masakan salah satunya kolak atau dikenal sanggring.
Pada malam ke-22 Ramadhan, Sunan Dalem dan penduduk makan bersama saat buka puasa. Sesudah memakan kolak, Sunan Dalem sembuh. Sebagai ungkapan rasa syukur sejak itu penduduk Gumeno membuat kolak ayam dan menikmatinya bersama-sama pada setiap malam ke-23 bulan Ramadhan. Sejak tahun 1451, tradisi sudah dilaksanakan lebih dari 500 kali.
Selain tradisi kolak ayam di Gresik, daerah lain juga memiliki tradisi tak kalah unik seperti tradisi berbuka puasa di Masjid Menara Semarang. Menu takjil di masjid ini cukup unik dengan sajian utama kurma dan kopi arab. Walau kopi arab saat ini harganya mahal, budaya menyajikan kopi tetap berlanjut. Kopi arab sering diganti dengan kopi jahe. Namun, kopi jahe ini tetap disebut sebagai kopi arab.
Beda daerah beda tradisi, tetapi ada satu benang merahnya, sama-sama berpusat di masjid. Tradisi takjil di Yogyakarta juga berpusat di masjid. Salah satu masjid yang memiliki tradisi takjil adalah Masjid Gedhe Kauman. Setiap hari Kamis sore di bulan Ramadhan, ada menu takjil khusus, gulai kambing.
Tradisi di masjid tertua yang dibangun Sri Sultan Hamengku Buwono I pada 29 Mei 1773 ini awalnya dibagikan pihak Keraton Yogyakarta bagi kaum duafa. Tradisi pembagian takjil gulai kambing di Masjid Gedhe Kauman dimulai sejak masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (1921–1939) dan semasa kehidupan pahlawan nasional KH Ahmad Dahlan (1868–1923). Tradisi ini masih dilestarikan hingga saat ini.
KOMPAS/ADI SUCIPTO
Warga Desa Gumeno, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Sabtu (11/8/2012) memasak kolak ayam untuk buka puasa bersama di Masjid Jami’ Sunan Dalem. Tradisi kolak ayam atau sanggringan sudah berlangsung 487 tahun sejak 22 Ramadhan 946 Hijriyah.
Bukber dan Ngabuburit
Berbagai tradisi takjil berkembang menjadi fenomena budaya saat Ramadhan tiba. Menjelang buka puasa, di berbagai kota di Indonesia, lazim diadakan acara buka bersama atau bukber. Kegiatan buka bersama bisa di mana saja. Bisa berkumpul di rumah teman atau keluarga, berkumpul komunitas, atau berbagi dengan anak yatim. Salah satu tempat favorit bukber adalah Mal karena praktis. Mal menyediakan aneka pilihan makanan dan area parkir yang rata-rata luas.
Para pebisnis, politisi, dan karyawan banyak memanfaatkan peluang bukber untuk bertemu, entah sekadar reuni atau urusan lobi-lobi. Acara bukber dianggap strategis untuk mengakomodasi bermacam-macam kepentingan sehingga pejabat, politisi, dan instansi negara tak ketinggalan menggelar acara bukber.
Di sejumlah kedutaan besar (kedubes) negara sahabat di Indonesia, salah satunya Kedubes Inggris, bukber sudah menjadi tradisi. Menurut Asisten Media dan Komunikasi Kedubes Inggris Putri Wulan Tary, Kedubes Inggris memandang acara buka puasa bersama sebagai kultur khas masyarakat Indonesia. Bukber merupakan momen sosial yang tidak hanya dilakukan oleh yang berpuasa saja, tetapi siapapun bisa hadir (2/8/2012).
Beragam acara dalam bukber, antara lain, silaturahmi, kangen-kangenan, reuni, konsolidasi, makan bersama, serta berbagi bersama kaum duafa. Terkait budaya berbagi, ada juga tradisi jaburan, yakni tradisi memberi makan dan minum saat bulan puasa. Jaburan biasanya diberikan pada malam hari oleh pengurus masjid/mushala maupun individu/warga untuk jemaah setelah melaksanakan shalat Tarawih.
Budaya bukber biasanya diiringi budaya “ngabuburit”. Aktivitas ini merupakan kegiatan ringan dan santai untuk menghabiskan waktu menunggu buka. Ngabuburit berasal dari kalimat bahasa Sunda ngalantung ngadagoan burit, yang artinya bersantai sambil menunggu waktu sore. Kata “ngabuburit” sudah masuk ke dalam KBBI yang berarti menunggu azan magrib menjelang berbuka puasa pada bulan Ramadhan.
Sulit menemukan kapan ngabuburit pertama kali dilakukan. Namun, sejumlah catatan menyebutkan, kebiasaan ini sudah berlangsung sejak lama. Menurut buku Ramadhan di Priangan karya Haryoto Kunto, masyarakat Bandung sudah menghabiskan sore dengan mandi di tepi Sungai Cikapundung sekitar awal tahun 1900. Selain itu, juga ada yang berjalan-jalan di taman-taman Kota Bandung, seperti Jubileum Park (sekarang Taman Ganesha) atau Insulinde Park (sekarang Taman Lalu Lintas).
Buka bersama maupun ngabuburit merupakan aktivitas mengiringi takjil yang sudah ada sejak zaman dulu. Apapun makanan dan minuman pengiringnya, perlu diingat bahwa makna takjil sesungguhnya adalah proses untuk menyegerakan berbuka. Terlepas dari hidangan yang tersaji saat buka puasa, yang lebih penting adalah segera membatalkan puasa saat adzan magrib berkumandang untuk kebaikan. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- “Kolak Ayam Gresik Terus Diceritakan”. Kompas, 11 November 2004, hlm. 6.
- “Mereka Tetap Rindu Kampung Halaman: Warga Etnis Arab dan Koja Tetap Pelihara Tradisi Leluhur”. Kompas, 28 September 2006, hlm. 2
- “Ramadhan: Semangat Berbagi Melalui Takjil Gratis”. Kompas, 18 September 2008, hlm. 1.
- “Berburu Takjil Tradisi Wisata Kuliner Tahunan”. Kompas, 7 Agustus 2010, hlm. 2.
- “‘Ngabuburit’ Saat Yang Paling Ditunggu”. Kompas Jawa Barat, 14 Agustus 2010, hlm. 10.
- “Ngabuburit, Aktivitas Anak-anak Muda dan Makanan Khas”. Kompas Jawa Tengah, 21 Agustus 2010, hlm. 1
- “Takjilan: Dari Gorengan sampai Bubur”. Kompas Jogja, 28 Agustus 2010, hlm. 1.
- “Tradisi Ramadhan: Takjil Gulai Kambing Masjid Gedhe Kauman”. Kompas, 7 Agustus 2011, hlm. 3.
- “Kolak Sang Primadona”. Kompas, 7 Agustus 2011, hlm. 32.
- “Fenomena Budaya: Bukber, Kemeriahan Milik Semua”. Kompas, 5 Agustus 2012, hlm. 1.
- “Kata Kompas: tak.jil”. Kompas, 26 Mei 2018, hlm. 12.
- https://www.kompas.id/baca/kolom/2022/03/29/asal-usul-kata-takjil-dengan-bukber-dan-jaburan
- https://klasika.kompas.id/baca/arti-takjil-adalah/
- https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2021/11/17/perdagangan-minyak-goreng
- https://muhammadiyah.or.id/2021/04/profesor-munir-mulkhan-tradisi-takjil-dipopulerkan-muhammadiyah/
- https://pariwisata.jogjakota.go.id/detail/index/675