Tokoh

Bivitri Susanti, Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera

Bivitri Susanti merupakan akademisi dan pakar hukum tata negara. Ia juga sebagai pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK). Saat ini Bivitri tercatat sebagai pengajar sekaligus Wakil Ketua I Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera. Bivitri bersama dua pakar hukum tata negara lainnya menjadi pemeran film “Dirty Vote” yang tengah viral di jagat maya.

WAK

Fakta Singkat

Nama Lengkap
Bivitri Susanti, S.H., LL.M

Lahir
Jakarta, 5 Oktober 1974

Almamater
Universitas Indonesia

Jabatan Terkini
Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera

Sosoknya tengah menjadi sorotan setelah menjadi salah satu tokoh dalam film dokumenter “Dirty Vote” yang dirilis pada 11 Februari 2024, tiga hari menjelang pelaksanaan Pemilu 2024. Perempuan kelahiran Jakarta pada 5 Oktober 1974 ini dalam film tersebut bersama dua rekan pakar hukum tata negara Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., LL.M.,  dan Feri Amsari, S.H., M.H. mengungkap berbagai bentuk kecurangan sepanjang pemilu.

Bivitri adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1999. Berbekal beasiswa dari The British Chevening Award, ia menempuh studi program magister hingga meraih gelar Master of Laws di University of Warwick, Inggris pada 2002. Saat ini, ia masih menyelesaikan studi program doktoral di University of Washington School of Law di Amerika Serikat.

Lebih dikenal sebagai akademisi, pakar hukum tata negara ini mengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera. Bivitri dikenal vokal dalam menyuarakan isu hak asasi manusia, kebijakan, antikorupsi, hak konstitusi, advokasi, politik, pembaruan hukum dan pengadilan. Bersama rekan-rekannya ia mendirikan Pusat Studi Hukum dan Kebijkaan (PSHK) Indonesia.

Di luar dunia akademis, Bivitri aktif dalam kegiatan pembaruan hukum lewat perumusan konsep dan langkah-langkah konkrit pembaruan, juga dalam mempengaruhi langsung penentu kebijakan. Ia aktif dalam penulisan Cetak Biru Pembaruan Peradilan, Tenaga Ahli untuk Tim Pembaruan Kejaksaan (2005–2007), Tenaga Ahli untuk Dewan Perwakilan Daerah (2007–2009), dan advokasi berbagai undang-undang.

Aktivis hukum

Bivitri Susanti lahir di Jakarta, 5 Oktober 1974. Ayahnya seorang pegawai negeri sipil yang sudah pensiun. Perempuan yang lebih akrab disapa Bibip ini memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 1999. Ternyata, awalnya Bibip tidak berniat sama sekali masuk ke dunia hukum. Momen dirinya tertarik ke dunia hukum ketika ia lolos masuk Fakultas Hukum UI. Padahal saat ikut seleksi masuk perguruan tinggi negeri, Fakultas Hukum UI menjadi pilihan ketiga, sementara pilihan pertama dan kedua adalah bidang IPA.

Saat dirinya berstatus mahasiswa FHUI, waktunya bersamaan dengan peristiwa kerusuhan Mei 1998. Ia pun ikut terjun dalam aksi-aksi mahasiswa, dan sejak saat itu ia akhirnya benar-benar tertarik pada ranah hukum, khususnya hukum tata negara.

Usai menyandang gelar sarjana hukum, Bibip melanjutkan studi pascasarjana dengan beasiswa The British Chevening Award di University of Warwick, Inggris. Ia berhasil meraih gelar Master of Laws pada 2002, dan mendapat predikat “with Distinction” dengan tesis berjudul “Neo-liberalism and its resistance in Indonesia’s constituion reform: 1999-2002″. Saat ini Bibip masih menyelesaikan studi jenjang doktoral dalam bidang Asian and Comparative Law di University of Washington School of Law, Seattle, Amerika Serikat.

Bivitri menikah dengan Frank Feulner yang berasal dari Jerman. Suaminya pernah menjadi korban peristiwa bom MH Thamrin pada 14 Januari 2016. Saat itu, Frank Feulner sedang berada di salah satu kedai kopi terkenal, tiba-tiba terdengar ledakan keras, dan ia menjadi salah satu korban hingga menderita luka cukup serius. Ia ditolong suami-istri asal Australia yang hendak berbelanja dan melihat Frank Feulner berlari keluar dari kedai tersebut. Mereka segera melarikan suami Bibip ke rumah sakit.

Karier

Bivitri telah berkecimpung dalam hukum tata negara sejak era reformasi bergulir di negeri ini tahun 1998. Sejak itu, ia fokus pada beberapa hal, yaitu hukum tata negara, perancangan peraturan perundang-undangan, antikorupsi, dan peradilan.

Bivitri mengawali karier di bidang hukum dengan bergabung bersama Lubis, Ganie, Surowidjojo Law Offices. Selanjutnya bergabung dengan Hadiputranto, Hadinoto dan Partners Law Offices hingga tahun 1997.

Sejak 1998, Bivitri mulai memusatkan perhatian pada pengembangan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHKI). Organisasi ini ia dirikan bersama seorang rekannya dengan tujuan mengawal praktik hukum yang adil melalui kegiatan penelitian. Selain sebagai peneliti di PSHK, ia juga dipercaya sebagai Direktur Eksekutif PSHK periode 2003–2007.

Tahun berikutnya, Bivitri tercatat tergabung dalam Koalisi Konstitusi Baru (1999–2002). Ia ikut aktif dalam penulisan Cetak Biru Pembaruan Peradilan, dan menjadi Tenaga Ahli untuk Tim Pembaruan Kejaksaan (2005–2007) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) (2007–2009), hingga mengadvokasi berbagai undang-undang, dan tampil sebagai ahli dalam sidang-sidang Mahkamah Konstitusi.

Bivitri juga pernah menjadi Research Fellow di Harvard Kennedy School of Government pada tahun 2013–2014. Ia juga menjadi Visiting Fellow di Australian National University School of Regulation and Global Governance tahun 2016. Selanjutnya, menjadi Visiting Professor di University of Tokyo, Jepang pada 2018.

Saat ini, Bivitri mengajar mata kuliah Hukum Tata Negara, sekaligus ia menjadi Wakil Ketua I Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera sejak 2015, yakni sejak STH Indonesia Jentera berdiri. Ia juga menyalurkan ilmunya melalui kuliah umum di sejumlah perguruan tinggi ternama, seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Sebagai penggiat pembaruan hukum, antikorupsi, dan hak-hak konstitusi, Bivitri kerap bekerja sama dengan berbagai organisasi masyarakat sipil dan individu dalam mengadvokasikan berbagai isu dan kebijakan dalam bidang-bidang tersebut. Ia banyak mengemukakan pendapatnya lewat media massa nasional, jurnal-jurnal nasional dan internsional, serta berbagai konferensi. Ia juga kerap melakukan advokasi kebijakan.

Bivitri juga aktif dalam publikasi tulisan tentang kajian hukum tata negara. Publikasi ini lalu menjadi referensi dasar konsep pembaruan hukum. Bivitri juga aktif sebagai kolumnis di media cetak nasional ternama, Harian Kompas dan Majalah Tempo.

Saat Pemilu 2019, Bivitri menjadi salah satu panelis Debat Calon Presiden dan Wakil Presiden 2019. Dalam debat yang berlangsung pada 17 Januari 2019 itu ia bersama panelis lainnya, yaitu Bagir Manan, Hikmahanto Juwana, Agus Rahardjo, Ahmad Taufan Damanik, dan Margarito Kamis.

Pada Pemilu 2024, nama Bivitri Susanti menjadi sorotan karena dirinya menjadi salah satu tokoh dalam film dokumenter “Dirty Vote”. Film berdurasi 1 jam 57 menit yang disutradarai oleh Dandhy Laksono itu membahas dugaan kecurangan Pemilu 2024. Bivitri menjadi perempuan satu-satunya yang memerankan tokoh dalam film tersebut bersama dua pakar hukum tata negara lainnya, yaitu Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., LL.M., dan Feri Amsari, S.H., M.H..

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Pengajar dan ahli hukum tata negara (dari kiri ke kanan) Bayu Dwi Anggono, Zainal Arifin Mochtar, Mahfud MD, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari berbicara kepada awak media perihal kesimpulan dan rekomendasi kegiatan Konferensi Nasional Hukum Tata Negara Ke-6 yang bertemakan Membentuk Kabinet Presidensial yang Efektif di Jakarta, Rabu (4/9/2019).

NUT

“Yang kita butuhkan sekarang suatu kejelasan, netralitas itu tidak hanya omongan tapi harus ditunjukan dengan kebijakan konkrit secara struktural dan apa aksinya,” kata Bivitri (14 Januari 2024).

Penghargaan

Kiprahnya di dunia hukum telah menorehkan sejumlah penghargaan. Ia mendapatkan Anugerah Konsitusi M. Yamin dari Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas tahun 2018. Pada tahun yang sama, ia juga dinobatkan sebagai Pemikir Muda Hukum Tata Negara dari Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara – Hukum Administrasi Negara.

Lorem ipsum dolor sit amet...

Sebuah film dokumenter berjudul “Dirty Vote” telah menarik perhatian masyarakat Indonesia. Film dokumenter berdurasi 1 jam 57 menit itu menguak berbagai kecurangan pemilihan umum 2024. Film yang disutradarai Dandhy Laksono ini diberi judul “Sebuah Desain Kecurangan Pemilu 2024”. Film ini dirilis pada 11 Februari 2024 atau tiga hari sebelum pelaksanaan Pemilu 2024, melibatkan tiga pakar hukum tata negara sebagai pemeran utama.

Ketiga pakar hukum itu adalah Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari. Ketiganya mengungkap berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu dan merusak tatanan demokrasi. Dalam film ini, Bivitri menyampaikan analisanya dari sisi hukum tata negara terhadap kejadian yang dipercaya merupakan kecurangan pemilu.

Bivitri menegaskan bahwa film tersebut hanya hendak menyajikan gambaran utuh soal situasi demokrasi terkini. Semua yang dipaparkan di film “Dirty Vote” sudah terpublikasi. “Dirty Vote” dibuat untuk mengompilasi data dan fakta. Termasuk analisis ketiga tokoh pemerannya yang selaras. Selama ini, pandangan dirinya terkait hukum dan demokrasi berserakan di media sosial. “Dirty Vote” menyatukan kepingan-kepingan itu menjadi tayangan utuh.

Ucapan Bivitri diakhir narasi dalam film ini menjadi viral, yakni: “Untuk menyusun dan menjalankan skenario kotor seperti ini, tak perlu kepintaran atau kecerdasan. Yang diperlukan cuma dua, yakni mental culas dan tahan malu,” ucap Bivitri dalam film tersebut.

Harta Kekayaan

KOMPAS/MOHAMAD FINAL DAENG

Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera Bivitri Susanti dan Dosesn Fakultas Hukum Universitas Mataram Widodo Dwi Putro berbicara kepada jurnalis usai menyerahkan surat yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat, di Gedung MK, Jakarta, Selasa (20/2/2018). Surat itu berisikan pandangan 76 guru besar terkait penjatuhan dua sanksi etik yang diberikan Dewan Etik MK kepada Arief Hidayat dan upaya menjaga martabat dan kredibilitas MK di mata publik.

Referensi

Arsip Kompas
  • Kompas, 13 Juli 2005. “Legislasi DPR: Bivitri: Jangan Terlalu ‘Enjoy’ Pengawasan”.
  • Kompas, 28 November 2009. “Tokoh Muda Inspiratif (27): Mimpi Dewan yang Transparan”.
  • Kompas, 14 Februari 2024. “Demokrasi: Pemidanaan Sutradara dan Tiga Akademisi ‘Dirty Vote’ Cederai Kebebasan Berekspresi”.

Biodata

Nama

Bivitri Susanti, S.H., LL.M.

Lahir

Jakarta, 5 Oktober 1974

Jabatan

Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera

Pendidikan

Umum :

  • Sarjana (S1) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (1999)
  • Sarjana (S2) Master in Law Development, University of Warwick, United Kingdom (2002)
  • Program doktoral dalam bidang Asian and Comparative Law di University of Washington School of Law, Seattle, Amerika Serikat.

Karier

Pekerjaan:

  • Staf Sekretaris PT Bank Danamon Indonesia Tbk (1997)
  • Peneliti Indonesian Society for Transparency (1998–2000)
  • Pendiri/peneliti senior Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK) (sejak 1998)
  • Kepala Divisi Hukum Konstitusi PSHK (1999–2000)
  • Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (1999–2001)
  • Peneliti dan Manajer Partnership for Business Competition (2000–2001)
  • Direktur Eksekutif PSHK (2003–2007)
  • Wakil Ketua I Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera
  • Research Fellow di Harvard Kennedy School of Government (2013–2014)
  • Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera (sejak 2015–sekarang)
  • Visiting fellow di Australian National University School of Regulation and Global Governance (2018)
  • Visiting professor di University of Tokyo, Jepang (2018)

Organisasi

  • Anggota Tetap Masyarakat Sipil Kaukus Parlemen Indonesia-Amerika Serikat (2007–sekarang)
  • Anggota Dewan Yayasan Internasional Crisis Group Indonesia (2008–sekarang)
  • Anggota Dewan Yayasan Tifa New York (2008–sekarang)
  • Anggota Dewan Indonesia Corruption Watch (2009–sekarang)

Penghargaan

  • Anugerah Konstitusi M. Yamin dari Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas (2018)
  • Dinobatkan sebagai Pemikir Muda Hukum Tata Negara dari Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) (2018)

Karya

Publikasi:

  • “Semua Harus Terwakili, Studi tentang MPR, DPR, dan Lembaga Kepresidenan di Indonesia”, Jakarta: PSHK (2000)
  • “Advokat Indonesia Mencari Legitimasi, Penelitian tentang Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia”, Jakarta: PSHK (2001)
  • “Constitutional Adjudication in Indonesia Conference on Indonesian Legal Institutions”, University of Washington School of Law, Seattle, Asian Law Center (2004)
  • “National Security, The Media, and the Promotion of Rights in Indonesia”. International Workshop on National Security, Media, and the Promotion of Rights in Asia International House of Japan – Tim Pengarah Pengadilan Niaga dan Persiapan Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
  • “Cetak Biru dan Rencana Aksi Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi”, Jakarta: Mahkamah Agung RI dan Bappenas RI (2004)
  • “National Security, the Media, and the Promotion of Rights in Indonesia” (2005)
  • “Untuk Apa DPD RI”, Jakarta: Kelompok DPD di MPR RI (2006)
  • “Bobot kurang, janji masih terutang: catatan PSHK tentang kualitas legislasi” (2006)
  • “Menyoal Kompetisi Politik dalam Proses Legislasi di Indonesia” (2007)
  • “Hukum dan Identitas Kebangsaan” (2008)
  • “Lembaga Perwakilan Rakyat Trikameral, Supremasi DPR dan Sempitnya Ruang Demokrasi Perwakilan: Isi dan Implikasi UU Susduk dan Cermin Carut Marutnya Konstitusi” (2009)
  • “Rule of law for human rights in the Asean region: a base-line study” (2011)
  • “Mahkamah Kehormatan Dewan dalam Konteks Negara Hukum” (2014)
  • “Hak Memilih untuk Warga Negara Penyandang Disabilitas Intelektual dan Mental” (2016)
  • “Mengembalikan Lembaga Legislatif pada Kedudukan dan Fungsi yang Sejati” (2018)

Keluarga

  • Frank Feulner (suami)
  • 1 orang putri (anak

Sumber
Litbang Kompas