KOMPAS/PRIYOMBODO
Patung lembu dan bade atau tempat jenazah diarak dari Puri Agung Ubud menuju Setra Dalam Puri Agung Ubud, Gianyar, Bali, Selasa (15/7/2008). Puncak upacara kremasi keluarga kerajaan (pelebon) yang dituakan, Tjokorda Gde Agung Suyasa, Tjokorda Gede Raka, serta Desak Raka (Gung Niang Raka), itu disaksikan ribuan warga Bali dan wisatawan.
Pesona keindahan alam di Pulau Bali memang sudah tidak perlu diragukan lagi. Di sepanjang pulau, kita dapat menikmati keindahan alam yang terbentang, mulai dari gunung, pantai bahkan danau. Namun, ada hal unik yang membuat Bali menjadi lebih istimewa, yaitu pelestarian budaya yang sangat terasa pada sendi kehidupan masyarakatnya.
Bali memiliki beragam kekayaan adat dan budaya yang begitu menarik untuk kita pejalari. Salah satunya adalah upacara adat dan tradisi Bali yang penuh makna. Sebagian besar masyarakat Bali menganut agama Hindu, maka kebanyakan upacara adat dan tradisi Bali juga kental dengan nilai-nilai dari agama Hindu.
Berkunjung ke Bali terasa lebih spesial jika kita berhasil mendapatkan momen seru dengan menyaksikan upacara adat dan tradisi di Bali. Umumnya upacara adat tersebut dapat disaksikan oleh wisatawan untuk sekadar menyaksikan atau mendokumentasikannya.
Salah satu upacara adat yang diselenggarakan di Bali adalah Upacara Ngaben yang merupakan upacara pembakaran jenazah di Bali. Ngaben dipercaya oleh masyarakat Hindu Bali sebagai ritual untuk menyempurnakan jenazah kembali ke Sang Pencipta. Upacara Ngaben terbagi menjadi tiga jenis, yaitu Ngaben sawa Wedana, Ngaben Asti Wedana, dan Swasta.
Upacara Ngaben memang tidak akan selalu dilaksanakan dan tidak dapat diprediksi, karena mengingat banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan upacara ini. Namun, pemerintah baik desa adat maupun Pemerintah Provinsi mengadakan upacara ngaben massal yang diperuntukkan bagi keluarga yang kurang mampu agar jasad para leluhurnya dapat disucikan atau dibersihkan sesuai dengan ajaran agama Hindu.
Upacara berikutnya adalah Upacara Melasti merupakan penyucian baik untuk diri serta benda sakral milik Pura. Tujuan dari upacara ini adalah meningkatkan bakti pada para Dewa dan manifestasi Tuhan serta meningkatkan kesadaran umat Hindu agar mengembalikan kelestarian lingkungan. Jika ingin menyaksikan upacara adat ini, kita bisa datang 3 atau 4 hari sebelum perayaan Nyepi dilaksanakan.
Dalam Upacara Saraswati biasanya dilakukan upacara khusus untuk memuja atau mengagungkan Dewi Saraswati yang dipercaya membawa ilmu pengetahuan di bumi hingga membuat semua orang di dunia menjadi pintar dan terpelajar.
Upacara Mekare-kare atau yang biasa disebut Perang Daun Pandan merupakan upacara adat yang berasal dari Desa Tenganan. Upacara adat Bali ini dilakukan oleh para pria sebagai ajang untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam bertarung menggunakan daun pandan yang berduri tajam. Setelah berperang, para peserta akan dirawat dan didoakan oleh orang yang dituakan di sana agar mereka tidak merasakan sakit.
Upacara Omed-omedan dilaksanakan khusus bagi wanita serta pria yang masih lajang atau belum memiliki pasangan.
Upacara Mapandes dilaksanakan sebagai bentuk ritual potong gigi pada anak-anak yang beranjak dewasa. Untuk pelaksanaannya sendiri, gigi taring bagian atas akan dikikis. Tujuan dari pelaksanaan upacara mepandes ini adalah untuk menghilangkan energi negatif dari dalam diri anak-anak.
Tumpek Landep merupakan ritual umat Hindu mengekspresikan rasa terima kasih kepada segala macam benda serta alat yang telah membantu kehidupannya. Umat Hindu memuja Ida Sang Hyang Widhi yang diyakini telah menganugerahkan kecerdasan atau ketajaman pikiran sehingga mampu menciptakan teknologi atau benda- benda yang dapat mempermudah dan memperlancar hidup. Dalam konteks saat ini, hal itu terwujud, antara lain, dalam benda seperti sepeda motor, mobil, mesin, dan komputer.
Megibung adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh banyak orang untuk duduk makan bersama dan saling berdiskusi dan berbagi pendapat.
Dalam Makepung atau balap kerbau di Kabupaten Jembrana, untuk memacu agar kerbau lari lebih kencang, sopir membawa tungket (tongkat dari rotan) yang ditancapi paku-paku yang disabetkan ke punggung kerbau. Sementara itu, ujung tungket pun berpaku, kadang digunakan untuk menusuk kerbau agar lebih cepat lagi. Maka, kita harus tega melihat punggung-punggung kerbau tersebut berdarah.
Mekotek adalah ekspresi kegembiraan pemuda Desa Munggu yang menjadi prajurit Kerajaan Mengwi setelah mereka berhasil mengalahkan Kerajaan Blambangan, Jawa Timur. Tradisi Mekotek tersebut tetap dilangsungkan warga Desa Adat Munggu setiap enam bulan, bertepatan dengan perayaan Hari Raya Kuningan, karena diyakini sebagai upaya menghalau wabah dan mara bahaya.
Upacara Galungan merupakan momen untuk memperingati terciptanya alam semesta. Sebagai ucapan syukur, umat Hindu memberi dan melakukan persembahan pada Sang Hyang Widhi dan Dewa Bhatara.
Upacara Pelebon merupakan pembakaran jenazah, kembalinya roh manusia ke tujuan akhir kehidupan.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Warga di sekitar Puri Agung Ubud, Gianyar, Bali, Sabtu (12/7/2008), mempersiapkan bade (menara untuk meletakkan jenazah) setinggi 28 meter. Puncak dari upacara ngaben/ pelebon atau kremasi tiga jenazah anggota keluarga yang dituakan dan terpandang, Tjokorda Gde Agung Suyasa, Tjokorda Gede Raka, dan Gung Niang Raka, akan berlangsung pada hari Selasa (15/7/2008).
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Menjelang hari raya Nyepi pada Sabtu (17/3/2018), umat Hindu menjalankan upacara Melasti atau penyucian diri dan alam semesta dengan bersama-sama menuju ke laut, danau, atau sumber air lainnya lalu mengadakan persembahyangan. Masyarakat dari sejumlah desa adat di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, Bali, Rabu (14/3/2018), menggelar prosesi Melasti dengan mengarak joli atau jempana berisikan benda-benda pusaka dan sakral ke Pantai Petitenget, Kuta, Badung.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Sejumlah anak berdoa dalam rangkaian upacara Melasti yang dilakukan di Pantai Kuta, Bali, Kamis (6/10/2005). Upacara yang berlangsung setiap enam bulan sekali itu bertujuan membersihkan diri dan lingkungan dari segala perbuatan buruk. Mereka juga berdoa agar ledakan bom di Bali tidak terulang kembali.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Upacara penyembahan pada perayaan Hari Dewi Saraswati, yang dipercaya umat Hindu sebagai simbol lahirnya ilmu pengetahuan di kompleks Candi Ceto, Karanganyar, Sabtu (25/12/2004). Perayaan tersebut diikuti ribuan umat Hindu dari Bali dan Karanganyar.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Potong Gigi atau dalam komunitas Hindu-Bali disebut Metatah, Mepandes, atau Mesangih, yang secara fisik meratakan enam gigi, sebagai simbol pengendalian terhadap Sad Ripu, atau enam sifat buruk, yang ada dalam diri setiap manusia, yakni nafsu (kama), rakus (loba), marah (kroda), mabuk (mada), bingung (moha), dan dengki (matsarya). Hari Jumat (11/11/2005), dilangsungkan upacara potong gigi, yang diikuti puluhan umat Hindu, di Pura Agung Tirta Bhuana, Jakasampurna, Bekasi.
KOMPAS/AYU SULISTYOWATI
Sebanyak 280 orang mengikuti Upacara Mepandes (Potong Gigi) Massal di Lapangan Puputan Margarana, Renon, Denpasar, Bali, Selasa (6/9/2011). Upacara massal ini tidak dipungut biaya oleh Pemerintah Provinsi Bali sebagai penyelenggara dengan anggaran sekitar Rp 800 juta. Masyarakat antusias karena agenda ini meringankan beban jika upacara digelar sendiri.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Warga Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali, Minggu (18/3/2018), menjalankan tradisi Omed-omedan. Tradisi ini dirayakan setiap ngembak geni, yakni satu hari setelah hari raya Nyepi. Omed-omedan menyiratkan kegembiraan dan kebersamaan masyarakat Banjar Kaja, terutama kalangan pemuda dan pemudinya.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Satu atraksi budaya yang meramaikan perayaan Malam Pengerupukan adalah pawai ogoh-ogoh. Pawai ini dilangsungkan malam hari menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1925.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Setiap 210 hari sekali, yaitu pada Saniscara Kliwon wuku Landep, umat Hindu di Bali merayakan Tumpek Landep dengan menghaturkan sesaji kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa. Tujuannya agar setiap peralatan dari besi dapat berfungsi tepat guna. Tidak hanya keris atau tombak, sepeda motor dan mesin pemotong rumput pun diupacarai pada perayaan hari Sabtu (19/4/2003) itu.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Warga Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, menggelar prosesi mekotek atau ngerebeg, Sabtu (15/4/2017). Awalnya, mekotek adalah ekspresi kegembiraan prajurit Kerajaan Mengwi setelah mengalahkan Kerajaan Blambangan di Jawa. Mekotek ditandai dengan arak-arakan keliling desa membawa tongkat kayu, tombak pusaka, dan umbul-umbul. Mekotek juga dipercaya sebagai upaya menolak bencana dan pemersatu masyarakat. Tradisi mekotek tetap dilangsungkan warga setiap enam bulan, yang bertepatan dengan hari raya Kuningan.
KOMPAS/AYU SULISTYOWATI
Lembaga Perkreditan Daerah Bali mampu membantu meringankan biaya upacara adat bagi masyarakat, seperti pelaksanaan Piodalan di salah satu desa di Bali, pertengahan tahun lalu.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Umat Hindu di Kota Denpasar menggelar upacara Tawur Agung Kesanga, atau ritual penyucian alam semesta beserta isinya, di Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung, Kota Denpasar, Bali, Selasa (8/3/2016).
KOMPAS/AGNES SUHARSININGSIH
Upacara Pelebon Raja Terakhir Buleleng Anak Agung Pandji Tisna di Singaraja hari Jumat (12/8) berlangsung meriah. Selain hadir undangan perwakilan seluruh puri di Bali dan beberapa tokoh publik Indonesia, banyak wisatawan domestik dan mancanegara menyaksikan upacara penghormatan kepada leluhur itu.
KOMPAS/FRANS SARONG
Pasangan pelaga perang pandan sedang berancang-ancang sambil mengincar celah melukai lawannya dengan seberkas daun pandan berduri. Meski luka hingga menguncurkan darah dari bagian punggung atau bagian tubuh lainnya, atraksi perang pandan selalu berakhir senyum, tanpa dendam dan tanpa kalah menang
KOMPAS/PUTU FAJAR ARCANA
Gebug ende dari Desa Seraya, Karangasem, Bali, adalah ritual pemanggilan hujan oleh para petani saat kekeringan. Ritual itu digelar saat Festival Hujan, 21-28 Februari 2010 di Bentara Budaya Bali.
KOMPAS/HERPIN DEWANTO PUTRO
Warga Desa Adat Kapal, Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, melakukan ritual perang tipat-bantal di Pura Desa Kapal, Selasa (20/9/2011). Mereka saling melemparkan tipat (ketupat) dan bantal (penganan dari tepung ketan dan kelapa) sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas limpahan rezeki. Ritual ini dilakukan satu tahun sekali setiap sasi kapat (bulan purnama keempat) sekitar bulan September-Oktober.