Kronologi | Kemerdekaan RI

Upaya Mempertahankan Kemerdekaan Pasca-Proklamasi

Pasca-Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia masih berjuang keras untuk mempertahankan kemerdekaannya.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Drama kolosal Pertempuran Palagan Ambarawa memeriahkan peringatan Hari Juang Kartika di Lapangan Jenderal Soedirman, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah (15/12/2016). Dalam kesempatan itu, ditekankan kembali peran TNI dalam menjaga kedaulatan dan persatuan Indonesia.

Kurun waktu Agustus 1945–Desember 1947 menjadi masa-masa paling berat bagi para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia setelah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Pihak Belanda bersama sekutunya, dan Jepang, masih berupaya mengambil alih kekuasan. Pertempuran pun pecah di sejumlah daerah. Strategi gerilya dan diplomasi yang ditempuh berhasil membuat Belanda mengakui kedaulatan Indonesia.

1945

17 Agustus 1945
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 oleh Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia.

18 Agustus 1945
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan Undang-Undang Dasar RI 1945 serta memilih Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden.

2 September 1945
Pembentukan kabinet pertama yang terdiri atas 16 menteri dan delapan gubernur untuk wilayah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan.

8 September 1945
Tentara sekutu dan tentara Nederlands Indie Civil Administration (NICA) mendarat di Indonesia.

10 September 1945
Jepang menyatakan akan menyerahkan pemerintahan kepada sekutu, tidak kepada Indonesia.

29 September 1945
Pendaratan tentara sekutu Allied Forces Netherlands East Indies sebanyak tiga divisi di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera.

5 Oktober 1945
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dibentuk.

13 Oktober 1945
Pecah pertempuran di Medan Area antara pemuda TKR dengan tentara sekutu.

15 Oktober 1945
Tepat dini hari di Semarang terjadi pertempuran sengit antara TKR melawan tentara Jepang. Lebih dari 2.000 rakyat dan 100 pasukan Jepang tewas dalam pertempuran yang berlangsung lima hari itu.

Suasana menjelang peringatan Pertempuran Lima Hari di Tugu Muda, Kota Semarang, Jawa Tengah (14/10/2019). Pertempuran Lima Hari di Semarang, yang terjadi pada Oktober 1945, terjadi antara pejuang dan tentara Jepang. Salah satu korban tewas yakni Dr. Kariadi, yang namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit di Semarang. (KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA)

20 Oktober 1945
Pasukan sekutu mendarat di Semarang untuk menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang, namun justru memicu pertempuran di Ambarawa yang dikenal sebagai Palagan Ambarawa.

10 November 1945
Di Surabaya, Inggris mengultimatum pejuang Indonesia menyerahkan senjata pukul 06.00 pagi. Namun, hal tersebut tak dihiraukan. Pertempuran sengit pun pecah hingga awal Desember 1945.

1946

4 Januari 1946
Pemerintah Pusat Republik Indonesia memutuskan memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta.

26 Januari 1946
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).

21 Febuari 1946
Di Padang terjadi pertempuran besar antara Inggris dan pasukan Indonesia, tepatnya di daerah Rimbo Kaluang.

23 Maret 1946
Inggris mengultimatum agar Bandung Selatan dikosongkan dari pasukan Indonesia. Malam hari, pasukan dan rakyat meninggalkan kota sambil membumihanguskan bangunan yang dikenal sebagai peristiwa Bandung Lautan Api.

15 November 1946
Pemerintahan RI dengan pihak Belanda menandatangani Perjanjian Linggarjati. Belanda mengakui wilayah Indonesia meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera.

1947

1 Januari 1947
Perang terjadi di Kota Palembang antara laskar-laskar perjuangan dan tentara Indonesia melawan tentara Belanda yang mengacau.

25 Febuari 1947
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mengesahkan persetujuan Linggarjati.

3 Juni 1947
Laskar-laskar perjuangan yang ada di Indonesia digabungkan dengan TRI sehingga berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Presiden Soekarno sedang melantik Jenderal Sudirman selaku Panglima Besar TNI. (Repro buku Lima Tahun Perang Kemerdekaan 1945-1949-Jilid Ketiga)

21 Juni 1947
Belanda melancarkan serangan besar-besaran (Agresi Militer I) ke wilayah pertahanan Indonesia. TNI merespon dengan perang gerilya.

1 Agustus 1947
Dewan Keamanan PBB menyerukan gencatan senjata antara TNI dengan Tentara Belanda.

1948

17 Januari 1948
Pihak RI dengan Belanda menandatangi Perjanjian Renville. Nama Renville diambil dari nama kapal Amerika Serikat yang dijadikan tempat perundingan tersebut.

18 September 1948
Di Kota Madiun, terjadi pemberontakan yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI).

19 Desember 1948
Belanda melakukan agresi militer kedua dan berhasil menduduki Ibu Kota Yogyakarta. Sebelum Presiden Soekarno ditawan, dirinya memberikan mandat kepada Syafrudin Prawiranergara untuk membentuk Pemerintah Darurat RI.

1949

1 Maret 1949
Serangan umum secara mendadak dilakukan gerilya TNI di Yogyakarta untuk menepis kabar yang disebarkan Belanda bahwa TNI telah hancur.

7 Agustus 1949
Pasukan TNI di daerah Surakarta melancarkan serangan ke benteng-benteng Belanda di Kota Solo.

23 Agustus 1949
Konferensi Meja Bundar (KMB) digelar di Kota Den Haag, Belanda. Hasilnya, Belanda segera menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada akhir Desember 1949.

Suasana dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda. (Repro buku Lima Tahun Perang Kemerdekaan 1945-1949-Jilid Kelima)

17 Desember 1949
Soekarno dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) pertama.

27 Desember 1949
Di Istana Merdeka dilangsungkan upacara pengakuan (penyerahan) kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia. Bendera Belanda diturunkan dan diganti dengan bendera Merah Putih.

Referensi

Arsip Kompas

“Kesadaran Bersama di Awal Republik”, 29 Maret 2017, hal. 2.

Buku
  • Rahmanto, Aan. 2013. Kronik TNI 1945-1949. Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2013.
  • Utoyo, Radik. 1976. Lima Tahun Perang Kemerdekaan 1945-1949, Jilid II. Jakarta: Alda, 1976
  • Utoyo, Radik. 1976. Lima Tahun Perang Kemerdekaan 1945-1949, Jilid III. Jakarta: Alda, 1976
  • Utoyo, Radik. 1976. Lima Tahun Perang Kemerdekaan 1945-1949, Jilid IV. Jakarta: Alda, 1976
  • Utoyo, Radik. 1976. Lima Tahun Perang Kemerdekaan 1945-1949, Jilid V. Jakarta: Alda, 1976

Penulis
Arief Nurrachman
Editor
Inggra Parandaru