Tokoh

Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Anas Urbaningrum

Anas Urbaningrum terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) periode 2023-2028 dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa PKN pada 14 Juli 2023. Sebelumnya, Anas adalah Ketua Umum DPP Partai Demokrat 2010-2013

KOMPAS.COM

Fakta Singkat

Nama Lengkap
Anas Urbaningrum

Lahir
Blitar, Jawa Timur, 15 Juli 1969

Almamater
Universitas Airlangga Surabaya
Universitas Indonesia

Jabatan Terkini
Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) 2023–2028

Anas Urbaningrum kembali terjun ke dunia politik nasional usai bebas murni pada 10 Juli 2023. Selama kurang lebih 8 tahun Anas menjalani masa hukuman penjara karena terjerat perkara korupsi pembangunan Pusat Pelatihan, Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang, serta tindak pidana pencucian uang. Pria kelahiran Blitar pada 15 Juli 1969 itu resmi terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) periode 2023-2028. Keputusan itu diambil dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) PKN di Jakarta pada 14 Juli 2023.

Lulusan Universitas Airlangga ini sejak mahasiswa telah aktif di organisasi HMI hingga menduduki jabatan Ketua Umum HMI periode 1997–1999. Pada era reformasi itu, Anas termasuk dalam Anggota Tim Revisi Undang-Undang Politik atau Tim Tujuh. Pada Pemilu 1999, Anas masuk dalam Anggota Tim Seleksi Partai Politik atau Tim Sebelas.

Anas selanjutnya menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2001–2005. Namun, pada 8 Juni 2005 ia mengundurkan diri dari KPU untuk bergabung dengan Partai Demokrat. Anas menduduki jabatan Ketua Divisi Otonomi Politik dan Daerah DPP Partai Demokrat. Kariernya pun terus meningkat, pada Pemilu 2009 terpilih sebagai Anggota DPR untuk daerah pemilihan Jawa Timur VII. Anas juga menjadi Ketua Fraksi Demokrat untuk periode 2009–2014.

Kongres Partai Demokrat pada 20–23 Mei 2010 di Bandung memilih Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Jabatan itu kemudian dilepasnya selang satu hari usai dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 22 Februari 2013.

Putra Blitar

Anas Urbaningrum lahir pada 15 Juli 1969 di Desa Ngaglik, Srengat, Blitar, Jawa Timur. Anas merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan Mughni (meninggal 1995) dan Sriati. Tiga saudara Anas semuanya laki-laki. Kakak tertua bernama Agus Nasirudin, dan dua adiknya bernama Anna Lutfi dan Kholisul Fikri. Ayah Anas adalah seorang guru agama di Madrasah Tsanawiyah Al Kamal, Kunir, Kecamatan Wonodadi, Blitar.

Anas menghabiskan masa kecil dan pendidikan dasar hingga menengah atas di kota kelahirannya. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan tinggi di Surabaya. Ia diterima di Universitas Airlangga (Unair) melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada 1987. Anas kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik hingga meraih gelar sarjana tahun 1992. Dari Surabaya Anas ke Jakarta, dan melanjutkan pendidikannya dengan mengambil program studi pascasarjana bidang ilmu politik di Universitas Indonesia (UI) hingga menyandang gelar master tahun 2000. Tesisnya berjudul “Islamo-Demokrasi: Pemikiran Nurcholish Madjid” telah dibukukan. Anas terus memperdalam ilmu politik yang menjadi minatnya dengan mengambil studi program doktor di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2010.

Pada 10 Oktober 1999 Anas Urbaningrum menikah dengan gadis Yogyakarta, Athiyyah Laila anak dari KH Atabik Ali. Ayah Athiyyah Laila ini adalah pemimpin Yayasan Ali Maksum yang mengelola Pondok Pesantren Al-Munawir di Krapyak, Yogyakarta. Jadi, istri Anas adalah cucu dari KH Ali Maksum (meninggal 1989) seorang kiai terkenal yang pernah menjadi Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Pasangan Anas dan Athiyyah dikaruniai empat orang anak, yaitu: Akmal Naseery (2000), Aqeela Nawal Fathina (2001), Aqeel Najih Enayat (2003), dan Aisara Najma Waleefa (2005).

 

Karier

Di Surabaya Anas berkiprah di dunia jurnalistik yang kemudian ditinggalkan pada 1995. Saat itu ia diangkat sebagai Ketua PB HMI periode 1995–1997, sehingga ia harus meninggalkan Surabaya pindah ke Jakarta. Aktivitas Anas di Jakarta  menjadi awal perkenalannya dengan dunia politik nasional.

Melalui Kongres HMI di Yogyakarta tahun 1997 Anas terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar (PB) HMI periode 1997–1999. Selama periode tersebut Anas telah membuat Jurnal Madani yang menjadi lahan gagasan para kader HMI dan siar intelektual HMI ke luar. Anas juga meluncurkan buku Menuju Masyarakat Madani-Pilar dan Agenda Pembaruan yang terbit tahun 1997.

Kiprahnya di dunia politik kian menonjol pada era reformasi 1998. Ia termasuk dalam Anggota Tim Revisi Undang-Undang Politik atau Tim Tujuh,yang menjadi salah satu tuntutan reformasi. Tim Tujuh diketuai oleh Prof.Dr. Ryaas Rasyid (Menteri Negara otonomi Daerah).

Pada Pemilu 1999 yang merupakan pemilu demokratis pertama di Indonesia ini, Anas masuk dalam Anggota Tim Seleksi Partai Politik atau Tim Sebelas yang bertugas memverifikasi kelayakan partai politik ikut dalam pemilu. Tim Sebelas diketuai oleh Prof.Dr. Noercholish Madjid.

Karier politiknya terus meningkat, Anas selanjutnya menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2001–2005 yang mengawal pelaksanaan Pemilu 2004. Akan tetapi keanggotaannya di KPU tidak bertahan lama. Ia mengundurkan diri pada 8 Juni 2005 untuk bergabung dengan Partai Demokrat. Di partai berlambang berlian itu, Anas menjabat Ketua Divisi Otonomi Politik dan Daerah DPP Partai Demokrat.

Kariernya pun terus menjulang, pada Pemilu 2009 ia mencalonkan diri sebagai Anggota DPR RI dan terpilih dengan meraih suara terbanyak sebesar 178.381 suara untuk daerah pemilihan Jawa Timur VII, mencakup Kota Blitar, Kota Kediri, Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Tulungagung. Di Senayan, sejak 1 Oktober 2009 Anas ditunjuk sebagai Ketua Fraksi Demokrat untuk periode 2009–2014.

Karier politik Anas terus meroket, Kongres Partai Demokrat pada 20–23 Mei 2010 di Bandung memilih Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Ia mengalahkan calon kuat lainnya, Andi Malarrangeng dan Marzuki Alie. Anas dilantik sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dengan Edi Baskoro Yudhoyono sebagai Sekjen DPP Partai Demokrat masa jabatan 2010–2015. Anas menjadi salah satu ketua partai politik termuda di Indonesia saat itu. Pada 23 Juli 2010 Anas mengundurkan diri dari Anggota DPR RI periode 2009–2014, setelah dirinya menjadi orang nomor satu di partai berlambang berlian tersebut.

Kariernya mulai redup bersamaan dengan terungkapnya keterlibatan dirinya dalam kasus dugaan korupsi proyek Pusat Pelatihan, Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang. Anas ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 22 Februari 2013. Selang satu hari, pada 23 Februari 2013 Anas mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat.

Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman pidana penjara 14 tahun, denda Rp 5 miliar, uang pengganti Rp 57 miliar, serta dicabut hak untuk dipilih dalam jabatan politik. Melalui putusan Peninjauan Kembali (PK) hukuma Anas dipotong menjadi 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan, membayar uang pengganti Rp 57 milar dan 5,2 juta dollar AS.

Anas menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat selama 8 tahun sejak 2014. Anas menjalani masa cuti menjelang bebas selama tiga bulan sejak 11 April 2003 hingga berakhir 9 Juli 2023. Anas dinyatakan bebas murni oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung pada 10 Juli 2023.

Usai bebas murni Anas Urbaningrum kembali ke kancah perpolitikan nasional. Anas resmi menjadi Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) hasil dari Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) pada 14 Juli 2023. Ia menggantikan I Gede Pasek Suardika.

KOMPAS.COM

nas Urbaningrum (jaket putih) diangkat menjadi Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN). Penetapan itu setelah digelar musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) PKN di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Jumat (14/7/2023) petang. Ia mendapat selamat dari ketua umum sebelumnya, I Gede Pasek Suardika.

Daftar penghargaan

  • Bintang Jasa Utama dari Presiden RI (1999)
  • PWI Award sebagai tokoh nasional bidang politik (18 Maret 2011)

Penghargaan

Anas memperoleh penghargaan Bintang Jasa Utama dari Presiden RI tahun 1999. Anas juga menerima penghargaan PWI Award sebagai tokoh nasional bidang politik dari PWI pada 18 Maret 2011.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Anas Urbaningrum melepas burung merpati seusai pidato di Lapangan Silang Monumen Nasional, Jakarta, dalam rangkaian Musyawarah Luar Biasa PKN, Sabtu (15/7/2023). Dalam pidato yang bertepatan dengan hari ulang tahunnya ke-54 ini Anas menyampaikan bahwa kontestasi politik haruslah bersikap kesatria. Selain sehat dan kesatria, kontestasi politik tidak sepatutnya diwarnai rasa dendam.

MYE

“PKN tidak eksklusif. PKN akan menjadi partai inklusif, partai yang terbuka, partai yang mengundang siapa-siapa saja tenaga-tenaga terbaik,” tegas Anas Urbaningrum (15 Juli 2023).

 

Kasus Hambalang

Anas Urbaningrum terjerat korupsi dan pencucian uang proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang dan proyek-proyek lainnya selama 2010–2012 senilai Rp 20 miliar. Keterlibatan Anas Urbaningrum dalam kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang itu diungkap pertama kali oleh Bendahara Partai Demokrat Nazaruddin.

Pada Agustus 2011 Nazaruddin dalam pelariannya ke luar negeri usai ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek wisma atlet SEA Games di Jakabaraing, Palembang menyebut nama Anas Urbaningrum terlibat dalam proyek kementerian, termasuk proyek Hambalang.

Dalam persidangan Nazarudin pada 29 Februari 2012 nama Anas kembali disebut. Anas disebutkan menerima uang dan mobil dari proyek Hambalang. Tuduhan itu dibantah Anas dan ia menyatakan siap digantung di Monas jika terbukti terlibat korupsi Hambalang. “Saya yakin. Yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas,” ujar Ketua Umum Partai Demokrat itu pada 9 Maret 2012.

Pada 27 Juni 2012 KPK mulai memeriksa Anas terkait dugaan korupsi proyek Hambalang. Kemudian pada 22 Februari 2013 KPK menetapkan Anas sebagai tersangka. Usai ditetapkan sebagai tersangka, selang sehari kemudian pada 23 Februari 2013 Anas menyatakan berhenti sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Anas resmi ditahan oleh KPK pada 14 Januari 2014. Proses hukum terhadap Anas pun bergulir di meja hijau.

Sidang perdana Anas digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada 30 Mei 2014. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menghukum Anas 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Anas dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang dan proyek APBN lainnya. Vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK pada 11 September 2014 yang meminta Anas dihukum 15 tahun penjara dan uang pengganti Rp 94 miliar serta 5,2 juta dollar AS.

Tidak terima dengan putusan itu Anas mengajukan banding lewat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Putusan banding lalu memangkas 1 tahun hukuman Anas menjadi 7 tahun penjara dan tetap dikenakan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan penjara.

Anas kemudian mengajukan kasasi, namun kasasinya ditolak oleh majelis hakin yang diketuai oleh hakim Artidjo Alkostar. Hukumannya malah diperberat menjadi 14 tahun penjara dengan denda sebesar Rp 5 miliar subsider 1,4 tahun penjara, serta uang pengganti sebesar Rp 57,59 miliar kepada negara. Anas juga diberikan hukuman tambahan berupan pencabutan hak dipilih dalam menduduki jabatan publik.

Anas kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) pada September 2020, dan upaya itu berhasil. Anas mendapatkan pengurangan hukuman dari 14 tahun menjadi 8 tahun, sama dengan putusan pengadilan tingkat pertama. Anas tetap berkewajiban mengembalikan uang senilai Rp 57 miliar dan 5,2 juta dollar AS kepada negara. Anas juga tetap tidak boleh dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun terhitung sejak menjalani pidana pokok.

Pada Februari 2021 KPK mengeksekusi putusan MA tersebut dan Anas menjalani hukuman penjara selama kurang lebih 8 tahun di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat ini akhirnya menghirup udara bebas, keluar dari Lapas Sukamiskin, Bandung pada 11 April 2023 dengan status cuti menjelang bebas (CMB) selama tiga bulan. Pada 10 Juli 2023 Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung menyatakan Anas Urbaningrum bebas murni setelah menempuh masa cuti menjelang bebas.

NUT

Harta kekayaan

Anas Urbaningrum terakhir melaporkan harta kekayaannya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tercatat pada 23 Februari 2010. Jumlah harta kekayaan yang dilaporkan total sebesar Rp 5,38 milyat yang terdiri atasi harta tanah dan bangunan senilai Rp 2,4 miliar yang tersebar pada 7 bidang di Karawang, Jakarta Timur, dan Kota Depok.

Dalam laporan itu Anas juga tercatat memiliki alat transportasi dan mesin senilai Rp1,14 miliar yang terdiri dari enam mobil dan dua motor, harta bergerak lainnya Rp 92,83 juta, giro dan setara kas Rp 1,71 miliar dan 2.676 dollar AS. Dalam laporan itu Anas tidak memiliki hutang, sehingga total harta kekayaan tahun 2010 tercatat sebesar Rp 5,38 miliar.

Anas tercatat telah menyampaikan laporan kekayaannya sebanyak empat kali.  Laporan berdasarkan jabatannya itu sejak menjadi Anggota KPU 2001, 2005 dan 2007; serta Anggota DPR RI (2009–2014) tahun 2010, sebagai berikut:

Anggota KPU

  • Laporan 20 Desember 2011, harta kekayaan sebesar Rp 423.606.461
  • Laporan 10 Mei 2005, harta kekayaan sebesar Rp 2.095.125.962
  • Laporan 28 Desember 2007, harta kekayaan sebesar Rp 2.297.936.452

Anggota DPR RI (2009–2014)

  • Laporan 23 Februari 2010, harta kekayaan sebesar Rp 5.387.685.967

Referensi

Arsip Kompas
  • “Anas Urbaningrum Tumbuhkan Tradisi Intelektualisme di HMI *Box”. Kompas, 29 November 1999.
  • “Tak Gaul dengan Kader, Andi Kalah *Anas Urbaningrum Jadi Ketua Umum Demokrat”. Kompas, 24 Mei 2010. 
  • “Korupsi Hambalang: Perjalanan panjang Anas”. Kompas, 11 Januari 2014. 
  • “Anas Dituntut 15 Tahun Penjara *Kesaksian Nazaruddin Dianggap Berkualitas”. Kompas, 12 September 2014. 
  • “Peninjauan Kembali: Anas Klaim Punya Bukti Kuat”. Kompas, 13 Juli 2018. 
  • “PK Anas Urbaningrum. Hak Politik Tetap Dicabut 5 Tahun”. Kompas, 1 Oktober 2020. 
  • “Anas Bebas di Tengah Tahun Politik”. Kompas, 12 April 2023.

Biodata

Nama

Anas Urbaningrum

Lahir

Blitar, Jawa Timur, 15 Juli 1969

Jabatan

Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) (2023–2028)

Pendidikan

  • SD, Srengat, Blitar
  • SMP, Srengat, Blitar
  • SMA Negeri 1 Srengat, Blitar (1987)
  • Sarjana (S1) Ilmu Politik FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya (1987–1992)
  • Sarjana (S2) Magister Sains Ilmu Politik Universtas Indonesia, Jakarta (2000)
  • Program Doktor Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Karier

  • Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) (2001–2005)
  • Anggota DPR RI (2009–2010)
  • Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI (2009–2014)

Organisasi

  • Ketua Umum PB HMI (1997–1999)
  • Anggota Tim Revisi Paket UU Politik (Tim 7) (1998)
  • Anggota Tim Seleksi Parpol Peserta Pemilu 1999 (Tim 11) (1999)
  • Ketua Divisi Otonomi Politik dan Daerah DPP Partai Demokrat (2005)
  • Ketua Yayasan Wakaf Paramadina (2006)
  • Pimpinan Kolektif Nasional KAHMI (2009)
  • Ketua Umum DPP Partai Demokrat (23 Mei 2010 hingga berhenti pada 23 Februari 2013)
  • Anggota Presidium Korps Alumni HMI (2012–2015)
  • Ketua Presidium Nasional Perhimpunan Pergerakan Indonesia (dideklarasikan pada 15 September 2013)

Penghargaan

  • Bintang Jasa Utama dari Presiden RI (1999)
  • PWI Award sebagai tokoh nasional bidang politik (18 Maret 2011)

Karya

Publikasi

  • Menuju Masyarakat Madani: Pilar dan Agenda Pembaruan. Jakarta: Yarsif Watampone. (1997)
  • Jangan Mati Reformasi, Jakarta: Yayasan Cita Mandiri Indonesia (1999)
  • Ranjau-Ranjau Reformasi: Potret Konflik Politik Pasca Kejatuhan Soeharto. Jakarta: Raja Grafindo Persada (1999)
  • Pemilu Orang Biasa: Publik Bertanya Anas Menjawab. Jakarta: Republika (2004)
  • Islamo-demokrasi: Pemikiran Nurcholish Madjid. Jakarta: Republika (2004)
  • Melamar Demokrasi: Dinamika Pemilu Indonesia. Jakarta: Republika (2004)
  • Menjemput Pemilu 2009. Jakarta: Yayasan Politika (2008)
  • Bukan Sekadar Presiden. Jakarta: Hikmah (2009)
  • Takdir Demokrasi: Politik untuk Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: Teraju (2009)
  • Revolusi Sunyi: Mengapa Partai Demokrat dan dan SBY Menang Pemilu 2009? Jakarta: Teraju (2010)

Keluarga

Istri

Athiyyah Laila Attabik

Anak

  • Aqeela Nawal Fathina
  • Aqeel Najih Enayat
  • Akmal Naseery
  • Aisara Najma Waleefa

Sumber
Litbang Kompas