KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Seni bonsai adalah seni mengkerdilkan pohon dalam sebuah pot dangkal yang pertama kali muncul di Cina dengan sebutan Penzai atau Penjing. Seni pengkerdilan tanaman ini kemudian berkembang pesat di Jepang dengan nama bonsai. Istilah “bonsai” berasal dari bahasa Jepang, bon artinya pot dan sai artinya tanaman.
Pohon bonsai dibentuk dengan hati-hati penuh kesabaran dan ketekunan. Tanaman ini dibatasi pertumbuhannya dengan cara memotong dahan, ranting, akar dan membatasi media tanamnya agar pohon tetap kecil dan tidak tumbuh menjadi besar.
Pembentukan cabang-cabang bonsai dilakukan dengan berbagai teknik, seperti pemangkasan, dengan lilitan kawat, ataupun ditarik dengan tali. Tidak semua tanaman dapat dibonsai. Ada sekitar 120 spesies pohon yang bisa dibonsai, antara lain, jeruk kelingkit, asam jawa, beringin, cemara udang, soka, santigi, melati, dan kelapa.
Bonsai memiliki makna filosofi yang dalam. Dalam budaya Jepang, bonsai melambangkan harmoni, kesederhanaan, dan hubungan antara manusia dan alam. Bonsai dapat juga menjadi seni meditatif yang membutuhkan konsentrasi, kesabaran, ketekunan, dan pemahaman yang mendalam tentang siklus kehidupan.
Bagi penggemarnya, bonsai merupakan karya seni yang tidak pernah selesai untuk dikerjakan. “Ibarat tukang cukur, kita harus selalu memangkas jika ada dahan atau ranting yang tidak diinginkan tumbuh. Bahkan suatu saat kita juga bisa membentuk dahan baru dengan bentuk yang kita inginkan,” ujar Saptodarsono. Mantan anggota TNI AD yang sudah lama menjadi penggemar bonsai dan memiliki ratusan koleksi.
Bonsai telah menjadi hobi yang populer di seluruh dunia, dengan komunitas bonsai yang aktif di banyak negara. Ada pameran bonsai, klub bonsai, dan workshop di mana penggemar bonsai dapat bertemu, berbagi pengetahuan, dan belajar lebih lanjut tentang seni ini. Banyak orang menemukan kepuasan dalam merawat bonsai dan menyaksikan pertumbuhan perlahan serta perubahan yang terjadi pada pohon miniatur mereka.
Ismail Saleh adalah salah satu tokoh yang mempelopori berdirinya PPBI (Persatuan Penggemar Bonsai Indonesia) yang didirikan pada tahun 1979. Setelah itu, berbagai perkumpulan penggemar bonsai berdiri di berbagai daerah di Indonesia. Setiap tahun beberapa wilayah biasanya mengadakan kontes tanaman bonsai. Kontes tanaman bonsai biasanya terbagi menjadi lima kelas. Mulai dari kelas prospek atau pemula, lalu regional, madya, utama, dan bintang.
Pandemi covid-19 membuat masyarakat berkegiatan di rumah dengan berkebun dan merawat tanaman. Pada masa pandemi itu pula, mulai populer bonkla yang merupakan kepanjangan dari bonsai kelapa. Banyaknya buah kelapa yang berserakan di Indonesia menumbuhkan daya kreativitas masyarakat membudidayakan bonsai kelapa. Bonkla yang unik bisa terjual hingga jutaan rupiah. Penjualan ini tetap stabil di masa pandemi, sehingga menjadi salah satu pilihan budidaya penggemar bonsai.
Berikut adalah foto-foto tentang bonsai di Indonesia yang terekam dalam arsip Kompas.
KOMPAS/JB SURATNO
Presiden Soeharto hari Senin (12/6/1995) meresmikan pesta raya Sentuhan Seni Alam Nusantara ’95 (Salam Nusantara ’95) di Istora Senayan. Dalam acara yang berlangsung 10 hari, ditampilkan aneka bonsai, suiseki (batu indah), tanaman bunga, ayam bekisar dan aneka bambu. Di pelataran parkir, dipamerkan rumah kecil dari bambu produksi “Pring 3”, rumah contoh tipe 21/60 berkusen aluminium untuk Taman Adiyasa Cisoka (Tangerang) produk PT Adiyasa Konstrindo dan aneka perabot rumah tangga. Presiden dan Wapres Try Sutrisno mendapat penjelasan mengenai bonsai Naga dari YW Junardy, ketua panitia.
KOMPAS/ABUN SANDA
KOMPAS/FX PUNIMAN
KOMPAS/ANTON WISNU NUGROHO
Dua orang pengendara motor melintasi sejumlah pohon cemara udang (casuaraina equsetifolia) yang didongkel beserta akar-akarnya dari hutan cemara udang di pinggir Pantai Lombang, Sumenep, Madura, Jawa Timur, Jumat (28/3/2002). Penjarahan yang mengancam keindahan pantai berpasir putih halus dan kelestarian alamnya ini terus terjadi tanpa tindakan tegas aparat penegak hukum. Selain menjarah cemara udang untuk dijadikan bonsai yang mahal harganya, pasir pantai juga turut dikeduk untuk pembiakan sementara jarahan itu.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Sejumlah pengunjung sedang memperhatikan bonsai pohon Kamboja Jepang (Adenium) yang dipamerkan di Kompleks Balai Pemuda Surabaya, Jumat (23/12/2005). Bonsai-bonsai tanaman persilangan antara kamboja lokal dan Thailand itu dijual antara puluhan ribu hingga puluhan juta rupiah.
KOMPAS/AMBROSIUS HARTO
Batang tanaman Adenium atau kamboja yang mirip bonsai dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai bebek sedangkan daun dan kembang berada di ujung batang menyerupai bulu ekor. Tanaman ini dipamerkan dalam bursa tanaman hias di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (30/5/2007).
KOMPAS/TOTO SIHONO
KOMPAS/WISNU AJI DEWABRATA
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
KOMPAS/ANTONY LEE
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
KOMPAS/NAWA TUNGGAL
KOMPAS/LASTI KURNIA
Koleksi bonsai milik Robert Steven yang sering kali dipamerkan hingga ke level internasional. Koleksi ini diperlihatkan saat Komunitas Pencinta Bonsai bertemu di Taman Bonsai Margonda, Depok, Jawa Barat, Sabtu (1/12/2018)
KOMPAS/LASTI KURNIA
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Referensi
- “Hobi dan Komunitas: Karya yang Tak Pernah Selesai”, Kompas, 4 Februari 2007, hlm 24.
- “Komunitas: Brahmasthana, Jati Diri Bonsai Indonesia?”, Kompas, 10 November 2009, hlm A.
- “Hobi dan Komunitas: Drama Alam dalam Bonsai”, Kompas, 15 Desember 2018, hlm 23.
- “Bonkla-bonkla Penyemai Asa”, Kompas, 10 Agustus 2020, hlm C.
- “Bonsai Kelapa Bikin Terlena”, Kompas, 2 Oktober 2020, hlm F.
- “Musim Bonsai Tak Pernah Usai”, Kompas, 20 Oktober 2020, hlm C.
- “Si Mini Yang Memikat Hati”, Kompas, 1 Maret 2021, hlm C.
- Rismunandar. 1991. Seni Bonsai untuk Pemula. Jakarta: Penebar Swadaya.