Fakta Singkat
Nama Lengkap
Dr. (H.C.) Jakob Oetama
Lahir
Desa Jowahan, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, 27 September 1931
Almamater
Perguruan Tinggi Publisistik, Jakarta
Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta
Jabatan Terkini
Pemimpin Umum Harian Kompas (1980–2020)
Jakob Oetama dikenal sebagai sosok pengajar, wartawan, dan pengusaha di industri media. Ketekunan, keuletan, dan kerja keras mengantarkan Jakob Oetama mendirikan harian Kompas bersama PK Ojong (1920–1980) yang bernaung dalam Kompas Gramedia (KG). Ia juga mengembangkan bisnis usahanya selain media seperti percetakan, penerbitan, perhotelan, pendidikan, toko buku, dan televisi.
Menjadi wartawan adalah pilihan hidup bagi Jakob yang sebelumnya berprofesi sebagai guru. Bidang itu ia geluti sejak umur 25 tahun, mulai dari redaktur mingguan Penabur, Intisari, dan kemudian mendirikan harian Kompas. Posisi pemimpin redaksi dijabatnya sejak harian itu berdiri hingga Tahun 2000 dan ia juga menjabat Pemimpin Umum Harian Kompas sejak tahun 1980 hingga akhir hayatnya.
Bagi Jakob Oetama, perjalanan hidupnya bukanlah semata-mata karena kehebatan dirinya, melainkan Providentia Dei, bahasa latin yang berarti penyelenggaraan Ilahi. Di balik makna ungkapan itu tersirat kerendahan hati luar biasa dari seorang Jakob Oetama. Ia percaya Tuhanlah yang menuntun langkah hidupnya melalui berbagai peristiwa kebetulan dalam hidup.
Putra Borobudur
Jakob Oetama aslinya bernama Jakobus Oetama. Ia lahir di Desa Jowahan, yang berjarak 500 meter sebelah timur Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, pada 27 September 1931. Jakob adalah putra pertama dari 13 bersaudara pasangan Raymundus Josef Sandiyo Brotosoesiswo dan Margaretha Kartonah. Oleh saudara-saudaranya, dia lebih akrab dipanggil “Mas To”.
Sandiyo, sang ayah, adalah seorang pensiunan guru yang sempat menjadi Kepala Sekolah Rakyat (SR) Kanisius. Sandiyo menjadi guru setelah lulus dari Normaalschool di Ambarawa. Ia merupakan sosok ayah yang mengajarkan kedisiplinan tinggi kepada anak-anaknya.
Sementara sang ibu, Kartonah, merupakan seorang ibu rumah tangga. Perkara kedekatan emosi, Jakob Oetama lebih dekat dengan ibunya. Sebagaimana dikatakan oleh salah seorang adiknya, I Hendroatmodjo, Jakob selalu menuruti apa yang dikatakan oleh ibunya.
Jakob “kecil” mengenyam pendidikan dasarnya dalam model asrama, yakni di Sekolah Rakyat (SR) dan SMP Pangudi Luhur, Boro, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Asrama ini dikelola oleh para bruder—rohaniwan Katolik—dari Kongregasi Congregatio Fratrum Immaculatae Conceptionis (FIC). Letaknya kurang lebih 20 km ke arah selatan dari Candi Borobudur, Magelang. Pendidikan dalam bentuk asrama ini menanamkan kebiasaan membaca buku dan adat istiadat kesopanan.
Setelah menyelesaikan pendidikan SR dan SMP pada tahun 1945, timbul keinginan dalam diri Jakob muda untuk menjadi seorang pastor. St Sularto dalam buku Syukur Tiada Akhir mencatat, bisa jadi keinginan menjadi pastor ini akibat kedekatannya dengan Bruder Servatius, bapak asramanya saat di Boro. Bisa juga keinginan itu muncul akibat sosok Pastor Prenthaler yang dekat dengan ayahnya.
Ia kemudian masuk ke seminari menengah, sekolah calon pastor setingkat SMA di Yogyakarta dan lulus dari seminari menengah pada tahun 1951. Jakob Oetama kemudian melangkah ke jenjang seminari tinggi. Namun, hanya tiga bulan di seminari tinggi, Jakob memutuskan keluar. Ia ingin menjadi seorang guru seperti ayahnya.
Jakob kemudian merantau ke Jakarta dan menjadi guru SMP di beberapa sekolah. Awalnya mengajar di SMP Mardi Yuwana, Cipanas, Jawa Barat, kemudian pindah ke Sekolah Guru Bagian B (SGB) di Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Ia lalu pindah lagi ke SMP Van Lith di Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, pada tahun 1954–1956.
Sambil mengajar SMP, Jakob mengikuti kuliah Sekolah Guru B-1 Ilmu Sejarah dan lulus tahun 1956. Setelah lulus ia kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Perguruan Tinggi Publisistik, Jakarta dan selesai pada tahun 1959. Untuk menambah keahliannya dan bidang jurnalistik dan komunikasi, Jakob berkuliah di Jurusan Komunikasi Massa Fakultas Sospol Universitas Gadjah Mada (UGM) yang ia selesaikan pada tahun 1961.
Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama
Harian “Kompas” edisi perdana
Majalah Intisari edisi perdana
Karier
Pekerjaan yang pertama ditekuni oleh Jakob Oetama setelah keluar dari seminari adalah guru. Ia mengaku cita-cita menjadi seorang guru sejatinya muncul bersamaan dengan keinginannya untuk menjadi pastor. Dalam buku Syukur Tiada Akhir: Jejak Langkah Jakob Oetama (2011), Jakob menjelaskan, “Jadi guru, cita-cita yang pernah muncul bersamaan dengan cita-cita mau jadi pastor.”
Selain itu, Jakob juga mengatakan bahwa ia melihat guru merupakan profesi yang mengangkat martabat. Saat mengungkapkan keinginan untuk menjadi guru kepada ayahnya, Jakob lalu disuruh untuk pergi ke Jakarta untuk menemui Pak Atmo (R. Yohanes Josef Supatmo) di Gereja Vincentius, Kramat, Jakarta.
Singkat cerita, dari pertemuan itu Jakob kemudian menjadi guru di SMP Mardi Yuwana, Cipanas, Jawa Barat dari tahun 1952. Setahun kemudian ia berpindah ke Sekolah Guru Bagian B (SGB) di Lenteng Agung, Jagakarsa. Jakob kemudian berpindah lagi ke SMP Van Lith di Jalan Gunung Sahari. Ia mengajar di sekolah ini hingga tahun 1956.
Semua sekolah tersebut dikelola oleh para pastor OFM yang juga pengelola Paroki St. Vincentius tempat Jakob berjumpa dengan Pak Atmo. Para pastor OFM ini juga mengasuh majalah Penabur, sebuah mingguan berhaluan Katolik. Mulai tahun 1956, Jakob bekerja sebagai sekretaris redaksi majalah tersebut.
Pada saat mengajar di SMP itulah, Jakob juga menyelesaikan kursus B-1 Ilmu Sejarah dan berkuliah di Perguruan Tinggi Publisistik. Saat lulus B-1 Sejarah dengan nilai rata-rata 9, Jakob mendapat rekomendasi dari gurunya, Pastor Van den Berg SJ, untuk mendapat beasiswa di University of Columbia, Amerika Serikat.
Harapannya, kelak Jakob Oetama bisa mendapat gelar doktor dan menjadi sejarawan atau dosen sejarah. Namun, tawaran ini tidak begitu saja ia terima. Pasalnya, keinginan untuk menjadi guru mulai goyah, sebab ia mulai berpikir untuk menjadi seorang wartawan.
Di tengah kebimbangan itu, Jakob berjumpa dengan Pastor J.W. Oudejans, OFM. Sang pastor menanyakan perihal masa depan karier Jakob. Mendengar jawaban Jakob ingin menjadi dosen, Pastor Oudejans lalu berkata, “Jakob, guru sudah banyak, wartawan tidak.”
Salah satu kesimpulan yang muncul di benak Jakob kala itu adalah baik guru maupun wartawan keduanya sama-sama mengajar. Yang membedakan adalah perkara wilayah jangkauan, dosen untuk mahasiswa sementara wartawan untuk masyarakat.
Suatu ketika di bulan April tahun 1961 di Yogyakarta, Jakob Oetama bertemu dengan PK Ojong, yang menawarinya untuk membuat majalah baru. Kala itu, Jakob berada di tahun akhir kuliahnya di UGM. Pertemuan dengan Ojong ini akhirnya memantapkan langkah Jakob menjadi seorang wartawan.
Jakob bersama Ojong kemudian mendirikan majalah bulanan Intisari yang terbit pertama kali pada bulan Agustus 1963. Kantor pertama Intisari berada di Jl. Pintu Besar Selatan 86-88, di dekat Stasiun Jakarta Kota. Jakob Oetama lalu melepaskan diri dari pekerjaan di majalah Penabur.
Dua tahun berselang, pada tahun 1965, dengan dukungan IJ Kasimo, Frans Seda, serta FC Palaunsuka, Jakob dan Ojong ikut mendirikan harian Kompas. Kompas terbit pertama kali pada hari Senin, 28 Juni 1965. Jakob Oetama menjadi Pemimpin Redaksi Kompas sejak pertama kali terbit hingga tahun 2000.
Nama harian Kompas diberikan sendiri oleh Presiden Sukarno setelah Frans Seda yang saat itu merupakan anggota kabinet, melaporkan rencana pendirian harian itu kepada Soekarno. Saat itu, nama harian yang hendak dipublikasikan adalah Bentara Rakyat. ”Aku akan memberi nama yang lebih bagus… Kompas! Tahu toh apa itu Kompas? Pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan atau hutan rimba,” kata Soekarno kepada Frans Seda.
Bisnis harian Kompas kemudian terus berkembang hingga akhirnya menjadi Grup Kompas Gramedia. Awalnya, urusan bisnis dipegang oleh PK Ojong dan urusan redaksi digawangi oleh Jakob Oetama. Namun sejak 31 Mei 1980, saat Ojong meninggal, Jakob Oetama memegang posisi pemimpin umum Kompas dan pemimpin Kompas Gramedia.
Meskipun akhirnya Jakob Oetama menjadi wartawan dan pengusaha dalam bidang media dan jurnalistik, sesungguhnya ia tidak benar-benar melepaskan diri dari dunia pendidikan. Jakob tercatat sebagai dosen Jurusan Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI). Berkat dedikasinya di FISIP UI, pada tahun 2019 namanya diabadikan di salah satu gedung yaitu Ruang Cendekia Multiguna Jakob Oetama.
Dalam perjalanan kariernya, Jakob Oetama lebih dikenal sebagai guru dan wartawan. Meski demikian, Jakob Oetama sebenarnya juga tercatat pernah berkarier dalam politik praktis di masa Orde Baru. Dari tahun 1966 hingga 1982, Jakob tercatat sebagai anggota DPR dari Karya Pembangunan (Golkar). Kemudian dari tahun 1987 hingga 1999, ia tercatat sebagai anggota MPR dari Utusan Daerah.
Daftar Penghargaan
- Bintang Mahaputera Utama dari Pemerintah RI (1973)
- Wira Karya Kencana dari Kantor Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN, karena dianggap telah Berjasa dalam Gerakan KB Nasional (1994)
- Chief Executive Officer (CEO) Terbaik Tahun 2003 dari Majalah SWA, Synovate Research Reinvented, dan Dunamis (2004)
- Entrepreneur of The Year dari Ernst & Young (2005)
- Penghargaan dari Tiga Pilar Kemitraan berkaitan dengan Hari Antikorupsi (2005)
- Alumnus Teladan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam Rangka Dies Natalis ke-56, Yogyakarta (2005)
- World Entrepreneur of the Year Academy 2006 dari Ernst & Young, Monaco (2006)
- Lifetime Achievement Award dari Bank BRI (2007)
- Tokoh Pers Peduli Seni dan Budaya berkaitan dengan Hari Pers Nasional oleh Kelompok Pekerja Seni Pecinta Sejarah (KPSPS) (2008)
- Lifetime Achievement Award dari PWI (2008)
- The Order of The Rising Sun dan Gold Rays with Neck Ribbon dari Pemerintah Jepang (2009)
- Soegeng Sarjadi Award on Lifetime Achievement dari Ketua Dewan Pendiri Soegeng Sarjadi School of Government Soegeng Sarjadi (2010)
- Achievement Award dari Ikapi (2010)
- Medali Emas Spirit Jurnalisme dari Komunitas Hari Pers Nasional (2011)
- Penghargaan Ciputra Award, kategori sosial. Jakob Oetama menerima penghargaan atas komitmennya terhadap kewirausahaan untuk masa depan bangsa, melalui media Kompas yang dipimpinnya (2011)
- BNSP Life Achievement Award 2011 sebagai Tokoh Media Badan Nasional Sertifikasi Profesi (2011)
- Penghargaan Maecenas Teater Indonesia Federasi Teater Indonesia (2012)
- Asia Communication Award dari Asian Media Information and Communication Centre (AMIC) dalam Pencapaian luar biasa dalam bidang jurnalisme cetak dan pengembangan media (2013)
- Lifetime Award dari Asian Publishing Convention sebagai tokoh berdedikasi dan berprestasi dalam mengembangkan media (2013)
- Life Time Achievement Award dari Tahir Foundation kategori Kepemimpinan Bisnis (2015)
- Lifetime Achievement Award dari SPS sebagai tokoh pers berusia 70 tahun ke atas yang dipandang berjasa dan berkontribusi nyata bagi pertumbuhan dan perkembangan industri media cetak nasional dan asosiasi (2017)
- Penghargaan Achmad Bakrie XVII, Jakob Oetama dinilai bisa mengembangkan sistem jurnalisme yang memungkinkan bertahan di masa pemerintahan otoriter (2019)
Penghargaan
Jakob Oetama mendapat sejumlah penghargaan berkat dedikasinya pada dunia pendidikan, bisnis, dan perkembangan pers nasional. Penghargaan pertama didapatnya adalah Bintang Mahaputera Utama dari Pemerintah RI yang diberikan langsung Presiden Soeharto pada 21 Mei 1973. Penghargaan itu diberikan atas jasanya dalam pemikiran maupun usaha-usaha nyata bagi pembaharuan dan pembangunan masyarakat.
Bintang Mahaputra kelas II dan III, presiden Soeharto Senin 21 Mei akan menyematkan Bintang Mahaputra kelas II dan III kepada sejumlah tokoh Dari bidang Ilmu pengetahuan, pers dan tokoh tokoh politik. Tokoh pers termasuk Pemimpin Redaksi Kompas Jakob Oetama dan Pemimpin redaksi Pedoman Rosihan Anwar. Judul Amplop: Pemberian Bintang Jasa
Di bidang pendidikan, ia mendapat penghargaan antara lain Doktor ”honoris causa” dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (2003) dan Doktor “honoris causa” dari Universitas Sebelas Maret, Surakarta (2014). Ia juga mendapat penghargaan sebagai Alumnus Teladan oleh Universitas Gadjah Mada (2005), kemudian Achievement Award dari Ikapi karena Kompas Gramedia menjadi bagian kehidupan literasi dalam mengembangkan minat baca masyarakat dan kemajuan perbukuan di Indonesia.
Di bidang pers, ia juga mendapat banyak penghargaan antara lain Lifetime Achievement Award dari PWI ( 2008 ), Medali Emas Spirit Jurnalisme dari Komunitas Hari Pers Nasional ( 2011 ), Lifetime Award dari Asian Publishing Convention sebagai tokoh berdedikasi dan berprestasi dalam mengembangkan media (2013), dan Lifetime Achievement Award dari SPS sebagai tokoh pers berusia 70 tahun ke atas yang dipandang berjasa dan berkontribusi nyata bagi pertumbuhan dan perkembangan industri media cetak nasional (2017).
Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama menerima penghargaan Lifetime Achievement Award dari Direktur Utama Bank BRI Sofyan Basir di The Dharmawangsa Hotel, Jakarta, Rabu (5/12), atas jasa-jasanya dalam menyumbangkan banyak pemikiran bagi kemajuan bangsa melalui media.
Penghargaan terakhir di bidang pers yang didapat adalah Penghargaan Achmad Bakrie XVII pada tahun 2019. Jakob Oetama dinilai bisa mengembangkan sistem jurnalisme yang memungkinkan bertahan di masa pemerintahan otoriter.
Adapun di bidang bisnis dan manajemen, penghargaan yang didapat sepanjang kariernya di bisnis media antara lain Chief Executive Officer (CEO) Terbaik Tahun 2003 dari Majalah SWA,
Entrepreneur of The Year dari Ernst & Young (2005), Ciputra Award, kategori sosial atas komitmennya terhadap kewirausahaan untuk masa depan bangsa, serta Life Time Achievement Award dari Tahir Foundation kategori Kepemimpinan Bisnis (2015).
Tak hanya dari dalam negeri, Jakob Oetama juga mendapat penghargaan internasional yakni World Entrepreneur of the Year Academy 2006 bersama 35 pengusaha dari 32 negara yang diberikan Ernst & Young (E&Y), di Monte Carlo, Monaco. Penghargaan internasional lain yang didapat Jakob Oetama adalah bintang jasa The Order of The Rising Sun dan Gold Rays with Neck Ribbon 2009 atas jasanya dalam meningkatkan hubungan Jepang dan Indonesia.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution (kanan) menyerahkan penghargaan The Indonesia Enterpreneur Of The Year 2005 kepada Pimpinan Kelompok Kompas Gramedia Jakob Oetama, Kamis (24/11) di Hotel Mulia Jakarta. Penghargaan diberikan lembaga internasional
Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama menyampaikan pidato “Antara Jurnalisme Fakta dan Jurnalisme Makna” di hadapan sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) dan para undangan yang hadir di Balai Senat UGM, Kamis (17/4/2003). Jakob Oetama mendapat gelar doktor honoris causa dalam bidang komunikasi dari universitas itu.
Jurnalisme Makna
Pencarian makna berita serta penyajian makna berita merupakan pekerjaan rumah dan tantangan media massa. Jurnalisme dengan pemaknaan itulah yang diperlukan bangsa sebagai penunjuk jalan bagi penyelesaian persoalan-persoalan genting bangsa ini.
Hal itu dikemukakan Jakob Oetama, dalam pidato promosi untuk memperoleh gelar doktor honoris causa (HC) di bidang komunikasi dari Universitas Gadjah Mada pada 2003 silam.
“Reportase faktual yang memisahkan fakta dan opini ini berkembang sebagai reportase interpretasi, reportase yang mendalam, yang investigatif dan yang komprehensif. Reportase yang bukan sekadar fakta menurut urutan kejadiannya, bukan fakta secara linier, melainkan fakta yang mencakup. Disertai latar belakang, proses dan riwayatnya. Dicari interaksi tali-temalinya. Diberi interpretasi atas dasar interaksi fakta dan latar belakangnya. Ditemukan variabel-variabelnya. Dengan cara itu berita bukan sekadar informasi tentang fakta. Berita sekaligus menyajikan interpretasi akan arti dan makna peristiwa” kata Jakob.
Dalam jurnalisme makna, menurut Jakob yang dicari bukan sekadar fakta dan masalah yang tampak, melainkan latar belakang, riwayat, dan prosesnya, serta hubungan kausal ataupun hubungan interaktif. Setelah mengetahui makna, dan tahu duduknya perkara, pencarian dan pendekatan solusi perlu dipaparkan dengan pendekatan yang bermuatan keadilan, persamaan, serta pembelaan kepada yang lemah dan kepada yang banyak.
Menurut Jakob, berlaku suatu jurnalisme yang memiliki objektivitas yang subyektif. Subyektif artinya secara serius, secara jujur, secara benar, secara profesional mencoba mencari tahu secara selengkap-lengkapnya, mengapa peristiwa itu terjadi dan apa arti dan maknanya. Cara kerja jurnalisme yang ber-obyektivitas subyektif bukan saja terikat dan wajib mematuhi kode perilaku dan kode kerja wartawan, tapi juga ada hal-hal lain yang perlu dimiliki wartawan secara individual, secara kolegial dan secara bersama dalam lembaga tempat mereka bekerja.
Oleh karena itu, pencarian makna lewat karya jurnalistik tidak berhenti sampai sekadar laporan. Namun, laporan komprehensif yang berusaha memaparkan seluruh persoalan berikut aneka macam latar belakang, interaksi, serta prosesnya.
Laporan jurnalistik bermakna membutuhkan sosok wartawan yang berpikir dan merasa, yang rasional sekaligus sensitif, yang berdedikasi kepada dunia obyektif di luar ”sana” dan kepada dunia subyektif di dalam ”sini”. Sikap dan cara kerja yang dibutuhkan adalah cara kerja bebas dan independen tetapi disertai pertimbangan akal sehat, kepekaan, serta komitmen. Atau seperti dilukiskan dengan indah oleh Paul Tillich (The Courage to be, Fontana Library 1952), “Orang hidup dalam makna artinya hidup di atas validitas yang lengkap, yakni validitas akal sehat, estetis, etik, dan religius” (Kompas, 2/5/2003).
Referensi
- St. Sularto. 2011. Syukur Tiada Akhir. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Biodata
Nama
Dr. (H.C.) Jakob Oetama
Lahir
Desa Jowahan, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, 27 September 1931
Jabatan
Pemimpin Umum Harian Kompas (1980–2020)
Pendidikan
- SR dan SMP Pangudi Luhur Boro, Kulonprogo, Yogyakarta (1945)
- SMA Seminari, Yogyakarta (1951)
- Jurusan B1 Ilmu Sejarah, Jakarta (1956)
- Perguruan Tinggi Publisistik, Jakarta (1959)
- Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta (1961)
Karier
Lembaga swasta
- Redaktur Mingguan Penabur (1956–1963)
- Pendiri Majalah Intisari (1963)
- Pendiri Surat Kabar Harian Kompas (1965)
- Pemimpin Redaksi Majalah Intisari (1963)
- Presiden Direktur PT Gramedia Multi Utama (Gramedia Group) (1980)
- Direktur Impor PT Inpers (1980)
- Komisaris PT Dasar Utama Pers (1980)
- Pemimpin Redaksi Harian Kompas (1965–2000)
- Pemimpin Umum Harian Kompas (1980–2020)
Legislatif
- DPR dari Karya Pembangunan (Golkar) (1966–1971)
- DPR dari Karya Pembangunan (Golkar) (1971–1976)
- DPR dari Karya Pembangunan (Golkar) (1977–1982)
- MPR dari Utusan Daerah (1987–1992)
- MPR dari Utusan Daerah (1992–1997)
- MPR dari Utusan Daerah (1997–1999)
Akademis
- Guru SMP Mardi Yuwana, Cipanas (1952–1953)
- Guru Sekolah Guru Bantu (SGB), Bogor (1953–1954)
- Guru SMP Van Lith, Jakarta (1954–1956)
- Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), Jakarta
Kiprah Organisasi
- Ketua Serikat Penerbit Suratkabar (SPS)
- Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) (1965–1969)
- Ketua Pembina Pengurus Pusat PWI (1973)
- Penasehat Konfederasi Wartawan ASEAN (1974)
- Ketua Organisasi/Manajemen SPS Pusat (1980)
- Ketua Bidang Pendidikan SGP (1981)
- Bendahara Yayasan Obor Indonesia (1981)
- Komisaris Dewan Penyantun Lembaga Bantuan Hukum (LBH) (1981)
Penghargaan
- Bintang Mahaputera Utama dari Pemerintah RI (1973)
- Wira Karya Kencana dari Kantor Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN, karena dianggap telah Berjasa dalam Gerakan KB Nasional (1994)
- Chief Executive Officer (CEO) Terbaik Tahun 2003 dari majalah SWA, Synovate Research Reinvented, dan Dunamis (2004)
- Entrepreneur of The Year dari Ernst & Young (2005)
- Penghargaan dari Tiga Pilar Kemitraan berkaitan dengan Hari Antikorupsi (2005)
- Alumnus Teladan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam Rangka Dies Natalis ke-56, Yogyakarta (2005)
- World Entrepreneur of the Year Academy 2006 dari Ernst & Young, Monaco (2006)
- Lifetime Achievement Award dari Bank BRI (2007)
- Tokoh Pers Peduli Seni dan Budaya berkaitan dengan Hari Pers Nasional oleh Kelompok Pekerja Seni Pecinta Sejarah (KPSPS) (2008)
- Lifetime Achievement Award dari PWI (2008)
- The Order of The Rising Sun dan Gold Rays with Neck Ribbon dari Pemerintah Jepang (2009)
- Soegeng Sarjadi Award on Lifetime Achievement dari Ketua Dewan Pendiri Soegeng Sarjadi School of Government Soegeng Sarjadi (2010)
- Achievement Award dari Ikapi (2010)
- Medali Emas Spirit Jurnalisme dari Komunitas Hari Pers Nasional (2011)
- Penghargaan Ciputra Award, kategori sosial. Jakob Oetama menerima penghargaan atas komitmennya terhadap kewirausahaan untuk masa depan bangsa, melalui media Kompas yang dipimpinnya (2011)
- BNSP Life Achievement Award 2011 sebagai Tokoh Media Badan Nasional Sertifikasi Profesi (2011)
- Penghargaan Maecenas Teater Indonesia Federasi Teater Indonesia (2012)
- Asia Communication Award dari Asian Media Information and Communication Centre (AMIC) dalam Pencapaian luar biasa dalam bidang jurnalisme cetak dan pengembangan media (2013)
- Lifetime Award dari Asian Publishing Convention sebagai tokoh berdedikasi dan berprestasi dalam mengembangkan media (2013)
- Life Time Achievement Award dari Tahir Foundation kategori Kepemimpinan Bisnis (2015)
- Lifetime Achievement Award dari SPS sebagai tokoh pers berusia 70 tahun ke atas yang dipandang berjasa dan berkontribusi nyata bagi pertumbuhan dan perkembangan industri media cetak nasional dan asosiasi (2017)
- Penghargaan Achmad Bakrie XVII, Jakob Oetama dinilai bisa mengembangkan sistem jurnalisme yang memungkinkan bertahan di masa pemerintahan otoriter (2019)
Karya
Publikasi
- “Antara Jurnalisme Fakta dan Jurnalisme Makna”, pidato promosi untuk Anugerah Doktor Honoris Causa UGM, 2003
Sumber
Litbang Kompas