Fakta Singkat
Nama Lengkap
Prof. Dr. Amin Soebandrio, Ph.D., Sp.MK
Lahir
Semarang, 2 Juli 1953
Almamater
Osaka University/Kobe University
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jabatan Terkini
Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (sejak 2014)
Amin Soebandrio menjadi sosok penting dalam dunia penelitian ilmu kedokteran, khususnya bidang mikrobiologi klinik. Kepakarannya sangat dibutuhkan dalam banyak kesempatan ketika Indonesia harus mengatasi serangan virus SARS, flu burung, dan terakhir Covid-19.
Selain itu, kemajuan teknologi biologi molekuler yang demikian cepat mendorong pemerintah untuk memastikan diri tidak tertinggal dari negara-negara lain. Riset genom dan sel punca, menjadi sebagian fokus kerja Lembaga Biologi Molekular (LBM) Eijkman yang dipimpin Amin sejak 2014.
Amin dipercaya memegang posisi pucuk pimpinan lembaga penelitian yang ada di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek) ini bukanlah kebetulan. Sejak tahun 2000 Amin sudah membantu Pemerintah dalam berbagai posisi pakar di Kemristek. Amin juga berhasil memimpin beberapa komisi nasional pengendalian penyakit akibat virus.
Pendidikan Spesialis
Amin Soebandrio lahir di Semarang, Jawa Tengah pada 2 Juli 1953. Setelah lulus dari SMA Kolese Kanisius Jakarta pada tahun 1971, Amin melanjutkan pendidikan ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan lulus pada tahun 1977. Gelar PhD Immunogenetics dia dapatkan dari Osaka University dan Kobe University di tahun 1988. Sedangkan gelar Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik diraih pada tahun 1992 dari kampus UI.
Penelitiannya yang bertajuk “Pengendalian Infeksi: Peran Strategis Dalam Pelayanan Rumah Sakit” mengantarkannya menjadi Guru Besar tetap dalam Ilmu Mikrobiologi Klinik FKUI pada Juni 2004. Tidak hanya di dalam negeri, kiprah akademisnya yang cemerlang membawa Amin mendapat gelar sebagai Profesor Kehormatan di University of Sydney Medical School, Australia (2014).
Sebagai peneliti, Amin pakar dalam bidang virus dan bakteri penyebab penyakit infektif, baik yang endemik di negeri ini maupun yang masuk dari negara lain. Sebut saja diantaranya demam berdarah, malaria, tuberculosis, AIDS, Zika, SARS, dan flu burung. Kompetensi ini membuatnya mendapat bantuan dana riset dari lembaga internasional. Diantaranya penelitian yang berjudul Development of Immuno-assay for DHF dari Ford Foundation/LPUI (1990) dan Diagnosic of Hepatitis C Virus dari Kyokuto/Research Insitute for Biological Sciences Japan (1997).
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA (JOG)
Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio memberi penjelasan tentang keberadaan virus zika di Indonesia dan perkembangannya dalam acara “Diskusi Panel Virus Zika” yang diselenggarakan di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Kamis (17/2), di Jakarta.
Karier
Setelah meraih gelar dokter spesialis di bidang Mikrobiologi Klinik dari Fakultas Kedokteran UI, Amin diangkat menjadi Kepala Satuan Medis Fungsional Mikrobiologi Klinik di RS Cipto Mangunkusumo (1996-2000). Amin menaruh minat yang besar pada bidang mikrobiologi. Di tengah kesibukannya menjadi pengajar tetap di Universitas Indonesia dengan program studi Ilmu Kedokteran Dasar (S-3), dia juga menjabat sebagai Guru Besar di Fakultas Kedokteran UI sejak tahun 2004.
Pada tahun 2014, Amin ditunjuk menjadi Direktur LBM Eijkman hingga saat ini. LBM Eijkman adalah lembaga penelitian pemerintah yang bergerak di bidang biologi molekuler dan bioteknologi kedokteran. Lembaga ini bernaung di bawah Kemristek.
Keterkaitan Amin dengan Kemristek telah terjadi sejak tahun 2000, saat pertama kali dia ditunjuk sebagai Asisten Deputi Bidang Perkembangan Ilmu Kedokteran dan Kesehatan. Sejak itu, berbagai posisi dipercayakan pada Amin. Bahkan, Amin juga masuk dalam Dewan Riset Nasional.
Sejumlah proyek strategis menempatkan Amin di posisi komando. Diantaranya sebagai Ketua Panel Ahli Komisi Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (2006-2009), Ketua Panel Ahli Komisi Nasional Pengendaliant Zoonosis (2011-2016), dan terakhir Anggota Tim Pakar Medis Gugus Tugas Covid-19 (2020).
Nama Amin Soebandrio sendiri ada di berbagai lembaga atau organisasi kepakaran kesehatan. Sebut saja Ikatan Dokter Indonesia, Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia, Asosiasi Sel Punca Indonesia Indonesia, Country Representative Asia Pacific for Society Microbiology, dan Asia Partnership on Emerging Infectious Disease Research.
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio berfoto bersama dengan Dekan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Unsoed Saryono, Deputi Kepala Bidang Riset Translasional Lembaga Biologi Molekuler Eijkman David M, Dekan Fakultas Biologi Unsoed Imam Widhiono, serta Dekan Fakultas Kedokteran Fitranto Aryadi (kiri ke kanan), Rabu (31/7/2019).
- Satyalancana Wirakarya (2002)
- Satyalancana Pembangunan (2000)
- Dosen Teladan III Tingkat Nasional (1995)
- Dosen Teladan I, Universitas Indonesia (1995)
- Peneliti Terbaik Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia (1993)
Penghargaan
Kecintaan dan totalitasnya di dunia penelitian medis memberikan hasil yang berdampak penting, dari lingkup lingkungan kerja hingga negara. Di ranah akademis Amin menjadi panutan karena performanya sebagai pengajar dan peneliti. Bagi Universitas Indonesia tempatnya mengabdi, Amin adalah Peneliti Terbaik Fakultas Kedokteran (1993) dan Dosen Teladan I (1995). Adapun di tingkat nasional Amin Soebandrio terpilih menjadi Dosen Teladan III (1995).
Tidak hanya menjadi teladan bagi akademisi, sumbangsihnya yang besar bagi negara membuat Amin mendapat dua penghargaan Satyalancana. Penghargaan ini diberikan kepada tokoh-tokoh yang berjasa membuat karya yang berguna bagi bangsa. Pada tahun 2000, Amin dianugerahi Satyalancana Pembangunan dan dua tahun kemudian Satyalancana Wirakarya. Penghargaan tersebut membuktikan pengakuan negara atas baktinya bagi Indonesia.
Panggilan Penelitian
Pada tahun 2018, Amin Soebandrio mengingatkan bahwa seiring mobilitas penduduk dan pesatnya teknologi transportasi, penyakit berpotensi wabah bisa muncul di mana saja. Setiap negara tak bisa mengabaikan wabah penyakit yang terjadi di negara lain (Kompas, 14 Februari 2018).
Dua tahun kemudian, Amin terlibat aktif untuk mengendalikan penyakit Covid-19 yang diakibatkan virus korona jenis baru yang penyebarannya menunggangi mobilitas penduduk. Penyakit yang sudah menjadi pandemi dunia ini menantang para peneliti, khususnya mikrobiologi dan bio molekuler untuk menemukan obatnya.
Pengalaman panjang sebagai peneliti dengan kepakaran yang langka dan dengan posisi sebagai Direktur LBM Eijkman, Amin ikut ditantang untuk menemukan vaksin Covid-19. Apalagi, LBM Eijkman menguasai teknologi terkini bio molekuler.
Penulis: Susy Sartika Rumbo/Sugihandari
Editor: Dwi Erianto
Biodata
Nama
Lahir
Jabatan
: Prof. Dr. Amin Soebandrio, Ph.D., Sp.MK
: Semarang, 2 Juli 1953
: Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (sejak 2014)
Pendidikan
- Sarjana Strata 1, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta (1977)
- Ph.D bidang Immunogenetics, Osaka University/Kobe University, Jepang (1988)
- Spesialis Mikrobiologi Klinik, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta (1992)
Karier
Kementerian
- Asisten Deputi Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bidang Perkembangan Ilmu Kedokteran dan Kesehatan (2000-2005)
- Staf Ahli Menristek Bidang Makanan dan Kesehatan (2007-2008)
- Deputi Menristek Bidang Pengembangan Sistem Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (2008-2010)
- Staf Ahli Menristek Bidang Kesehatan dan Obat (2009-2013)
Komisi Nasional dan Lembaga Khusus
- Ketua Komisi Teknis Kesehatan dan Obat, Dewan Riset Nasional (2005-2011)
- Ketua Panel Ahli Komisi Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (2006-2009)
- Ketua Panel Ahli Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis (2011-2016)
- Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (2014-sekarang)
- Anggota Tim Pakar Medis Gugus Tugas Covid-19 (12 April 2020-sekarang)
Akademis dan Medis
- Kepala Satuan Medis Fungsional Mikrobiologi Klinik, RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo (1996-2000)
- Konsultan Mikrobiologi Klinik, Grup RS Pondok Indah (2000-sekarang)
- Guru Besar Ilmu Mikrobiologi Klinik, Fakultas Kedokteran UI (2004-sekarang)
- Profesor Kehormatan di University of Sydney Medical School, Australia (2014-sekarang)
Kiprah Organisasi
- Anggota Dewan Pakar Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (2009-2012)
- Ketua Dewan Ilmiah Asosiasi Sel Punca Indonesia/ASPI (2011)
- Ketua Dewan Juri Indonesia Biocamp (2013)
- Dewan Penasihat Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia/Permi (2015-2019)
- Ketua Dewan Juri Ristek-Kalbe Science Awards/RKSA (2016)
- Komisi Pengarah Asia Partnership on Emerging Infectious Disease Research/APEIR (2016)
Penghargaan
- Peneliti Terbaik Fakultas Kedokteran UI (1993)
- Dosen Teladan I Universitas Indonesia dan Dosen Teladan III Nasional (1995)
- Satyalancana Pembangunan (2000)
- Satyalancana Wirakarya (2002)
Sumber: Litbang Kompas