KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSO
Kayan (27), perajin mebel, tengah menata lembaran komponen furnitur di salah satu ruang pamer mebel perabot di Desa Petekeyan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Selasa (3/10/2017). Industri mebel Jepara saat ini tengah dihadapkan persoalan regenerasi perajin akibat maraknya industri manufaktur yang banyak menyerap tenaga kerja. Nilai ekspor Jepara sebesar Rp 2 triliun, menyumbang 10 persen dari total ekspor furnitur nasional sekitar Rp 20 triliun.
Fakta Singkat
Potret dan kontribusi industri furnitur
- PDB industri furnitur 2021: Rp42,17 triliun
- Pertumbuhan PDB industri furnitur 2021: 8,16 persen
- Rata-rata nilai investasi industri furnitur 2015-2021: Rp1,19 triliun
- Kontribusi terhadap PDB industri nonmigas 2021: 1,4 persen
- Serapan tenaga kerja langsung: 805.978 orang
- Serapan tenaga kerja tidak langsung: 2,5 juta orang
- Nilai ekspor furnitur Indonesia 2021: 2,88 miliar dollar AS
- Nilai impor furnitur Indonesia 2021: 680 juta dollar AS
Peluang industri furnitur
- Peluang di pasar global masih terbuka
- Penduduk meningkat
- Keunggulan komparatif
- Ketersediaan bahan baku
Tantangan
- Keterbatasan bahan baku kayu dan rotan
- Disain
- Permodalan
- Mesin peralatan kerja
- Logistik
- Pemasaran/promosi
Industri furnitur termasuk industri strategis dalam berbagai sisi. Tak hanya menghasilkan devisa bagi negara, industri ini sekaligus bernilai tambah tinggi. Dengan rantai nilai yang panjang dan penggunaan sumber daya, industri ini mampu menghasilkan produk jadi yang bernilai tambah tinggi.
Tak hanya itu. Industri ini juga menyerap banyak tenaga kerja dan termasuk dalam industri padat karya. Industri ini menciptakan efek pengganda yang luas bagi industri lainnya karena menggerakkan sektor industri lainnya melalui produk bahan baku dan bahan pendukung yang dibutuhkan dalam menghasilkan produk furnitur.
Kemampuan industri furnitur dalam berkontribusi pada perekonomian diperkirakan akan makin kuat. Tidak hanya ditunjukkan oleh pertumbuhannya yang melampaui pertumbuhan ekonomi nasional, namun juga dibuktikan dengan kontribusinya pada industri pengolahan nonmigas yang menguat.
Di tingkat global, industri furnitur Indonesia masih belum memperlihatkan posisi yang unggul. Masih ada beragam tantangan yang dihadapi industri ini agar berdaya saing tinggi di tingkat dunia.
KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSO
Sejumlah remaja belajar mengukir di salah satu industri ukir kayu Jepara di Desa Tahunan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Selasa (3/10/2017). Industri mebel Jepara saat ini tengah dihadapkan persoalan regenarasi perajin akibat maraknya industri manufaktur yang banyak menyerap tenaga kerja. Nilai ekspor Jepara sebesar Rp 2 triliun, menyumbang 10 persen dari total ekspor furnitur nasional sekitar Rp 20 triliun.
Potret dan kontribusi industri furnitur terhadap perekonomian
Industri furnitur nasional terus tumbuh dan berkembang. Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) industri furnitur cukup tinggi, bahkan melebihi pertumbuhan PDB nasional dan PDB industri pengolahan nonmigas.
Tercatat pada 2021, pertumbuhan PDB industri furnitur secara tahunan mencapai 8,16 persen. Pertumbuhan tersebut melampaui pertumbuhan industri pengolahan nonmigas yang mencapai 3,67 persen maupun pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 3,69 persen.
Pada tahun yang sama, industri furnitur berada di urutan tertinggi kelima di antara industri lain dalam industri pengolahan non-migas. Posisi tersebut mengalahkan industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki; industri makanan dan minuman, bahkan jauh di atas industri tekstil.
Selaras dengan pertumbuhan PDB industri furnitur, tren realisasi investasi sektor industri juga meningkat selama tujuh tahun terakhir. Rata-rata nilai investasi industri furnitur pada periode 2015-2021 sebesar Rp1,19 triliun.
Nilai tertinggi dicapai pada 2019 yang mencapai Rp 2,29 triliun. Pada triwulan I 2022, investasi PMA pada industri furnitur meningkat hingga 188 persen dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2021.
Nilai PDB Industri Furnitur dan Kontribusinya terhadap PDB Industri Pengolahan Nonmigas
Tahun |
PDB Industri Furnitur (Rp triliun) |
Kontribusi terhadap PDB Industri Nonmigas (%) |
2012 |
22,49 |
1,45 |
2013 |
24,93 |
1,47 |
2014 |
28,12 |
1,49 |
2015 |
31,34 |
1,49 |
2016 |
32,12 |
1,42 |
2017 |
33,85 |
1,39 |
2018 |
35,49 |
1,36 |
2019 |
39,24 |
1,41 |
2020 |
38,65 |
1,40 |
2021 |
42,17 |
1,43 |
Tw I 2022 |
11,04 |
1,41 |
Sumber: BPS, diolah Pusdatin Kemenperin
Kontribusi industri furnitur terhadap pertumbuhan sektor industri pengolahan non-migas dalam beberapa tahun terakhir menanjak seiring dengan peningkatan nilai dan pertumbuhan PDB-nya. Jika pada 2018 kontribusi PDB-nya baru mencapai 1,36 persen, kemudian menguat menjadi 1,41 persen pada 2019, dan sedikit menurun pada 2020 karena terjadi pandemi Covid-19 menjadi 1,40 persen. Namun kemudian meningkat mencapai 1,43 persen pada tahun 2021, dan pada triwulan I 2022 kontribusinya baru sebesar 1,41 persen.
Pada sektor industri furnitur, saat ini terdapat 1.114 perusahaan yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, dengan jumlah kapasitas produksi sebesar 2,9 juta ton per tahun.
Industri furnitur termasuk industri yang menyerap banyak tenaga kerja. Tercatat 2019, total tenaga kerja yang terserap industri furnitur mencapai 805.978 orang, sempat mengalami penurunan pada tahun 2020 akibat dampak dari covid-19 baik yang sementara tidak bekerja maupun karena pengurangan jam kerja. Namun kembali menunjukkan peningkatan sehingga tenaga kerja pada industri furnitur menjadi 843.940 orang pada tahun 2021.
Pada tahun 2021, porsi penyerapan tenaga kerja oleh industri furnitur mencapai 0,64 persen dari seluruh sektor atau industri yang ada. Porsi penyerapan tersebut merupakan urutan keenam terbesar dalam industri pengolahan nonmigas. Posisi tenaga kerja industri furnitur tersebut mengalahkan industri lainnya dan industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki, termasuk sepatu.
HIMKI mencatat tenaga kerja tidak langsung pada industri furnitur mencapai sekitar 2,5 juta orang dan diperkirakan akan terus meningkat. Diperkirakan setiap kenaikan nilai ekspor furnitur sebesar 1 miliar dollar AS, berpotensi menambah tenaga kerja furnitur hingga 500 ribu orang.
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA
Warga negara Jerman melihat-lihat mebel di gudang PT Presiden Furniture, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Selasa (21/3/2017). Jelang musim panas, permintaan kerajinan mebel berbahan kayu jati dari sejumlah negara di Eropa mulai berdatangan. Jepara merupakan salah satu sentra seni kerajinan ukir dan mebel terbesar di Indonesia.
Ekspor impor produk furnitur
Mengacu kepada data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor produk furnitur Indonesia terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Bahkan pada tahun 2021, industri ini mengalami peningkatan nilai ekspor tertinggi dalam sejarah, yaitu mencapai 32,71 persen.
Tercatat nilai ekspor furnitur Indonesia pada 2021 sebesar 2,88 miliar dollar AS. Nilai tersebut merupakan puncak nilai tertinggi dalam sejarah dan lanjutan pertumbuhan secara berturut-turut selama lima tahun terakhir.
Perkembangan Ekspor Impor Furnitur
Tahun |
Ekspor (miliar dollar AS) |
Impor (miliar dollar AS) |
2014 |
1,77 |
|
2015 |
1,71 |
|
2016 |
1,62 |
|
2017 |
1,62 |
|
2018 |
1,70 |
|
2019 |
1,95 |
|
2020 |
2,17 |
|
2021 |
2,88 |
Sumber: BPS, diolah Pusdatin Kemenperin
Amerika Serikat merupakan pasar tujuan ekspor terbesar produk furnitur Indonesia. Pada tahun 2021, porsi ekspor furnitur Indonesia ke Amerika Serikat mencapai 60 persen dari total furnitur Indonesia. Disusul ekspor ke Jepang sebesar 6,1 persen, Belanda 4,34 persen, Jerman 3,35 persen, dan Jepang sebesar 3,18 persen.
Dari sisi bahan baku, nilai ekspor furnitur Indonesia terbesar berupa produk yang berbahan baku kayu. Pada tahun 2021, ekspor produk furnitur berbahan kayu porsi nilainya mencapai 69 persen dari total ekspor. Sedangkan dari bahan baku rotan/bambu, ekspornya sebanyak 7 persen dari total nilai ekspor furnitur, furnitur berbahan logam sebanyak 6 persen, berbahan plastik 3 persen, dan selebihnya dari furnitur berbahan lainnya.
Di tingkat global, peringkat ekspor furnitur Industri masih berada di urutan ke-17 pada tahun 2021. Pangsa pasarnya sebesar 1,19 persen. Indonesia masih kalah bersaing dengan beberapa negara kawasan, seperti Vietnam yang berada pada posisi kedua, dan Malaysia yang berada pada urutan ke-12.
Sementara China masih menempati urutan teratas dengan pangsa pasar mencapai 32,86 persen. Disusul Vietnam, Polandia, Jerman, dan Italia dengan pangsa pasar masing-masing 8,48 persen, 6,83 persen, 6,77 persen, dan 6,10 persen.
Di sisi impor, Indonesia juga mengalami peningkatan impor furnitur. Dalam lima tahun terakhir, hanya satu kali impor furnitur yang mengalami penurunan, yaitu pada tahun 2020 (-14,64 persen) ketika Covid-19 melanda Indonesia. Bahkan pada tahun 2021, impor furnitur Indonesia meningkat tajam hingga hampir 40 persen, mencapai 680 juta dollar AS.
Nilai impor furnitur terbesar berupa produk Furnitur dan Bagiannya (HS 9403) mencapai 55,5 persen. Sedangkan impor berupa aneka Kursi (HS 9401) mencapai 39,5 persen dari total impor furnitur.
Kenaikan nilai impor furnitur Indonesia paling tinggi berdasarkan bahan bakunya terjadi pada Furnitur Bahan Lainnya yang melonjak 60,5 persen pada tahun 2021. Kenaikan impor tertinggi lainnya, berupa impor furnitur berbahan baku plastik yang menguat mencapai 44,2 persen, furnitur berbahan baku logam yang menanjak 44,1 persen, furnitur bahan rotan atau bambu yang bertambah 33,4 persen, dan furnitur berbahan baku kayu dengan peningkatan 23,5 persen.
Negara pemasok furnitur ke Indonesia paling besar adalah China, yang pada tahun 2021 mencapai sekitar 78,2 persen dari total impor furnitur Indonesia. Produk impor furnitur Indonesia lainnya berasal dari Thailand yang porsinya mencapai 6,0 persen, Jepang 4,2 persen, Malaysia 1,9 persen, Singapura 1,8 persen, dan Vietnam 1,6 persen.
Porsi pasokan furnitur dari China yang mendominasi memang telah berlangsung lama, setidaknya setelah dimplementasikannya perjanjian pasar bebas ASEAN– China Free Trade Agreement (ACFTA) pada tahun 2010.
Dengan perjanjian dagang dengan China ini, maka berlaku tarif nol persen terhadap produk barang dan jasa dari China ke negara ASEAN termasuk Indonesia, begitu pula sebaliknya. Produk impor asal China yang memang telah dikenal diproduksi secara efisien telah mengalahkan harga produk serupa dan memenuhi pasar di dalam negeri.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Perajin memperbaiki mebel bekas di sentra penjualan mebel bekas di Dupak Rukun, Surabaya, Selasa (11/12/2018). Setelah di restorasi mebel-mebel yang sebagian besar mebel jenis jengki kembali mempunyai nilai tinggidan dijual hingga jutaan rupiah.
Peluang industri furnitur
Industri furnitur Indonesia berpotensi terus berkembang baik di tingkat global maupun domestik. Sejumlah hasil kajian menunjukkan adanya peluang bagi industri furnitur di tanah air dalam mengisi pasar global.
Centre for Industrial Studies (CSIL) memperkirakan konsumsi furnitur global pada tahun 2022 akan tumbuh sebesar 3,9 persen. Pertumbuhan ini akan diangkat oleh kebijakan stimulus Recovery and Resilience Facility di Uni Eropa.
Hasil studi CSIL diperkuat juga oleh Consumer Market Outlook yang dikeluarkan oleh Statista, yang memperkirakan pendapatan industri furnitur global akan terus meningkat secara konsisten dari 1,3 triliun dollar AS pada tahun 2020 menjadi 1,6 triliun USD dollar AS pada tahun 2025
Selain peluang di pasar global, pasar dalam negeri juga memberikan kesempatan yang relatif luas. Pasar domestik dengan jumlah penduduk yang relatif banyak, menjadi target pasar yang menjanjikan, bahkan juga menjadi sasaran produk furnitur dari negara lain yang kini makin banyak jumlah dan ragamnya.
Apalagi dengan mulai menggeliatnya perekonomian Indonesia saat ini, diharapkan kemampuan masyarakat untuk belanja furnitur dapat kembali meningkat. Aktivitas masyarakat yang telah dilonggarkan dengan mobilitas yang makin tinggi, dapat meningkatkan kebutuhan furnitur di berbagai tempat, sebagai sarana berlangsungnya kegiatan berbagai tempat tersebut.
Telah dibukanya berbagai tempat atau kegiatan usaha akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendorong daya belinya. Terbukanya gedung perkantoran, tempat wisata, tempat hiburan, tempat pendidikan, hingga pabrik dan pusat-pusat perbelanjaan, diperkirakan akan dapat mendorong kembali permintaan furnitur dalam berbagai bentuk, sehingga menjadi peluang di dalam negeri bagi aneka jenis dan bentuk furnitur.
Peluang yang sama juga ditunjukkan oleh pasar ekspor dalam berbagai sisi. Dari sisi bahan baku dan kemampuan produksi, peluang ekspor produk furnitur Indonesia paling besar adalah produk furnitur berbahan baku dari kayu.
Dari sisi ketersediaan bahan baku, Indonesia memiliki keunggulan jumlah bahan baku dari kayu. Begitu pula dari sisi produksi, Indonesia memiliki pengalaman dan kemampuan memproduksi furnitur dari bahan baku kayu.
Industri furnitur Indonesia mempunyai beragam faktor penguat baik sebagai faktor keunggulan komparatif, maupun dalam upaya meningkatkan kemampuan industri furnitur dalam bersaing di pasar global.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Pekerja menata Kayu lapis yang menjadi bagian dan bahan di pabrik mebel Saniharto, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (22/6/2020). Selama masa pandemi, sektor industri furnitur menunjukkan pertumbuhan.
Tantangan industri furnitur
Perkembangan industri furnitur di Indonesia tak lepas dari beragam tantangan baik eksternal maupun internal. Secara eksternal, CSIL dalam laporannya berjudul “Outlook Furnitur Dunia 2023” menyebutkan adanya ketidakpastian ekonomi secara global pada tahun 2023.
CSIL menyebutkan ketidakpastian itu disebabkan oleh perang di Ukraina, kendala rantai pasokan, masalah logistik, dan tekanan inflasi yang kuat, bersama dengan devaluasi mata uang utama dalam kaitannya dengan mata uang dollar. Menurut CSIL, konsumsi furnitur dunia akan sedikit menurun secara riil pada tahun 2023, tetapi pertumbuhan akan berlanjut pada tahun 2024.
Di sisi internal, kondisi industri permebelan di Indonesia saat ini juga masih menghadapi beragam tantangan, baik dari sektor hulu, hilir maupun perdagangan. Sektor hulu utamanya menyangkut bahan baku kayu dan rotan yang berada dalam kondisi terbatas dan tidak mudah.
Sektor hilir berkaitan dengan produksi yang berhubungan dengan disain, permodalan dan mesin-mesin peralatan kerja. Di bagian perdagangan utamanya menyangkut permasalahan logistik dan pemasaran/promosi.
Kemenperin memetakan setidaknya ada sepuluh tantangan yang dihadapi oleh industri furnitur di Tanah Air. Pertama, makin tingginya impor furnitur. Di dalam negeri, produk impor memenuhi pasar Indonesia dengan kecenderungan impor furnitur yang makin meningkat kuat. Kedua, belum maksimalnya memanfaatkan perang dagang AS-China.
Ketiga, kekurangan bahan baku kayu. Minimnya pasokan jenis kayu dari kawasan hutan dan penyelundupan bahan baku kayu menjadi penyebab utama sulitnya mendapatkan bahan baku.
Keempat, kesulitan mendapatkan bahan baku rotan. Kebutuhan bahan baku rotan yang sekitar 40 ribu ton hingga 60 ribu ton per tahun sulit dipenuhi. Maraknya penyelundupan menjadi penyebab utamanya. Padahal potensi produksi rotan Indonesia saat ini mencapai 622 ribu ton per tahun.
Kelima, kendala bahan pendukung/penolong. Bahan pendukung termasuk komponen dan aksesoris masih banyak tergantung pada produk impor. Kebijakan Larangan Terbatas (Lartas) terhadap impor produk baja, terutama engsel, sekrup, mur, dan baut, menjadikan harga bahan pendukung relatif mahal.
Keenam, kurangnya dukungan pemasaran dan persaingan di pasar global. Dalam upaya melakukan penetrasi pasar, terutama melalui pameran, selama ini pemerintah belum dapat memfasilitasi kegiatan pameran internasional yang lebih luas jangkauan negaranya.
Selain itu, dari sisi ruang pamerannya, juga belum mampu menyediakan ruangan pameran internasional yang luasnya memadai untuk menampung produk dan kenyamanan pengunjung.
Ketujuh, biaya logistik furnitur yang tinggi. Produk furnitur yang ukurannya memerlukan ruang yang luas, membuat tingginya biaya logistik memberatkan daya saing di negara tujuan.
Data Ocean freight rate yang dihimpun HIMKI, pada Desember 2021, dari Indonesia menuju Eropa biayanya mencapai 15.000 dollar AS per 40” FCL, atau naik 900 persen dari harga normal sebelumnya yang sebesar 1.500 dollar AS.
Kedelapan, keterbatasan permesinan yang tepat guna. Tidak sedikit peralatan atau permesinan yang dimiliki oleh pelaku industri furnitur telah berumur tua atau sudah tidak mampu bekerja sesuai dengan tuntutan kualitas dan kecepatan. Kondisi tersebut tidak tepat guna sehingga tidak mampu bersaing baik dalam kualitas maupun harga jual produk.
Kesembilan, keterbatasan SDM yang terampil dan terstandar. Kondisi tersebut tidak dapat mendukung inovasi produk yang maksimal. Kesepuluh, infrastruktur dan kebijakan pembiayaan belum maksimal mendukung daya saing. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- “Tata Niaga Rotan: Menangis di Hulu, Menjerit Pula di Hilir”, Kompas, 18 Desember 2020, hlm. 01, 15
- “Ekspor Mebel Naik Pesat”, Kompas, 20 Mei 2021, hlm. 10
- “Mengoptimalkan Potensi Industri Furnitur Tanah Air”, Kompas, 02 Juli 2021, hlm. E
- “Ironi Ekspor Mebel di Tahun Pandemi”, Kompas, 27 Agustus 2021, hlm. F
- “Perindustrian: Industri Furnitur Perlu Optimalkan Pasar Lokal”, Kompas, 25 Agustus 2022, hlm. 10
- UU 3/2014 tentang Perindustrian
- PP 28/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian
- Permendag Nomor 64/M-DAG/PER/10/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan
- Permendag Nomor 35/M-DAG/PER/11/2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan
- Permendag Nomor 74/2020 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan
- Kementerian Perindustrian. Peran Strategis dan Potensi Penguatan Industri Furnitur Terhadap Perekonomian Nasional Buku Analisis Pembangunan Industri 2022. Pusdatin Kemenperin
- Salim, Zamroni; Munadi, Ernawati (ed.). 2017. Info Komoditi Furnitur. Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan
- Ekspor Industri Furnitur Naik 33 Persen, Terus Optimalkan Pasar Global, diakses dari https://kemenperin.go.id/
- Indonesia Butuh Kawasan Industri Furnitur, laman Kompas.id
- Mengoptimalkan Potensi Industri Furnitur Tanah Air, laman Kompas.id
- Industri Furnitur Perlu Optimalkan Pasar Dalam Negeri, laman Kompas.id
- Indonesia Potensial sebagai Penentu Tren Furnitur dan Kerajinan Dunia, laman Kompas.id
- Ekspor Furnitur Melejit Selama Pandemi Covid-19, laman Kompas.id
- Lemahkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu, Peraturan Menteri Perdagangan Dicabut, laman Kompas.id
- World Furniture Outlook 2023, diakses dari https://www.worldfurnitureonline.com/
Artikel terkait