Paparan Topik | Keterbukaan Informasi Publik

Pentingnya Memenuhi Hak Keterbukaan Informasi bagi Publik

Peringatan Hari untuk Tahu Internasional menjadi momentum melihat kembali keterbukaan informasi publik di Indonesia. Pemenuhan akan informasi publik menjadi salah satu bentuk pemenuhan hak asasi manusia.

Kompas/riza fathoni

Kampanye Keterbukaan Informasi Pelajar SMP membubuhkan tanda tangan di spanduk seruan ÓKeterbukaan InformasiÓ dalam rangka Hari Hak untuk Tahu Internasional, di Silang Monas, Jakarta, Sabtu (28/9/2013). Aksi simpatik yang diprakarsai Komisi Informasi Pusat bekerja sama dengan KementerianKomunikasi dan Informatikadan DPR tersebut menyerukan seluruh pejabat publik agar serius melayani permintaan informasi dari masyarakat sebagai bagian dari penegakan hak asasi manusia sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik.

Fakta Singkat

Hari untuk Tahu Internasional
Diperingati setiap tanggal 28 September

UU Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia
Keterbukaan informasi publik dijamin dalam UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

Peringkat Indonesia Menurut Global Open Data Index
Indonesia masih berada di urutan ke-61 dari 94 negara dalam indeks keterbukaan informasi publik yang dikeluarkan oleh Global Open Data Index 2018

Indeks Keterbukaan Informasi Publik Indonesia 2021
Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) Nasional 2021 mencapai skor 71,37 sehingga dikategorikan dalam kualifikasi “sedang”.

Tanggal 28 September diperingati sebagai Hari Hak untuk Tahu Internasional. Peringatan Hari Hak Untuk Tahu dimulai pada tahun 2002 di Sofia, Bulgaria. Saat itu, Organisasi Kebebasan Informasi yang berasal dari seluruh dunia membentuk jaringan Advokat Kebebasan Informasi (Jaringan FOIA). Mereka kemudian sepakat untuk mempromosikan hak akses individu atas informasi dan pemerintahan yang terbuka dan transparan. Saat itulah, kemudian diusulkan supaya 28 September dinominasikan sebagai “Hari Hak untuk Tahu” Internasional yang menjadi lambang gerakan global mempromosikan hak atas informasi.Hari Hak Untuk Tahu ini dirayakan oleh seluruh dunia yang memiliki Undang-undang Keterbukaan Informasi.

Di Indonesia, peringatan Hari Hak Untuk Tahu dimulai sejak tahun 2011. Keterbukaan informasi publik dijamin dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Meskipun undang-undang tersebut sudah lama diberlakukan, namun pemahaman dan kesadaran seluruh kepentingan dan masyarakat masih memerlukan waktu. Keterbukaan informasi publik merupakan hal yang masih dipandang sebagai sesuatu yang abstrak dan sulit dipahami.

Padahal, keterbukaan informasi publik sangat terkait dengan hak asasi manusia, tata kelola pemerintahan yang baik, pencegahan korupsi, partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan, pengawasan, sistem pelayanan publik yang professional, dan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Ujung dari semua itu semua adalah kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa.

Indonesia bahkan masih berada di urutan ke-61 dari 94 negara dalam indeks keterbukaan informasi publik yang dikeluarkan oleh Global Open Data Index 2018. Keterbukaan data di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan Singapura dan Thailand yang masing-masing berada di ranking 17 dan 51.

Gerakan Keterbukaan Informasi Publik

Munculnya isu soal keterbukaan informasi publik di Indonesia mulai marak pada tahun 2008, menjelang dan pasca disahkannya UU KIP pada 30 April 2008. Bahkan, sebelum itu sebenarnya istilah keterbukaan informasi publik di kalangan terbatas kerap dibicarakan, dirumuskan, dan menjadi sebuah gagasan.

Kalangan aktivis pro demokrasi, jurnalis, intelektual, aktivis kampus, dan sebagian anggota parlemen sudah mendiskusikan pada momentum Reformasi 1998. Mereka ingin mewujudkan keterbukaan informasi publik di Indonesia dengan dilahirkannya undang-undang seperti freedom of information act di Jepang, Nepal, Thailand.

Gerakan reformasi di Indonesia ingin mengubah sistem pemerintahan dari otokratis menjadi demokratis. Keterbukaan informasi publik merupakan prasyarat bagi sistem demokrasi yang berkualitas. Dalam ketetapannya seiring dengan reformasi, pada tahun 1998 MPR sudah menekankan transparansi dan pemberantasan korupsi. Sehingga, tuntutan agar Indonesia memiliki freedom of information act juga semakin menguat.

Beberapa kelompok masyarakat sipil berinisiatif menggulirkan draf undang-undang yang diberi nama Rancangan Undang-Undang tentang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (RUU KMIP). Draf RUU KMIP diluncurkan oleh Koalisi KMIP pada tahun 2000.

Draf RUU KMIP mendapat sambutan dari DPR. Namun, pro kontra terhadap draf tersebut juga muncul di DPR hingga draf RUU KMIP disahkan menjadi RUU oleh DPR pada Juli 2004. Selanjutnya, dibentuk panitia khusus untuk melakukan pembahasan lebih lanjut. Pimpinan DPR mengirimkan draf tersebut ke Presiden disertai permintaan diterbitkannya Amanat Presiden untuk menunjuk menteri yang akan melakukan pembahasan lanjutan.

RUU KMIP akhirnya disahkan sebagai undang-undang pada tahun 2008 dengan nama Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Baca juga: Soal Transparansi, Pelaku Usaha Masih Menilai “Buruk”

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Pengunjung memanfaatkan layanan di Pusat Informasi Publik (PIP) di salah satu gedung kawasan kantor Wali Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (16/4/2015). PIP sebagai wujud pelayanan dan keterbukaan informasi Pemerintah Kota Semarang.

Aktor utama

Aktor utama untuk mewujudkan keterbukaan informasi publik adalah Badan Publik, pengguna informasi publik, dan pemohon informasi publik.

Lembaga lain seperti Komisi Informasi, Pengadilan Tata usaha Negara, Pengadilan Negeri, Mahkamah Agung, hanya merupakan pihak yang ikut mewujudkan keterbukaan informasi publik dengan cara mendorong penerapannya. Mereka hanya mengadili sesuai kewenangan dan tingkatan masing-masing jika terjadi sengketa antara pemohon informasi publik dan Badan Publik. Sengketa muncul akibat tidak disediakan atau diberikannya informasi publik oleh Badan Publik. Badan Publik yang menentukan suatu informasi terbuka atau tidak kepada publik dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Sedangkan, peran pengguna informasi publik dalam keterbukaan informasi ada pada puas atau tidak puasnya mereka terhadap informasi yang diumumkan atau disediakan oleh Badan Publik, melalui berbagai saluran yang tersedia. Jika tidak puas, mereka mempunyai nyali atau tidak menjadi pemohon informasi publik.

Kemudian, ketika pengguna tersebut sudah menjadi pemohon informasi publik tetapi tidak mendapatkan layanan dari Badan Publik sebagaimana mestinya apakah mereka mau dan berani mengajukan sengketa ke Komisi Informasi. Hal-hal tersebut menentukan apakah Badan Publik akan terbuka atau tidak. Sehingga, terbuka atau tidaknya Badan Publik tidak hanya tergantung pada Badan Publik sendiri, tetapi juga dipengaruhi oleh para pengguna dan pemohon informasi publik.

Baca juga: Keterbukaan Informasi Celah Pemilah Negara, Masyarakat, dan Pelaku Usaha

Sumber: Kanal Youtube Kompas TV, 2 April 2021

Hak atas Informasi Publik

Banyak kendala yang dihadapi masyarakat untuk dapat mengakses informasi yang ada di lembaga publik meskipun undang-undang keterbukaan informasi telah berlaku. Kondisi ini terjadi akibat belum semua lembaga pemerintah, baik kementerian dan pejabat di pusat maupun daerah belum seluruhnya paham dan mengaplikasikan UU KIP ini. Belum lagi proses yang berbelit-belit, menguras waktu, energi dan juga biaya menyebabkan masyarakat enggan untuk melakukan permohonan informasi kepada lembaga publik.

Di sisi lain, meski keterbukaan informasi publik sudah cukup lama diberlakukan di Indonesia, masyarakat Indonesia masih belum sepenuhnya tahu dan mengerti apa itu keterbukaan informasi publik. Padahal, hak untuk tahu adalah salah satu hak asasi manusia yang harus dipenuhi oleh negara.

Hak untuk Tahu telah dijamin oleh konstitusi, yakni pasal 28 F UUD 1945 bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” Sehingga, menjadi kewajiban bagi pejabat publik untuk memberikan informasi yang dimohonkan oleh masyarakat.

Pasal 28 F menjadi dasar kelahiran regulasi yang mengatur kebebasan untuk memperoleh informasi publik (UU KIP) yang disahkan dan diundangkan pada 30 April 2008, dan mulai berlaku secara efektif pada 30 April 2010. Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menegaskan di Pasal 2 ayat (3) bahwa setiap informasi publik harus dapat diperoleh secara cepat dan tepat waktu. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa informasi pubik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan,dikelola, dikirim, dan atau diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan undang-undang, serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Baca juga: Banjir Informasi: Ladang Subur Tumbuhnya Hoaks

UU KIP memiliki tujuan  menjamin hak warga negara setidaknya terkait 7 hal. Pertama, mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik. Kedua, mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan public. Ketiga, meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik. Keempat, mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan. Kelima, mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Keenam, mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Ketujuh, meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

UU KIP juga menjadi payung penyelaras bagi seluruh peraturan perundang-undangan yang terkait dengan akses publik terhadap informasi publik. Selain itu, UU KIP memberikan jaminan terhadap kelima jenis hak atas informasi, antara lain, hak untuk mengetahui (right to know), hak untuk melihat dan memeriksa (right to inspect), hak untuk mendapatkan salinan dokumen atau hak akses aktif (right to obtain the copy), hak untuk diinformasikan atau hak akses pasif (right to be informed), dan hak untuk menyebarkanluaskan informasi (right to disseminate).

Dengan membuka akses publik terhadap informasi diharapkan badan publik berorientasi kepada pelayanan publik yang prima demi pemerintahan yang terbuka, transparan dan akuntabel.

Baca juga: Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Kategori Informasi Publik

Kategori informasi publik menurut UU Nomor 14 Tahun 2008, ada yang bersifat terbuka dan dirahasiakan. Untuk kategori yang terbuka, ada beberapa jenis, yaitu informasi yang diumumkan berkala (Pasal 9), diumumkan serta merta (Pasal 10), tersedia setiap saat (Pasal 11), dan berdasarkan permintaan (Pasal 22). Sedangkan untuk yang bersifat rahasia, mencakup rahasia negara (Pasal 6 ayat (3) huruf A), rahasia pribadi (Pasal 6 ayat (3) huruf B), dan rahasia bisnis (Pasal 6 ayat (3) huruf C).

Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, antara lain, informasi tentang profil badan publik, penanggung jawab, pelaksana program dan kegiatan serta nomor telepon dan/atau alamat yang dapat dihubungi, target dan/atau capaian program dan kegiatan, jadwal pelaksanaan program dan kegiatan, anggaran program dan kegiatan yang meliputi sumber dan jumahnya, agenda penting terkait pelaksanaan tugas badan publik, informasi khusus lain yang berkaitan langsung dengan hak-hak masyarakat, informasi tentang penerimaan calon pegawai dan/atau pejabat badan publik, informasi tentang penerimaan calon peserta didik pada badan publik yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan untuk umum.

Sedangkan informasi publik yang wajib diumumkan secara serta merta terkait informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum seperti informasi tentang bencana alam seperti kekeringan, kebakaran hutan karena faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemik, wabah, kejadian luar biasa, kejadian antariksa atau benda-benda angkasa. Selain itu, publik juga harus serta merta mendapatkan informasi tentang keadaan bencana non-alam seperti kegagalan industri atau teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan keantariksaan, bencana sosial seperti kerusuhan sosial, konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat dan teror, informasi tentang jenis, persebaran dan daerah yang menjadi sumber penyakit yang berpotensi menular, informasi tentang racun pada bahan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat, atau informasi tentang rencana gangguan terhadap utilitas publik.

Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat terdiri atas daftar Informasi Publik, informasi tentang peraturan, keputusan dan/atau atau kebijakan Badan Publik. Seluruh informasi lengkap yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, antara lain, informasi tentang organisasi, administrasi, kepegawaian, dan keuangan

Informasi Publik yang dikecualikan karena sifatnya rahasia dan tidak dapat diakses oleh publik diatur dalam Pasal 17 UU KIP. Informasi tersebut dikecualikan karena jika dibuka ke publik dapat menghambat proses penegakan hukum, mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat; membahayakan pertahanan dan keamanan negara, mengungkapkan kekayaan alam Indonesia, merugikan ketahanan ekonomi nasional, merugikan kepentingan hubungan luar negeri, mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang, mengungkap rahasia pribadi seseorang,memorandum atau surat-surat antar-Badan Publik atau intra-Badan Publik yang menurut sifatnya dirahasiakan, kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan.
 

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Kaos sebagai sarana kampanye antihoaks atau berita bohong dikenakan jajaran pejabat Polda Metro Jaya saat mendeklarasikan gerakan antihoaks di Markas Polda Metro Jaya.(12/03/2018)

Indeks Keterbukaan Informasi Publik

Setelah puluhan tahun UU KIP diterapkan, Komisi Informasi akhirnya membuat indeks keterbukaan informasi publik. Komisi Informasi Pusat (KIP) merilis Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) tahun 2021. Nilai IKIP 2021 dapat menjadi catatan dan rekam jejak dalam mengawal keterbukaan informasi publik di Indonesia.

Baca juga: Melawan Hoaks

Pelaksanaan Indeks Keterbukaan Informasi Publik mengukur tiga aspek, yakni mengukur kepatuhan badan publik terhadap UU KIP, mengukur persepsi masyarakat terhadap UU KIP maupun haknya mendapat informasi, serta kepatuhan badan publik terhadap putusan sengketa informasi publik untuk menjamin hak masyarakat atas informasi.

Nilai Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) Nasional 2021 mencapai skor 71,37 sehingga masuk kategori “sedang”. Hanya ada dua provinsi, yakni Bali dan Kalimantan Barat yang memiliki skor baik (80–89), yaitu masing-masing 83,15 dan 80,38. Sebanyak 30 provinsi masuk skor kategori sedang (60–79), termasuk DKI Jakarta. DKI Jakarta berada di posisi ke-19 dan memiliki skor 70,23. Angka tersebut masih di bawah skor IKIP nasional, yaitu 71,38. Penetapan IKIP dilakukan selama satu tahun dari 312 informan ahli di 34 provinsi.

Indeks Keterbukaan Informasi Publik (KIP) 2021

Provinsi Skor Provinsi
Bali 83,15
Kalimantan Barat 80,38
Daerah Istimewa Aceh 79,51
Jawa Barat 78,56
Sulawesi Tenggara 78,04
Nusa Tenggara Barat 77,90
Banten 77,63
Nusa Tenggara Timur 77,10
Kalimantan Timur 76,96
Daerah Istimewa Yogyakarta 76,59
Bangka Belitung 76,51
Kepulauan Riau 75,15
Jawa Tengah 73,46
Riau 73,45
Jambi 71,87
Sumatera Selatan 71,54
Sulawesi Barat 71,39
Sumatera Barat 70,60
DKI Jakarta 70,23
Bengkulu 70,19
Kalimantan Utara 69,84
Lampung 69,81
Sumatera Utara 69,02
Maluku 68,95
Sumatera Selatan 68,43
Kalimantan Selatan 68,32
Sulawesi Utara 67,31
Papua 66,94
Jawa Timur 66,82
Gorontalo 65,22
Kalimantan Tengah 65,11
Maluku Utara 63,19
Sulawesi Tengah 55,72
Papua Barat 47,48

Keterangan :
Indeks KIP Indonesia tahun 2021 adalah 71,38

Skor 0–30 : Buruk sekali

Skor 31–59: Buruk

Skor 60–79: Sedang

Skor 80–89: Baik

Skor 90–100: Baik sekali

Sumber: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Indonesia 2021, diolah Litbang Kompas/STI

Referensi

Buku
  • Gunawan, Budi & Barito Mulyo Ratmono. 2021. Medsos di Antara Dua Kutub: Sisi Baiknya Luar Biasa, Sisi Buruknya Membuat Binasa. Rayyana Komunikasindo.
  • Dipopramono, Abdulhamid. 2017. Keterbukaan dan Sengketa Informasi Publik: Panduan Lengkap Memahami Open Government dan Keterbukaan Informasi  Publik, serta Praktik Sengketa Informasi Publik. Renebooks.
  • —-. 2012. Kajian Implementasi Keterbukaan Informasi Publik dalam Pemerintahan Lokal: Pasca Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. Yayasan TIFA.
  • Amal, Ichlasul & Armaidy Armaw. 1996. Keterbukaan Informasi dan Ketahanan Nasional. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Internet
  • Laman Komisi Informasi (https://komisiinformasi.go.id/)
  • http://www.fatf-gafi.org/media/fatf/documents/reports/Guidance-transparency-beneficial-ownership.pdf
  • https://komisiinformasi.jabarprov.go.id/urgensi-penyusunan-indeks-keterbukaan-informasi-publik/
  • Indeks Keterbukaan Informasi Publik Indonesia 2021 (https://drive.google.com/file/d/1eQLsLpkz6Eh9sKmsewJ27pbbTLfW8wnH/view)
  • Global Open Data Index 2018 (https://index.okfn.org/place/id/)
  • Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

Penulis:
Susanti Agustina Simanjuntak

Editor:
Topan Yuniarto