Paparan Topik | Otonomi Daerah

Memahami Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta

Disahkannya Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta kian memastikan lepasnya status Jakarta sebagai ibu kota negara. Jakarta diharapkan dapat menjadi pusat perekonomian nasional, kota global, dan menghadirkan kesejahteraan masyarakat.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Lanskap metropolitan Jakarta, menjelang malam, Rabu (11/12/2019). Praktik desentralisasi asimetrik sudah berlangsung di Provinsi DKI Jakarta. DKI Jakarta menerapkan model desentralisasi asimetrik karena latar belakang ibu kota negara, Jakarta juga potensial sebagai wilayah otonomi khusus dengan latar belakang ekonomi bersama-sama dengan Bali dan Kepulauan Riau.

Fakta Singkat

UU Nomor 2 Tahun 2024

  • Rapat Paripurna DPR RI Ke-14 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024 secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) menjadi UU Daerah Khusus Jakarta pada 28 Maret 2024.
  • UU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta disahkan oleh Presiden Jokowi pada 25 April 2024.
  • UU DKJ menjadi perwujudan atas rencana pencabutan status ibu kota negara dari DKI Jakarta dan diperlukannya aturan pengganti atas UU Nomor 29 Tahun 2007.
  • UU DKJ merupakan usulan inisiatif DPR dan terdiri atas 12 bab dan 73 pasal.
  • UU IKN mengamanatkan agar UU DKJ ditetapkan dalam rentang waktu dua tahun, maksimal pada Februari 2024.
  • Wacana perumusan UU DKJ pertama kali muncul ke publik pada 19 September 2023 lewat pernyataan Wakil Presiden Ma’ruf Amin soal perubahan status DKI Jakarta menjadi DKJ.
  • RUU DKJ memperoleh pembahasan selama empat hari oleh Badan Legislasi DPR, yakni pada 13, 14, 15, dan 18 Maret 2024.
  • UU DKJ mengatur agar DKJ menjadi pusat perekonomian nasional, kota global, dan menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat dengan didukung oleh kawasan aglomerasi dan wewenang khusus yang diberikan.
  • Harapan besar atas UU DKJ adalah menjaga Jakarta sebagai pusat perekonomian dan mengurangi kepadatan di Jakarta.
  • Kritik atas UU DKJ terutama pada konteks pembahasannya yang terlalu terburu-buru dan kurang melibatkan partisipasi publik.
  • Kritik atas UU DKJ menunjukkan kentalnya kepentingan politik dalam proses perumusan dan pembahasan poin-poin UU.

 

Pada April 2024 menjadi momen historis bagi kota Jakarta. Presiden Joko Widodo secara resmi menandatangani pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). UU ini disahkan Presiden Jokowi pada Kamis, 25 April 2024. Sebelumnya, pada 28 Maret 2024, DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) DKJ menjadi UU DKJ.

Pengesahan oleh DPR tersebut dilakukan lewat Rapat Paripurna DPR RI ke-14 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024. Pengesahan dimasukkan dalam Laporan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang disampaikan oleh Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas, di Senayan, Jakarta.

Disahkannya produk perundangan ini kian mendekatkan kota Jakarta dari pelepasan status ibu kota negara. Berbagai landasan melatarbelakangi perumusan dan pengesahan UU DKJ, terutama salah satunya untuk menyiapkan kota Jakarta usai tak lagi memegang peran ibu kota. Diharapkan, Jakarta dan wilayah aglomerasi di sekitarnya dapat terus mempertahankan status sebagai pusat perekonomian di tingkat nasional maupun internasional.

Meski begitu, sejumlah sorotan juga mewarnai dinamika perumusan dan poin-poin yang terkandung di dalam UU DKJ. Periode perumusan dinilai terlalu terburu-buru. Berbagai pihak juga mengharapkan agar kehadiran UU DKJ tidak semata melanggengkan dominasi kota Jakarta, tetapi juga mengakomodasi kesejahteraan kota-kota di sekitarnya.

KOMPAS/HIDAYAT SALAM

Suasana rapat kerja Badan Legislasi dalam pengambilan keputusan tingkat satu terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/3/2024).

Apa itu UU Provinsi Daerah Khusus Jakarta?

Perumusan dan pengesahan RUU DKJ merupakan upaya lebih lanjut pemerintah dalam menyiapkan pemindahan ibu kota negara. Status tersebut akan dilepas dari Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta ke Nusantara, di wilayah Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.

Jakarta sudah tidak lagi menyandang status ibu kota pasca lahirnya produk hukum terdahulu, yakni UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) yang kemudian direvisi lewat UU Nomor 21 Tahun 2023. Untuk itu, persiapan yang akan dilakukan tidak hanya terhadap Nusantara sendiri, melainkan juga terhadap Jakarta sebagai kota yang akan dicabut statusnya.

Bagaimanapun, Jakarta telah mengandung jejak-jejak historis yang istimewa. Bila mengacu pada Kompaspedia (6/5/2024, Jabodetabek: Konsep, Sejarah, dan Relasi Wilayah Aglomerasi), Jakarta telah menunjukkan peran vital bagi perekonomian nasional maupun internasional. Sedari merdeka, ia juga telah menjalankan peran sebagai pusat pembangunan dan wajah Indonesia bagi dunia.

Dalam konteks demikian, UU DKJ menjadi wujud upaya dalam menjaga kekhususan dan keistimewaan Jakarta tersebut. Pada bagian pertimbangan poin a, disebutkan bahwa perlu dilakukan penghormatan terhadap kesejarahan, ciri khas, dan karakteristik Jakarta yang khusus. Pada pertimbangan poin b, turut ditambahkan bahwa Jakarta memberikan kontribusi signifikan bagi bisnis dan perekonomian nasional hingga global.

Untuk itu, pemerintah melalui UU DKJ memberikan hak dan kewenangan khusus pada kota Jakarta untuk memiliki penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersifat khusus. Kekhususan yang diberikan ini tidak hanya sebagai bentuk penghormatan, melainkan juga pendorong agar Jakarta tetap melanjutkan fungsinya dan memberikan kesejahteraan yang lebih merata pada masyarakat.

Disebutkan dalam Pasal 1 ayat 1 dan 2 UU ini, bahwa DKJ adalah daerah provinsi yang memiliki kekhususan dalam menyelenggarakan pemerintahan di Indonesia. Kewenangan khusus yang dimaksud terkait dengan pelaksanaan fungsi sebagai pusat perekonomian nasional dan kota global.

KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Dua perempuan berfoto saat menikmati malam dengan berwisata di atas anjungan halte Transjakarta Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, dengan latar gemerlap lampu kota, Jumat (30/6/2023) malam. Liburan panjang Idul Adha 2023 dimanfaatkan warga untuk mengunjungi tempat-tempat wisata.

Proses perumusan UU DKJ menjadi usul inisiatif DPR. Pasca perumusan dan pengesahan, produk hukum ini tersusun atas 12 bab dan 73 pasal. Bab pertama hingga bab keenam berisikan soal ketentuan umum, kedudukan dan fungsi, batas dan pembagian wilayah, asas dan susunan pemerintahan, dewan kota dan lembaga musyawarah kelurahan, serta urusan pemerintahan dan kewenangan khusus.

Sementara bab tujuh hingga bab 12 membahas kerja sama dalam dan luar negeri, pendanaan, kawasan aglomerasi, ketentuan lain-lain, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.

Perjalanan Perumusan UU DKJ

a.     UU IKN dan Perlunya Aturan Atas Jakarta

Proses perumusan UU DKJ tidak lepas dari disahkannya produk hukum terdahulu menyangkut ibu kota negara, yakni UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN pada 15 Februari 2022. Melalui UU inilah, status ibu kota negara nantinya akan dicabut dari Jakarta ke Nusantara. Pembangunan atas IKN pun kian masif dijalankan yang menambah kepastian arah akan dilepasnya status ibu kota dari Jakarta.

Melalui UU tersebut pula, sudah diimplisitkan akan perlunya produk perundang-undangan yang baru terkait kota Jakarta. Pada pertimbangan poin e dituliskan bahwa UU terkait kota Jakarta yang sebelumnya berlaku, yakni UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia hanya mengatur penetapan Jakarta dalam statusnya sebagai ibu kota negara.

Selain itu, Pasal 41 ayat (2) juga mengamanatkan agar UU DKI Jakarta tersebut diubah dan digantikan dengan UU lain yang lebih relevan. Ayat tersebut mengamanatkan agar pencabutan UU Nomor 29 Tahun 2007 dilakukan paling lama dua tahun sejak UU IKN diundangkan atau maksimal Februari 2024.

Lebih lanjut, wacana atas rancangan beleid UU DKJ muncul pada 19 September 2023. Pada saat itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengungkapkan bahwa pemerintah akan mengubah status DKI Jakarta menjadi DKJ. “Sekarang sedang diproses itu pembentukan RUU DKJ namanya. Jadi Jakarta tidak lagi menjadi Ibu Kota, tidak lagi menjadi DKI tapi menjadi Daerah Khusus Jakarta” kata Ma’ruf dalam keterangan pers.

Sebulan setelah pernyataan Ma’ruf Amin, mengacu pada situs resmi DPR, UU IKN memperoleh revisi. Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2023-2024 pada 10 Oktober 2023 resmi mengesahkan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN menjadi UU Nomor 21 Tahun 2023.

Meski mengandung sejumlah poin perubahan, namun Pasal 41 yang mengamanatkan aturan pengganti UU Nomor 29 Tahun 2007 dengan waktu maksimal dua tahun tetap berlaku. Meski telah disusun batas waktu demikian, namun pembahasan tersebut molor lantaran pemerintah terlambat mengirimkan daftar inventaris masalah (DIM) kepada DPR.

b.     Pembahasan UU DKJ yang Singkat

Proses pembahasan RUU DKJ memperoleh kemajuan pada Oktober 2023, dimana Baleg memasukkan RUU DKJ sebagai salah satu program legislasi nasional 2023. Rancangan beleid itu terdiri dari 12 bab dan 72 pasal yang mengatur berbagai hal yakni kepegawaian, penanaman modal, perhubungan, lingkungan hidup, perdagangan, perindustrian, pengendalian penduduk, administrasi kependudukan, dan ketenagakerjaan.

Proses perumusan RUU terus berlanjut. Pada akhir November 2023, RUU DKJ memperoleh sorotan oleh masyarakat dan media. Pasalnya, Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi DPR mengubah mekanisme penentuan Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ dari proses pemilihan menjadi penunjukkan langsung oleh Presiden. Berbagai narasi penolakkan segera bermunculan, terutama terkait isu demokrasi.

Lebih lanjut, RUU DKJ kembali masuk dalam pembahasan pada Rapat Paripurna DPR, 5 Desember 2023. Rapat Paripurna tersebut mengesahkan RUU DKJ sebagai usul inisiatif DPR. Dari pengesahan ini, sebanyak menyebutkan delapan fraksi menyetujui RUU DKJ sebagai usul inisiatif DPR dengan catatan, sementara satu fraksi, yakni PKS, menolak.

Mengacu pada situs resmi DPR, mekanisme pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ menjadi salah satu poin penolakkan. Pemilihan harus tetap dilakukan oleh masyarakat DKJ untuk mewujudkan konsistensi dalam berdemokrasi. PKS juga menyisipkan penolakkan atas wacana besar pemindahan ibu kota negara dan menilai bahwa Jakarta masih layak menjadi ibu kota.

Memasuki tahun 2024, penyusunan UU DKJ menjadi kian genting. Tidak hanya mengingat kekosongan hukum atas tidak berlakunya UU Nomor 29 Tahun 2007, namun juga perlunya aturan baru soal Jakarta dan batas waktu yang telah ditetapkan dalam UU IKN.

Hal ini ditegaskan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian usai rapat bersama pemerintah bersama Badan Legislasi DPR dan DPD untuk membahas RUU DKJ pada 13 Maret 2024. Menurut Tito, RUU DKJ perlu segara disahkan.

Sebagai sebabnya, status DKI Jakarta telah berakhir pada 15 Februari lalu. Jakarta bukan lagi ibu kota karena berlakunya UU Nomor 21 Tahun 2023. Ia pun mengharapkan agar RUU DKJ dapat segera dilanjutkan untuk turut mendorong Jakarta sebagai kota global.

“RUU DKJ sudah dibahas dengan kerja keras dan sungguh-sungguh untuk membangun Jakarta sebagai kota global. Sikap sepakat yang diperoleh ini diharapkan berlanjut dalam putusan tingkat dua atau Rapat Paripurna DPR,” kata Tito.

Sebagai informasi, Presiden Jokowi mengutus lima menterinya untuk ikut dalam pembahasan UU DKJ sebagai representasi pemerintah. Selain Tito, keempat menteri lain adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly.

Lebih lanjut, berturut-turut pada 14, 15, dan 18 Maret 2024, Panja RUU DKJ secara intensif menggelar rapat kerja. Panja ini sendiri dibentuk oleh Badan Legislasi DPR untuk secara khusus membahas RUU DKJ. Achmad Baidowi selaku pemimpin Panja menyampaikan bahwa pembahasan intensif merupakan amanat dari DPR pada sidang 13 Maret 2024.

Dalam rapat panja yang dihadiri wakil pemerintah pada 14 Maret 2024, soal mekanisme pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jakarta masih tidak menemui titik terang. Usulan dari DPR yang termuat dalam Pasal 10 ayat (2) tersebut memperoleh penolakan dari pemerintah sehingga menuai perdebatan. Oleh karena itu, pembahasannya pada hari itu pun ditunda.

Rapat lanjutan Panja RUU DKJ pada 18 Maret 2024 akhirnya memberikan kabar baik bagi publik. Pemerintah dan DPR sepakat agar  gubernur dan wakil gubernur Jakarta tetap dipilih secara langsung melalui pemilu dan bukan ditunjuk. Kesepakatan sendiri dilakukan dalam tempo lima menit saja. Keputusan yang diambil secara kilat itu pun menyepakati pentingnya demokrasi.

Selain itu, rapat Panja pada hari itu juga menyepakati agar RUU DKJ dalam pengambilan keputusan tingkat pertama antara Badan Legislasi DPR dan pemerintah. Rapat pun sepakat agar RUU DKJ dibawa ke pembicaraan tingkat dua atau pengesahan menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR terdekat sebelum akhir Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024 (Kompas.id, 19/3/2024, Hanya Dibahas Empat Hari, RUU Daerah Khusus Jakarta Sudah Siap Disahkan).

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO 

Lanskap Kota Jakarta yang dipenuhi dengan gedung bertingkat, Rabu (28/2/2024). Pemindahan Ibu Kota Negara ke Nusantara membuat arah pembangunan Jakarta akan ditentukan dalam RUU Daerah Khusus Jakarta.

c.   Pengesahan RUU DKJ

Akhirnya, setelah sebelumnya melalui pembahasan yang singkat selamat empat hari (13, 14, 15, dan 18 Maret 2024), RUU DKJ secara resmi disahkan menjadi menjadi UU DKJ pada 28 Maret 2024. Pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-14 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024.

Dalam rapat, dengan merujuk laporan Badan Legislasi, Ketua DPR Puan Maharani selaku pimpinan sidang menegaskan kembali bahwa delapan dari total sembilan fraksi di DPR RI telah menerima dan menyetujui RUU DKJ untuk diteruskan ke Pengambilan Keputusan Tingkat II untuk ditetapkan dan disetujui sebagai UU.

Puan menanyakan persetujuan untuk pengesahan kepada seluruh anggota dewan yang hadir secara langsung dalam sidang itu, yakni sebanyak 69 orang dari total 575 anggota DPR. Selain itu, Puan juga memintakan kesepakatan para anggota dewan terkait perbaikan pada RUU DKJ, terutama penyempurnaan pada Pasal 24 ayat (2) huruf d dan penghapusan huruf g. Kedua pasal tersebut terkait penegakkan hukum lalu lintas.

Terakhir, pada 25 April 2024, Presiden Jokowi secara resmi menandatangani pengesahan RUU DKJ menjadi UU Nomor 2 Tahun 2024 tentang DKJ. Meski begitu, UU ini tidak akan secara langsung berlaku, dimana proses pemindahan ibu kota sendiri masih berlangsung dalam proses.

Untuk itu, pada Pasal 73 tertulis, “Undang-Undang ini mulai berlaku pada saat ditetapkan keputusan presiden mengenai pemindahan Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara”.

Garis Besar Isi UU DKJ

Tersusun atas 73 pasal, UU ini mengatur secara garis besar pelaksanaan dan kekhusuan kota Jakarta, terutama sekali, dalam tujuan untuk menjadikannya kota pionir di Indonesia, bagi perekonomian nasional dan internasional. Untuk itu, mengacu pada Ketua Badan Legislatif Supratman Andi Agtas, terdapat setidaknya tujuh garis besar UU DKJ yang perlu diketahui.

Yang pertama, terakomodasinya kawasan aglomerasi dalam UU DKJ. Dipahami bahwa Jakarta tidak terlepas dari kota-kota penunjang di sekitarnya, yang secara bersama-sama membentuk wilayah aglomerasi Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Cianjur atau Jabodetabekjur. Untuk itu, UU DKJ mengakomodasi kawasan ini dan mengamanatkan kepemimpinan yang padu melalui Dewan Kawasan Aglomerasi. Soal keanggotaan dewan ini akan diatur lebih detail melalui Peraturan Presiden.

Yang kedua, ketentuan terkait pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKJ yang akan langsung dilakukan oleh warga Jakarta melalui mekanisme pemilihan kepala daerah. Aturan ini menjadi wujud diterimanya kritik dari masyarakat luas akan prinsip demokrasi. Soal mekanisme ini terakomodir dalam lima butir ayat dalam Pasal 10 UU DKJ.

Ketiga, terkait dengan penambahan alokasi dana paling sedikit sebesar 5 persen bagi kelurahan. Aturan ini termuat dalam Pasal 15 ayat (7) dan ditujukkan untuk meningkatkan daya dukung atas tugas pemerintahan di Jakarta. Nantinya, dana ini berasal dari APBD DKJ dan disesuaikan dengan beban kerja masing-masing wilayah administratif dan wajib diperuntukkan bagi penyelesaian masalah sosial.

Keempat, diberikannya kewenangan khusus bagi DKJ. Terdapat 15 kewenangan khusus yang termuat dalam Pasal 19 ayat (3) dan diberikan untuk mendorong fungsi DKJ sebagai “pusat perekonomian nasional dan kota global”. Ke-15 kewenangan tersebut adalah pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; penanaman modal; perhubungan; lingkungan hidup; perindustrian; pariwisata dan ekonomi kreatif; perdagangan; pendidikan; kesehatan; kebudayaan; pengendalian penduduk dan keluarga berencana; administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; kelautan dan perikanan; serta ketenagakerjaan.

Yang kelima, terkait prioritas kemajuan kebudayaan Betawi dan kebudayaan lain yang berkembang di Jakarta. Upaya memajukan DKJ sebagai kota global diharapkan tidak serta-merta mengaburkan lokalitas yang terkandung di dalamnya. Untuk itu, selain diberikan kewenangan khusus di bidang kebudayaan, Pasal 31 juga mengamanatkan pelibatan lembaga adat Betawi dan pembentukan dana abadi kebudayaan yang bersumber dari APBD.

Yang keenam, tambahan izin untuk DKJ memperoleh pendapatan yang bersumber dari jenis retribusi perizinan tertentu pada kegiatan pemanfaatan ruang. Termasuk dalam kegiatan yang dimaksud adalah kontribusi pembangunan gedung, insentif pembangunan gedung, dan dana kewajiban dari pengembang rumah susun. Hal ini diatur pada Pasal 42 dan akan penetapan tarifnya akan diatur melalui ketentuan perundang-undangan.

Terakhir, adanya penambahan ketentuan lain terkait dengan pertanahan. Pasal 61 menuliskan agar dalam rangka pemanfaatan tanah di wilayah DKJ, setiap orang harus berkoordinasi dengan pemerintah DKJ.

KOMPAS/DUDY SUDIBYO

Kondisi lalu lintas dari arah jalan Jenderal Gatot Soebroto tahun 1984. Tampak jalan layang Tebet yang baru selesai dibangun berbentuk melengkung melewati belakang Patung Pancoran.

Harapan pada UU DKJ

Atas berbagai perubahan yang disisipkan dalam substansi UU, muncul harapan dan doa positif bagi kota Jakarta dan wilayah aglomerasi di sekitarnya. Mengacu pada Kompas.id (29/3/2024, Harapan dan Nasib Jakarta di Balik Pengesahan RUU DKJ), muncul harapan optimis agar Jakarta tetap secara lancar menjalankan fungsi perekonomiannya.

Warga memandang bahwa dicabutnya status ibu kota tidak akan mengubah posisi vital Jakarta di kancah nasional maupun internasional. Selama berstatus DKI, Jakarta juga telah membuktikkan diri sebagai pusat perekonomian. Apalagi, UU DKJ secara eksplisit dan berulang menyebutkan pentingnya kekhususan DKJ untuk menjaga fungsi perekonomian dan kota global.

Pandangan ini didukung pula oleh pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga. Ia memproyeksikan DKJ akan tetap menjadi pusat ekonomi, layaknya kota New York yang pernah menjadi ibu kota Amerika Serikat. Jakarta pun dapat berkembang menjadi pusat perekonomian nasional seperti kota-kota besar lain di dunia.

”Penentu kebijakan dapat belajar dari kota-kota lain di dunia yang bisa menjadi kota global, pusat keuangan, bisnis, seni, dan olahraga,” kata Nirwono. Apalagi, selama ini Jakarta telah menyumbangkan kontribusi signifikan bagi perekonomian Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 mencatat bahwa setidaknya 17 persen perekonomian Indonesia ditopang oleh Jakarta.

”Meski ibu kota dipindahkan, Jakarta akan tetap menjadi tujuan utama masyarakat mencari kerja dari seluruh daerah sehingga nanti permasalahan urbanisasi juga harus tetap ditangani dengan serius,” kata Nirwono.

Selain itu, pemindahan status ibu kota akan mengurangi beban Jakarta, terutama di sektor administratif. Sebagai gantinya, akan ada distribusi volume kendaraan dan aktivitas ke Nusantara di Kalimantan Timur.

Warga memandang hal ini dapat secara signifikan mengurangi kemacetan dan kepadatan di Jakarta. Pemindahan wilayah administratif pun justru dapat mendukung Jakarta untuk fokus pada tujuan pembangunan di sektor perekonomian.

KOMPAS/JULIAN SIHOMBING

Pada tahun tahun 1980-an, sebagai pusat perdagangan teramai di Jakarta Selatan, pertokoan Blok M hampir tidak menyisakan tempat lagi. Semua sudut dan emperan toko nyaris penuh barang dagangan kaki lima. Pedagang topi yang kehabisan tempat, terpaksa menggelar jualannya di atas kap sedan yang di parkir.

Kritik dan Kekhawatiran atas UU DKJ

Di sisi lain, UU DKJ juga memperoleh kritik dan menghadirkan kekhawatiran atas masa depan Jakarta. Pembahasan yang terburu-buru dan tidak melibatkan masyarakat menjadi momok utama dalam proses pembahasan dan pengesahannya.

Tahapan yang begitu terburu-buru tampak dari pembahasan RUU yang hanya empat hari. Bahkan keputusan soal pemilihan kepala daerah lewat penunjukkan Presiden atau pilkada dilakukan hanya dalam lima menit.

Keterburu-buruan ini memunculkan kekhawatiran UU DKJ dirumuskan secara serampangan. Padahal, terdapat sejumlah substansi yang memerlukan pembahasan mendalam, seperti pengaturan mengenai kawasan aglomerasi dan perubahan signifikan dalam struktur pemerintahan daerah Jakarta (Kompas.id, 18/3/2024, Dalam 5 Menit, DPR dan Pemerintah Sepakat Gubernur Jakarta Tetap Dipilih).

Selain itu, penyusunan yang begitu terburu-buru juga berdampak pada minimnya partisipasi publik. DPR dan pemerintah secara sepihak menetapkan UU DKJ, tanpa masukan cukup dari representasi masyarakat seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan kaum intelektual.

Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UKSW Salatiga Umbu Rauta menilai bahwa proses pembentukan UU ini kental agenda politik tertentu sehingga berpotensi dan bahkan sering tidak taat pada tahapan pembentukan, seperti keterlibatan publik. “Oleh karenanya jika dalam pembahasan RUU Provinsi DKJ dinilai tidak transparan, pihak yang berkepentingan memiliki peluang untuk mengajukan pengujian formil UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi,” kata Umbu pada 3 Mei 2024.

Selaras dengan Umbu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto mengatakan, pengesahan UU DKJ oleh Presiden Jokowi bertentangan dengan prinsip meaningful public participation. Secara tegas Aan mengatakan, “lebih kental transaksi politik”.

Ia mengambil contoh terkait keputusan akan mekanisme pemilihan gubernur dan wakil gubernur yang akan memimpin Provinsi DKJ. Hal ini secara kasat terus mengalami perubahan, dari yang semula ditetapkan agar dilakukan dengan penunjukan oleh presiden, kemudian menjadi penunjukan oleh DPR, dan kini pemilihan langsung oleh masyarakat.

“Keputusan itu diambil bukan karena partisipasi masyarakat, melainkan karena negosiasi para pemegang kepentingan. Ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak dianggap dalam proses ini,” kata Aan tegas. Sementara yang disampaikan kepada masyarakat adalah ini diputuskan demi prinsip demokrasi (Kompas.id, 3/5/2024, Meski Minim Partisipasi Publik, UU Daerah Khusus Jakarta Tetap Diteken Presiden).

Selain itu, muncul kekhawatiran atas kurangnya perhatian terhadap wilayah aglomerasi. Meski pasal di dalam UU DKJ telah mengakomodasi konsep aglomerasi, namun pelibatan aktor dan kepentingan kota-kota penunjang Jakarta dalam perumusan aturan ini begitu minim. Bahkan pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga menyebutkan bahwa poin-poin dalam UU DKJ hanya membahas persoalan Jakarta.

Padahal, sebagai bagian dari wilayah aglomerasi, UU DKJ juga harus mencerminkan semangat kebersamaan dalam mengelola Jabodetabekjur, bukan hanya fokus pada Jakarta saja. Nirwono belum mendengar jika pemerintah daerah di Bodetabekpunjur telah turut dilibatkan dalam pembahasan rencana ini (Kompas.id, 19/3/2024, Bentuk Kota Aglomerasi, Ajak Bicara Pemda Se-Jabodetabekjur).

Eko Budihardjo dalam buku Reformasi Perkotaan: Mencegah Wilayah Urban Menjadi ‘Human Zoo’ menyoroti bagaimana kota-kota besar di Indonesia telah dibangun secara liar dan berantakan, termasuk Kota Jakarta. Pembangunan infrastruktur seperti gedung-gedung pencakar langit, jalan protokol, dan mall hingga supermall terus dibangun, namun dilakukan di atas penindasan dan keuntungan segelintir orang.

Dampaknya, daerah kumuh bertebaran. Kriminalitas merebak bersamaan dengan padatnya lalu lintas dan bencana banjir. Demi globalisasi, semua yang dianggap modern dibangun secara sporadis, sembari meninggalkan masyarakat yang banyak harus bertahan hidup di sektor informal. Prinsip rimba pun terwujud di ruang kota, yang kuat yang bertahan. Yang punya uang dan kuasa, mampu bertahan, bahkan menentukan secara serampangan arah pembangunan kota.

Mengingat tulisan Budihardjo demikian, UU DKJ menjadi kesempatan kembali bagi pemerintah untuk menata Kota Jakarta secara lebih manusiawi, dalam artian, bukan pembangunan infrastruktur, global, dan bisnis semata, namun juga perhatian atas kemanusiaan dan kebudayaan yang memberdayakan dan menyejahterakan masyarakat. Sementara bagi civil society, kontrol dan pengawasan tetap harus dilakukan, bahkan sedari tahap perumusan UU itu sendiri.  (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku
  • Budihardjo, E. (2014). Reformasi Perkotaan: Mencegah Wilayah Urban Menjadi ‘Human Zoo’. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Aturan
  • Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Jakarta: Pemerintah Pusat.
  • Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Jakarta: Pemerintah Pusat.
  • Undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Jakarta: Pemerintah Pusat.
Arsip Kompas
Internet

Artikel terkait