Paparan Topik | Hari Menanam Pohon

Hari Menanam Pohon: Upaya Menyelamatkan Bumi

Gerakan menanam pohon merupakan momentum strategis bangsa Indonesia dalam upaya mengantisipasi perubahan iklim global, degradasi dan deforestasi hutan dan lahan, serta kerusakan lingkungan.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Warga menanam bibit pohon durian, sengon, dan jambu di Dusun Petung, Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (19/1/2011). Penghijauan terus digalakkan di kawasan lereng Gunung Merapi yang rusak akibat erupsi agar fungsinya sebagai daerah resapan air dapat berjalan normal kembali.

Fakta Singkat

Hari Menanam Pohon

  • 28 November diperingati sebagai Hari Menanam Pohon
  • Ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2008.
  • Tujuan: mengantisipasi perubahan iklim global, degradasi, deforestasi hutan dan lahan, kerusakan lingkungan

Beberapa gerakan penanaman pohon:

  • Gerakan Penanaman Satu Juta Pohon
  • Gerakan Penanaman Satu Miliar Pohon (One Billion Indonesian Trees)
  • Satu Orang Satu Pohon (One Man One Tree)
  • Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon
  • Gerakan Tanam dan Pelihara 25 Pohon selama hidup

Luas Hutan:

  • 1990 – 2019: luas kawasan hutan mengalami tren penurunan.
  • 2011-2019 terdapat perubahan rata-rata luas hutan untuk setiap gugus pulau

Setiap tanggal 28 November diperingati sebagai Hari Menanam Pohon sebagai momentum untuk mengingat kembali pentingnya pemulihan kerusakan sumber daya hutan dan lahan melalui penanaman pohon. Pada hari tersebut ditetapkan sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) dan Bulan Menanam Pohon Nasional (BPMN) berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2008.

Peringatan terkait upaya dan gerakan menjaga lingkungan hidup cukup banyak diagendakan. Dari data yang dihimpun Kompas, setidaknya dalam setahun terdapat 38 hari perayaan terkait lingkungan hidup, flora, satwa, dan kehutanan baik nasional maupun internasional.

Banyaknya hari peringatan terkait lingkungan hidup tidak terlepas dari usia planet bumi yang semakin tua. Sampai saat ini hanya planet bumi yang bisa ditinggali manusia, sehingga keberlangsungan kehidupan manusia sangat tergantung pada keberlangsungan planet ini.

Warga bumi harus menjaga kelestarian alam dan segala isinya. Hari Menanam Pohon merupakan momentum agar manusia sadar dan ikut berperan aktif dalam menjaga lingkungan. Kelestarian lingkungan akan menjamin kehidupan manusia sehingga menjadi lebih nyaman dan damai, tidak hanya untuk saat ini, tapi juga kehidupan generasi yang akan datang.

Masyarakat diingatkan kembali akan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Tindakan perusakan lingkungan dan penggundulan hutan masih saja terus terjadi. Peralihan wilayah hutan menjadi wilayah pemukiman penduduk, lahan pertanian dan perkebunan, bangunan dan tempat lainnya, menyebabkan dari waktu ke waktu luas hutan menjadi berkurang.

Faktor penyebab berkurangnya luas hutan yakni peningkatan jumlah penduduk dengan berbagai aktivitas dan mobilitas yang semakin tinggi di suatu wilayah. Hal tersebut mendorong bertambahnya kebutuhan akan pemukiman atau fasilitas publik di wilayah tersebut.

Kondisi ini sangat disayangkan karena hutan merupakan rumah dari jutaan jenis satwa dan beranekaragam jenis tumbuhan (biodiversity). Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan iklim tropis menjadikan fungsi hutan sebagai tempat berlindung dari sejumlah flora dan fauna yang khas semakin penting.

KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA

Anak-anak ikut mengambil bagian dalam gotong royong menanam pohon di pinggir jalan Desa Wisata Hijau Bilebante, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jumat (12/2/2021) pagi. Kegiatan yang merupakan bagian dari program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Universitas Mataram itu, diharapkan menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan sejak dini, termasuk menjadikan salah satu desa penyangga Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika itu semakian hijau dan asri.

Sejumlah aksi terkait lingkungan sudah pernah dijalankan pemerintah untuk mengatasi hal ini. Beberapa gerakan penanaman pohon, seperti Gerakan Penanaman Satu Juta Pohon, Gerakan Penanaman Satu Miliar Pohon (One Billion Indonesian Trees), Satu Orang Satu Pohon (One Man One Tree), Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon, dan Gerakan Tanam dan Pelihara 25 Pohon selama hidup, namun sepertinya tidak cukup berhasil menahan laju penurunan luas hutan.

Pemerintah telah mencanangkan program penanaman atau rehabilitasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 dengan target peningkatan daerah hijau sebesar 1,25 juta ha per tahun. Sampai saat ini belum terlihat ada peningkatan kawasan hijau. Peningkatan luas kawasan hijau dari program ini masih jauh lebih kecil dibandingkan penurunan luas hutan yang terus terjadi. Upaya perlindungan terhadap lingkungan, hewan dan hutan masih kalah masif dibandingkan perusakan hutan yang terjadi.

Presiden Joko Widodo juga dalam beberapa pidatonya menekankan pentingnya memelihara pohon. Masyarakat diharapkan tidak hanya menanam tapi juga merawat dan memeliharanya, selain juga ikut menjaga kelestarian lingkungan dan alam.

Berdasarkan data yang rekapitulasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, angka deforestasi Indonesia dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2020 memperlihatkan luas kawasan hutan yang menunjukkan tren penurunan. Namun hal tersebut tidak sejalan dengan hasil rekalkulasi Penutupan Lahan (Hutan) Indonesia dan persentase luas hutan terhadap luas wilayah yang masih menunjukkan adanya penurunan. Dari sini dapat disimpulkan walaupun laju penurunan perubahan luas hutan menjadi non hutan sudah dapat dikurangi, namun belum cukup untuk meningkatkan luas kawasan hutan Indonesia.

Angka Deforestasi

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Luas hutan terus menurun

Analisis klaster terhadap luas hutan menghasilkan empat kelompok provinsi. Kelompok pertama adalah provinsi dengan luas hutan paling sedikit (luas hutan kurang dari 1 juta ha) dibandingkan kelompok lainnya. Provinsi yang masuk ke dalam kelompok ini ada 15 provinsi, yaitu: Bali, Banten, Bengkulu, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Gorontalo, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kep. Bangka Belitung, Kep. Riau, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Utara.

Kelompok kedua adalah provinsi dengan luas wilayah hutan antara 1 – 5 juta ha. Yang termasuk dalam kelompok ini sebanyak 13 provinsi, yaitu: Aceh, Jambi, Jawa Timur, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara.

Kelompok ketiga adalah provinsi dengan luas wilayah hutan antara 5 – 15 juta ha. Terdapat 4 provinsi (atau 5 provinsi jika Kalimantan Utara dianggap termasuk dalam kelompok ini) yang masuk kelompok ini, yaitu: Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur (termasuk Kalimantan Utara), dan Papua Barat.

Kelompok terakhir adalah provinsi dengan luas wilayah hutan terbesar (>15 juta ha), hanya dimiliki oleh provinsi Papua.

Tren perubahan luas hutan untuk setiap gugus pulau dapat dilihat pada diagram garis di atas. Terlihat bahwa gugus pulau Kalimantan memiliki perubahan luas hutan berupa penurunan yang cukup besar jika dibandingkan dengan gugus pulau lainnya.

Hal ini menjadi perhatian sebab pulau Kalimantan merupakan salah satu paru-paru dunia dengan luas hutan yang sangat besar dengan keanekaragaman hayati, satwa, dan tumbuhan endemik yang berada di pulau tersebut. Perubahan luas hutan di pulau Kalimantan ini akan menimbulkan kekhawatiran akan keberlangsungan flora dan fauna yang hidup di dalam hutan jika luas hutan semakin berkurang.

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, diolah Litbang Kompas/RFC

Grafik 1: Perubahan luas hutan di Indonesia dari tahun 2011 – 2019. Grafik 2: Luas Hutan berdasarkan gugus pulau. Grafik 3: Pengelompokan empat kluster luas hutan berdasarkan provinsi.

Penurunan luas hutan di Kalimantan

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Perubahan luas hutan di Kalimantan secara lebih detail dapat dilihat dalam grafik di atas. Terlihat di Kalimantan ini terjadi perubahan luas hutan yang cukup fluktuasi pada setiap tahunnya. Tahun 2013 merupakan tahun dengan penurunan yang cukup besar lalu diikuti pada tahun 2015 dan 2017. Jika dibandingkan antara luas hutan pada tahun 2019 dengan tahun 2011 terdapat selisih atau penurunan luas hutan yang besar, yaitu sekitar 2000 ribu ha atau sekitar 20.000 km persegi.

Luas hutan di  Kalimantan untuk semua provinsi memiliki kecenderungan turun. Satu-satunya provinsi yang luas hutannya meningkat adalah provinsi Kalimantan Selatan. Namun jika diperhatikan lebih seksama sebenarnya di provinsi ini pun terjadi penurunan dari tahun 2011 sampai 2018, baru kemudian meningkat di tahun 2019.

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Rasio Luas Hutan terhadap Luas Wilayah

Perbandingan rasio luas hutan terhadap luas wilayah dari tahun 2011 sampai 2019 juga terjadi pola yang menurun. Pola ini mirip dengan tren luas total hutan, namun dari sini dapat dilihat bahwa luas wilayah di Indonesia yang sebelumnya masih lebih dari setengahnya merupakan hutan (tahun 2011), makin menurun hingga pada tahun 2019 luas hutan tidak mencapai setengah dari luas wilayah Indonesia lagi.

Bila dilihat lebih detail per gugus pulau, perubahan rata-rata luas hutan per luas wilayah untuk setiap gugus pulau juga memiliki kecenderungan menurun. Penurunan terbesar terjadi pada gugus pulau Jawa, dimana pulau Jawa memiliki rata-rata luas hutan per luas wilayah yang paling kecil diantara gugus pulau lainnya.

Menurut data Badan Pusat Statistik (2020), sebaran penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, yakni sebesar 56,46 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Dengan total jumlah penduduk mencapai 150 juta jiwa menjadikan Pulau Jawa sebagai pulau terpadat di Indonesia. Hal ini menjadi perhatian mengingat Pulau Jawa merupakan pulau dengan jumlah penduduk terpadat di Indonesia akan tetapi luas hutan yang semakin sedikit akan dapat memengaruhi keseimbangan alam di pulau Jawa.

Pada periode 2011-2019 terdapat perubahan rata-rata luas hutan untuk setiap gugus pulau. Banyak gugus pulau yang rata-rata perubahan luas hutan per cakupan luas wilayahnya mengalami penurunan. Hanya gugus pulau Bali Nusa saja yang mengalami kenaikan. Penurunan terbesar terjadi di pulau Jawa, yaitu sebesar lebih dari 0,6 persen wilayah yang tadinya hutan berubah menjadi bukan hutan untuk setiap tahunnya. Jika hal ini terjadi terus menerus, maka wilayah hutan di pulau jawa akan habis dalam waktu kurang dari 25 tahun.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Bendungan yang dibangun Pertamina di kawasan Hutan Lindung Sungai Wain di Kelurahan Karang Joang, Kecamatan Balikpapan, Kota Balikpapan, Kalimantan Timut, Jumat (30/8/2019). Bendungan tersebut mengandalkan cabang aliran Sungai Wain. Hutan Lindung Sungai Wain seluas 11.000 hektar berfungsi sebagai daerah resapan air untuk pasokan air minum masyarakat Balikpapan dan pengolahan minyak Pertamina. Hutan ini juga berfungsi sebagai habitat satwa dilindungi diantaranya seperti Beruang Madu, Owa, Orangutan, Macan Dahan, Kucing Batu, Burung Enggang dan Trenggiling.

Provinsi-provinsi di Pulau Jawa memiliki nilai rata-rata perubahan luas hutan per luas wilayah yang cenderung menurun. Rata-rata perubahan terbesar dari tahun ke tahun terjadi di provinsi Jawa Timur.

Untuk provinsi DKI Jakarta cenderung tidak mengalami perubahan dari tahun ke tahun mengingat wilayah di provinsi ini sudah tidak dapat dijumpai hutan yang luas dikarenakan sudah banyak dilakukan penutupan lahan untuk kepentingan pemukiman, industri dan pemerintahan.

Provinsi Jawa Barat memiliki nilai rata-rata perubahan yang positif yang artinya provinsi sudah cukup berhasil dalam melakukan peningkatan luas hutan. Berbeda sekali dengan provinsi Jawa Timur yang wilayah hutannya turun lebih dari 2 persen per tahun, dan provinsi Jawa Tengah yang tiap tahunnya turun 1,75 persen. Jika penurunan itu terus berlangsung, dalam waktu kurang dari 12 tahun tidak dapat dijumpai lagi hutan di kedua provinsi ini.

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN

Kayu-kayu yang diambil dari kawasan hutan negara menumpuk dan sebagian lagi dilansir lewat kanal sebuah perusahaan pemegang konsesi hak pengusahaan hutan (HPH), di wilayah Kumpeh, di Kabupaten Muaro Jambi, Selasa (8/10/2019). Patroli udara oleh tim Satuan Tugas Karhutla Jambi mendapati pembalakan masih terus berlangsung di tengah kebakaran yang meluas dalam wilayah hutan itu.

Perubahan Luas Wilayah Hutan Per Provinsi

Rata-rata perubahan luas hutan dibandingkan rata-rata luas hutan dan luas wilayahnya, dapat dilihat dalam kuadran berikut. Sumbu horizontal menunjukkan rata-rata luas hutan untuk setiap provinsi dan sumbu vertikal menunjukkan rata-rata perubahan luas hutan setiap tahunnya.

Dapat terlihat bahwa provinsi Papua memiliki luas wilayah terbesar, dan juga luas hutan terbesar, dengan perubahan luas hutan yang cenderung tetap.

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, data diolah Litbang Kompas/RFC

Dalam diagram tersebut tergambar daerah yang di bagian bawah garis mendatar merupakan provinsi yang terus mengalami penurunan luas hutan. Provinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang mengalami penurunan luas hutan paling besar dibandingkan provinsi lainnya. Kondisi tersebut perlu diwaspadai sebab ada kemungkinan keseimbangan alam akan terganggu jika hal ini terus-menerus terjadi.

Untuk daerah di bagian kanan bawah, provinsi yang terletak di bagian ini memiliki luas hutan yang cukup besar. Namun terus berkurangnya luas hutan secara konstan, akan menimbulkan efek lain yang mungkin juga akan berpengaruh pada daerah lain di sekitarnya.

Terlebih terdapat tiga provinsi besar yang terletak di satu pulau, yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Berkurangnya luas hutan di 3 tiga provinsi ini akan mempengaruhi keseimbangan alam di pulau Kalimantan, yang akhirnya akan berdampak pada penduduk yang tinggal di sana, dan memungkin juga terjadinya perubahan cuaca dan iklim di Indonesia.

Peta Tematik Rataan Luas Hutan per Provinsi

Dari peta tematik rata-rata luas hutan per provinsi (2011 – 2019) dapat dilihat bahwa untuk kepulauan di Indonesia bagian timur seperti gugus pulau Maluku Papua dan Kalimantan, memiliki rataan luas hutan yang besar dengan ditandai oleh warna hijau yang gelap.

Kepulauan Indonesia bagian barat cenderung memiliki rataan luas hutan yang tidak terlalu besar. Provinsi Sumatera Selatan memiliki luas wilayah yang cukup besar tetapi warna yang terlihat cukup terang. Hal ini menunjukkan bahwa provinsi tersebut memiliki luas hutan yang rendah meskipun luas wilayahnya cukup besar.

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Peta tematik di bawah ini memperlihatkan rataan perubahan luas hutan di setiap provinsi di Indonesia dari setiap tahun (2011-2019) yang ditunjukkan dari warna merah, putih, dan biru. Untuk provinsi yang daerah daratannya berwarna merah menunjukkan terjadi penurunan luas hutan yang besar, warna putih yang menunjukkan terjadi sedikit penurunan luas hutan, dan warna biru yang menunjukkan terjadinya (sedikit) peningkatan luas hutan. Wilayah Indonesia bagian Barat-Tengah cenderung mengalami penurunan luas hutan jika dibandingkan dengan wilayah Indonesia bagian Timur.

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Penurunan luas hutan Indonesia tidak terjadi di semua daerah atau provinsi. Provinsi yang mengalami penurunan luas hutan yang besar adalah gugus pulau Kalimantan. Posisi Kalimantan yang berada di tengah-tengah Indonesia menjadi daerah yang sentral, yang dapat mempengaruhi keseimbangan alam dan cuaca di Indonesia.

Selain itu terdapat provinsi yang mengalami persen penurunan besar pada gugus pulau yang padat penduduk yaitu Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Provinsi-provinsi ini perlu diperhatikan untuk mengurangi terjadinya deforestasi agar luas hutan tidak terus berkurang yang memungkinkan terjadinya bencana alam.

Provinsi lain mungkin posisinya lebih baik dari daerah yang disebutkan di atas. Namun bukan berarti sudah berhasil menahan laju penurunan luas hutan. Konsistensi dari pemerintah daerah dan masyarakat diperlukan untuk menjaga kelestarian lingkungan bersama. Sehingga pemerintah pusat bisa lebih fokus pada daerah yang luas hutannya mengalami penurunan secara drastis, dan rasio kawasan hijau terhadap wilayah yang terus menurun. Dengan kesadaran dan kerjasama semua pihak, diharapkan kita bisa menjaga tanah air kita ini menjadi tempat hunian yang nyaman bukan hanya saat ini tapi juga untuk anak cucu kita kelak nanti. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku
  • Rekalkulasi Penutupan Lahan di Indonesia yang diterbitkan oleh Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan edisi: 2011 sampai 2020.

Artikel Terkait