KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Ribuan nahdliyin dan simpatisan Nahdlatul Ulama (NU) mengikuti apel akbar kader NU Kota Depok, di Rangkapan Jaya, Depok, Jawa Barat, Minggu (29/1/2023). Apel akbar tersebut untuk menyambut satu abad NU yang jatuh pada 7 Februari 2023 . Acara puncak resepsi Satu Abad NU diselenggarakan di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur, pada Senin (6/2/2023) dan Selasa (7/2/2023). Ormas Islam terbesar di Indonesia itu menetapkan usia 100 tahun berdirinya organisasi ini dengan menggunakan penanggalan kalender Hijriah.
Pendirian organisasi ini bermula dari kalangan pesantren yang gigih melawan kolonialisme sehingga membentuk organisasi pergerakan. Pada tahun 1916 dibentuk Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) dan pada 1918 didirikan Taswirul Afkar atau sering disebut Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran) sebagai wadah pendidikan sosial politik dan keagamaan para santri. Hal ini berlanjut hingga tahun 1908 di mana muncul gerakan Kebangkitan Nasional sebagai kesadaran untuk melawan penjajahan dan keterbelakangan. Pada 31 Januari 1926 di Surabaya Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) didirikan oleh KH Hasyim Asy’ari dengan paham “Ahlussunnah Wal Jamaah”, bergerak di bidang sosial, keagamaan, dan politik.
KH Hasyim Asy’ari mencetuskan Hubbul wathan minal iman (cinta tanah air bagian dari iman), sebuah adagium yang sangat sahih menegaskan keterlibatan iman Islam dalam pembentukan negara bangsa. Perjuangan mencintai tanah air itulah yang mendasari keterlibatan NU dalam Revolusi Jihad, 22 Oktober 1945. Kelompok pejuang Islam, Hizbullah, turut aktif melawan penjajah yang ingin menduduki kembali Indonesia. Revolusi itu turut menyokong perjuangan arek-arek Surabaya dalam pertempuran heroik 10 November 1945 yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan (“Memaknai NU dan Dinamika Internal Organisasi “Nahdliyin””, Kompas, 11 Oktober 2021)
Tokoh Nahdlatul Ulama
KH Hasyim Asy’ari
Lahir: Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875
Meninggal: Jombang, 25 Juli 1947
Di kalangan nahdliyin dan ulama pesantren, Hasyim Asy’ari dijuluki “Hadratus Syeikh” yang berarti mahaguru. Hasyim Asy’ari juga dikenal sebagai tokoh pendidikan pembaharu pesantren. Selain mengajarkan agama dalam pesantren, Hasyim Asy’ari juga mengajar para santri membaca buku-buku pengetahuan umum. Tahun 1899, sepulang dari Mekkah, Hasyim Asy’ari mendirikan Pesantren Tebuireng, Jombang. Tahun 1926, Hasyim Asy’ari menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya Nahdlatul Ulama (NU), yang berarti kebangkitan ulama. Tahun 1942, Hasyim Asy’ari dipenjara 4 bulan oleh Jepang. Selanjutnya, pada awal kemerdekaan, bersama ulama lainnya di Jatim Hasyim Asy’ari menyerukan Resolusi Jihad melawan Belanda dan sekutu. Fatwa itu akhirnya menjadi pemantik pertempuran heroik 10 November 1945 di Surabaya yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan. Setelah wafat, atas jasa-jasanya kepada negara, Hasyim Asy’ari dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
KH Wahid Hasyim
Lahir: Jombang, 1 Juni 1914
Meninggal: Cimahi, Jawa Barat, 19 April 1953
Putra kelima Hasyim Asy’ari, pendiri NU ini merupakan salah satu anggota termuda Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Wahid Hasyim pernah menjadi menteri agama pertama RI dan pada tiga kabinet lainnya (Hatta, Natsir, dan Sukiman). Di bawah kepemimpinannya, NU menyatakan keluar dari Masyumi pada 1952 dan Wahid Hasyim mendirikan Partai NU. Tahun 1964, Wahid Hasyim ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
KH A Wahab Chasbullah
Lahir: Jombang, 31 Maret 1888
Meninggal: Jombang, 29 Desember 1971
Bersama dengan KH Hasyim Asy’ari menghimpun tokoh pesantren dan keduanya mendirikan Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) tahun 1926. Kiai Wahab juga berperan membentuk Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, Kiai Wahab bersama Hasyim Asy’ari merumuskan Resolusi Jihad sebagai dukungan terhadap perjuangan kemerdekaan. Sesudah Hasyim Asy’ari meninggal, Kiai Wahab menjadi Rois Aam NU. Pada November 2014, Kiai Wahab mendapat gelar Pahlawan Nasional.
KH Abdurrahman Wahid
Lahir: Jombang, 7 September 1940
Meninggal: Jakarta, 30 Desember 2009
Gus Dur adalah putra pertama KH Wahid Hasyim dan cucu pendiri NU KH Hasyim Asy’ari. Pada Musyawarah Nasional NU 1984, Gus Dur terpilih sebagai Ketua Umum PBNU. Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem Pendidikan pesantren NU. Selanjutnya, Gus Dur terpilih kembali hingga tahun 1999. Pada masa kepemimpinannya, NU kembali ke Khittah 1926, yakni bergerak di bidang sosial dan keagamaan. Kiprah politiknya dimulai pada awal reformasi menjelang kejatuhan rezim Orde Baru. Gus Dur tercatat sebagai salah satu tokoh reformasi. Selanjutnya Gus Dur menggagas berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa untuk mewadahi aspirasi politik warga NU. Pada pemilihan presiden 1999, Gus Dur terpilih sebagai presiden ke-4 RI dalam sidang MPR. Namun, dalam Sidang Istimewa MPR tahun 2001, ia diberhentikan sebagai presiden.
Sumber: Laman resmi Nahdlatul Ulama, nu.or.id, dan pemberitaan media; diolah oleh Litbang Kompas/ERN
Infografik: Tiurma
Muktamar Nahdlatul Ulama dari masa ke masa
Muktamar adalah forum permusyawaratan tertinggi di Nahdlatul Ulama yang membahas arah dan kebijakan strategis organisasi, termasuk di antaranya pemilihan pengurus. Susunan Kepengurusan NU terdiri atas Mustasyar (penasihat), Syuriah (pimpinan tertinggi, pengambil kebijakan), dan Tanfidziyah (pelaksana).
- 1926–1929
Muktamar pertama diselenggarakan di Surabaya, Jawa Timur, 21–23 September 1926. Muktamar diikuti 93 ulama dari Jawa dan Madura, ditambah dengan KH Abdullah dari Palembang, KH Abu Bakar dari Kalimantan, serta KH Abdul Qadir dari Martapura.
- 1929–1933
Pada masa ini, muktamar diselenggarakan di Semarang (1929), Pekalongan (1930), Cirebon (1931), Bandung (1932), dan Jakarta (1933).
Dalam kurun waktu 1926–1933, NU tak hanya fokus pada penguatan hubungan ulama Ahlussunnah wal Jamaah serta memperbanyak madrasah, masjid, dan surau, akan tetapi NU juga telah mengurus fakir miskin hingga mendirikan badan guna memajukan pertanian dan perniagaan untuk mendukung syiar Islam.
- 1934
Muktamar ke-9 diselenggarakan di Banyuwangi, Jawa Timur. Dalam muktamar ini mulai dilakukan pemisahan siding antara Syuriah dan Tanfidziyah.
- 1935
Muktamar ke-10 diselenggarakan di Solo, Jawa Tengah menentang kebijaksanaan Belanda tentang pengangkatan pejabat yang berwenang mengurusi agama Islam.
- 1936
Muktamar ke-11 diselenggarakan di luar Jawa untuk pertama kali, yaitu di Banjarmasin.
- 1937
Muktamar ke-12 diselenggarakan di Malang, Jawa Timur. NU menolak kebijakan Hindia Belanda terkait soal waris, pencatatan perkawinan, dan urusan agama.
- 1938–1940
Muktamar ke-13 (1938) diselenggarakan di Banten. Selanjutnya, muktamar ke-14 (1939) diselenggarakan di Magelang, Jawa Tengah, sedangkan Muktamar ke-15 (1940) diselenggarakan di Surabaya, Jawa Timur. Dalam muktamar ke-15, KH Hasyim Asy’ari terpilih sebagai Rais Akbar, KH Abdul Wahab Chasbullah sebagai Katib Aam, dan KH Mahfudz Siddiq sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU.
- 1941
Muktamar direncanakan di Palembang, Sumatera Selatan, tetapi dibatalkan karena terjadi Perang Asia Pasifik.
- 1946
Muktamar ke-16 diselenggarakan di Purwokerto, Jawa Tengah dan menjadi muktamar pertama NU yang diselenggarakan setelah Indonesia merdeka.
- 1947
Muktamar ke-17 diselenggarakan di Madiun, Jatim.
- 1950
Muktamar ke-18 diselenggarakan di Jakarta.
- 1952
Muktamar ke-19 diselenggarakan di Palembang, Sumatera Selatan. NU menyatakan diri sebagai partai politik.
- 1954–1962
Muktamar ke-20 (1954) diselenggarakan di Surabaya, muktamar ke-21 (1956) diselenggarakan di Medan, Sumatera Utara, muktamar ke-22 (1959) diselenggarakan di Jakarta, dan muktamar ke-23 (1962) diselenggarakan di Solo, Jawa Tengah.
- 1967
Muktamar ke-24 diselenggarakan di Bandung, Jawa Barat. Dalam muktamar ini terpilih KH Idham Chalid sebagai ketua umum.
- 20–25 Desember 1971
Muktamar ke-25 diselenggarakan di Surabaya, Jawa Timur. Dalam muktamar ini KH Abdul Wahab Chasbullah terpilih sebagai Rais Aam dan KH Idham Chalid sebagai Ketua Umum. Rois Aam KH Wahab Hasbullah menekankan keharusan NU kembali ke jiwa 1926. Selain itu, ditegaskan pula bahwa NU tidak mengesampingkan para ulama karena mengesampingkan ulama berarti pula mengesampingkan syariah dan hakikah. NU menyadari pentingnya stabilitas politik dalam pembangunan dan sependapat dengan kebijakan pemerintah untuk mewujudkan stabilitas politik.
- 6–11 Juni 1979
Muktamar ke-26 diselenggarakan di Semarang, Jawa Tengah dengan tema “Partisipasi NU dalam Pembangunan.” Pembukaan dilakukan oleh Wakil Presiden Adam Malik. Menurut Wakil Presiden, NU harus menjadi pelopor semua barisan Islam untuk bersatu menegakkan terus Republik Indonesia di atas dasar Pancasila. Muktamar memutuskan kembali ke Khittah 1926, yakni menjadi Jam’iyah diniyah. Namun, keputusan itu baru bersifat konsepsional dan belum dilengkapi dengan konsep operasional.
- 8–12 Desember 1984
Muktamar ke-27 diselenggarakan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur dan dibuka oleh Presiden Soeharto. Mukmamar memutuskan KH R As’ad Syamsul sebagai Musytasar Aam, KH Ahmad Siddiq menjadi Rois Aam PBNU Syuriyah, dan KH Abdurrahman Wahid sebagai Ketua Umum PBNU Tanfidziyah. Muktamar ini menghasilkan dua hal penting, yaitu menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas dan mengembalikan NU menjadi organisasi sosial keagamaan sesuai dengan Khittah NU 1926.
- 25–28 November 1989
Muktamar ke-28 diselenggarakan di Pondok Pesantren Al Munawwir, Krapyak, Yogyakarta dan dibuka oleh Presiden Soeharto. KH Abdurrahman Wahid terpilih kembali sebagai Ketua Umum PBNU dan KH Achmad Muhammad Hasan Siddiq sebagai Rois Aam. Dalam muktamar ini, keputusan kembali ke Khittah 1926 semakin dimantapkan, yaitu NU tidak punya ikatan organisatoris dan tidak menentang organisasi sosial politik mana pun.
- 1–5 Desember 1994
Muktamar ke-29 diselenggarakan di Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat dan dibuka oleh Presiden Soeharto. Untuk ketiga kalinya KH Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Ketua Umum PBNU, sedangkan KH Mohammad Ilyas Ruhiat sebagai Rais Aam. Muktamar menghasilkan keputusan mengenai program kerja PBNU, periodisasi kepengurusan, pembahasan soal justifikasi teologis terhadap cangkok katup jantung babi pada manusia, soal bayi tabung, dan masalah penggusuran.
KOMPAS/EDDY HASBY
KH Ilyas Ruhiat (kedua kanan) dan KH Sahal Mahfudh (ketiga kiri) setelah terpilih sebagai pucuk pimpinan PB-NU pada sidang pemilihan yang berakhir hari Senin (5/12/1994) dini hari pada Muktamar ke-29 NU di Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya. KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dipercaya menjadi Ketua Umum Tanfidziyah NU, KH Ilyas Ruhiat Rais Aam Syuriah PBNU, dan Wakil Rais Aam KH Sahal Mahfudh.
- 21–26 November 1999
Muktamar ke-30 diselenggarakan di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Lirboyo, Kediri, Jawa Timur dan dibuka oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Kiai Sahal Mahfudz terpilih sebagai Rois Aam dan Hasyim Muzadi sebagai Ketua Umum PBNU. Muktamar ini menekankan penataan organisasi.
- 28 November–2 Desember 2004
Muktamar ke-31 diselenggarakan di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah dan dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. KH Sahal Mahfudz terpilih kembali sebagai Rois Aam dan Hasyim Muzadi menjadi Ketua Umum PBNU. Muktamar ini menegaskan peningkatan peran Internasional NU.
- 23–27 Maret 2010
Muktamar ke-32 diselenggarakan di Makassar, Sulawesi Selatan dan dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. KH A Sahal Mahfudz terpilih kembali sebagai Rois Aam Syuriah PBNU, sedangkan KH Said Aqil Siroj terpilih sebagai Ketua Umum PBNU. Di muktamar ini ditegaskan kembali ajaran Aswaja dan komitmen kebangsaan yang dibingkai dalam Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
- 1–6 Agustus 2015
Muktamar ke-33 diselenggarakan di Jombang, Jawa Timur dan dibuka oleh Presiden Joko Widodo. Muktamar menetapkan KH Mustofa Bisri sebagai Rais Aam Syuriah PBNU periode 2015-2020. Namun, Gus Mus menitipkan surat untuk ahlul halli wal aqdi yang menyatakan tidak bersedia dipilih menjadi Rois Aam PBNU. Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) yang terdiri dari sembilan kiai akhirnya menetapkan KH Ma’ruf Amin sebagai Rois Aam Syuriah, sedangkan KH Said Aqil Siroj terpilih sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU melalui mekanisme pemungutan suara terbanyak. Pada tahun 2018, Ma’ruf Amin digantikan oleh KH Miftachul Akhyar karena terpilih sebagai calon wakil presiden pada pemilu 2019.
- 22–24 Desember 2021
Muktamar ke-34 diselenggarakan di Lampung dan dibuka oleh Presiden Joko Widodo. Muktamar mengangkat tema “Menuju Satu Abad NU: Membangun Kemandirian Warga untuk Perdamaian Dunia”. KH Miftachul Akhyar terpilih sebagai Rais Aam PBNU periode 2022–2027 sedangkan KH Yahya Cholil Staquf terpilih sebagai Ketua Umum PBNU.
Pengurus Nahdlatul Ulama dari masa ke masa
Periode | Ketua Umum PBNU | Rois Aam |
1926 | H Hasan Gipo | KH Hasyim Asy’ari |
1952-1954 | KH Masjkur | KH R Abdul Wahab Chasbullah |
(diangkat menjadi Menteri | ||
Agama) digantikan | ||
KH Wahid Hasyim | ||
1954-1956 | KH M Dachlan | KH A Wahab Chasbullah |
1956-1959 | KH Idham Chalid | KH A Wahab Chasbullah |
1959-1962 | KH Idham Chalid | KH A Wahab Chasbullah |
1962-1967 | KH Idham Chalid | KH A Wahab Chasbullah |
1967-1971 | KH Idham Chalid | KH A Wahab Chasbullah |
1971-1979 | KH Idham Chalid | KH A Wahab Chasbullah |
1979-1984 | KH Idham Chalid | KH Bisri Syamsuri |
1984-1989 | KH Abdurrahman Wahid | KH Achmad Siddiq |
1989-1994 | KH Abdurrahman Wahid | KH Achmad Siddiq |
1994-1999 | KH Abdurrahman Wahid | KH Ilyas Ruhiat |
1999-2004 | KH Hasyim Muzadi | KH M A Sahal Mahfudh |
2004-2009 | KH Hasyim Muzadi | KH M A Sahal Mahfudh |
2010-2015 | KH Said Aqil Siroj | KH M A Sahal Mahfudh |
(meninggal Januari 2014) | ||
KH Mustofa Bisri | ||
2015-2018 | KH Said Aqil Siroj | KH Ma’ruf Amin |
2018-2021 | KH Said Aqil Siroj | KH Miftachul Akhyar |
2021-2027 | KH Yahya Cholil Staquf | KH Miftachul Akhyar |
Badan Otonom Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama memiliki badan otonom sebagai perangkat yang bertugas menjalankan program NU sesuai dengan basis keanggotaannya. Ketua Umum setiap badan otonom dipilih oleh anggotanya melalui forum kongres. Badan otonom memiliki Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga tersendiri yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama.
Muslimat Nahdlatul Ulama (Muslimat NU)
Badan otonom NU yang diperuntukkan bagi anggota perempuan Nahdlatul Ulama. Lahir pada 29 Maret 1946.
Fatayat Nahdlatul Ulama (Fatayat NU)
Badan otonom NU yang diperuntukkan bagi anggota perempuan muda Nahdlatul Ulama berusia maksimal 40 tahun. Lahir pada 24 April 1950 di Surabaya, Jawa Timur.
Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama (GP Ansor NU)
Badan otonom NU yang diperuntukkan bagi anggota laki-laki muda Nahdlatul Ulama yang berusia maksimal 40 tahun. Didirikan pada 24 April 1934 di Banyuwangi, Jawa Timur oleh KH Abdul Wahab Chasbullah. GP Ansor mengembangkan kepanduan bernama Barisan Nahdlatul Ulama (Banoe) yang kemudian berubah menjadi Barisan Ansor Serbaguna (Banser).
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)
Badan otonom NU yang diperuntukkan bagi pelajar dan santri laki-laki Nahdlatul Ulama yang berusia maksimal 27 tahun. Didirikan pada 24 Februari 1954 di Semarang, Jawa Tengah oleh KH Tolchah Manshur, Abdul Ghoni, dan Sofwan Kholil.
Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU)
Badan otonom NU yang diperuntukkan bagi pelajar dan santri perempuan Nahdlatul Ulama yang berusia maksimal 27 tahun. Lahir pada 3 Maret 1955 di Malang, Jawa Timur.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
Badan otonom NU yang diperuntukkan bagi mahasiswa. Lahir pada 17 April 1960 di Surabaya, Jawa Timur dengan Ketua Umum pertamanya adalah Mahbub Djunaidi.
Selain badan otonom tersebut, ada juga badan otonom yang keanggotaannya berdasar profesi dan kekhususan sepeti Jam’iyyah Ahlit Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (tasawuf), Jam’iyyattul Qurra wal Huffazh Nahdlatul Ulama (tilawatil Qur’an), Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi), Pencak Silat Pagar Nusa, Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama, dan Ikatan Seni Hadrah Indonesia Nahdlatul Ulama (Ishari NU).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Ribuan Nahdliyin dari Gerakan Pemuda Ansor dan Barisan Serbaguna Ansor (Banser) berkumpul saat apel akbar Peringatan 83 Tahun Hari Lahir GP Ansor di Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, Bandung, Rabu (10/5/2017). Dalam apel akbar yang juga dihadiri Kepala Polda Jawa Barat Inspektur Jenderal Anton Charliyan dan Pangdam III Siliwangi Mayor Jenderal M Herindra ini, Nahdliyin tidak hanya siap menjunjung tinggi nilai-nilai kebinekaan dan pluralisme, tetapi juga memerangi gerakan radikal.
Kiprah Nahdlatul Ulama
- 31 Januari 1926
Nahdlatul Ulama didirikan KH Hasyim Asy’ari dan beberapa ulama terkemuka di Jawa dengan paham Ahlussunnah Wal Jamaah dan bergerak di bidang sosial, keagamaan, dan politik.
- 1936
Dalam muktamar Nahdlatul Ulama (NU) telah dibicarakan gagasan terkait pendirian negara Indonesia.
- 1937
KH Hasyim Asy’ari membentuk Gabungan Politik Indonesia yang salah satu agendanya mendorong bangsa Indonesia berparlemen. Saat itu, KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahid Hasyim sepakat, salah satu referensi penting pembentukan negara-bangsa Indonesia adalah Madinah yang mengedepankan kebangsaan dan menerima keberagaman.
- 21–22 Oktober 1945
KH Hasyim mengumpulkan ulama se-Jawa dan Madura. Saat itu difatwakan mati syahid bagi mereka yang tewas melawan tentara Sekutu. Inilah yang kemudian dikenal sebagai Resolusi Jihad, di antaranya berbunyi “Soepaja memerintahkan melandjoetkan perdjoeangan bersifat ‘sabilillah’ oentoek tegaknja Negara Repoeblik Indonesia Merdeka dan Agama Islam”. Seruan ini memicu ribuan pemuda dari seantero Jawa Timur masuk kota untuk mati-matian mempertahankan Surabaya pada 10 November 1945 untuk melawan kembalinya Belanda menjadi penjajah pascapenyerahan Jepang. Pada 22 Oktober 1945 para santri ikut berjuang melawan tentara NICA di bawah pimpinan Brigjen AWS Mallaby. Harun, santri Pondok Tebuireng (Jombang), adalah penaruh bom di mobil Brigjen Mallaby. Untuk itu, NU mengusulkan kepada pemerintah 22 Oktober sebagai Hari Santri.
- 7 November 1945
NU bergabung dengan Partai Masyumi sebagai hasil kesepakatan bahwa Masyumi sebagai satu-satunya alat perjuangan umat Islam.
- 5 April 1952
NU menarik keanggotaannya dari Masyumi dan mendirikan Partai Nahdlatul Ulama atau Partai NU.
- 1955
NU keluar sebagai pemenang ketiga dalam Pemilu 1955 dengan perolehan 6,9 juta suara (18,4 persen).
- 1960
NU menjadi salah satu parpol yang selamat dari kebijakan penyederhanaan partai yang dilakukan Presiden Soekarno.
- 28 April 1964
KH Wahid Hasyim mendapat gelar pahlawan nasional dari pemerintah.
- 17 November 1964
KH Hasyim Asy’ari mendapat gelar pahlawan nasional dari pemerintah.
- 1971
Partai NU menempati posisi kedua setelah Golkar pada pemilu pertama rezim Orde Baru.
KOMPAS/PAT HENDRANTO
Mantan Menteri Agama Prof. KH Sjaifuddin Zuchri berpidato dalam kampanye partai NU Wilajah DKI Jakarta yang terakhir di lapangan Banteng Jumat 25 Juni 1971. Pada hari yang sama PNI kampanye di Istora Senayan. Sedangkan Partai Katolik melakukan pawai sebelum kampanye di Blok Q Kebayoran Baru, Jakarta.
- Januari 1973
Partai NU dan tiga partai Islam lainnya, yaitu Parmusi, PSII, dan Perti dilebur menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
- 1977–1997
Aspirasi politik NU diperjuangkan melalui PPP.
- 8–12 Desember 1984
Dalam Muktamar ke-27 di Situbondo, Jawa Timur, NU menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas, sedangkan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur terpilih sebagai Ketua Umum PBNU. Gus Dur memutuskan NU menjadi organisasi sosial keagamaan sesuai dengan Khittah NU 1926. Dengan keputusan ini, NU melepaskan diri dari keterlibatan politik praktis.
- April 1985
Generasi Muda NU mendirikan Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU. Organisasi ini menandai aktivitas generasi muda NU di kegiatan lembaga swadaya kemasyarakatan seiring dengan terpilihnya Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai ketua tanfidziah NU di Muktamar Situbondo. Dalam kurun waktu yang sama aktivis muda NU juga mendirikan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) NU.
- 1989
Abdurrahman Wahid terpilih kembali untuk masa jabatan kedua Ketua Umum PBNU dan mulai berani mengkritik kebijakan Presiden Soeharto dan Orde Baru.
- 1 Maret 1992
Rapat Akbar NU menghasilkan komitmen warga NU untuk peneguhan kehidupan kebangsaan dengan pelaksanaan UUD secara baik dan benar.
- 1994
Abdurrahman Wahid kembali mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PBNU, tetapi Presiden Soeharto tidak ingin Gus Dur terpilih kembali. Ketika Munas NU diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat oleh ABRI. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua umum untuk masa jabatan ketiga.
- 1998
Ketua Umum PBNU Abdurrahman Wahid menjadi salah satu tokoh reformasi. PBNU menangkap besarnya keinginan warga NU untuk membuat parpol. Hasil musyawarah memutuskan untuk mendeklarasikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). PKB juga beranggotakan orang di luar pengikut NU.
- 1999
Partai Kebangkitan Bangsa menjadi peserta Pemilu 1999 dan menjadi pemenang ketiga (12,6 persen) setelah PDI-P dan Partai Golkar.
- 1999–2004
Partai Kebangkitan Bangsa dilanda konflik internal yang berakibat munculnya dua kubu di dalam partai ini.
- 2000–2001
Tokoh NU, Abdurrahman Wahid, menjadi presiden keempat setelah BJ Habibie.
Artikel Terkait
- 2006
Sebagian kiai dan kader NU membentuk PKNU (Partai Kebangkitan Nasional Ulama).
- 2009
Perolehan suara PKB hanya 4,9 persen pada Pemilu 2009.
- 30 Desember 2009
Mantan Presiden Abdurrahman Wahid yang juga mantan Ketua Umum PBNU wafat.
- 2010
KH Said Aqil Siroj terpilih sebagai Ketua Umum PBNU.
- 2011
NU menegaskan tetap berkomitmen menjaga Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
- 18 Maret 2012
NU membentuk Laskar Aswaja untuk merespons keresahan atas radikalisme berbasis agama. Laskar Aswaja dibentuk sebagai penjaga utama Ahlussunnah Wal Jamaah, termasuk untuk membentengi ideologi transnasional yang tidak sesuai konteks keindonesiaan dan menolak radikalisme berbasis agama.
- 7 November 2014
Salah seorang pendiri NU dari Pondok Pesantren Tambakberas, Jombang, Jawa Timur, almarhum KH Abdul Wahab Chasbullah, dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
- 9–11 Mei 2016
NU menyelenggarakan Konferensi Internasional
Para Pemimpin Islam Moderat atau International Summit of Moderate Islamic Leaders (ISOMIL) di Jakarta. Dalam konferensi tersebut, dihasilkan “Deklarasi Nahdlatul Ulama” yang terdiri dari 16 poin, satu di antaranya NU menawarkan Islam Nusantara sebagai wawasan dan perspektif baru yang bisa diteladani negara Islam untuk mewujudkan Islam yang damai.
- 27-1 Maret 2019
NU mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2019 di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Banjar, Jawa Barat. Dalam rapat komisi atau bahtsul masail maudluiyyah (tematik) diambil kesepakatan Islam Nusantara yang pertama kali muncul dalam Muktamar Nahdlatul Ulama tahun 2015 di Jombang bukan merupakan mazhab atau aliran dalam Islam. Islam Nusantara adalah Islam Ahlusunah Waljamaah yang diamalkan, didakwahkan, serta dikembangkan sesuai dengan karakteristik masyarakat dan budaya di Nusantara. Keselarasan antara semangat kebangsaan dan keislaman menjadi puncak dari implementasi Islam Nusantara. Munas juga menyepakati optimalisasi peran NU dalam menyelesaikan konflik internasional dan mewujudkan kedamaian dunia dengan semangat Islam Nusantara, yakni Islam yang damai, harmonis, santun, antikekerasan, dan antiradikalisme.
- 22–24 Desember 2021
NU menyelenggarakan muktamar ke-34 dan menetapkan KH Yahya Cholil Staquf sebagai ketua umum PBNU. Di bawah kepemimpinannya, NU memiliki visi “Menghidupkan Gus Dur” dan komitmen menjaga PBNU agar tidak terjebak politik praktis. Selain itu, penguatan organisasi akan terus berjalan sehingga dapat berkontribusi pada peradaban dunia.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Banner berisi pesan-pesan kebangsaan dan perjuangan dari kyai dan tokoh Nadlatul Ulama terpasang di arena Musyawarah Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2019 di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Kamis (28/2/2019). Selain masalah internal organisasi NU, kegiatan bertajuk “Memperkuat Ukhuwah Wathoniyah untuk Kedaulatan rakyat” juga membahas masalah kebangsaan dan lingkungan.
23 Januari 2023
Kontribusi Nahdlatul Ulama kepada bangsa Indonesia tak diragukan lagi. Selama hampir satu abad dalam hitungan Hijriah, wadah kaum Nahdliyin ini tak hanya berkiprah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, tetapi juga merawat persatuan, kesatuan, dan keselamatan bangsa. Bukan hanya itu, organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia ini pun selalu turut serta memajukan bangsa.
Presiden Joko Widodo, seusai mengikuti jalan sehat dalam rangka peringatan satu abad Nahdlatul Ulama (NU) di Pamedan Pura Mangkunegaran, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Minggu (22/1/2023), menegaskan, seluruh masyarakat Indonesia sudah sejak lama mengetahui kontribusi NU bagi bangsa. ”Saya kira tidak usah kita ulang-ulang. Semua sudah tahu. Kontribusi besar apa yang diberikan Nahdlatul Ulama. Sudah tahu semuanya,” kata Presiden.
NU didirikan pada 16 Rajab 1344 H atau 31 Januari 1926 di Surabaya, Jawa Timur. Dengan demikian, ormas yang didirikan KH Hasyim Asy’ari itu genap berusia 100 tahun pada 16 Rajab 1444 H yang bertepatan dengan 7 Februari 2023.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Presiden Joko Widodo (ketiga dari kiri) mengikuti jalan sehat jelang peringatan satu abad berdirinya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Minggu (22/1/2023). Turut mendampingi Presiden, yakni Ibu Negara Iriana, Ketua DPR Puan Maharani, dan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf.
Sumber: Arsip KOMPAS dan berbagai sumber
Referensi
“Mukmatar NU di Surabaja Dibuka: NU harus kembali ke djiwa 1926”, KOMPAS, 21 Desember 1971 halaman 1
“Muktamar NU Dibuka Wapres di Semarang: Faktor Manusia Paling Menentukan Berhasil-tidaknya Usaha Pembangunan”. KOMPAS, 7 Juni 1979 halaman 1
“Presiden Membuka Muktamar NU ke-27: Masyarakat Memerlukan Kebangkitan para Ulama”. KOMPAS, 9 Desember 1984 halaman 1
“Abdurrahman Wahid Ketua PBNU: Muktamar Nahdlatul Ulama Berakhir Penuh Kedamaian”. KOMPAS, 13 Desember 1984 halaman 1
“Presiden Membuka Muktamar Ke-28 NU: Di Luar Kegiatan Politik Praktis, Terbentang Pengabdian Yang Luas”. KOMPAS, 26 November 1989 halaman 1
“Duet Kiai Siddiq-Abdurrahman Wahid Terpilih Lagi Memimpin NU 89 – 94”. KOMPAS, 29 November 1989 halaman 1
“Presiden Yakin Ulama Mampu Kembangkan Wawasan Kebangsaan”. KOMPAS, 2 Desember 1994 halaman 1
“Beberapa Keputusan Muktamar Ke-29 NU * Dari Cangkok Katup Jantung Babi Sampai Masa Jabatan”. KOMPAS, 5 Desember 1994 halaman 1
“Wapres Harapkan NU Mantapkan Jati Dirinya * Moerdiono: Terpilihnya Gus Dur, Fenomena Menarik”. KOMPAS, 6 Desember 1994 halaman 1
“Presiden Abdurrahman Wahid: NU Harus Tetap Kritis pada Pemerintah”. KOMPAS, 22 November 1999 halaman 1
“Muktamar NU Berakhir: Kemandirian Ulama Harus Dipertahankan”. KOMPAS, 27 November 1999 halaman 1
“Ulama NU Harus Dorong Indonesia Bermartabat”. KOMPAS, 29 November 2004 halaman 1
“Nahdlatul Ulama (1): Menata Ulang Rumah “Kaum Sarungan””. KOMPAS, 22 Maret 2010 halaman 4
“NU Pelopor Pembangun Peradaban * Islam Berada dalam Posisi Kritis”. KOMPAS, 24 Maret 2010 halaman 1
“NU Ajak Indonesia Bersatu * Nasionalisme Sudah Luntur”. KOMPAS, 15 September 2012 halaman 1
“Diskusi HUT Nahdlatul Ulama (2): Asa Toleransi dari Generasi Muda “Nahdliyin””. KOMPAS, 30 Januari 2015 halaman 5
“Diskusi HUT Nahdlatul Ulama (3-Habis): Eksistensi “Nahdliyin” Merawat Keutuhan Indonesia”. KOMPAS, 31 Januari 2015 halaman 5
“Mukmatar KE-33 NU: Nahdlatul Ulama dan Tantangan Dunia Islam Masa Depan”. KOMPAS, 1 Agustus 2015 halaman 5
“Organisasi Kemasyarakatan: KH Mustofa Bisri Jadi Rais Aam Syuriah”. KOMPAS, 6 Agustus 2015 halaman 1
“Muktamar NU: KH Ma’ruf Amin Jadi Rais Aam Syuriah, Said Aqil Siroj Ketua Tanfidziyah”. KOMPAS WEB, 6 Agustus 2015
“Nahdlatul Ulama: Islam Nusantara, Islam Damai untuk Dunia”. KOMPAS, 12 Mei 2016 halaman 5
“Nahdlatul Ulama: Konsep Islam Nusantara Dipertegas”. KOMPAS, 1 Maret 2019 halaman 1
“Nahdlatul Ulama: Kedaulatan dan Keadilan Jadi Hal Utama”. KOMPAS, 2 Maret 2019 halaman 1
“NU Miliki Modal Sosial Ekonomi Sangat Besar”. KOMPAS, 23 Desember 2021 halaman 1
“Muktamar Ke-34 NU: KH Miftachul Akhyar Rais Aam”. KOMPAS, 24 Desember 2021 halaman 1
“Nahdlatul Ulama: Gus Yahya: Calon Presiden dan Wapres Tak Berasal dari PBNU”. KOMPAS, 26 Desember 2021 halaman 1
“Kontribusi NU kepada Bangsa Tak Diragukan Lagi”. KOMPAS, 23 Januari 2023, halaman 2
Artikel terkait