Muhammad Husein Yordan
Patung Pancoran dari jembatan layang saat ini, dengan latar belakang gedung-gedung bertingkat (18/5/2022).
Apabila kita melintasi kawasan Pancoran, tentu tidak asing dengan sebuah tugu kokoh yang berdiri di antara persimpangan. Postur tubuhnya yang kekar dan ditutup sehelai selendang yang bergelebar. Tangan kanan yang menjulur ke depan dan tangan kirinya yang mengayun ke belakang. Kedua kakinya yang memasang sikap kuda-kuda, seolah menunjukkan gestur melompat untuk terbang.
Tugu ini melambangkan gambaran ksatria para penerbang bangsa. Itulah Patung Dirgantara atau lebih dikenal dengan sebutan Patung Pancoran atau Tugu Pancoran yang berada dipertemuan Jalan Gatot Subroto dan Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan.
Patung Dirgantara dibangun pada 1964–1965 dan dipasang pada 1966. Patung ini terbuat dari perunggu dengan bobot 11 ton, tinggi patung 11 meter dengan tiang penyangga setinggi 57 meter.
Pembangunan patung ini merupakan buah ide dari Presiden Soekarno untuk menunjukkan citra kegagahan dan kedigdayaan dari dunia dirgantara Indonesia. Beliau memerintahkan Edhi Sunarso merancang patung tersebut untuk memenuhi gagasannya.
Patung Dirgantara memiliki filosofi semangat terbang menjelajahi angkasa. Selain itu, patung dengan bentuk wujud manusia ini mencerminkan sifat berani, jujur, dan semangat mengabdi. Patung Pancoran ini memiliki nilai estetika seni yang tinggi dan menjadikannya salah satu landmark di antara beberapa tugu identik lainnya.
Sebagai karya seni untuk memperindah kota, patung yang mengelorakan semangat dirgantara itu akan terlihat gagah dan berwibawa bila dilihat secara utuh, tidak terhalang oleh bangunan apapun.
Namun sayang, solusi pemerintah menangani kemacetan lalu lintas dengan terus membangun jalan layang di kawasan itu berdampak pada berkurangnya estetika patung tersebut. Dimulai dengan pembangunan jalan layang, disusul jalan tol layang era 1980-an.
Pada tahun 2002 pemerintah kembali membangun jalan layang yang melintasi Patung Pancoran. Jalur LRT pun kini sudah terbentang di kawasan itu, membuat patung ini seperti terjepit di antara jalan beton.
Tumbuhnya gedung-gedung tinggi di sekitar Patung Pancoran juga mempengaruhi keindahannya. Seakan semangatnya telah dikalahkan. Saat ini Patung Dirgantara seakan kehilangan magisnya sebagai bingkai fisik sebuah monumen. Tergenang oleh jalan layang dan disaingi gedung bertingkat.
Muhammad Husein Yordan
Kemacetan yang kerap terjadi akibat meningkatnya jumlah kendaraan membuat pemerintah menambah ruas jalan layang di perempatan Patung Pancoran (18/5/2022).
KOMPAS/Kartono Ryadi/Zaenal Effendi
Pengerjaan pilar-pilar jalan layang di Bundaran Pancoran pada tahun 1983, dibangun dengan konstruksi cakar ayam. Patung Pancoran masih terlihat gagah tidak terhalang jalan layang.
Muhammad Husein Yordan
Kendaraan bermotor melintas di sekitar Patung Pancoran (18/5/2022), Adanya jalan layang persis di depan tugu mengurangi estetika patung yang berada di ketinggian 57 meter itu.
Muhammad Husein Yordan.
Jalan layang menuju arah Tebet saat ini (18/5/2022).
Muhammad Husein Yordan.
Suasana hijau di kolong jembatan layang Pancoran saat ini sering dimanfaatkan bagi pengendara motor yang lewat untuk beristirahat (18/5/2022).
Foto lainnya dapat diakses melalui /https://www.kompasdata.id/
Klik foto untuk melihat sumber.
Artikel terkait