KOMPAS/EDDY HASBY
Pesawat tempur F-16 Fighting Falcon buatan Amerika Serikat milik TNI Angkatan Udara, di Pangkalan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis 3 Oktober 1996.
Sikap kesatria, pantang menyerah, berani, rela berkoban, dan ikhlas berjuang menjadi modal penting sehingga upaya-upaya bersama dalam membangun dan mewujudkan TNI AU yang disegani di kawasan dapat terwujud. Disegani khususnya dalam teknologi alutsista sejajar dengan Angkatan Udara di berbagai negara.
Alutsista turut memengaruhi profesionalisme prajurit TNI Angkatan Udara. Oleh karena itu, alutsista mesti terus ditingkatkan dan pengadaannya perlu mempertimbangkan kualitas dan daur hidup yang terkait dengan pemeliharaan dan peningkatan kemampuan. Hal ini ditunjukkan dengan melakukan peningkatan baik, segi teknologi dengan pendekatan berbasis kemampuan, sistem persenjataan yang lebih modern, dan berorientasi pada sistem. TNI Angkatan Udara pada 2019 pemenuhan kebutuhan pokok minimum baru mencapai 44 persen. Proses pengadaan alutsista pada 2024, total pemenuhan kebutuhan pokok minum TNI Angkatan Udara mencapai 100 persen (“Pesawat TNI AU: Hawk 109/209 dan Kekuatan Udara RI”, Kompas, 16 Juni 2020, hal 2)
Kondisi alutsista tidak hanya berpengaruh dengan tingkat ketajaman jika dipergunakan untuk latihan dan perlindungan, tetapi juga berdampak terhadap tinggi rendahnya kebanggaan prajurit. Untuk mengatasi alutsista yang sudah berusia tua agar bisa beroperasi dengan baik, perlu dilakukan pemeliharaan dan perawatan yang secara berkala sesuai dengan prosedur.
Beberapa alutsista yang masih dan pernah menjadi kebanggaan serta tingkat teknologi canggih yang dimiliki oleh TNI Angkatan Udara, antara lain, Pesawat Tempur Hawk 200 MK-209, Pesawat Tempur Hawk MK-100, Sukhoi Su-27 SK, Sukhoi Su-30 MK, Pesawat F-16, Pesawat tempur F-16 Fighting Falcon, Pesawat Terbang Casa C-212, Helikopter Puma NSA-330, dan Pesawat Hercules C-130.
Berikut ini beberapa foto-foto tentang Alutsista untuk Keamanan Indonesia dari Arsip Kompas.
KOMPAS/DUDY SUDIBYO
Sukhoi SU-27 buatan Soviet tetap memukau pengunjung sementara pesawat yang kelihatan unik, Aero Marine Seahawk buatan Singapura, juga banyak menarik perhatian.
KOMPAS/SUBHAN SD
Karena ketiadaan suku cadang, empat pesawat tempur Sukhoi buatan Rusia kesulitan untuk melakukan terbang maupun latihan. Selama ini, justru terjadi kanibalisme suku cadang antarpesawat tersebut. Tampak empat pesawat, dua jenis Su-27 SK (single seater) dan dua jenis Su-30 MK (double seater) di hanggar Lanud Hasanuddin, Makassar, Jumat (30/12/2005).
KOMPAS/ARYO WISANGGENI GENTHONG
Prajurit TNI AU di Pangkalan Udara (Lanud) Sultan Hasanuddin, Makassar, menurunkan dua pesawat Sukhoi Su-30 yang baru dibeli Pemerintah Indonesia dari Pemerintah Rusia, Jumat (26/12/2008). Pesawat yang tiba dalam kondisi belum terangkai itu akan dirakit selama 10 hari dan pada akhir Januari 2009 diharapkan mulai bergabung dengan Skuadron Udara 11 Lanud Sultan Hasanuddin.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pesawat jet tempur Sukhoi Su-30 milik TNI AU saat tampil di Pangkalan Udara Abdurrahman Saleh, Malang, Jawa Timur, Februari 2005. Indonesia memiliki empat pesawat keluaran Sukhoi, Rusia, akan mendapat tambahan enam pesawat Sukhoi dalam beberapa waktu mendatang. Indonesia pernah memiliki puluhan pesawat tempur buatan Rusia di awal tahun 1960-an. .
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pilot pesawat tempur bersiap menerbangkan pesawat F-16 dari hanggar Skuadron Udara 3 TNI Angkatan Udara di Pangkalan Udara Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur, Rabu (30/12/2009).
KOMPAS/ROBERT ADHI KUSUMAPUTRA
Pesawat Tempur Hawk 200 MK-209 ketika tiba di Pangkalan TNI-AU Supadio, Pontianak, Kamis 29 April 1999 lalu. Harga satu pesawat 20 juta Poundsterling.
KOMPAS/DJOKO POERNOMO
Tiga buah pesawat tempur Hawk MK-100 pesanan TNI-AU Jumat tiba di Lanud Pekanbaru, Riau. Dari pabrik British Aerospace (Inggris), diterbangkan oleh Letkol (Pnb) Hary Mulyono dan Mayor (Pnb) Harsono, penerbang Inggris, G Tom Linson, Wardell, Searle danJames Stuttard. Pesanan pesawat ini berjumlah 24 buah, terdiri tipe MK-100 delapan buah dan tipe MK-200 16 buah. Pesawat itu datang bergelombang danirencana selesai tanggal 13 Januari 1997. Kedatangan setelah gelombang pertama, 27 Mei mendatang, juga sebanyak tiga pesawat dengan tipe sama seperti yang tiba paling awal. Tipe MK-100 memiliki dua tempat duduk cocok untuk latihan, sedang tipe MK-200 memiliki tempat duduk tunggal dirancang untuk tugas operasi sasaran atas permukaan (darat dan laut). Baik MK-100 maupun MK-200 masuk jajaran Skadron Udara (Skadud) 12 di bawah komandan Letkol (Pnb) Hary Mulyono.
KOMPAS/FEBI HARTA
Armada angkutan TNI-AU diperkuat dengan dua helikopter Puma NSA-330 dan tiga pesawat terbang Casa C-212 buatan PT Nurtanio Bandung. Serah terima kelima pesawat itu dilakukan di PT Nurtanio, Selasa (26 Maret 1985) dari Ir Yuwono (Direktur Perencanaan, pembangunan, danpemeliharaan fasilitas) kepada Komandan Jenderal Komat-AU Marsma Mochamad Besar.
KOMPAS/FEBI HARTA
Armada angkutan TNI-AU diperkuat dengan dua helikopter Puma NSA-330 dan tiga pesawat terbang Casa C-212 buatan PT Nurtanio Bandung. Serah terima kelima pesawat itu dilakukan di PT Nurtanio, Selasa (26 Maret 1985) dari Ir Yuwono (Direktur Perencanaan, pembangunan, danpemeliharaan fasilitas) kepada Komandan Jenderal Komat-AU Marsma Mochamad Besar.
KOMPAS/DUDY SUDIBYO
Pesawat Hercules C-130 TNI Angkatan Udara A-1316 di Lanuma Halim Perdanakusuma, Jakarta, 9 Maret 1997.
Foto lainnya dapat diakses melalui http://www.kompasdata.id/
Klik foto untuk melihat sumber.