KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Suasana saat terjadi antrean pengisian oksigen di depo Trio Sejati, Batu Tulis, Kota Bogor, Jawa Barat, Minggu (18/7/2021). Tingginya kebutuhan oksigen seiring meningkatnya angka lonjakan kasus Covid-19. Para warga yang hendak mengisi pun rela antre hingga tiga jam sebelum toko jasa pengisian ulang ini buka agar mendapatkan bagian.
Fakta Singkat
Pemerintah mengimpor: 40.000 ton oksigen cair dan 50.000 unit oksigen konsentrator
Kapasitas produksi oksigen secara nasional (866 ribu ton per tahun), yang riil sekitar 75 persen (640 ribu ton).
WHO: Kasus ringan 40 persen, sakit sedang 40 persen, sakit berat dan butuh terapi oksigen 15 persen.
Oksigen kini menjadi barang ‘mahal’ dan langka sejak makin melonjaknya kasus Covid-19. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, lebih dari 500 juta penderita di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah (Low Middle Income Countries, LMICs) membutuhkan oksigen setiap hari.
Setidaknya sekitar 15 persen penderita di seluruh dunia memerlukan kurang lebih 1,1 juta silinder tabung oksigen per hari untuk penduduk di 25 negara yang terkategori LMICs. Cukup banyak negara yang mengalami krisis oksigen, seperti India, Brasil, Yordania, Nigeria, dan lainnya.
Organisasi Kesehatan Dunia mengeluarkan Pedoman Sumber Penyediaan dan Pendistribusian Oksigen untuk fasilitas perawatan Covid-19 . Melalui pedoman tersebut ditegaskan bahwa terapi oksigen menjadi kebutuhan penting. Ini didasari oleh data-data kasus Covid-19 di China. Dengan mayoritas kasus ringan maupun sakit sedang masing-masing 40 persen, akan ada sekitar 15 persen yang sakit berat dan butuh terapi oksigen. Sementara itu, ada sekitar 5 persen dengan kondisi kritis dan perlu perawatan intensive care unit (ICU).
Impor oksigen
Persoalan kekurangan oksigen mulai terjadi di akhir Juni 2021, saat kabupaten Kudus di Jawa Tengah) menyatakan kekurangan stok oksigen. Kondisi ini terus berlangsung hingga awal Juli 2021 yang tampak dari sejumlah RS mulai kesulitan dengan pasokan oksigen. Beberapa di antaranya adalah RS Dr Sardjito di Yogyakarta, RS PKU Muhammadiyah di Yogyakarta, RS Al-Islam di Bandung, dan RSUD Dr Soetomo di Surabaya. Sebagian rumah sakit bahkan ada yang menerapkan sistem buka tutup IGD demi menghemat oksigen.
Pada 25 Juni 2021 pemerintah menyatakan bahwa persediaan dan kapasitas produksi tabung masih mencukupi. Namun, sejak pertengahan Juli dinyatakan pemerintah akan terus berupaya memenuhi kebutuhan oksigen medis. Salah satunya adalah mengkonversi oksigen industri ke medis dengan target 575.000 ton oksigen medis. Selain itu, ada juga kerja sama dengan beberapa industri dalam negeri dan bantuan dari sejumlah negara.
Menteri Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan pemerintah akan mengimpor 40.000 ton oksigen cair dan 50.000 unit oksigen konsentrator. Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga menegaskan akan mengimpor tabung gas untuk memenuhi ruang-ruang perawatan darurat di rumah sakit.
Pada dasarnya oksigen diperlukan untuk semua sistem perawatan kesehatan, mulai dari kebutuhan operasi, trauma, gagal jantung, asma, pneumonia, kelahiran hingga perawatan bayi, dan banyak lagi. Pneumonia misalnya, dengan angka kematian sekitar 800 ribuan per tahun, penanggulangannya memerlukan sekitar 20 sampai 40 persen terapi oksigen.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga membawa tabung oksigen medis usai mengisi di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan, Rabu (30/6/2021). Antrean pengisian tabung oksigen medis sudah berlangsung dalam seminggu terakhir dari pukul 07.00 WIB hingga 18.00 WIB. Rata-rata warga harus antre satu hingga 1,5 jam untuk mendapatkan oksigen medis. Untuk sekali mengisi tabung oksigen isi satu meter kubik dikenai biaya Rp 18 ribu. Permintaan tabung gas oksigen medis yang meningkat tersebut bersamaan dengan lonjakan kasus Covid-19 belakangan ini di Ibukota. Sejumlah warga mengaku kesulitan mencari jasa pengisian yang masih buka dan sebagian harga sudah naik dari Rp 25 ribu hingga Rp 35 ribu untuk tabung isi satu meter kubik.
Konversi oksigen
Persoalan konversi oksigen tidak terlepas dari manajemen oksigen, mulai dari industri, manajemen perencanaan, dan pelayanan. Industri sebagai penyedia (supplier), manajemen yang bertanggung jawab dalam tata laksana oksigen di rumah sakit, serta pelayanan yang merupakan user (pengguna) akhir, yaitu dokter dan pasien.
Secara umum suplai oksigen di sejumlah rumah sakit relatif mencukupi. Walaupun, dari sisi pemanfaatan, ada kebijakan nasional yang menetapkan oksigen industri lebih besar, yakni 80 persen dibanding medis sebanyak 20 persen. Karena pandemi, perhitungan diprioritaskan untuk medis (80 persen). Hanya saja, dari kapasitas produksi nasional (866 ribu ton per tahun), yang riil sebetulnya ternyata sekitar 75 persen (640 ribu ton). Dengan kata lain kapasitas ini harus dioptimalkan lagi.
Permasalahan tidak semata soal menggenjot produksi. Ada sejumlah masalah yang masih harus diperhatikan, antara lain lokasi produsen utama yang berada di Jawa Barat dan Jawa Timur, transportasi, ketersediaan tabung yang masih diimpor, hingga jaminan pasokan listrik. Jawa Tengah misalnya, sudah menggunakan 90 persen kapasitas produksinya, sehingga sekarang sangat bergantung pada suplai dari daerah-daerah lain.
Khusus tentang tabung, Indonesia masih rutin mengimpor. Begitu pula oksigen medis. Hal ini dinyatakan oleh Kementerian Perdagangan bahwa volume impor oksigen naik sekitar 13 persen selama Januari — April 2021. Dalam sepuluh tahun terakhir, tren impor terbesar lebih terlihat pada tabung oksigen, sementara oksigen medis cenderung turun.
Keterbatasan kapasitas
Aspek lain yang juga seharusnya disadari adalah keterbatasan rumah sakit terhadap kapasitas produksi yang ada. Saat terjadi lonjakan kasus Covid-19 dari angka 5 ribu menjadi 20 ribuan di akhir Juni tidak berarti bisa diatasi dengan sekadar menaikkan cadangan hingga sepuluh kali lipat.
Dalam kondisi normal, dengan cadangan sekitar 6,2 juta liter oksigen, jumlah ini cukup untuk kebutuhan 20 kamar operasi dan 22 tempat tidur ICU atau sekitar 36.000 liter/hari selama 10 hari. Saat pandemi, cadangan itu hanya bertahan hingga empat hari.
Di luar kasus Covid, pengguna oksigen terbesar di rumah sakit adalah kamar operasi dan ICU. Membludaknya pasien Covid-19 membuat rumah sakit harus berhemat. Langkah tersebut belum dipandang akan efektif, mengingat masih banyak RS yang tetap menjalankan pola normal. Artinya, kebutuhan darurat untuk Covid, dan bukan, memicu terjadinya rush oksigen yang luar biasa.
Terkait pelayanan pasien Covid-19, terapi oksigen menjadi hal yang krusial. Artinya, harus ada kontrol ketat pada penggunaan moda terapi, mulai dari Nasal kanul, Non-rebreathing mask, High flow nasal cannula (HFNC), Non-invasive Ventilation (NIV), Intubasi dan Ventilasi mekanik, hingga Extracorporeal Membrane.
Perkiraan kebutuhan oksigen
Untuk memperkirakan kebutuhan oksigen, harus ditentukan lebih dulu jumlah pasien. Hal ini bisa dilakukan melalui WHO Covid-19 Essential Forecast Tool (ESFT). Setelah diketahui jumlah (pasien), tentukan berapa rasio pasien sesuai kondisi sakit yang dialami (sakit ringan, sedang, berat, dan kritis).
Dari situ baru bisa diperkirakan berapa kebutuhan oksigen yang perlu disiapkan untuk pasien yang rawat inap, atau dalam kondisi sakit berat dan kritis (dengan perhitungan sekitar 20 persen dari total keseluruhan pasien Covid-19 yang ada).
Sekitar 75 persen pasien Covid-19 yang memerlukan rawat inap adalah yang dikategorikan pasien sakit berat. Sedangkan 25 persen lainnya adalah pasien kritis. Bisa disimpulkan total kebutuhan oksigen medis bisa dihitung berdasarkan aliran oksigen yang diperlukan setiap pasien berdasarkan kategori keparahan gejala penyakitnya. Berikut adalah contoh perencanaan kebutuhan oksigen fasyankes dengan 100 tempat tidur (TT).
Perkiraan Kebutuhan O2 di Fasyankes Covid-19 Kapasitas 100 Tempat tidur
Keparahan Penyakit | Rerata aliran O2 | Jumlah Pasokan | ||
Per Pasien | Total | PSA | O2 Cair | |
Berat (75 pasien) | 10 L/menit | 75*10*60 | 45 m3/jam | 1.25m3/hari |
Kritis (25 pasien) | 30 L/menit | 25*30*60 | 45 m3/jam | 1.25m3/hari |
90 m3/jam | 2.5 m3/hari |
PSA : pressure swing adsorption (proses pemisahan oksigen dari udara terkompresi)
Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah ketersediaan peralatan yang digunakan. Artinya, harus ada perhitungan ulang kebutuhan oksigen setelah memasang alat oksigenasi yang baru. Seringkali ada perubahan pada kebutuhan atau kemampuan yang spesifik dari masing-masing alat.
Pemetaan kebutuhan
Begitu pula dari sisi manajemen oksigen di rumah sakit. Pemerintah akan mendatangkan cadangan oksigen dalam jumlah besar, namun belum diketahui apakah rumah sakit siap menampungnya. Selama pandemi pemetaan distribusi kebutuhan oksigen di Pulau Jawa masih belum merata. Hingga Juli 2021, hanya Provinsi Jawa Tengah (71 persen) dan DI Yogyakarta (62 persen) yang terhitung disiplin melaporkan data prosentase pengisian oksigen melalui Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS).
Hal lain yang tak kalah penting adalah adanya rencana pemerintah yang meminta agar rumah sakit menyiapkan stok oksigen hingga tiga bulan ke depan. Misalnya, harus ada kepastian berapa banyak kebutuhan dan kapasitas rutin dan kapasitas emergency.
Selain itu harus dihitung juga apakah rumah juga harus menyiapkan tangki-tangki baru, atau sekadar memperpanjang kontrak. Masalahnya, harga tangki baru sangat mahal, begitu juga dengan biaya pemeliharaan yang berbiaya tinggi. Belum lagi biaya perawatan jaringan pipa oksigen yang tidak murah dan seringkali alokasinya tidak rutin.
Artikel Terkait
Peralatan terapi oksigen
WHO menegaskan, terapi oksigen adalah kebutuhan penting. Hal ini didasari oleh data-data kasus Covid-19 di China. Dengan mayoritas kasus ringan maupun sakit sedang (masing-masing 40 persen), akan ada sekitar 15 persen yang sakit berat dan butuh terapi oksigen. Sementara itu, ada sekitar 5 persen dengan kondisi kritis dan perlu perawatan intensive care unit (ICU). Selain itu, pasien Covid-19 yang paling kritis akan memerlukan perawatan dengan ventilator mekanis.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang merawat pasien Covid-19 dilengkapi:
- Pulse oksimeter
- Sistem penyediaan terapi oksigen yang berfungsi baik
- Ketersediaan alat-alat penghubung (atau penyalur oksigen) kepada pasien yang bersifat sekali pakai.
Terapi oksigen direkomendasikan untuk semua kasus dengan sakit berat maupun kritis:
- Pemberian oksigen aliran rendah sekitar 1–2 liter/menit pada anak, dan 5 liter/menit untuk dewasa yang diberkan melalui kanul nasal
- Pemberian aliran sedang dengan masker venturi (6–10 liter/menit).
Bila diperlukan, bisa juga aliran tinggi (10–15 liter/menit) melalui kantung reservoir.
- Oksigen juga bisa diberikan pada aliran dan konsentrasi yang lebih tinggi lagi, yaitu dengan high flow nasal cannula (HFNC), alat ventilasi non invasif (NIV), dan alat ventilasi yang infasif.
Sumber Oksigen
Tambahan oksigenasi adalah pemberian oksigen medis yang juga merupakan bagian dari tindakan medis terapetik. Dengan kadar setidaknya 82 persen oksigen murni, hanya oksigen medis berkualitas tinggi yang boleh diberikan kepada pasien.
Sumber oksigen yang biasa digunakan adalah mesin penghasil oksigen, dan tangki penyimpanan oksigen cair serta konsentrator oksigen. Bentuk penyimpanan yang paling banyak dijumpai adalah silinder atau tabung oksigen.
Pemanfaatan alat-alat terkait terapi oksigen
- Alat pemroses oksigen cair
Tangki penyimpanan oksigen cair yang secara periodik harus diisi ulang. Tangki ini menyuplai kebutuhan fasyankes melalui sistem pipa tersentralistik ke semua bagian melalui sistem penguapan gas mandiri yang tidak memerlukan tenaga listrik. Alat ini bisa digunakan untuk melayani mulai dari 20 hingga 2.000 tempat tidur.
- Penghasil oksigen PSA
Penghasil oksigen dengan teknologi pressure swing adsorption (PSA) menjadi sumber oksigen sentral. Mesin ini sama seperti konsentrator tetapi dalam skala lebih kecil. Alat ini memungkinkan pasokan oksigen berada di lokasi fasyankes. Oksigen dialirkan langsung ke terminal unit yang ada di dekat tempat tidur pasien, atau dimasukkan untuk isi ulang tabung oksigen yang menggunakan kompresor. Alat ini memerlukan pasokan listrik untuk operasionalnya.
- Konsentrator oksigen
Alat bertenaga listrik yang dirancang untuk memproduksi oksigen murni terkonsentrasi dari udara bebas. Dengan metode PSA, alat ini menarik udara dari lingkungan sekitar dan memilah kandungan nitrogen untuk menghasilkan oksigen berkadar di atas 90 persen. Di bawah itu, alat ini tidak boleh digunakan.
Alat ini bersifat portable (mudah dipindahkan) sehingga bisa digunakan ke ruangan-ruangan yang membutuhkan, dan pasokan listriknya tak boleh terputus. Selain itu, alat ini juga bisa dipakai untuk menyalurkan pasokan oksigen ke beberapa pasien sekaligus (15–17 orang dewasa pada saat yang sama).
Penyimpanan Oksigen dan Sistem Distribusi di Rumah Sakit
- Tabung Oksigen
Tabung yang bisa diisi oksigen cair maupun dengan PSA.
Ada dua metode pada tabung ini, yaitu yang langsung berdekatan dengan pasien, maupun melalui sistem pipa sub-sentral (beberapa tabung dihubungkan secara paralel dan dialirkan ke tempat yang membutuhkan).
Walaupun tidak memerlukan pasokan listrik, alat ini memerlukan konektor dan aksesori lain sebagai penghantar oksigen seperti pengukur tekanan, regulator, pengukur aliran dan pelembab udara.
- Jaringan Pipa Distribusi Oksigen di Rumah Sakit
Merupakan pemasok oksigen bertekanan tinggi ke peralatan medis, seperti mesin anestesi dan ventilator. Manfaat utama dari jaringan ini adalah menghilangkan kebutuhan untuk menggeser tabung-tabung oksigen dari satu bangsal ke bangsal lain.
Krisis kebutuhan oksigen menjadi krisis di tanah air seiring pandemi yang belum reda. Ancaman varian baru virus korona masih menghantui warga di belahan bumi karena penularan Covid-19 semakin cepat. Di sisi lain, pemulihan ekonomi harus terus berjalan di tengah himpitan pandemi yang berkepanjangan.
Akibat adanya krisis oksigen ini, setidaknya menjadi catatan penting bahwa mutlak diperlukan kerjas ama yang baik antarkementerian dan pemangku kepentingan untuk mengatasi masalah ini mulai dari hulu hingga hilir. (LITBANG KOMPAS)