KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Tampak Depan Lokananta yang Bergaya Art Deco.
Lokananta memiliki catatan sejarah yang panjang bagi perkembangan musik nasional. Studio ini dianggap sebagai titik nol musik Indonesia. Musik karya anak bangsa direkam dan didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia lewat RRI. Pendirian Lokananta tak dapat dipisahkan dari gagasan Presiden Soekarno kala itu menginginkan musik Indonesia berkembang di tengah gempuran musik-musik barat.
Lokananta menjadi salah satu raksasa perusahaan rekaman di Tanah Air yang tergilas modernisasi zaman dan kecepatan teknologi terutama di dapur rekaman. Piringan hitam dan kaset yang menjadi produksi Lokananta kalah oleh CD (compact disk). Tercatat sejak 1997 hingga 2004 perusahaan ini berhenti berproduksi.
Kemudian ada seorang musisi, Raden Maladi yang menggagas namanya terinspirasi duni pewayangan yakni Lokananta mempunyai arti gamelan bersuara merdu dari kayangan. Lokananta dirintis dua pegawai RRI Surakarta, Oetojo Soemowidjojo dan Raden Ngabehi Soegoto Soerjodipoero tahun 1950.
PT Lokananta yang didirikan pada 29 Oktober 1956 ini menyimpan sejarah panjang sebagai perusahaan yang merintis usaha rekaman di Indonesia. nama lengkap Lokananta ialah Pabrik Piringan Hitam Lokananta Jawatan Radio Kementerian Penerangan RI.
Pada masa-masa awal Lokananta lebih banyak memproduksi materi siaran untuk Radio Republik Indonesia (RRI) dengan menggunakan piringan hitam. Kemudian memasuki awal 1960-an Lokananta mulai merekam dan menjual piringan hitam untuk lagu-lagu pop dan tradisional, seperti dari Minang, Melayu, Batak, Jawa, dan Maluku, termasuk juga rekaman gending karawitan.
Pada 15 Agustus 1962, Lokananta menjadi studio rekaman album kompilasi Asian Games IV di Jakarta. Album tersebut yang dijadikan sebagai souvenir bagi peserta kompetisi olahraga Asian Games IV. Sejak saat itu, Lokananta mulai menjadi studio rekaman musisi legendaris di Indonesia.
Pada 1972, produksi musik melalui piringan hitam berhenti kemudian beralih ke kaset pita, musik keroncong banyak digandrungi di kala itu. Masa kejayaan kaset pita terjadi pada 1980-an, dimana saat itu Lokananta mampu menggandakan 100.000 kaset pita per hari. Namun di saat masa kejayaan tersebut, Lokananta dilanda permasalahan yakni pembajakan kaset.
Pada 1983, status Lokananta berubah menjadi BUMN Departemen Penerangan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 1983. Atas perubahan status tersebut Lokananta berhak menjadi pusat penggandaan video dengan TVRI dan PPFN.
Lokananta sempat mengalami kejayaan di tahun 1970-1980-an dengan mengorbitkan sejumlah legenda musik Indonesia, seperti Gesang, Waldjinah, Bing Slamet, Titiek Puspa, dan Sam Saimun.
Pamor Lokananta meredup sekitar 2000. Bahkan, pada tahun 2000 muncul rencana likuidasi Lokananta. Hal ini menyusul kondisi keuangan perusahaan yang terus merugi sejak 1997. Pada 2004, perusahaan Lokananta diambil alih Perum Percetakan Negara RI dan berubah nama menjadi Perum PNRI Cabang Surakarta-Lokananta berdasarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 215 Tahun 1960.
Salah satu koleksi piringan hitam yang berisikan delapan lagu salah satunya lagu Rasa Sayange yang direkam pada 15 Agustus 1962, menjadi bukti otentik bahwa lagu Rasa Sayange adalah milik Indonesia. Lagu tersebut pernah diklaim oleh Malaysia pada 2007 dengan judul Rasa Sayang digunakan dalam promosi pariwisata Malaysia.
Pada 27 November 2022, Lokananta mulai dilakukan revitalisasi sebagai upaya menghidupkan kembali perusahaan perekaman musik tersebut agar lebih terawat dan jauh lebih indah. Museum musik Lokananta resmi dibuka kembali sejak 3 Juni 2023.
Lokananta kini menjadi museum musik di Solo, yang menyimpan berbagai koleksi mesik produksi musik pada 1960 hingga 1990. Mesin tersebut diantaranya, mesin duplikasi kaset audio, video home system, mesin pemotong pita kaset, pemutar piringan hitam, konsol musik, dan berbagai alat perekam lawas yang sudah tidak terpakai. Selain itu koleksi yang dimiliki Lokananta yakni, pengeras suara mewah JBL D44000 Paragon merupakan hadiah dari Bung Karno.
Lokananta melakukan beberapa perubahan ruangan menjadi area modern yang bisa dijelajahi oleh pengunjungnya. Area tersebut diantaranya, Galeri Lokananta, Studio Rekaman Lokananta, Lokananta Live House, Taman Lingkar Lokananta, Pangung Amphitheater, Area Ritel F and B, dan Area Ritel Kreatif.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Salah Satu Lorong.
KOMPAS/SRI REJEKI
Seorang pekerja tengah memilih koleksi piringan hitam di Lokananta, perusahaan rekaman pertama di Indonesia, Rabu (28/11/2012). Kondisi Lokananta kini ibarat hidup segan mati pun enggan karena kesulitan biaya. Pendapatannya selalu defisit, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan operasional. Lokananta yang berada di bawah Perum PNRI ini sama sekali tidak mendapat biaya dari negara.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Ruktiningsih, Kepala Cabang Lokananta menunjukan piringan hitam di Ruang Perpustakaan Piringan Hitam, Solo, Senin (20/8/2007), berisi pidato Presiden Soekarno saat menerima Presiden Ho Chin Minh . Sebagai perusahaan rekaman pertama Indonesia, Lokananta mempunyai koleksi 40.000 keping piringan hitam makna sejarah, karena sarana penyimpanan yang tidak memadai, hampir 20 persen dari koleksi rusak.
KOMPAS/ HERU SRI KUMORO
Salah satu staf Perum Percetakan Negara Lokananta Cabang Surakarta menunjukkan gulungan pita yang berisi lagu “Terang Bulan” di Kantor Lokananta, Solo, Jawa Tengah, Senin (31/8/2009). Irama lagu “Terang Bulan” disebut banyak kalangan mirip dengan lagu kebangsaan Malaysia, “Negaraku”, walaupun liriknya berbeda.
KOMPAS/ HERU SRI KUMORO
Kepala Cabang Perum Percetakan Negara Lokananta Ruktiningsih dan anak pencipta lagu Saiful Bahri, Aden Bahri menunjukkan gulungan pita rekaman dan kopi lagu “Terang Bulan” di Lokananta Solo, Jawa Tengah, Rabu (02/09/2009)). Aden mengaku bahwa lagu “Terang Bulan” yang mirip dengan lagu kebangsaan negara Malaysia “Negaraku” adalah ciptaan Saiful Bahri.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Kepala Cabang Lokananta Perum Percetakan Negara Cabang Surakarta Ruktiningsih menunjukkan piringan hitam berisi lagu Rasa Sayange, Selasa (9/10/2007) di Solo. Piringan hitam ini akan dijadikan salah satu bukti keaslian lagu Rasa Sayange sebagai milik Indonesia.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Pengunjung mendengarkan piringan hitam yang diproduksi di Studio Lokananta, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (9/3/2019).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Gamelan Kyai Sri Kuncoro Mulyo
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Berbagai Album Rekaman Kaset Pita.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Mesin duplikasi kaset yang dipajang di Galeri Lokananta, Solo, Jawa Tengah, Kamis (13/7/2023). Duplikasi kaset menjadi salah satu bisnis Lokananta yang masih bertahan hingga kini.
KOMPAS/SRI REJEKI
Meski belum kembali memproduksi album komersial baru, perusahaan rekaman Lokananta yang merupakan perusahaan rekaman pertama di Indonesia dan berlokasi di Solo, Jawa Tengah, masih aktif melakukan perekaman ulang album-albumnya yang dulu pernah laris di pasaran dan hingga kini masih diminati orang. Awal tahun ini, Lokananta merekam ulang lima album seri gamelan Jawa Tengah dalam bentuk compact disc yang remasteringnya dilakukan di Australia.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Ruang Mixing.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Pasangan wisatawan yang berfoto di antara rak berisi piringan hitam di Museum Lokananta, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Jumat (7/7/2023). Museum tersebut sebagai bagian dari upaya revitalisasi perusahaan rekaman yang berdiri tahun 1956 yang kembali dihidupkan menjadi aktivitas edukasi sejarah permusikan di tanah air. Pengunjung akan melewati beberapa tema yang menjadi benang merah perjalanan dunia musik dan proses perekamannya.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Taman yang menjadi ruang santai bagi pengunjung saat berwisata di Museum Lokananta, Surakarta, Jawa Tengah, Jumat (7/7/2023). Museum itu sebagai bagian dari upaya revitalisasi perusahaan rekaman yang berdiri tahun 1956 tersebut yang kembali dihidupkan menjadi aktivitas edukasi sejarah.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Siswa SMP Negeri 12 Surakarta memerhatikan penjelasan petugas Perum Percetakan negara RI Lokananta tentang piringan hitam berisi rekaman pidato Presiden Soekarnao pada Konfrensi asia-afrika, pada Pameran Dokumen Sejarah Menuju Lokananta era baru, solo, Rabu (22/8/2007). Lokananta sendiri merupakan perusahaan rekaman pertama di Indonesia dan milik pemerintah, dengan sejumlah piringan hitam koleksinya berjumlah 40.000 berisi pidato maupun perbincangan Presiden Soekarno saat menyambut tamu kenegaraan.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Siswa SMP Negeri 12 Surakarta memerhatikan penjelasan petugas Perum Percetakan negara RI Lokananta tentang piringan hitam berisi rekaman pidato Presiden Soekarnao pada Konfrensi asia-afrika, pada Pameran Dokumen Sejarah Menuju Lokananta era baru, solo, Rabu (22/8/2007). Lokananta sendiri merupakan perusahaan rekaman pertama di Indonesia dan milik pemerintah, dengan sejumlah piringan hitam koleksinya berjumlah 40.000 berisi pidato maupun perbincangan Presiden Soekarno saat menyambut tamu kenegaraan.