Paparan Topik | Lingkungan

Tata Kelola Kualitas Udara Jakarta

Jakarta menghadapi tantangan besar dalam mengelola kualitas udaranya. Sumber polusi udara di Jakarta semakin kompleks mulai dari lalu lintas kendaraan yang volumenya sangat padat, emisi industri, dan faktor lingkungan musiman.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Pemandangan pusat kota di kawasan Jakarta Pusat pada Jumat (28/7/2023) yang diwarnai kabut pada siang hari. Mengutip data pada situs IQAir, Jakarta tercatat menjadi salah satu kota dengan kualitas udara dan polusi terburuk di dunia.

Fakta Singkat

Polusi Udara di Jakarta

  • Indeks Global Power City Index (GPCI) 2023 menempatkan Jakarta pada posisi ke-45 dari 48 kota. Khusus untuk faktor lingkungan hidup, Jakarta berada di posisi ke-47 dari 48 kota.

  • Menurut data indeks kualitas udara atau Air Quality Index (AQI) tentang kandungan kadar PM2.5 di udara, Indonesia berada pada peringkat 14 terburuk dari total 134 negara yang diukur IQAir pada tahun 2023.
  • Berdasarkan peringkat AQI terbaik di Asia Tenggara, Singapura bisa menjadi inspirasi bagi penanggulangan polusi di Jakarta.
  • Singapura telah menerapkan strategi komprehensif dan proaktif untuk mengelola kualitas udara, dan membuahkan hasil yang mengesankan.

Warga di kota-kota besar seperti Jakarta tentunya mendambakan kehidupan yang layak dan nyaman. Namun, kenyataan seringkali tidak sejalan dengan harapan. Di kota-kota besar, meskipun fasilitas yang tersedia jauh lebih baik dibandingkan dengan daerah lain, aspek kelayakan dan kenyamanan sering kali masih menjadi tantangan.

Jakarta, sebagai kota terbesar di Indonesia, menjadi pusat pertemuan bagi jutaan orang. Mobilitas masyarakat yang sangat tinggi, ditambah dengan banyaknya tempat usaha, membawa dampak signifikan terhadap kualitas lingkungan. Semakin padatnya populasi dan aktivitas ekonomi tidak jarang mengakibatkan lingkungan yang kurang sehat.

Kondisi ini tercermin dalam hasil riset Global Power City Index (GPCI) 2023, yang mengukur daya tarik dan kekuatan kota-kota di seluruh dunia. Indeks ini mengevaluasi enam fungsi kota yaitu faktor Ekonomi, Riset dan Inovasi, Budaya, Kualitas Hidup, Lingkungan, dan Konektivitas. Hasilnya, GPCI menempatkan Jakarta pada posisi ke-45 dari 48 kota. Khusus untuk faktor lingkungan hidup, Jakarta berada di posisi ke-47 dari 48 kota.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Kemacetan di ruas jalan protokol Jenderal Sudirman di kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (23/08/2023). Penerapan sistem kebijakan bekerja dari rumah atau work from home bagi 50 persen aparatur sipil negara di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak Senin (21/08/2023) belum mampu mengurai kemacetan dan menurunkan tingkat polusi udara.

Kondisi lingkungan dan kehidupan di Jakarta tidak bisa disamakan dengan kota-kota di Eropa, seperti Stockholm dan Kopenhagen yang menjadi kota nomor satu tentang  energi terbarukan dan Jenewa yang menunjukan Commitment to Climate Action.

Namun, seharusnya kondisi lingkungan Jakarta tidak terlalu jauh tertinggal dibandingkan kota-kota metropolitan sejenis di Asia. Sebagai perbandingan, posisi Jakarta berada di antara Mumbai dan Kairo di urutan terbawah, sedangkan kota-kota besar negara tetangga seperti Singapura ada di posisi 12, lalu Kuala Lumpur di posisi 42 dan Bangkok di posisi 45.

Grafik:

 

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Polusi Udara

Persoalan mendasar dalam bidang lingkungan hidup di Jakarta adalah polusi udara. Persoalan ini menjadi tantangan menahun yang sudah menjadi faktor terpenting di pusat-pusat kota di dunia.

Di wilayah Asia Tenggara, kualitas udara di wilayah padat penduduk berdampak signifikan terhadap kesehatan masyarakat, yang tentu saja akan berdampak pula pada kualitas hidup masyarakat, pembangunan ekonomi, dan keberlanjutan perkembangan kota.

Mengacu pada Indeks Kualitas Udara (Air Quality IndexAQI), dapat dipantau tingkat polusi udara dari berbagai konsentrasi polutan. Polutan inilah yang berkontribusi terhadap kualitas udara secara keseluruhan dan menimbulkan risiko berbeda terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.

Peningkatan kadar AQI berkorelasi kuat dengan peningkatan kejadian penyakit pernapasan, penyakit kardiovaskular, dan komplikasi kesehatan lainnya. Lonjakan masalah kesehatan ini tidak hanya berdampak pada kesejahteraan individu tetapi juga menimbulkan beban ekonomi yang besar melalui peningkatan pengeluaran layanan kesehatan dan penurunan produktivitas tenaga kerja.

Salah satu data AQI tentang kandungan kadar PM2.5 di udara, Indonesia berada pada peringkat 14 terburuk dari total 134 negara yang diukur IQAir pada tahun 2023. Index Indonesia memburuk dari sebelumnya posisi 23 pada tahun 2022.

Grafik:

 

Bila dilihat perbandingan antarkota di Indonesia, Jakarta berada pada posisi ke-4 terburuk se Indonesia. Jika melihat dari data historis sejak tahun 2017, Jakarta selalu melebihi 2 hingga 3 kali dari batas yang ditetapkan oleh WHO, yaitu 15 μg/m³.

Grafik:

 

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Untuk mewujudkan aspirasi sebagai kota global, Jakarta harus mengatasi tantangan lingkungan ini. Perlu adanya keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan praktik keberkelanjutan lingkungan, terutama dalam hal kualitas udara, pengelolaan sampah, dan ruang hijau perkotaan.

Dengan demikian bukan hanya kesejahteraan yang perlu ditingkatkan tapi juga kualitas hidup penduduk, dan lebih jauh lagi adalah terciptanya kota yang berkelanjutan, dan layak huni bagi semua warga, termasuk juga generasi mendatang.

Negara Tetangga

Untuk mengatasi memburuknya kualitas udara, Jakarta dapat menerapkan pendekatan multisisi yang mengambil inspirasi dari strategi sukses yang diterapkan oleh kota-kota lain di Asia Tenggara. Selain kondisi yang kurang lebih mirip, kebiasaan masyarakat, infrastruktur dan tantangan yang dihadapi juga kurang lebih sama. Sehingga keberhasilan dalam menerapkan strategi yang sama cukup memungkinkan terjadi.

Berdasarkan peringkat AQI terbaik di Asia Tenggara, Singapura bisa menjadi inspirasi bagi penanggulangan polusi di Jakarta. Singapura telah menerapkan strategi komprehensif dan proaktif untuk mengelola kualitas udara, dan membuahkan hasil yang mengesankan. Negara kota ini menerapkan undang-undang emisi yang ketat, dan secara konsisten menempatkannya di antara negara-negara Asia teratas dalam hal kualitas udara. Komitmen Singapura terhadap ruang hijau perkotaan dicontohkan dalam beberapa proyek seperti Gardens by the Bay, taman alam seluas 101 hektar yang menampilkan Supertree ikonik yang berfungsi sebagai taman vertikal dan pemurni udara alami.

Kota ini juga telah mencapai kemajuan signifikan dalam penerapan energi ramah lingkungan, terutama melalui program SolarNova, yang telah membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Selain itu, strategi pengelolaan sampah yang efektif di Singapura yang secara tidak langsung berkontribusi terhadap kualitas udara yang lebih baik dengan meminimalkan pembakaran sampah. Pendekatan multi-aspek ini, yang menggabungkan peraturan ketat, inisiatif ramah lingkungan, penerapan energi ramah lingkungan, dan pengelolaan limbah yang efisien, menunjukkan dedikasi Singapura dalam menjaga dan meningkatkan kualitas udaranya.

Kota-kota lain yang juga mempunyai peringkat cukup baik adalah Kuala Lumpur dan Bangkok. Kedua kota besar di Asia Tenggara ini menerapkan strategi berbeda untuk mengatasi masalah kualitas udara. Kuala Lumpur berfokus pada dua pendekatan utama, yaitu memberlakukan peraturan yang menargetkan emisi industri dan kendaraan, dan mencegah praktik pembakaran terbuka.

Pembatasan emisi industri dan kendaraan bertujuan untuk mengurangi polusi dari sumber utamanya. Sedangkan pencegahan pembakaran lahan, terutama selama musim kabut tahunan, merupakan upaya pemerintah secara aktif dalam memitigasi dampak dari kebakaran hutan regional.

Sedangkan Bangkok mengadopsi strategi ganda pemberlakukan pembatasan kendaraan diesel pada hari-hari dengan polusi tinggi, dan melarang sementara kendaraan bertenaga diesel tertentu melintas di jalan-jalan kota.

Selain itu, Bangkok juga melakukan investasi besar-besaran pada infrastruktur transportasi umum, memperluas dan meningkatkan sistem transit untuk mengurangi kemacetan lalu lintas dan mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi. Meskipun pendekatan-pendekatan ini berbeda, kedua kota tersebut menunjukkan komitmen untuk meningkatkan kualitas udara melalui kombinasi langkah-langkah peraturan dan investasi infrastruktur jangka panjang.

Berdasarkan beberapa kisah sukses di atas, Jakarta dapat menerapkan dan menegakkan peraturan yang lebih efektif dengan menargetkan sumber-sumber polusi utama. Pendekatan ini dapat mencakup penerapan sanksi yang tegas bagi ketidakpatuhan guna memastikan efektivitas kebijakan-kebijakan tersebut.

Pada saat yang sama, Jakarta perlu memprioritaskan investasi yang signifikan dalam memperluas dan memodernisasi jaringan transportasi umum. Hal ini dapat mencakup pengembangan pilihan ramah lingkungan seperti bus listrik dan sistem kereta ringan, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi dan pada gilirannya menurunkan emisi.

Selain itu, Jakarta dapat lebih memfokuskan pada peningkatan penggunaan sumber energi terbarukan dan mendorong proses industri yang lebih bersih untuk mengurangi tingkat polusi. Strategi ini dapat mencakup pemberian insentif bagi industri untuk beralih ke praktik yang lebih ramah lingkungan dan menjajaki opsi energi berkelanjutan yang sesuai dengan lanskap perkotaan Jakarta.

Hal lain, Jakarta juga harus mempertimbangkan perluasan ruang hijau perkotaan, dan secara bertahap mengubah gedung-gedung beton menjadi gedung-gedung ‘hijau’. Pengelolaan energi dari perkantoran dan industri yang ramah lingkungan perlu mulai diterapkan dan diberlakukan untuk gedung perkantoran dan industri baru.

Selain itu, peluncurkan kampanye penanaman pohon, pengembangan taman dan ruang terbuka hijau, dan pemberlakuan ketentuan taman atap dan penghijauan vertikal pada bangunan dapat membantu menciptakan filter udara alami di seluruh kota.

Dengan pendekatan komprehensif ini, Jakarta dapat secara bertahap meningkatkan kualitas udaranya. Strategi multifaset ini diharapkan dapat mengatasi tantangan kompleks polusi udara perkotaan sekaligus menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan layak huni bagi penduduknya.

Kunci keberhasilannya terletak pada kemampuan Jakarta untuk belajar dari pengalaman kota-kota lain sambil menyesuaikan solusi-solusi tersebut dengan konteks dan kebutuhan perkotaan yang unik. Selain tentu saja, dukungan dari semua warga Jakarta, dalam upaya mewujudkan lingkungan hidup yang lebih baik, layak huni, nyaman, dan sejahtera. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Jurnal
  • UN Environment Programme. Pollution action note – Data you need to know. Dipublikasikan 7 September 2021. https://www.unep.org/interactives/air-pollution-note/
  • Zehnder C, Manoylov K, Mutiti S, et al. Introduction to environmental science: 2nd edition. Biological Sciences Open Textbooks. Dipublikasikan tahun 2018. https://oer.galileo.usg.edu/biology-textbooks/4
  • Vohra K, Vodnos A, Schwartz J, Marais EA, Sulprizio MP, Mickley LJ. Global mortality from outdoor fine particle pollution generated by fossil fuel combustion: Results from GEOSChem. Environmental Research. 2021;195(0013-9351) doi: 10.1016/j.envres.2021.110754 https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0013935121000487

Artikel terkait