KOMPAS/RIZA FATHONI
Bendungan yang dibangun Pertamina di kawasan Hutan Lindung Sungai Wain di Kelurahan Karang Joang, Kecamatan Balikpapan, Kota Balikpapan, Kalimantan Timut, Jumat (30/8/2019). Bendungan tersebut mengandalkan cabang aliran Sungai Wain. Hutan Lindung Sungai Wain seluas 11.000 hektar berfungsi sebagai daerah resapan air untuk pasokan air minum masyarakat Balikpapan dan pengolahan minyak Pertamina. Hutan ini juga berfungsi sebagai habitat satwa dilindungi diantaranya seperti Beruang Madu, Owa, Orangutan, Macan Dahan, Kucing Batu, Burung Enggang dan Trenggiling. Daerah ini berbatasan langsung dengan Kecamatan Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara yang akan digunakan sebagai lokasi ibukota baru.
Fakta Singkat
- Hari Hutan Indonesia diperingati setiap 7 Agustus.
- Hari Hutan Indonesia 2024 mengangkat tema“Jaga Hutan, Jaga Iklim”.
- UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 1 mengartikan hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam suatu lingkungan alamiah yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan.
- Hutan Indonesia meliputi daratan seluas 125,76 hektare atau setara dengan 62,97 persen dari total luas daratan Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).
- Data Badan Informasi Geospasial menyebutkan luas hutan Indonesia mencapai 102,53 juta hektare. Sebagian besar berada di Pulau Papua.
- Lebih dari 80 persen spesies hewan, tumbuhan, dan serangga darat menjadikan hutan sebagai habitat mereka.
- Indonesia memiliki 10 persen dari total spesies tumbuhan dunia.
Hutan merupakan salah satu ekosistem paling penting di bumi. Sebagai rumah bagi berbagai spesies flora dan fauna, hutan memiliki peranan krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi. Tanpa hutan, banyak makhluk hidup yang akan kehilangan tempat tinggal dan sumber makanan, yang pada gilirannya dapat mengganggu ekosistem secara keseluruhan.
Oleh karena itu, setiap tanggal 7 Agustus, kita memperingati Hari Hutan Indonesia. Meskipun pada bulan Maret kita telah merayakan Hari Hutan Sedunia, namun perayaan di tingkat nasional ini memiliki makna yang lebih khusus.
Hari Hutan Indonesia menjadi ajang bagi kita untuk fokus pada kekayaan dan keindahan hutan yang dimiliki Indonesia, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga hutan sebagai warisan bagi generasi mendatang.
Merujuk laman harihutan.id, penentuan hari ini diawali dengan petisi change.org/jagahutan sejak tahun 2017 yang ditandatangani oleh hampir 1,5 juta pendukung, dan pada 2020 dideklarasikan bersama oleh 140 lebih kolaborator. Kemudian, tanggal tersebut dipilih sebagai momen refleksi disahkannya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019 mengenai Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Primer dan Lahan Gambut.
Tahun ini, Hari Hutan Indonesia 2024 mengangkat tema “Jaga Hutan, Jaga Iklim”. Tema ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya menjaga hutan sebagai solusi dalam mengatasi perubahan iklim yang dampaknya semakin nyata dirasakan oleh manusia.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Tegakan pohon yang rapat di hutan Leuser di kawasan Subulussalam dan Aceh Selatan, Aceh (6/5/2017).
Apa Itu Hutan?
Sebagai sebuah kawasan yang kompleks, dalam beberapa referensi, literatur, dan peraturan, hutan memiliki beragam definisi dan terus berubah dalam perkembangannya.
Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 1 mendefinisikan hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam suatu lingkungan alamiah yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan.
Sementara itu, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2004 memberikan definisi yang lebih spesifik dengan kriteria fisik. Menurut peraturan ini, hutan adalah lahan yang memiliki luas minimal 0,25 hektare, dengan tutupan tajuk pohon minimal 30 persen dan tinggi pohon mencapai 5 meter.
Badan Pangan PBB (FAO) mendefinisikan hutan sebagai hamparan lahan dengan luas lebih dari 0,50 hektar yang ditutupi pepohonan dengan tinggi lebih dari 5 meter dan tutupan tajuk lebih dari 10 persen atau ditutupi pepohonan yang secara alamiah tumbuh hingga ketinggian lebih dari 5 meter.
Meski dalam beberapa definisi di atas hutan lebih banyak diidentifikasikan dengan pepohonan, tetapi di dalam hutan tidak hanya ada pohon saja. Di hutan juga terdapat beberapa komponen seperti komponen biotik (hidup) seperti tumbuhan, binatang, serta organisme-organisme lainnya, yang juga menyokong ekosistem hutan.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Kawasan hutan hujan tropis di Dusun Sokokembang, Desa Kayupuring, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu (19/9/2018). Hutan lindung seluas 5.000 hektar tersebut menjadi habitat bagi sejumah satwa endemik seperti owa jawa, lutung, surili, dan kukang. Aktivitas perburuan di kawasan tersebut menjadi salah satu ancaman kelestarian satwa langka.
Artikel terkait
Kondisi Hutan Indonesia
Hutan Indonesia, yang membentang luas dari Sumatera hingga Papua, merupakan salah satu hutan terbesar di dunia. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan, hutan Indonesia meliputi daratan seluas 125,76 hektare atau setara dengan 62,97 persen dari total luas daratan Indonesia.
Sementara itu, data Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun 2023 menunjukkan bahwa luas hutan Indonesia mencapai 102,53 juta hektare. Sebagian besarnya berada di Pulau Papua, yakni 33,12 juta ha atau 32,2 persen dari total luas tutupan hutan Indonesia. Diikuti oleh Kalimantan yakni 31,10 juta ha (30,3 persen), Sumatera 16,01 juta ha (15,6 persen), dan Sulawesi 10,86 juta ha (10,6 persen). Kemudian Maluku 6,37 juta ha (6,2 persen), Jawa 2,77 juta ha (2,7 persen), dan Bali-Nusa Tenggara 2,3 juta ha (2,2 persen).
INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO
Sebagian besar dari hutan Indonesia adalah hutan hujan tropis yang tersebar di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua, yang mewakili 10 persen dari hutan tropis yang tersisa di dunia. Dalam hal luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi Kongo.
Hutan tropis ini menjadi habitat flora dan fauna dengan keanekaragamannya yang luar biasa tinggi. Indonesia memiliki 10 persen dari total spesies tumbuhan dunia, 12 persen mamalia, 16 persen reptil dan amfibi, serta 17 persen burung. Sebagian besar spesies tersebut dapat ditemukan di hutan-hutan Indonesia, dan hampir setiap ekspedisi ilmiah yang dilakukan di sana selalu menghasilkan penemuan spesies baru.
Namun sumber kehidupan ini sedang dalam krisis. Selama beberapa dekade terakhir, hutan-hutan Indonesia terus mengalami deforestasi yang signifikan.
Secara harfiah, deforestasi bisa diartikan sebagai kehilangan hutan secara permanen karena disebabkan oleh konversi lahan, seperti untuk infrastrukur, permukiman, pertanian, pertambangan, dan perkebunan.
Dari analisis Forest Watch Indonesia (FWI), selama 17 tahun ke belakang (2000-2017) Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 23 juta hektare atau setara dengan 75 kali luas Provinsi Yogyakarta. Laju deforestasi di Indonesia pada 2000-2009 sebesar 1,4 juta hektare per tahun. Pulau Kalimantan menjadi wilayah yang menjadi penyumbang terbesar kehilangan hutan di Indonesia.
Pada periode selanjutnya (2009-2013) berkurang menjadi 1,1 juta hektare per tahun. Laju deforestasi di Indonesia kembali meningkat pada 2013-2017 menjadi 1,4 juta hektare per tahun.
Sementara, berdasarkan hasil analisis Auriga Nusantara menunjukkan deforestasi Indonesia tahun 2023 mencapai 257.384 hektar. Data deforestasi Indonesia tahun 2023 ini diperoleh dari tiga tahapan, yakni validasi data yang bersifat publik, klasifikasi untuk membedakan hutan dan nonhutan, dan terakhir tahap analisis (Kompas, 22 Maret 2024).
Grafik:
INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO
Dari hasil analisis tersebut, Auriga mencatat deforestasi Indonesia tahun 2023 naik 26.624 hektar dari tahun sebelumnya. Pada 2022, deforestasi terpantau 230.760 hektar. Deforestasi itu dominan terjadi dalam kawasan hutan negara.
Sementara dari sebaran wilayahnya, deforestasi terbesar tercatat di wilayah Kalimantan Barat sebesar 35.162 hektar, disusul Kalimantan Tengah (30.433 hektar), Kalimantan Timur (28.633 hektar), Sulawesi Tengah (16.679 hektar), Kalimantan Selatan (16.067 hektar), Kalimantan Utara (14.316 hektar), Riau (13.268 hektar), dan Papua Selatan (12.640 hektar).
Grafik:
INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO
Ketua Auriga Nusantara Timer Manurung mengatakan, dari angka tersebut hampir dari separuhnya atau 47,29 persen deforestasi terjadi di area konsesi. Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi area konsesi yang paling banyak mengalami deforestasi, masing-masing 36.247 hektare dan 29.941 hektare.
Timer menambahkan, deforestasi Indonesia juga terjadi di kawasan konservasi seluas 12.612 hektare. Deforestasi di kawasan konservasi pada 2023 mencakup 31 taman nasional, 45 cagar alam, 26 suaka margasatwam tiga taman buru, 11 taman hutan raya, 15 taman wisata alam, dan 11 lainnya.
KOMPAS/AHMAD ARIF
Lubang tambang memenuhi lanskap Kota Berau, Kalimantan Timur, seperti terlihat Minggu (4/6/2023). Deforestasi yang masif diikuri penambangan menjadi pemicu utama kenaikan suhu permukaan tanah di Berau yang mencapai 0,95 derajat celcius dalam 16 tahun atau 0,59 derajat celcius per dekade.
Manfaat Hutan
Hutan merupakan salah satu ekosistem yang memiliki peran sangat vital bagi kehidupan di bumi. Dengan pepohonannya yang rimbun, hutan berkontribusi menyumbang sekitar 20 persen oksigen yang menjadi sumber kehidupan bagi berbagai makhluk hidup serta keberlanjutan ekosistem lainnya.
Hutan bukan hanya sekadar kumpulan pohon, melainkan pusat kehidupan yang kaya akan keanekaragaman hayati. Lebih dari 80 persen spesies hewan, tumbuhan, dan serangga darat menjadikan hutan sebagai habitat mereka, menjadikannya ekosistem yang paling beragam di planet kita.
Hutan juga berperan penting dalam pengaturan iklim global. Kemampuan hutan dalam menyimpan karbon secara signifikan membantu mengurangi dampak perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan. Di sisi lain, hutan berfungsi sebagai penyangga alami yang melindungi masyarakat dari bencana alam, seperti banjir dan longsor.
Hutan merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Sekitar 1,6 miliar orang, termasuk lebih dari 2.000 budaya asli, mengandalkan hutan untuk kehidupan mereka.
Di Indonesia, misalnya, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2017, sekitar 60 juta penduduk bergantung pada sumber daya hutan. Hutan menyediakan berbagai kebutuhan, mulai dari mata pencaharian, obat-obatan, bahan bakar, hingga makanan. Selain itu, hutan juga mendukung kebutuhan air untuk jutaan hektare lahan pertanian yang menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat.
Banyak penelitian yang juga menujukan bahwa hutan memiliki manfaat bagi kesehatan manusia, khususnya kesehatan mental. Studi yang dipimpin Insook Lee dari Seoul National University pada 2017 menunjukkan, mengunjungi hutan dapat memperbaiki kondisi kesehatan, seperti menurunkan tekanan darah, stres, memperbaiki kesehatan kardiovaskular dan metabolik, menurunkan tingkat gula darah, memperbaiki konsentrasi dan memori, menurunkan depresi, memperbaiki rasa nyeri, menaikkan sistem imun, serta meningkatkan produksi protein antikanker.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Foto udara kerusakan hutan di bagian hulu di Desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, Rabu (6/12/2023). Sejumlah pihak menganalisis musibah di lereng pegunungan dekat area Danau Toba itu diduga kuat akibat kerusakan hutan yakni adanya penebangan pohon secara ilegal di hutan yang berada di hulu. Deforestasi di kawasan hulu Danau Toba sudah terjadi lebih dari sepuluh tahun. Hutan lindung yang semestinya menjadi daerah resapan air telah berubah menjadi hamparan eukaliptus, pinus, dan lahan pertanian.
Ancaman Deforestasi
Deforestasi dan degradasi hutan menjadi masalah serius yang mengancam keberlanjutan sumber daya hutan. Meskipun sering dianggap sebagai langkah ekonomi yang menguntungkan, dampak jangka panjang dari praktik ini jauh lebih merugikan. Kerugian yang dihasilkan oleh penggundulan hutan tidak hanya menghancurkan ekosistem, tetapi juga berdampak langsung pada kehidupan masyarakat dan iklim global.
Salah satu kerugian besar yang dihasilkan oleh deforestasi adalah peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer. Pohon-pohon di hutan berperan penting dalam proses fotosintesis, di mana mereka menyerap karbon dioksida dan melepaskan oksigen. Namun, ketika pohon-pohon dibakar atau ditebang, karbon yang tersimpan dalam batang pohon tersebut akan dilepaskan kembali ke udara.
Dengan semakin sedikit pohon yang ada untuk menyerap karbon dioksida, efek gas rumah kaca akan semakin parah, yang berkontribusi pada pemanasan global serta perubahan iklim. Menurut data dari World Resource Institute (WRI), deforestasi menyumbang sekitar 18 persen terhadap emisi gas rumah kaca. Fenomena ini bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga berpotensi menimbulkan berbagai masalah sosial dan ekonomi bagi masyarakat.
Selain itu, deforestasi secara langsung mengancam keanekaragaman hayati. Hutan hujan tropis Indonesia merupakan rumah bagi ribuan spesies flora dan fauna yang tidak dapat ditemukan di tempat lain.
Ketika hutan dibabat, banyak spesies tersebut terpaksa menghadapi kepunahan. Beberapa ahli bahkan berpendapat bahwa kita saat ini berada di tengah episode pemusnahan massal, di mana hilangnya habitat alami berkontribusi pada penurunan populasi spesies yang drastis. Kerugian juga akan berdampak pada hilangnya potensi obat-obatan dan sumber daya alam yang mungkin belum ditemukan.
Berkurangnya tutupan hutan turut membuat daya dukung lingkungan menurun sehingga meningkatkan potensi terjadinya bencana. Berkurangnya jumlah pohon di hutan mengurangi daya dukung tanah, sehingga tanah menjadi lebih mudah longsor dan banjir, terutama pada musim hujan. Hal ini tidak hanya membahayakan kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan, tetapi juga dapat merusak infrastruktur yang ada.
Fenomena deforestasi ini juga mengancam keberadaan hutan adat, yang sering kali tidak memiliki pengakuan hukum yang kuat dari pemerintah. Terlebih, hutan menjadi bagian besar dari ruang hidup masyarakat adat. Menurut data Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), diperkirakan terdapat 20,9 juta hektar hutan adat yang proporsinya mencakup 77,3 persen dari luas wilayah adat di Indonesia.
Potensi hutan adat ini tersebar di seluruh pulau, yaitu Papua (11,9 juta ha), Kalimantan (10,2 juta ha), Sumatera (2,4 juta ha), Sulawesi (1,7 juta ha), Jawa-Bali-Nusa Tenggara (540.100 ha), dan Maluku (277.200 ha). Keberadaan hutan adat menjadi sangat penting bagi mereka karena hampir seluruh kehidupannya terkait langsung dengan hutan tersebut (Kompas, 12/12/2023).
Hilangnya hutan adat berarti mengancam tempat tinggal dan sumber penghidupan masyarakat adat, yang telah lama hidup berdampingan dengan hutan. Kebudayaan dan tradisi yang berakar dalam ekosistem ini pun berada di ambang kepunahan, yang merupakan kehilangan yang tak ternilai bagi warisan budaya bangsa.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Burung cenderawasih kuning kecil (Paradisaea minor) bertengger di pucuk pohon di kawasan hutan Rhepang Muaif, Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura, Papua, Rabu (24/11/2021).
Perlindungan Hutan
Deforestasi dan eksploitasi sumber daya hutan yang tidak berkelanjutan terus mengintai, mengancam ekosistem dan kehidupan masyarakat lokal. Oleh karena itu, upaya untuk menahan laju deforestasi dan degradasi lahan menjadi sebuah keharusan.
Dalam rangka melindungi hutan, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Bleid ini mengatur berbagai aspek pencegahan dan penanganan kerusakan hutan, mencakup pencegahan perusakan hutan, pemberantasan perusakan, penguatan kelembagaan, peran serta masyarakat, serta kerja sama internasional. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian hutan.
Pasal 7 undang-undang tersebut menekankan bahwa pencegahan perusakan hutan harus dilakukan oleh masyarakat, badan hukum, dan korporasi yang memiliki izin pemanfaatan hutan. Implementasi kebijakan ini merupakan langkah penting dalam mengatasi masalah deforestasi secara komprehensif dan inklusif, melibatkan partisipasi setiap golongan masyarakat. Perusahaan, misalnya, dapat menerapkan kebijakan ini melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), dengan memanfaatkan sumber daya hutan secara bertanggung jawab sekaligus menjaga kelestarian alam.
Salah satu solusi yang paling sederhana namun krusial adalah kegiatan reboisasi atau restorasi hutan. Melalui kegiatan ini, kawasan hutan yang rusak dapat dihidupkan kembali, dan manfaat restorasi hutan ini bersifat jangka panjang. Pengembangan hutan tanaman dan agroforestry juga menawarkan alternatif dalam upaya restorasi hutan, memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan manfaat ekonomi sekaligus melestarikan lingkungan.
Pentingnya pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan tidak boleh diluputkan. Masyarakat lokal adalah pihak yang paling dekat dengan kondisi hutan di sekitar mereka. Dengan melibatkan mereka dalam kegiatan pelestarian dan restorasi hutan, hak-hak mereka atas sumber daya alam dapat diperkuat.
Melindungi hutan berarti melindungi kehidupan. Kesadaran akan pentingnya menjaga dan merawat hutan sebagai bagian dari tanggung jawab kita bersama untuk masa depan yang lebih baik harus ditanamkan dalam setiap lapisan masyarakat. Hutan adalah jantung kehidupan dan keberlanjutan ekosistem. Tanpa hutan, kehidupan di bumi ini akan menghadapi tantangan yang jauh lebih besar.
Selamat Hari Hutan Indonesia. Mari bersama-sama berupaya menjaga hutan Indonesia demi kelangsungan hidup generasi mendatang. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- “Definisi Hutan Masih Berbeda,” Kompas, 31 Agustus 2018.
- “Hutan, Iklim, dan Pembangunan,” Kompas, 10 November 2021.
- “Hutan Hilang, Banjir Palangkaraya Datang,” Kompas, 27 November 2022.
- “Analisis Litbang ”Kompas”: Menahan Laju Deforestasi,” Kompas, 26 Desember 2022.
- “Hutan, Pangan, dan Perubahan Iklim,” Kompas, 29 Maret 2023.
- “Indonesia Alami Deforestasi 257.384 Hektar pada 2023,” Kompas, 23 Maret 2024.
- “Indonesia Kehilangan 292.000 Hektar Hutan Tropis pada 2023,” Kompas, 5 April 2024.
- “Paparan Alam Mendukung Kesehatan Mental,” Kompas, 21 Juli 2024.
- Hidayat, Herman (ed). 2015. Pengelolaan Hutan Lestari: Partisipasi, Kolaborasi, dan Konflik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor.
- Insook Lee, dkk. 2017. “Effects of Forest Therapy on Depressive Symptoms among Adults: A Systematic Review,” IJERPH, MDPI, vol. 14(3), pages 1-18, March.
- Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
- Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
- “Hutan itu Menenangkan Jiwa,” diakses dari harihutan.id pada 31 Juli 2024.
- “Keadaan Hutan Indonesia,” diakses dari wri-indonesia.org pada 31 Juli 2024.
- “Jalan Deforestasi Indonesia,” diakses dari fwi.or.id pada 31 Juli 2024.
- “75 Tahun Merdeka, Hutan Indonesia hilang lebih dari 75 kali luas Provinsi Yogyakarta,” diakses dari fwi.or.id pada 31 Agustus 2024.
- “Persoalan Deforestasi di Indonesia: Sebuah Polemik Berkelanjutan,” diakses dari fwi.or.id pada 31 Agustus 2024.
Artikel terkait