KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Ribuan calon pekerja migran Indonesia dari berbagai daerah menggelar aksi di Kementerian Tenaga Kerja, Jakarta, Senin (18/10/2021). Mereka menuntut kejelasan atas status penempatan sebagai calon pekerja migran Indonesia (CPMI) dan meminta pemerintah membuka kembali program Goverment to Goverment (G to G) ke Korea Selatan. Sebagian besar massa aksi adalah CPMI yang hampir dua tahun menunggu dan belum ditempatkan di Korea Selatan dan Taiwan karena alasan pandemi Covid-19.
Fakta Singkat
Pekerja Migran Indonesia
- Menurut International Labour Organization, pekerja migran adalah seseorang yang akan atau telah bermigrasi dari satu negara ke negara lain yang akan bekerja untuk orang lain.
- Setiap tahunnya, Indonesia mengirim sekitar 200.000 pekerja migran untuk bekerja di luar negeri.
- Tahun 2020, Indonesia mengirim 113.137 pekerja migran, jumlah yang menurun karena kondisi pandemi.
- Saat ini, pelindungan pekerja migran Indonesia (PMI) diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
- Di Indonesia, badan hukum yang secara resmi memiliki kewajiban untuk melindungi PMI adalah Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). BP2MI didirikan pada tahun 2006.
- Kontribusi PMI terhadap terhadap devisa negara diperkirakan mencapai Rp159,6 triliun per tahun.
- Pada tahun 2021, tiga permasalahan utama yang dihadapi oleh PMI meliputi: ingin dipulangkan, tidak menerima gaji, dan meninggal di negara tujuan.
Berdasarkan definisi dari International Labour Organization, pekerja migran adalah seseorang yang akan atau telah bermigrasi dari satu negara ke negara lain yang akan bekerja untuk orang lain.
Setiap tahunnya, Indonesia biasa mengirim sekitar 200.000 pekerja migran untuk bekerja di luar negeri. Akan tetapi, menurut data tahunan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), pada tahun 2020 Indonesia hanya memberangkatkan sekitar 113.173 pekerja migran, jumlah yang menurun drastis jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya karena kondisi pandemi Covid-19.
Konsisten dengan perkiraan data keseluruhan, sebagian besar PMI yang berangkat pada tahun 2020, yaitu sebanyak 56.398, bekerja sebagai pekerja domestik. Sepuluh negara penempatan terbesar PMI pada tahun, antara lain, Hong Kong (53.206), Taiwan (34.414), Malaysia (14.630), Singapura (4.474), Arab Saudi (1.753), Brunei Darussalam (1.202), Polandia (798), Jepang (749), Korea Selatan (641), dan Italia (411).
Pekerja migran dari Indonesia memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia. Setiap tahunnya, Pekerja migran diperkirakan memberikan kontribusi terhadap devisa negara sebesar Rp159,6 triliun per tahun, atau hampir setara dengan sumbangan devisa setelah sektor migas, yakni sebesar Rp159,7 triliun per tahun. Oleh karena itu, pekerja migran seringkali dijuluki dengan sebutan “pahlawan devisa negara”.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Ribuan calon pekerja migran Indonesia dari berbagai daerah menggelar aksi di Kementerian Tenaga Kerja, Jakarta, Senin (18/10/2021). Mereka menuntut kejelasan atas status penempatan sebagai calon pekerja migran Indonesia (CPMI). Realisasi penempatan pekerja migran itu masih rendah karena dampak pandemi Covid-19 membuat sejumlah negara masih menutup pintu masuknya seperti Malaysia, Taiwan, Korea Selatan, Brunei Darussalam dan Jepang.
Regulasi soal Pekerja Migran di Indonesia
Di Indonesia, landasan hukum utama dalam pelindungan pekerja migran adalah Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
UU 18/2017 merupakan perkembangan dari Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKLN), yang merupakan undang-undang Indonesia pertama yang mengatur tentang regulasi pekerja migran Indonesia–yang pada saat itu lebih dikenal dengan sebutan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
UU 39/2004 disusun berdasarkan nilai-nilai persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, antidiskriminasi, serta antiperdagangan manusia. UU 39/2004 mencakup berbagai peraturan, antara lain:
- Mekanisme penempatan pekerja migran Indonesia
- Kewajiban negara untuk melindungi pekerja migran Indonesia
- Perjanjian kerja sama penempatan
- Tugas, tanggung jawab, dan kewajiban pemerintah dalam menyelenggarakan penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia
- Surat Izin Pelaksana Penempatan TKI (SIPPTKI)
Meskipun telah mencakup beberapa masih terdapat beberapa permasalahan pekerja migran yang tidak diatur oleh UU tersebut.
Tidak adanya aturan yang melindungi pekerja migran informal menjadi persoalan besar dalam UU 39/2004, mengingat mayoritas PMI merupakan perempuan pekerja informal yang bekerja dalam sektor domestik.
Melihat adanya kekurangan-kekurangan dalam UU 39/2004, Migrant Care mengeluarkan catatan kritis yang mendesak pemerintah untuk merevisi UU PPTKLN untuk dapat mencakup:
- Perlindungan dan keadilan gender
- Ruang lingkup buruh migran
- Jaminan hak buruh migran
- Peranan PJTKI
- Pelatihan pra-keberangkatan
- Biaya penempatan
- Pengawasan
- Perjanjian kerja
- Kelembagaan
- Peran pemerintah daerah
- Perlindungan dan bantuan hukum
- Asuransi
- Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN)
- Kepulangan PMI
- Mekanisme penyelesaian masalah
- Peran masyarakat sipil
- Penegakan hukum
Karena adanya dorongan dari masyarakat dan organisasi-organisasi lain yang bergerak dalam bidang advokasi dan kesejahteraan pekerja migran Indonesia, kemudian pemerintah merevisi UU No. 39 Tahun 2004 dan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan pekerja Migran Indonesia.
Hal mendasar dalam revisi UU 39/2004 menjadi UU 18/2017 adalah penggantian TKI menjadi PMI. Penggantian istilah TKI menjadi PMI dilakukan dengan dua alasan. Pertama, menyesuaikan dengan istilah yang digunakan oleh International Labour Organization (ILO) dalam Konvensi Pekerja Migran. Kedua, menjauhkan diri dari cerita-cerita duka yang sebelumnya melekat dengan istilah TKI.
UU 18/2017 mencakup berbagai aturan baru yang belum diatur dalam UU 39/2004, antara lain:
- Pelindungan sebelum bekerja
- Perjanjian Kerja Sama Penempatan
- Perjanjian Penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI)
- Jaminan sosial bagi Pekerja Migran Indonesia
- Hak dan kewajiban Pekerja Migran Indonesia
- Hak bagi keluarga Pekerja Migran Indonesia
Selain itu, pada tahun 2021 Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 59 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. PP 59/2021 mengatur tentang tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah untuk menjamin perlindungan PMI dan peran lembaga penyalur PMI.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Sri Rejeki (27) menunjukkan potret Sutinih (47), ibunya, di Desa Dadap, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (22/1/2022). Selama 13 tahun, Sri tidak berjumpa dengan ibunya yang menjadi pekerja migran di Irak. Keluarga berharap Sutinih segera pulang.
Badan Hukum Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
Kedua undang-undang pelindungan pekerja migran yang ada berkaitan langsung dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), badan hukum yang secara resmi bertugas untuk melindungi pekerja migran di Indonesia.
Undang-Undang No. 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang pada pasal 94 ayat (1) dan (2) mengamanatkan pembentukan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Sebagai tindak lanjut dari Pasal 94 ayat (1) dan (2) UU 39/2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 81/2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang mencakup aturan tentang struktur dan mekanisme pelaksanaan tugas BNP2TKI. Dengan dibentuknya BNP2TKI, pemerintah mengambil alih pengiriman PMI ke luar negeri yang awalnya dilakukan oleh pihak swasta. Pada tahun 2006, pemerintah Indonesia memulai pengiriman dan penempatan PMI secara Government to Government.
Dengan dikeluarkannya UU 18/2017, BNP2TKI berganti nama menjadi menjadi BP2MI. Tugas BP2MI diatur dalam peraturan lanjutan, yaitu Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2019. Berdasarkan Pasal 4 dalam Perpres 90/2019, BP2MI bertugas untuk melaksanakan kebijakan pelayanan dalam hal penempatan serta pelindungan pekerja migran Indonesia secara terpadu.
Sementara itu fungsi BP2MI diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2019, mencakup:
- Pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
- Pelaksanaan pelayanan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia; penerbitan dan pencabutan surat izin perekrutan Pekerja Migran Indonesia
- Penyelenggaraan pelayanan penempatan
- Pengawasan pelaksanaan pelayanan jaminan sosial
- Pemenuhan hak Pekerja Migran Indonesia
- Pelaksanaan verifikasi dokumen Pekerja Migran Indonesia; pelaksanaan penempatan Pekerja Migran Indonesia atas dasar perjanjian secara tertulis antara pemerintah pusat dengan pemerintah negara pemberi Pekerja Migran Indonesia dan/atau pemberi kerja berbadan hukum di negara tujuan penempatan
- Pengusulan pencabutan dan perpanjangan surat izin perusahaan penempatan Pekerja Migran Indonesia kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan terhadap perusahaan penempatan Pekerja Migran Indonesia
- Pelaksanaan perlindungan selama bekerja dengan berkoordinasi dengan Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan penempatan
- Pelaksanaan fasilitasi, rehabilitasi, dan reintegrasi purna Pekerja Migran Indonesia
- Pelaksanaan pemberdayaan sosial dan ekonomi purna Pekerja Migran Indonesia dan keluarganya
- Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BP2MI
- Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BP2MI, dan pengawasan internal atas pelaksanaan tugas BP2MI.
Selain memiliki rangkaian peraturan berupa undang-undang, peraturan presiden, dan peraturan pemerintah tentang pelindungan dan dan badan pelindung PMI, dalam ranah internasional, Indonesia memiliki 11 dokumen aktif mengenai kerja sama bilateral yang berkaitan dengan pengiriman pekerja migran.
Kasus-kasus dan persoalan Pekerja Migran
Meskipun telah memiliki kerangka hukum yang cukup memadai untuk melindungi PMI, implementasi dari kerangka hukum yang melindungi pekerja migran belum dilaksanakan dengan sempurna.
Berdasarkan hasil penelitian Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), di lapangan masih banyak pemerintah tingkat daerah hingga desa yang belum mengetahui tentang Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Karena implementasi aturan pelindungan PMI yang belum maksimal, hingga saat ini masih banyak ditemui permasalahan yang dihadapi oleh PMI.
Permasalahan Pekerja Domestik
Terdapat banyak permasalahan yang dihadapi oleh PMI yang bekerja dalam sektor domestik karena pekerja sektor domestik tidak dianggap sebagai pekerja formal. Situasi kerja pekerja domestik dinilai tidak sesuai dengan kerangka pekerjaan konvensional, sehingga kondisi kerja pekerja domestik saat ini masih belum dapat diatur, baik dalam kerangka hukum Indonesia maupun kerangka hukum mayoritas negara tujuan.
Oleh karena itu, pekerja domestik tidak dapat mendapatkan perlindungan maupun keuntungan yang didapatkan oleh pekerja formal, seperti aturan jam kerja maksimal 8 jam, jaminan pemberian gaji, uang pensiun, tunjangan hari raya, dan jaminan kesehatan.
Tanpa mendapatkan perlindungan dan jaminan ketenagakerjaan, PMI yang bekerja dalam sektor domestik sangat rentan mengalami permasalahan. Akar masalah dari permasalahan yang dialami oleh PMI sektor domestik adalah ketimpangan yang diakibatkan oleh perbedaan gender, ras, etnis, negara asal, dan status sosial.
Berbagai permasalahan yang sering dihadapi meliputi penahanan gaji, jam kerja yang terlalu banyak, penggantian kontrak, perlakuan merendahkan, kekerasan, dan eksploitasi.
Permasalahan Pekerja Migran Ilegal
Selain permasalahan yang dihadapi oleh pekerja domestik, pemberangkatan pekerja migran ilegal juga menjadi masalah utama yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia dan calon PMI. Jika PMI legal kebanyakan perempuan yang bekerja di sektor domestik sebagai asisten rumah tangga, mayoritas PMI ilegal merupakan laki-laki yang bekerja dalam sektor perikanan sebagai nelayan anak buah kapal. Permasalahan PMI ilegal tidak dapat dipisahkan dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Keuntungan sindikat pemberangkatan PMI ilegal mencapai 100 miliar per bulannya. Kementerian Luar Negeri mencatat sepanjang 2020 setidaknya ada berbagai kasus yang melibatkan 237 WNI di 45 kapal ikan milik 13 negara.
Sementara itu, BP2MI mencatat, menerima sebanyak 415 kasus terkait PMI yang bekerja dalam sektor kelautan pada Januari 2018 — Mei 2020. Laporan terbanyak datang dari Taiwan, diikuti Korea Selatan, Peru, dan Tiongkok. Selain kasus yang dilaporkan, diperkirakan masih ada lebih banyak kasus-kasus yang belum dilaporkan.
Karena jaringan sindikat pemberangkatan PMI ilegal merupakan bisnis yang bernilai sangat besar, sindikat biasa memiliki jaringan berskala internasional yang beroperasi di pelosok-pelosok desa. Seorang calo perekrut PMI ilegal mendapatkan Rp20 juta untuk setiap calon PMI yang direkrut, di mana sebagian uang diberikan untuk keluarga PMI untuk meyakinkan keberangkatan calon PMI.
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Sebanyak 148 buruh migran dari Malaysia pulang ke Indonesia melalui Pelabuhan Batam Centre, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), Sabtu (1/5/2021). Data Satuan Tugas Khusus Pemulangan Buruh Migran Kepri menunjukkan, sejak 1 Januari hingga 1 Mei 2021, terhitung ada lebih kurang 14.000 buruh migran yang pulang melalui Batam.
Advokasi Pemerintah Indonesia
Dalam level makro, pemerintah telah bersinergi dalam melakukan berbagai upaya untuk melindungi PMI, seperti melakukan kerja sama dengan pemerintah negara tujuan hingga melakukan lobi dan negosiasi.
Sementara itu, dalam level akar rumput, advokasi yang dilakukan oleh pemerintah disesuaikan dengan kasus yang dihadapi. Dalam liputan harian Kompas tentang SB, seorang PMI yang bekerja sebagai asisten rumah tangga yang tidak mendapatkan gaji dari majikannya, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur menggugat WN Malaysia yang mempekerjakan SB di pengadilan. Kasus SB bukan satu-satunya kasus yang ada di Malaysia. Sepanjang 2021, KBRI Kuala Lumpur telah menagih sejumlah Rp5 miliar hak PMI yang belum dibayarkan oleh majikan.
Permasalahan yang sama juga dihadapi oleh PMI yang bekerja di Arab Saudi. Salah satu contoh adalah kasus Turini, mantan PMI berusia 48 tahun yang pernah bekerja di Arab Saudi yang sempat tidak mendapatkan gaji dan disalurkan oleh lembaga yang tidak bertanggung jawab hingga mengalami kerugian sekitar Rp600 juta.
Dalam membantu Turini, Kementerian Ketenagakerjaan, BP2MI, dan Kementerian Luar Negeri melalui KBRI Riyadh melakukan proses pelacakan yang panjang sehingga Turini berhasil dipulangkan. Selain itu, pemerintah juga membantu Turini untuk mendapatkan hak yang belum dibayarkan.
Meskipun banyak permasalahan yang dihadapi oleh PMI yang bekerja di Malaysia dan Arab Saudi, setiap tahunnya masih banyak WNI yang berbondong-bondong mendaftar untuk bekerja sebagai PMI di Malaysia dan Arab Saudi, baik secara legal maupun ilegal. Salah satu alasannya adalah karena gaji yang diperoleh di kedua negara jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata gaji yang diperoleh jika bekerja di daerah sekitar. (LITBANG KOMPAS)
Artikel Terkait
Referensi
• Tantangan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, KOMPAS, 24 Januari 2022. Diakses melalui https://www.kompas.id/baca/bebas-akses/2022/01/24/tantangan-perlindungan-pekerja-migran-indonesia
• Pekerja Migran Indonesia: Mendulang Laba dari Derita Berulang. KOMPAS, 21 September 2020, hlm. 1
• Pekerja Migran Indonesia: Pahlawan Devisa Meretas Trauma. KOMPAS, 17 Februari 2021, hlm. 1
• Tajuk Rencana: Melindungi Pekerja Migran. KOMPAS, Rabu 3 November 2021, hlm. 6
• Pekerja Migran: Perlindungan Hukum Jadi Problem Utama. KOMPAS, 26 Januari 2022, hlm. 1
- Undang-undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
- Probosiwi, Ratih. “Analisis undang-undang perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.” Jurnal Kawistara2 (2015)
- Wahyono, Sri. “The Problems of Indonesian Migrant Workers’ Rights Protection in Malaysia.” Jurnal Kependudukan Indonesia1 (2007): 27-44.
- https://bp2mi.go.id/profil-sejarah
- https://bp2mi.go.id/berita-detail/bnp2tki-akan-berubah-menjadi-badan-pelindungan-pekerja-migran-indonesia
- https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/—arabstates/—ro-beirut/documents/publication/wcms_204013.pdf
- https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/—ed_protect/—protrav/—migrant/documents/briefingnote/wcms_467722.pdf
- https://regional.kompas.com/read/2021/04/09/220916178/pekerja-migran-sumbang-devisa-negara-terbesar-kedua-setelah-migas?page=all.