KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Deretan mobil yang selesai diproduksi di Pabrik Hyundai, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (18/2/2023). Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia produksi kendaraan sepanjang 2022 mencapai 1,3 juta. Angka ini lebih tinggi dibanding produksi 2019 (sebelum pandemi) yang hanya 1,28 juta unit. Selain pasar dalam negeri yang besar, produksi kendaraan juga untuk pasar ekspor. Ekspor kendaraan roda empat naik cukup tajam dari tahun 2021 ke tahun 2022, naik dari 300.000 unit ke hampir 600.000 unit.
Fakta Singkat
Indeks Kepercayaan Industri (IKI):
- Diluncurkan November 2022
- Penyelenggara: Kementerian Perindustrian
- Dasar hukum: SE Menteri Perindustrian Nomor 13 Tahun 2022
- Meninjau 23 subsektor
- Dihitung berdasarkan tiga variabel: pesanan, produksi, dan persediaan
Sejak diluncurkan November 2022 lalu, Kementerian Perindustrian telah mempublikasikan pelaporan kinerja produktivitas industri yang diolah menjadi Indeks Kepercayaan Industri atau IKI secara bulanan. Hingga Maret 2023, Kementerian Perindustrian telah empat kali mempublikasikan hasil IKI.
Peluncuran IKI dilatarbelakangi oleh sulitnya memahami secara utuh terkait kondisi industri nasional. Kendati sudah ada sejumlah indeks yang menjadi cerminan produktivitas industri, namun penyajian datanya dinilai kurang mendetail.
Karena itu, Kementerian Perindustrian sebagai pembina industri tidak dapat menggunakannya sebagai acuan kebijakan. Padahal, informasi tersebut sangat dibutuhkan untuk mengambil kebijakan yang sesuai di sektor industri.
Di sisi lain, industri pengolahan merupakan motor penggerak perekonomian nasional. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator di antaranya sebagai kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) nasional, ekspor nasional, realisasi investasi, penerimaan pajak cukai, serta penyerapan tenaga kerja.
Kontribusi industri pengolahan terhadap PDB terhitung yang tertinggi. Angkanya mencapai 17,9 persen pada 2022. Kinerja industri tersebut menopang solidnya perekonomian nasional di tengah berbagai tantangan global yang sedang dihadapi Indonesia saat ini.
Sebagai pembina industri dalam negeri, Menteri Perindustrian kemudian berinisiatif untuk membuat survei guna memantau kondisi industri secara periodik, sehingga dapat segera merespons permasalahan yang terjadi pada industri untuk menghindari terjadinya kerugian yang lebih besar.
Inisiatif tersebut tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang diharapkan bisa menjadi landasan penting bagi pemerintah untuk penyusunan kebijakan. Selain itu, IKI dapat digunakan untuk mendiagnosa permasalahan sektor industri guna mencari penyelesaian secara cepat dan tepat.
IKI sebenarnya serupa dengan indeks yang dikeluarkan S&P Global dan Bank Indonesia (BI), namun lebih detail dan spesifik, yaitu melibatkan 23 subsektor industri dan dikeluarkan setiap bulan. Indeks dari S&P Global hanya mencakup industri besar dan pemerintah sulit meminta rincian data respondennya. Sementara indeks yang dikeluarkan BI hanya mencakup delapan subsektor, yang dikeluarkan setiap triwulanan.
Karena menyasar industri secara spesifik, serta setiap subsektor membutuhkan pendekatan dan kebijakan yang berbeda, pemerintah dapat menyusun strategi yang tepat berdasarkan IKI. IKI juga melengkapi indeks yang diterbitkan S&P dan BI.
Sebelumnya, para pemangku kebijakan kerap menggunakan Purchasing Manager’s Index atau yang juga disebut sebagai Indeks Manufaktur yang diterbitkan oleh S&P Global dan Prompt Manufacturing Index dari Bank Indonesia yang disingkat menjadi PMI-BI sebagai acuan kebijakan pemerintah.
Purchasing Managers’ Index (PMI) menunjukkan kinerja industri dari setiap negara di tataran global setiap bulannya. Untuk mendapatkan indeks ini, S&P Global menyurvei 400 responden di Indonesia. PMI sendiri merupakan indeks gabungan dari lima indikator utama, yang meliputi pesanan baru, hasil produksi, ketenagakerjaan, waktu pengantaran suplai, dan ketersediaan stok.
Pemerintah juga mempertimbangkan Prompt Manufacturing Index dari Bank Indonesia. Fungsinya pun serupa dengan Indeks Manufaktur. PMI-BI memperlihatkan gambaran umum mengenai kondisi Sektor Industri Pengolahan saat ini dan perkiraan triwulan mendatang. PMI-BI merupakan indikator ekonomi yang mencerminkan keyakinan para manajer bisnis di sektor manufaktur.
PMI-BI merupakan indeks komposit yang diperoleh dari lima indeks, yaitu volume pesanan barang input, volume produksi (output), ketenagakerjaan, waktu pengiriman dari pemasok, dan inventori. Terdapat sekitar 600 responden industri pengolahan dalam menyusun indeks ini.
KOMPAS/DWI BAYU RADIUS
Pekerja PT Sepatu Mas Idaman membuat sepatu di Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/2/2022). Pabrik itu memproduksi sekitar 11.000 pasang sepatu per hari dan sebagian besar diekspor. Sepatu yang dijual di dalam negeri dipasarkan dengan merek Gino Mariani.
Tujuan, manfaat, dan metodologi IKI
Dalam laman Kementerian Perindustrian, disebutkan IKI bertujuan untuk menjawab kecepatan dinamika tantangan ekonomi global dan krisis sumber daya industri global di tengah ketidakstabilan supply maupun demand pasar produk industri.
Adapun manfaatnya ada empat. Pertama, menjadi indikator penilaian industri yang terpercaya, terkini, terlengkap, dan terdetail. Kedua, mendiagnosa lebih awal permasalahan sampai pada subsektor industri sehingga dapat diselesaikan lebih cepat dan tepat.
Ketiga, mengantisipasi terjadinya kerugian yang lebih besar apabila terjadi permasalahan pada industri. Keempat, mengetahui prospek bisnis periode enam bulan mendatang pada sektor industri di Indonesia.
Di samping itu, IKI merupakan suara industri yang merepresentasikan seluruh subsektor industri pengolahan dengan jumlah responden yang lebih banyak. IKI bisa menjadi referensi data perkembangan industri yang digunakan oleh seluruh pemangku kepentingan sektor industri.
IKI disusun berdasarkan pada kegiatan pelaporan perusahaan industri melalui portal Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas). Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Perindustrian Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pelaporan Kegiatan Industri Dalam Rangka Penyusunan Indeks Kepercayaan Industri (IKI).
IKI berbasis persepsi dan dihimpun sebulan sekali ke pelaku industri. Responden IKI adalah seluruh perusahaan industri. Data yang dihimpun mencakup kelompok Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dua digit yang berjumlah 23 subsektor manufaktur.
Secara teknis, jumlah sampel untuk mengolah IKI mencapai 2.117 pemain industri yang disaring dari 36.039 pelaku industri yang terdaftar di Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas).
Adapun cara pengisiannya adalah perusahaan industri harus melaporkan kegiatan industrinya melalui portal SIINas. Periode pelaporan dilakukan pada tanggal 12–23 pada setiap bulan berjalan. Nilai IKI akan dipublikasikan pada akhir bulan.
Dalam meninjau kinerja industri, ada tiga parameter penyusun IKI, yakni volume pesanan baru, produksi, serta stok produk jadi atau persediaan. Pesanan baru, yaitu besarnya total volume pesanan baru yang diterima pada bulan yang bersangkutan. Produksi, yaitu besarnya total volume produksi pada bulan yang bersangkutan. Persediaan, yaitu besarnya total volume persediaan (stok) produk jadi pada bulan yang bersangkutan.
Pelaku industri akan mengisi kuisioner berupa pertanyaan apakah ketiga parameter tersebut meningkat, sama, atau menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Pertanyaan itu diajukan secara terpisah per indikator.
Pelaku industri ditanyakan alasan kenaikan atau penurunan ketiga parameter itu. Misalnya, karena adanya pesanan domestik, pesanan luar negeri, pengadaan barang/jasa pemerintah, nilai tukar, harga patokan ekspor, biaya pengiriman, dan kebijakan perdagangan negara mitra.
Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dihitung berdasarkan perkalian antara nilai indeks untuk setiap variabel dan bobot masing-masing variabel yang diperoleh dari hasil Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan melibatkan para pakar di bidang industri dan ekonomi.
Pesanan baru memiliki bobot 0,5; produksi memiliki bobot 0,3; dan persediaan produk memiliki bobot 0,2. Jumlah tenaga kerja setiap perusahaan digunakan sebagai pembobot dalam perhitungan indeks untuk setiap variabel.
Sama seperti indeks dari S&P Global dan BI, nilai IKI adalah 0 sampai 100. Indeks yang bernilai lebih dari 50 akan menunjukkan kondisi industri yang ekspansif/optimis. Sebaliknya, indeks yang kurang dari 50 akan menunjukkan kondisi industri yang mengalami kontraksi, sementara bernilai 50 artinya stabil.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Pekerja menyelesaikan pembuatan cerutu di Pabrik Cerutu Rizona, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (8/9). Industri rumahan yang berdiri tahun 1937 ini mampu memproduksi sekitar 2.000 batang cerutu per hari dengan jangkauan pasar dalam negeri.
Perkembangan hasil IKI
Sejak diluncurkan pertama kali pada November 2022 lalu, Kementerian Perindustrian telah empat kali mempublikasikan hasil IKI. Sepanjang November 2022 hingga Februari 2023, angka IKI tercatat berada di atas angka 50 yang berarti industri nasional terbilang ekspansi dan terdapat optimisme bagi perekonomian nasional.
Pada peluncuran perdana November tahun lalu, Kemenperin melansir angka IKI sebesar 50,89. Hasil analisis IKI juga menunjukkan sebanyak 11 subsektor industri tercatat berada pada kondisi ekspansif. Kesebelas subsektor industri tersebut merepresentasikan 71,3 persen dari kontribusi terhadap PDB. Dari 11 industri tersebut, subsektor industri alat transportasi memperoleh angka IKI tertinggi, yakni 60.
Perkembangan Indeks Kepercayaan Industri
November 2022 |
· Angka IKI: 50,89 · Ekspansi: 11 subsektor · Kontraksi: 12 subsektor |
Desember 2022 |
· Angka IKI: 50,90 · Meningkat 0,01 persen · Ekspansi: 11 subsektor · Kontraksi: 12 subsektor |
Januari 2023 |
· Angka IKI: 51,54 · Meningkat 0,64 persen · Ekspansi: 12 subsektor · Kontraksi: 11 subsektor |
Februari 2023 |
· Angka IKI: 52,32 · Meningkat 0,78 persen · Ekspansi: 16 subsektor · Kontraksi: 7 subsektor |
Sumber: Kementerian Perindustrian. Diolah Litbang Kompas/PUR
Adapun 12 subsektor industri lainnya berada dalam kondisi tertekan atau kontraksi. Salah satunya adalah subsektor indutri tekstil.
Kemudian pada Desember 2022, IKI tercatat sebesar 50,9; naik tipis 0,01 poin dibandingkan November 2022. Hasil IKI menunjukkan bahwa terdapat 11 sektor yang mengalami ekspansi yang memiliki total sumbangsih 74,9 persen terhadap PDB industri pengolahan nonmigas selama triwulan III 2022. Sementara 12 sektor lainnya mengalami kontraksi.
Secara umum, pelaku usaha memandang kondisi usaha selama enam bulan ke depan lebih optimis dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Mayoritas (60,5 persen) pelaku usaha menyatakan optimistis terhadap kondisi usaha industri selama 6 bulan ke depan. Angka ini meningkat dari bulan sebelumnya yang sebesar 58,1 persen.
Selanjutnya pada Januari 2023, IKI tercatat sebesar 51,54 atau meningkat 0,64 poin dibanding Desember 2022. Berdasarkan jenis industrinya, terdapat 12 subsektor manufaktur yang tergolong ekspansif. Subsektor itu merepresentasikan 80,1 persen dari penyumbang PDB Indonesia.
Di sisi lain, ada 11 subsektor manufaktur yang tengah terkontraksi dan berkontribusi 19,9 persen pada PDB nasional. Dari sisi aktivitas manufaktur, 44,1 persen pelaku industri menyatakan kegiatannya stabil pada Januari 2023.
Terakhir, pada Februari 2023, IKI mencapai 52,32, naik 0,78 poin dibandingkan Januari 2023. Dengan capaian itu, maka IKI berada pada fase ekspansi.
Peningkatan nilai IKI ini ditopang oleh peningkatan jumlah subsektor yang mengalami ekspansi. Terdapat 16 subsektor industri yang mengalami ekspansi yang merepresentasikan 87,7 persen terhadap PDB industri pengolahan nonmigas. Sementara tujuh subsektor mengalami kontraksi.
Adapun dari 16 subsektor tersebut, empat subsektor di antaranya mengalami perubahan fase dari kontraksi ke ekspansi. Keempat subsektor tersebut adalah pencetakan dan reproduksi rekaman; karet, barang dari karet dan plastik; barang galian bukan logam; serta komputer, barang elektronik dan optik.
Peningkatan nilai IKI Februari 2023 terjadi pada seluruh variabel pembentuk IKI dan utamanya masih didominasi pesanan domestik. Variabel pesanan baru meningkat dari 51,14 menjadi 52,81; variabel produksi meningkat dari 50,35 menjadi 51,37; dan variabel persediaan produk menurun dari 54,34 pada Januari 2023 menjadi 52,51 pada Februari 2023. Penurunan persediaan menandakan produk-produk manufaktur hasil produksi sudah didistribusikan ke pasar.
Selain itu, pada Februari 2023 terdapat 47,1 persen pelaku usaha yang menyatakan kondisi kegiatan usahanya stabil dan sebanyak 29,0 persen pelaku usaha yang menyatakan kondisi kegiatan usahanya mengalami peningkatan
IKI juga menggambarkan optimisme berusaha para pelaku usaha dalam enam bulan ke depan (Maret–Agustus 2023). Sebanyak 89,2 persen pelaku usaha menyatakan optimis dan stabil terhadap kondisi usaha industri selama enam bulan ke depan. Angka ini konsisten meningkat sejak November 2022.
Optimisme pelaku usaha berdasarkan pada kondisi pasar yang akan membaik dan didukung kebijakan pemerintah pusat yang lebih baik, meski perekonomian global pada 2023 diperkirakan mengalami perlambatan.
Seiring meningkatnya optimisme pelaku usaha, persentase pesimisme pelaku usaha mengalami penurunan dari 13,60 persen pada Januari 2023 menjadi 10,81 persen pada Februari 2023. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- “Manufaktur Butuh Perhatian”, Kompas, 08 November 2022, hlm. 10
- “Perindustrian: Waspadai Tren Kontraksi Manufaktur di Asia”, Kompas, 05 Desember 2022, hlm. 12
- “Perindustrian: Pasar Lokal Topang Kinerja Industri”, Kompas, 01 Februari 2023, hlm. 10
- Menperin: Indeks Kepercayaan Industri Jadi Sumber Acuan Kebijakan, laman Kementerian Perindustrian
- Kemenperin Luncurkan Indeks Kepercayaan Industri, Sajikan Data Terkini Sektor Manufaktur, laman Kementerian Perindustrian
- Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Bulan Januari 2023, laman Kementerian Perindustrian
- Siaran Pers: Kepercayaan Industri Semakin Meningkat, Industri Siap Hadapi Perlambatan Global, laman Kementerian Perindustrian
- Rilis Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Januari 2023, laman Kementerian Perindustrian
- Indeks Kepercayaan Industri Bisa Jadi Senjata Hadapi Ancaman Ekonomi, laman Kompas.id
- Indeks Kepercayaan Industri Dapat Sokong Kebijakan Antisipatif, laman Kompas.id
- Meski Perekonomian Dunia Melambat,16 Subsektor Industri Nasional Ini Alami Ekspansi, laman Kompas.com
Artikel terkait