KOMPAS/AGUS SUSANTO
Polusi udara menyelimuti gedung bertingkat di Jakarta, Senin (5/6/2023). Polusi udara menjadi masalah bersama yang mengancam kesehatan, bahkan menjadi pemicu kematian, selain juga masalah perekonomian. Pemicu tingginya konsentrasi PM 2,5 atau polutan yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikrometer di Jakarta dan sekitarnya ialah emisi dari kendaraan bermotor, industri, pergerakan polutan udara oleh angin, tingginya kelembaban udara relatif yang menyebabkan perubahan wujud dari gas menjadi partikel, dan munculnya lapisan inversi di udara yang menyebabkan PM 2,5 tertahan tidak dapat bergerak ke lapisan udara lain.
Fakta Singkat
Polusi Udara di Jakarta
- Selama 2018 hingga 2022, Jakarta selalu mencatatkan rerata tingkat PM 2.5 sebanyak 7 sampai 10 kali lebih tinggi dari anjuran WHO.
- Laporan World Air Quality 2022: Region & City PM 2.5 Rankingmenempatkan Jakarta di urutan ke-20 sebagai negara dengan tingkat polusi udara terburuk di seluruh dunia
- Terdapat lima sumber utama pencemar udara yang terlibat, antara lain sektor industri energi, sektor industri manufaktur, sektor transportasi termasuk transportasi darat, laut dan penerbangan, sektor komersial dan sektor domestik.
- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 91 persen populasi penduduk dunia tinggal di lingkungan dengan kualitas udara melebihi batas aman.
- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut polusi udara memicu 6,7 juta kematian prematur setiap tahun
- Total biaya tahunan dampak kesehatan dari polusi udara mencapai sekitar 2.943,42 juta dollar Amerika Serikat.
Merujuk Kompas (22/6/2023), secara konsisten, selama 2018 hingga 2022, Jakarta selalu mencatatkan rerata tingkat PM 2.5 sebanyak 7 sampai 10 kali lebih tinggi dari anjuran WHO. Laporan World Air Quality 2022: Region & City PM 2.5 Ranking menempatkan Jakarta di urutan ke-20 sebagai negara dengan tingkat polusi udara terburuk di seluruh dunia.
Jeleknya kualitas udara ini bukanlah persoalan baru. Isu polusi udara setidaknya sudah menjadi permasalahan dunia setelah industrialisasi muncul. Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang pada masa industri telah diserang isu polusi udara yang meresahkan warganya. Di Indonesia, khususnya Jakarta, isu polusi udara telah meresahkan penduduk sejak masa kolonial.
Peter H. van der Burg dalam artikel berjudul “Batavia yang Tidak Sehat dan Kemerosotan VOC pada Abad Kedelapan Belas” dimuat Jakarta-Batavia Esai Sosio-Kultural menyebutkan, sejak abad ke-18, Batavia (nama Jakarta sebelumnya) mengalami kerusakan ekologi. Kanal-kanal tidak mengalir, sedimen dari sungai-sungai penuh lumpur mengendap di dasar kanal.
Saat laut pasang, air yang dipenuhi sampah menggenangi kota. Dan ketika surut, air laut tertinggal di tambak atau kubangan terpanggang matahari bersama sampah dan bangkai ikan yang membusuk, menyebabkan bau tidak sedap. Akibatnya udara menjadi tidak sehat, penduduk Batavia menyebutnya sebagai “uap jahat” yang mengandung partikel-pertikel pembawa penyakit.
Selain karena pengendapan kanal-kanal yang membawa bau busuk. Polusi udara di Batavia saat itu juga disebabkan oleh asap dan limbah perindustrian yang sedang berkembang di Batavia saat itu, yakni pabrik gula, bubuk mesiu dan arak.
Polusi udara tersebut membuat warga kota Batavia resah. Menurut sejarawan Susan Blackburn dalam bukunya yang berjudul Jakarta Sejarah 400 Tahun, banyak warga kota, khususnya orang-orang Eropa, yang memutuskan untuk pindah ke selatan, ke daerah luar tembok kota untuk mencari lingkungan yang lebih menyehatkan. Tidak tercemar oleh bau kanal-kanal kotor dan asap pekat penyulingan arak.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Kemacetan di ruas jalan protokol Jenderal Sudirman di kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (23/08/2023). Penerapan sistem kebijakan bekerja dari rumah atau work from home bagi 50 persen aparatur sipil negara di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak Senin (21/08/2023) belum mampu mengurai kemacetan dan menurunkan tingkat polusi udara.
Tren Kualitas Udara
Status Jakarta sebagai kota paling polutif terus melekat hingga hari ini. Kualitas udara di wilayah Jakarta dan sekitarnya terus memburuk dari hari ke hari. Dalam beberapa pekan terakhir, sejumlah bukti-bukti visual beredar dan menunjukkan langit di Jakarta tampak menghitam. Gedung-gedung tinggi tampak samar tertutup kabut abu-abu yang menyelimuti langit Jakarta.
Fenomena langit Jakarta yang menghitam tersebut viral di media sosial. Sebagian besar masyarakat menduga-duga bahwa kondisi langit yang berkabut itu akibat polusi udara. Dugaan itu patut dimaklumi. Pasalnya, kabut yang menyelimuti gedung-gedung itu bukanlah embun pagi yang menyegarkan.
Dugaan itu ternyata terbukti benar. Berdasarkan pemantauan harian di situs IQAir, pada Selasa (22/8/2023), kualitas udara di DKI Jakarta tercatat dalam kondisi tidak sehat dengan angka 158. Jakarta mencatatkan konsentrasi polutan particulate matter 2.5 (PM2,5) sebesar 68,5 mikrogram per meter kubik. Konsentrasi PM2.5 di Jakarta ini 13.7 kali nilai tingkat keamanan yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni 5 mikrogram per meter kubik.
Grafik:
PM2,5 merupakan salah satu polutan udara paling berbahaya dalam wujud partikel dengan ukuran yang sangat kecil, yaitu tidak lebih dari 2,5 mikrogram. Dengan ukurannya yang sangat kecil ini, PM2,5 dapat dengan mudah masuk ke dalam sistem pernapasan dan dapat menyebabkan gangguan infeksi saluran pernapasan dan gangguan pada paru-paru. Selain itu, PM2,5 juga dapat menembus jaringan peredaran darah dan terbawa oleh darah ke seluruh tubuh.
Dengan konsetrasi polutan PM2.5 sebesar itu, Jakarta tercatat menjadi kota dengan mutu udara terburuk nomor tiga di dunia dan nomor satu di kawasan Asia Tenggara. Mutu udara di Jakarta lebih redah dari kota-kota besar di Asia Tenggara, seperti Kuala Lumpur, Bangkok, Yangon, dan Singapura.
Grafik:
Dari pemantauan platform informasi kualitas udara milik perusahaan asal Swiss tersebut, sejak awal Agustus hingga pertengahan Agustus ini mutu udara harian Jakarta selalu berada dalam kategori tidak sehat (merah) dan tidak sehat bagi kelompok sensitif (oranye). Pada tren pendataan per hari, indeks kualitas udara Jakarta sempat membaik di level sedang pada Kamis, 17 Agustus 2023. Namun, pada Jumat, kembali memburuk di level tidak sehat bagi kelompok sensitif.
Kota-kota di sekitar Jakarta juga terpantau memiliki konsentrasi PM2,5 sangat tinggi. Kota Depok, Jawa Barat, misalnya, memiliki konsentrasi PM2,5 hingga 82 mikrogram per meter kubik. Tangerang Selatan, Banten, memiliki konsentrasi PM2,5 mencapai 79 mikrogram per meter kubik atau 15,8 kali di atas ambang aman kualitas udara tahunan WHO. Sementara Tangerang mencapai 69 mikrogram per meter kubik atau 13,8 kali ambang aman kualitas udara tahunan WHO.
Sebelumnya, dalam laporan tahunan yang dikeluarkan IQAir pada 2022, selain Jakarta, kota besar dengan tingkat polusi tinggi PM2,5 di Indonesia adalah Surabaya sebesar 34.4 mikrogram per meter kubik, Bandung sebesar 26.1 mikrogram per meter kubik, dan Semarang sebesar 24.3 mikrogram per meter kubik.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Polusi udara menyelimuti langit Jakarta, Jumat (18/8/2023). Dari pemberitaan Kompas, sejak Maret 2023 hingga Agustus ini, platform informasi mutu udara milik perusahaan Swiss, IQAir, beberapa kali menempatkan mutu udara harian Jakarta dalam kategori tak sehat.
Sumber Polutan
Ada banyak asal polutan yang mencemari udara Jakarta. Hasil kajian inventarisasi emisi dari dinas lingkungan hidup DKI Jakarta pada 2020 menyebutkan, terdapat lima sumber utama pencemar udara yang terlibat, antara lain sektor industri energi, sektor industri manufaktur, sektor transportasi termasuk transportasi darat, laut dan penerbangan, sektor komersial dan sektor domestik.
Dalam kajian tersebut, polutan yang diukur adalah Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Oksida (NOx), Karbon Monoksida (CO), PM10, PM2.5, Black Carbon (BC) dan Non-Methane Volatile Organic Compounds (NMVOCs). Hasil penelitian menemukan bahwa sektor transportasi, industri manufaktur dan industri energi adalah sektor-sektor dengan pengemisi terbesar untuk kelima indikator pencemar udara.
Sektor transportasi menjadi sumber polusi terbesar untuk polutan NOx, CO, PM10, PM2.5, BC, dan NMVOCs. Dengan total emisi sebesar 76.793 ton per tahun untuk NOx, 287.317 ton per tahun untuk CO, 5.113 ton pertahun untuk PM10, 5.257 ton per tahun untuk PM2.5, 5.048 ton per tahun untuk BC, dan 198.936 ton per tahun untuk NMVOCs.
Besarnya emisi yang disumbangkan oleh sektor transportasi itu disebabkan karena jumlah penggunaan bahan bakar minyak di sektor ini sangat siginifikan dan berbanding lurus dengan jumlah kendaraan. Dimana sektor transportasi darat terutama sepeda motor adalah sumber terbesar. Dari data yang dihimpun KLHK, pada tahun 2022, ada sekitar 25,5 juta kendaraan bermotor yang terdaftar beroperasi di DKI Jakarta. Sebanyak 78 persen di antaranya merupakan sepeda motor.
Infografis: Albertus Erwin Susanto
Sementara sektor industri manufaktur menjadi penyebab utama tingginya emisi SO2, yakni sebesar 2.637 ton per tahun. Sektor industri manufaktur juga menjadi kontributor terbesar kedua untuk PM10 sebesar 2.989 ton per tahun, PM2.5 sebesar 2.102 ton per tahun, dan BC sebesar 799 ton per tahun. Penyebab utama tingginya emisi SO2 di industri manufaktur disebabkan oleh penggunaan bahan bakar batu bara, dimana penggunaan batu bara hanya 4 persen namun menghasilkan emisi SO2 sebesar 64 persen.
Adapun sektor industri energi adalah sumber kedua terbesar emisi SO2 yaitu sebesar 1.071 ton per tahun. Dari kajian tersebut juga diungkapkan bahwa sektor industri energi menjadi kontributor terbesar kedua untuk NOx dan CO, masing-masing sebesar 12.244 ton per tahun dan 5.252 ton per tahun.
Dari penelitian berbeda, berdasarkan hasil kajian Vital Strategies bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) berjudul “Sumber Utama Polusi Udara di DKI Jakarta”. Dari cakupan source apportionment berbasis reseptor untuk mengumpulkan sampel filter PM2.5 di daerah perkotaan yang meliputi Gelora Bung Karno, Kebon Jeruk, dan Lubang Buaya selama musim hujan dan kemarau. Sumber utama polusi PM2.5 di DKI Jakarta bisa berbeda di musim hujan dan di musim kemarau.
Namun, baik di musim hujan maupun musim kemarau, asap knalpot kendaraan tetap menjadi sumber utama tertinggi dari polusi di DKI Jakarta, yakni sekitar 32 persen sampai 57 persen dari semua sumber polusi. Sumber lainnya yang berkontibusi signifikan berasal dari pembakaran batubara sebesar 14 persen, pembakaran terbuka sekitar 9-11 persen, dan aktivitas konstruksi sebesar 13 persen.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Pemandangan gedung-gedung bertingkat yang diselimuti kabut polusi udara di kawasan Jakarta, Senin (6/6/2022). Menurut data AirVisual, situs penyedia peta polusi daring harian kota-kota besar di dunia, pada senin pukul 13.00, nilai Indeks Kualitas Udara (AQI) Kota Jakarta adalah 161 atau masuk dalam kategori tidak sehat. Sedangkan kandungan partikel halus di udara yang ukurannya 2,5 mikron atau lebih kecil (PM 2,5) sebesar 69 mikrogram per meter kubik, jauh diambang batas maksimal 5 mikrogram per meter kubik.
Dampak Polusi
Peningkatan kadar polutan di udara patut diwaspadai. Pencemaran udara membawa dampak buruk bagi kesehatan, membuat masyarakat rentan terpapar berbagai penyakit yang membahayakan jiwa. Namun sayangnya, ancaman polusi udara terhadap kesehatan masyarakat kerap tidak disadari.
Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 91 persen populasi penduduk dunia tinggal di lingkungan dengan kualitas udara melebihi batas aman. Dengan kata lain, 9 dari 10 orang menghirup udara yang tercemar.
WHO juga menyebutkan polusi udara sebagai the silent killer. Bagaimana tidak, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut polusi udara memicu 6,7 juta kematian prematur setiap tahun, dengan 4,2 juta kematian atau 63 persen di antaranya dipicu oleh polusi udara di luar ruangan (ambien). Sebanyak 89 persen kematian akibat polusi luar ruangan itu terjadi di negara berpenghasilan menengah dan rendah, terutama di kawasan Asia dan barat Pasifik.
Dari jumlah kematian akibat polusi udara luar ruang itu, 37 persen di antaranya disebabkan oleh penyakit jantung iskemik dan stroke, 23 persen akibat infeksi saluran pernapasan bawah akut, 18 persen kematian dipicu penyakit paru obstruktif kronik, dan 11 persen diakibatkan oleh kanker saluran pernapasan (“Semua Terdampak Polusi Udara”, Kompas, 15 Agustus 2023).
Grafik:
Mengacu American Lung Association, berdasarkan kelompok umur, anak-anak lebih rentan terhadap gangguan kesehatan dari polusi udara daripada orang dewasa. Hal itu disebabkan karena organ tubuh mereka, misalnya jantung dan paru-paru serta sistem pernapasan dan kardiovaskular, masih dalam tahap perkembangan. Selain itu, mereka menghirup lebih banyak udara per kilogram massa tubuh karena memiliki tingkat pernapasan yang lebih tinggi dibandingkan orang dewasa.
Laporan WHO pada 2018, ”Air Pollution and Child Health: Prescribing Clean Air”, menyebut polusi udara berkontribusi terhadap infeksi saluran pernapasan yang mengakibatkan 543.000 kematian pada anak di bawah usia 5 tahun pada tahun 2016.
Selain kesehatan fisik, polusi udara juga berdampak pada kesehatan mental. Merujuk Kompas (7/7/2023), sebuah penelitian yang diterbitkan di British Journal of Psychiatry menemukan bukti bahwa paparan polusi udara dapat berdampak buruk pada otak, menyebabkan depresi, kecemasan, psikosis, dan bahkan gangguan neurokognitif, seperti demensia.
Bahkan, ada indikasi bahwa anak-anak dan remaja mungkin terpapar polusi udara pada tahap kritis dalam perkembangan mental mereka, membuat mereka berisiko terkena dampak paling parah dan masalah kesehatan mental yang signifikan di masa depan (“Polusi Udara Memengaruhi Kesehatan Mental, Anak dan Remaja Paling Berisiko”, Kompas, 7 Juli 2023).
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pemandangan pusat kota di kawasan Jakarta Pusat pada Jumat (28/7/2023) yang diwarnai kabut pada siang hari. Mengutip data pada situs IQAir, Jakarta tercatat menjadi salah satu kota dengan kualitas udara dan polusi terburuk di dunia dengan nilai indeks 168 atau masuk kategori tidak sehat. Sebanyak 70 persen kontributor buruknya kualitas udara ibukota adalah sektor transportasi. Masyarakat diharapkan untuk selalu waspada menyikapi kualitas udara yang kurang baik, terutama terhadap kenaikan kasus batuk pilek ISPA dan pneumonia.
Sementara di Indonesia, besarnya dampak buruk kesehatan akibat polusi udara dilaporkan oleh Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Bicara Udara, organisasi yang berfokus pada isu polusi udara di Indonesia. Pajanan polusi udara memiliki resiko yang tinggi terhadap penyakit respirasi seperti pneumonia, tuberkulosis, asma, kanker paru, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Pekerja di jalanan menjadi kelompok yang paling beresiko mengalami gangguan kesehatan akibat paparan polusi udara.
Dampak buruk kesehatan yang paling sering terjadi akibat polusi udara adalah PPOK yang mencapai 36,6 persen, pneumonia 32 persen, asma 27,95 persen, kanker paru 12,5 persen, dan tuberkulosis 12,2 persen (“Umur dan Masa Depan Anak yang Hilang dalam Polusi Udara Jakarta”, Kompas, 29 Maret 2023).
Secara spesifik, di Jakarta, polusi udara merupakan ancaman utama bagi kesehatan lebih dari 10,5 juta orang di Jakarta. Besarnya dampak kesehatan dari polusi udara di Jakarta ini dilaporkan Ginanjar Syuhada dari Environmental, Climate, and Urban Health Division Vital Strategies Singapura dan tim di jurnal Environmental Research and Public Health edisi Februari 2023.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Deretan gedung perkantoran di kawasan Sudirman, Jakarta, diselimuti kabut asap polusi, Kamis (10/8/2023). Berdasarkan situs IQAir, Kamis (10/8/2023) sekitar pukul 07.00, kualitas udara Jakarta dalam kondisi tidak sehat.
Hasil kajian berjudul “Impacts of Air Pollution on Health and Cost of Illness in Jakarta” tersebut menunjukkan bahwa polusi udara bertanggung jawab atas lebih dari 10.000 kematian dan lebih dari 5.000 pasien rawat inap setiap tahunnya di Jakarta. Selain itu, polusi udara juga menyebabkan lebih dari 7.000 dampak kesehatan yang merugikan pada anak-anak, meliputi 6.100 kasus tengkes, 330 kematian bayi, dan 700 bayi dengan kelahiran yang merugikan setiap tahun.
Dari kajian tersebut juga diketahui bahwa polusi udara tidak hanya menyebabkan kerugian dari sisi kesehatan, melainkan juga menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan, mulai dari biaya kesehatan hingga hilangnya produktivitas yang berkaitan dengan penyakit dan perawatan penderita. Total biaya tahunan dampak kesehatan dari polusi udara mencapai sekitar 2.943,42 juta dollar Amerika Serikat.
Upaya Pengendalian
Untuk meredam dampak buruk itu sejumlah peraturan, kebijakan, dan program untuk mengendalikan polusi udara telah dikeluarkan. Jakarta pernah membuat Rencana Aksi Pengelolaan Kualitas Udara DKI Jakarta 2002-2007. Rencana Aksi tersebut merupakan pengembangan dari program udara bersih dari program langit biru yang dimulai pemerintah pusat sejak 1997. Kemudian, Jakarta telah memiliki Peraturan Daerah DKI Jakarta No 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Tak ketinggalan, Jakarta mempunyai Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup. Program 2012-2018 itu termuat dalam Rencana Kerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Program yang telah dilaksanakan diantaranya uji emisi, car free day, kebijakan ganjil genap, kawasan larangan merokok, dan larangan membakar sampah.
Pada 2019, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Instruksi Gubernur No. 66 Tahun 2019 telah menentukan tujuh rencana aksi untuk mengatasi polusi udara baik dari pengumpulan data maupun menangani tiga sumber polusi utama, yakni transportasi, industri, dan pembangkit listrik. Rencana aksi tersebut meliputi: meningkatkan pemantauan kualitas udara; rencana aksi untuk sektor transportasi; rencana aksi untuk sektor industri dan pembangkit listrik; penyediaan lahan hijau; dan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menciptakan kesadaran publik.
Sayangnya, melihat kondisi kualitas udara yang tak kunjung membaik, belum kelihatan komitmen dan ketegasan implementasi program dan kebijakan ataupun pengawasan dan penegakan aturan di lapangan. Menurut Elisa Sutanudjaja, dari Koalisi Ibu Kota dalam konferensi pers, Minggu (13/8/2023), dalam sejumlah kesempatan membahas upaya penanganan polusi, pemerintah hanya berorientasi intervensi pada masyarakat. Pemerintah hanya menyoroti masyarakat yang masih menggunakan transportasi pribadi.
Masyarakat diminta beralih menggunakan transportasi umum. Padahal layanan transportasi publik di Jabodetabek sendiri belum terpenuhi memadai. Di sisi lain, pemerintah masih mengabaikan sektor lain seperti industri apalagi yang berada di kawasan Banten dan Jawa Barat yang juga menjadi penyumbang besar polusi di langit Jabodetabek dan sekitarnya.
Grafik:
Mengatasi pencemaran udara di Jakarta harus menyasar lebih banyak faktor penyebab polusi. Selain sektor transportasi, salah satu sumber utama pencemar adalah sektor industri yang menggunakan bahan bakar fosil seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bertenaga batubara. Saat ini Jakarta dihimpit 8 PLTU batu bara dalam radius 100 km. Pada tahun 2020 lembaga penelitian Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) mencatat bahwa Jakarta juga dikelilingi 118 fasilitas industri yang turut berkontribusi terhadap pencemaran udara di Jakarta.
Oleh karena itu, merujuk Greenpeace, upaya untuk mengurangi emisi polutan harus melibatkan perubahan pada sumber energi yang digunakan. Transisi bahan bakar fosil menuju bahan bakar yang ramah lingkungan, seperti tenaga surya, angin, atau mikro hidro, menjadi kunci dalam mengurangi polusi udara secara signifikan.
Mengingat pengendalian kualitas udara di kota metropolitan seperti Jakarta sangatlah berat. Melakukan kerjasama dan kordinasi dengan pemerintah daerah penyangga juga penting untuk dilakukan. Sebab aktivitas di wilayah di Jabodetabek juga berkontribusi terhadap polusi di Jakarta, begitupun sebaliknya.
Terakhir, pemerintah perlu menyiapkan sistem peringatan dini yang baik, memberikan informasi yang akurat dan tepat, beserta dengan langkah antisipasi yang harus dilakukan. Sistem peringatan dini polusi udara ini perlu dibangun untuk memperkuat pengendalian polusi udara di masyarakat dan meningkatkan kesadaran publik terkait bahaya polusi udara
Sementara pemerintah diharapkan berkomitmen untuk lebih serius dan konsisten tentang pengendalian polusi udara. Masyarakat bisa berperan untuk meminimalkan polusi udara, antara lain dengan beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum, melakukan uji emisi kendaraan, tidak membakar sampah sembarangan, hemat listrik, hingga menanam tanaman yang dimanfaatkan untuk menyerap polutan.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Langit Kota Jakarta diselimuti kabut asap, Senin (5/9/2022). Berdasarkan data dari sejumlah stasiun pemantau kualitas udara milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta situs IQAir, buruknya kualitas udara di Jabodetabek terjadi hampir merata.
Melindungi Diri
Untuk meminimalkan terkena pajanan polusi udara, ada beberapa saran upaya pencegahan dari sejumlah ahli. Merujuk Kompas (20/8/2023), dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta Timur, Erlina Burhan, menyarankan masyarakat untuk sebisa mungkin menghindari aktivitas di luar ruangan, terlebih di saat jam sibuk pergi dan pulang kerja. Jika harus keluar, lebih baik tetap menggunakan masker yang memenuhi standar.
Saat di dalam ruangan pun disarankan untuk menyalakan filter penyaring udara atau alat penjernih udara (air purifier). Selain air purifier, masyarakat juga bisa memanfaatkan tanaman hias yang diletakkan di dalam ruangan untuk mengurangi polusi udara.
Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia sekaligus dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Narila Mutia Nasir, menganjurkan masyarakat untuk tidak membuka jendela terlalu lebar di rumah, terutama jika lokasi rumah berdekatan dengan jalan umum. Saat polusi udara memburuk, masyarakat tidak dianjurkan untuk berolahraga di luar ruangan. Masyarakat harus menghindari berolahraga di dekat area lalu lintas.
Sementara itu, Jae Kyeom Kim yang merupakan asisten profesor Kesehatan dan Nutrisi Perilaku di University of Delaware menekankan pentingnya menerapkan perubahan perilaku dalam pola makan sebagai solusi untuk memerangi penumpukan zat beracun yang berasal dari polusi udara. Ia mengatakan, sayuran famili Apiaceae dapat memberikan perlindungan terhadap kerusakan dan peradangan yang diinduksi akrolein. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- Kee Grijns dan Peter J.M. Nas (peny). 2007. Jakarta Batavia Esai Sosio-Kultural. Jakarta: Banana dan KITLV.
- Susan Blackburn. 2011. Jakarta Sejarah 400 Tahun. Depok: Masup Jakarta.
- “Sumber Utama Polusi Udara di DKI Jakarta”, diakses dari vitalstrategies.org
- “Transboundary Air Pollution in the Jakarta, Banten, and West Java provinces”, diakses dari energyandcleanair.org
- “Impacts of Air Pollution on Health and Cost of Illness in Jakarta, Indonesia”, diakses dari vitalstrategies.org
- “Laporan Inventarisasi Pencemar Udara DKI Jakarta tahun 2020”, diakses dari rendahemisi.jakarta.go.id
- “Umur dan Masa Depan Anak yang Hilang dalam Polusi Udara Jakarta”, Kompas, 29 Maret 2023.
- “Perlu Kolaborasi Semua Pihak Atasi Polusi Udara di Jakarta”, Kompas, 31 Mei 2023.
- “Mencegah Dampak Polusi Udara Mulai Dari Masker Hingga Tanaman Indoor” Kompas, 7 Juni 2023.
- “Udara Jakarta yang Membahayakan Jiwa”, Kompas, 11 Juni 2023.
- “Tidak Bisa Tidak Mengendalikan Polusi Udara”, Kompas, 10 Agustus 2023.
- “Publik Anggap Upaya Pemerintah Menangani Masalah Polusi Udara Belum Menyeluruh”, Kompas, 13 Agustus 2023.
- “Uji Emisi Jadi Prioritas Atasi Polusi Udara” Kompas, 13 Agustus 2023.
- “Semua Terdampak Polusi Udara”, Kompas, 15 Agustus 2023
- “Lemah Mengendalikan Polusi Udara Jakarta”, Kompas, 16 Agustus 2023.
- “Jurus Jitu Masyarakat Lindungi Diri dari Kepungan Polusi”, Kompas, 20 Agustus 2023.
-
“Bahaya Polusi Udara Semakin Nyata, Kapan Pemerintah Serius Mengatasinya?”, diakses dari greenpeace.org
Artikel terkait