Paparan Topik | Pilkada Serentak

Pilkada Serentak 2024: Partisipasi Perempuan sebagai Calon Kepala Daerah

Pilkada Serentak 2024 diwarnai meningkatnya jumlah calon kepala daerah perempuan. Kehadirannya merupakan representasi kesetaraan gender di panggung demokrasi.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Layar presentasi menyajikan data dalam acara peluncuran Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) di Jakarta, Senin (29/8/2016). Bawaslu telah memetakan IKP pada 101 wilayah yang akan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah serentak pada tahun 2017. IKP menjadi deteksi dini terhadap berbagai potensi pelanggaran dan kerawanan dalam pilkada serentak 2017.

Fakta Singkat

Pilkada Serentak

  • Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) disahkan PBB pada 18 Desember 1979 bertujuan untuk menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan dan mempromosikan kesetaraan gender di seluruh dunia.
  • Sustainable Development Goals (SDGs) salah satu targetnya adalah meningkatkan partisipasi perempuan dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan di berbagai bidang seperti politik, ekonomi, dan kehidupan publik.
  • Indikator keberhasilan dari target SDGs dapat diukur melalui persentase perempuan yang duduk di parlemen nasional dan lokal.

Pada Pilkada Serentak 2024, peningkatan jumlah calon perempuan terlihat di beberapa daerah. Fenomena peningkatan keterlibatan perempuan di Pilkada Serentak 2024 ini menjadi angin segar bagi kontestasi politik di Indonesia.

Keterlibatan perempuan dalam politik dan kepemimpinan menjadi salah satu bagian dari SDG 5.5 yang terwujud lewat proporsi kursi yang diduduki perempuan di parlemen nasional dan pemerintahan daerah.

Indikator SDG 5.5.1 mengukur “proporsi kursi yang diduduki perempuan di parlemen nasional dan pemerintah daerah” dalam kerangka tujuan pembangunan berkelanjutan seperti yang diamanatkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa.

Indikator ini berfokus pada representasi perempuan dalam lembaga legislatif dan eksekutif di tingkat nasional maupun daerah. Tujuan akhirnya sebagai upaya untuk menuju kesetaraan gender.

Untuk melihat data ketercapaian indikator ini mencakup sejumlah hal. Pertama, proporsi kursi di parlemen nasional. Kedua, kursi yang dipilih di pemerintah daerah. Ketiga, posisi menteri nasional yang dipegang perempuan.

Target utama SDG 5.5.1 adalah memastikan partisipasi penuh dan efektif perempuan serta peluang yang setara dalam kepemimpinan di semua tingkat pengambilan keputusan politik, ekonomi, dan publik pada tahun 2030.

Penyetaraan hak politik perempuan selalu menjadi perhatian. Seperti yang tertuang dalam Konvensi Hak-hak Politik Perempuan (Konvensi Hak Politik Perempuan) dan The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women atau CEDAW dalam pasal 7 dan 8 (CEDAW – Pasal 7 dan 8) yang menegaskan bahwa hak politik perempuan adalah bagian dari hak asasi manusia yang menjadi inti demokrasi dan bersifat mutlak.

Perempuan berperan penting dalam demokrasi dan politik lokal dengan mendorong keterwakilan yang lebih inklusif atau lebih terbuka. Partisipasi mereka membantu menciptakan kebijakan yang lebih responsif terhadap isu sosial.

Meskipun hak politik perempuan dijamin oleh regulasi seperti UUD 1945 dan CEDAW, hambatan seperti stereotip gender dan kurangnya dukungan masih menghambat peran mereka.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Tri Rismaharini dan Zahrul Azhar Asumta mendaftarkan diri ke kantor KPU Jawa Timur, Surabaya, Kamis (29/8/2024). Pada hari terakhir pendaftaran dua pasangan mendaftarkan diri ke KPU Jatim. Pasangan Tri Rismaharini dan Zahrul Azhar Asumta diusung oleh PDIP dan Hanura. Sementara PKB mencalonkan Luluk Nur Hamidah dan Lukmanul Khakim. 

Tren Partisipasi Perempuan

Tren partisipasi perempuan dalam pemilihan kepala daerah mengalami peningkatan. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak menunjukkan meskipun peningkatan ini relatif lambat, namun konsistensinya menjadi sinyal positif bagi keterlibatan perempuan dalam politik lokal.

Pada Pilkada Serentak 2015, dari 1.646 calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, 124 di antaranya adalah perempuan. Namun, pada Pilkada 2017, jumlah ini menurun menjadi hanya 44 perempuan dari 614 calon.

Pada Pemilihan Kepala Daerah 2024, terdapat peningkatan tren partisipasi perempuan. Untuk posisi Gubernur dan Wakil Gubernur, terdapat 18 perempuan yang ikut mencalonkan diri pada Pilkada 2024.

Di tingkat Bupati dan Wakil Bupati, jumlah calon perempuan mencapai angka 210 perempuan, sedangkan untuk tingkat Walikota dan Wakil Walikota, terdapat 81 perempuan yang turut bersaing dalam kontestasi politik lokal.

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa partisipasi perempuan dalam pilkada mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Meskipun terjadi penurunan signifikan dalam jumlah perempuan yang mencalonkan diri pada Pilkada 2017 dibandingkan 2015, tren ini berbalik pada Pilkada 2024 dengan peningkatan yang signifikan di berbagai jenjang pilkada.

Tren peningkatan partisipasi perempuan dalam pilkada juga mencerminkan perubahan sikap masyarakat terhadap kepemimpinan perempuan. Masyarakat mulai lebih terbuka dan menerima perempuan sebagai pemimpin, baik di tingkat lokal maupun nasional. Hal ini menandakan pergeseran positif dalam pandangan masyarakat tentang peran gender dalam politik.

Kuota Gender

Menurut riset UN Women, penggunaan kuota gender merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengatasi ketidaksetaraan representasi gender di parlemen dan posisi politik lainnya. Kuota gender bertujuan untuk memastikan bahwa perempuan memiliki kursi yang layak dalam proses pengambilan keputusan, sehingga dapat meningkatkan kualitas demokrasi dan kebijakan publik.

Dalam konteks Pilkada Serentak 2024, partisipasi politik perempuan semakin penting untuk diperhatikan. Berdasarkan data UN Women, keterwakilan perempuan di pemerintahan lokal secara global masih berada pada 35,5 persen dari 141 negara. Asia Selatan dan Tengah mencapai tingkat partisipasi perempuan tertinggi sebesar 41 persen.

Secara global, kebijakan ini telah menunjukkan dampak yang signifikan. Negara-negara yang menerapkan kuota gender, seperti Rwanda dan beberapa negara Eropa, mengalami peningkatan representasi perempuan di parlemen. Di Rwanda, misalnya, kuota gender berhasil membawa perempuan menduduki lebih dari 60 persen kursi parlemen.

Namun, implementasi kebijakan kuota gender tidak selalu berjalan mulus. Di beberapa negara, tantangan seperti resistensi budaya, politik, dan institusional masih menjadi hambatan.

Beberapa kritik menyoroti bahwa penerapan kuota tidak selalu memastikan kualitas representasi perempuan. Sebagian perempuan yang terpilih melalui kuota mungkin merasa terpinggirkan atau dianggap hanya sebagai ‘pelengkap’, bukan sebagai aktor politik yang setara.

Representasi Perempuan di Pemerintahan Daerah

Representasi perempuan dalam pemerintahan daerah membawa dampak signifikan pada pengembangan kebijakan publik yang lebih inklusif dan berkeadilan. Perempuan cenderung memprioritaskan isu-isu penting seperti ekonomi, pendidikan, lingkungan, perumahan, dan kesejahteraan sosial. Contohnya seperti perbaikan proyek air di India dan layanan pengasuhan anak di Norwegia.

Kehadiran perempuan dalam politik lokal juga membawa implikasi bagi partai politik dan koalisi. Dukungan terhadap kebijakan kuota perempuan dapat meningkatkan jumlah calon perempuan dalam politik, yang pada gilirannya memperluas diversitas dalam partai politik.

Hal tersebut memperkuat demokrasi melalui inklusi gender, serta mendorong partai politik untuk lebih peka terhadap isu-isu kesetaraan. Kebijakan afirmatif semacam ini menjadi alat penting untuk mendorong kesetaraan dalam struktur politik yang didominasi laki-laki menurut Jurnal of Women, Politic, and Policy.

Di sisi lain, representasi perempuan juga berperan penting dalam meningkatkan kesetaraan gender di politik lokal. Dengan semakin banyak perempuan yang berpartisipasi dalam lembaga eksekutif dan legislatif, masyarakat dapat melihat bahwa perempuan memiliki hak dan kapasitas untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan.

Keterlibatan perempuan tidak hanya memastikan bahwa berbagai perspektif dan kebutuhan masyarakat diperhatikan, tetapi juga memperkuat legitimasi dan keberagaman dalam proses pengambilan keputusan. Dengan meningkatnya keterwakilan perempuan diharapkan dapat menciptakan kebijakan yang lebih responsif dan berkeadilan.

Keterwakilan perempuan di pilkada tidak hanya memperkaya proses demokrasi, tetapi juga mencerminkan komitmen untuk kesetaraan gender dalam seluruh aspek pemerintahan. Dengan dukungan kebijakan kuota dan upaya pendorong lainnya, diharapkan bahwa di masa depan, keterwakilan perempuan dalam Pilkada akan semakin meningkat, menciptakan peluang yang lebih adil dan setara bagi semua pihak. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Arsip Kompas
  • “Airin Rachmi Diany, Calon Legislatif Peraih Suara Terbanyak Dapil Banten III Pemilu Legislatif 2024”, Kompaspedia, 21 Mei 2024
Jurnal
  • Ellerby, K. (2011). Quotas for Women in Politics: Gender and Candidate Selection Reform Worldwide by Mona Lena Krook: (2009). New York: Oxford University Press, 304 pp., ISBN 978-0199740277. Journal of Women, Politics & Policy32(2), 164–166. Diakses dari: https://doi.org/10.1080/1554477X.2011.562139

Peraturan
  • Komisi Pemilihan Umum. (2024). Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024. Jakarta: Komisi Pemilihan Umum.
Internet
  • “Perempuan dan Pilkada Serentak”, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 13 Februari 2018
  • “Facts and figures: Women’s leadership and political participation”, UN Women, 12 Juni 2024
  • “Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination against Women”, UN Women

Artikel terkait